Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

G2P1A0 HAMIL 39 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:
Nama : R. Maghfira Kurnia Kusuma
NIM : 1413010049

Pembimbing:
dr. Hj. Herwati, Sp. OG, M. Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan persentasi kasus dengan judul

G2P1A0 HAMIL 39 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:
Nama : R. Maghfira Kurnia Kusuma
NIM : 1413010049

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Hj. Herwati, Sp. OG, M. Kes

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................1
A. Identitas Pasien..........................................................................................1
B. Anamnesis.................................................................................................1
C. Pemeriksaan fisik......................................................................................3
D. Pemeriksaan penunjang.............................................................................4
E. Diagnosa kerja...........................................................................................5
F. Penatalaksanaan............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Cairan Amnion..........................................................................................6
B. Komposisi Air Ketuban.............................................................................6
C. Sirkulasi Air Ketuban Janin.......................................................................8
D. Definisi Ketuban Pecah Dini.....................................................................9
E. Epidemiologi.............................................................................................9
F. Klasifikasi.....................................................................................................9
G. Mekanism................................................................................................10
H. Diagnosis.................................................................................................11
I. Faktor Risiko...............................................................................................14
J. Tatalaksana..................................................................................................14
BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN.................................................17
A. Pembahasan.............................................................................................17
B. Kesimpulan..............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TM
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawati Garmen
Alamat : Bringin
Tanggal Masuk : 12 Juli 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Keluar cairan ketuban dari jalan lahir sejak pukul 19.00 WIB (2 jam
SMRS)
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang dari IGD dengan keluhan keluar cairan berwarna jernih
kental dari jalan lahir sejak pukul 19.00 WIB (2 jam SMRS) tidak berhenti
seperti mengompol. Pasien mengaku perut kenceng – kenceng dirasakan
jarang dan gerak janin (+). Pasien mengaku malam sebelumnya melakukan
hubungan dengan suami. USG terakhir pada bulan April di RS Ungaran
dan hasil dikatakan baik dengan umur kehamilan 29 minggu tafsiran berat
janin 1378 g.
Hari Pertama Haid Terakhir : 1 Oktober 2018
Hari Perkiraan Lahir : 14 Juli 2019
3. Riwayat Obstetrik dan Ginekologi
a. Riwayat Obstetri : G2P1A0
I : laki – laki, usia 12 tahun, lahir spontan di RSUD dengan BBL:
3600 gram, dengan ketuban pecah dini

b. Riwayat Ginekologi : Menarke usia 14 tahun, siklus 28 hari,


teratur, durasi 6 – 7 hari, dismenorea (–). Keputihan (+) bau amis (-),
gatal (-)

1
c. Riwayat Perkawinan : Menikah 1x pada usia 25 tahun, dengan
suami sekarang sudah 14 tahun.
d. Riwayat Kontrasepsi : Pernah menggunakan KB suntik 3 bulan
selama 5 tahun dan 2 tahun setelahnya haid menjadi tidak teratur.
e. Riwayat ANC : Selama hamil ibu periksa di bidan dan
dokter
Trimester I : 1x (Bidan)
Trimester II : 1x (Dokter spesialis Obgyn)
Trimester III : 4x (Bidan)
4. Riwayat Penykit Dahulu
Selama hamil pasien tidak pernah di rawat inap di rumah sakit. Pada
trimester awal pasien sempat merasakan mual muntah dan hanya datang ke
bidan. Pasien sempat terkena influenza selama hamil. Tidak pernah demam
lama. Penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi,
batuk lama, dan stroke disangkal oleh pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma, alergi,
batuk lama, dan stroke disangkal oleh pasien.
6. Riwayat Personal Sosial
Pasien bekerja sebagai seorang karyawati pabrik garmen dan dirasa
pekerjaan tidak terlalu berat untuk seorang perempuan. Pasien diraway
dengan BPJS mandiri. Suami pasien merupakan seorang perokok aktif,
suami pasien dapat mengabiskan ± 6 batang perhari.
7. Anamnesis sistem
a. Kepala dan leher : tidak ada keluhan
b. THT : tidak ada keluhan
c. Respirasi : tidak ada keluhan
d. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
e. Gastrointestinal : tidak ada keluhan
f. Perkemihan : tidak ada keluhan
g. Reproduksi : keluar cairan ketuban
h. Kulit dan ekstremitas : tidak ada keluhan
C. Pemeriksaan fisik
1. Kesan Umum : Baik

2
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
3. Vital Signs
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 108x/menit reguler
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36,4oC
4. SpO2 : 98 %
5. Head to toe
Antopometri
Jdjdjdjdjdjjdjdjd
Berat badan 58 kg
J 153neddjdh
Tinggi badanjeje 153 cm
Kepala & Leher
Inspeksi Bentuk wajah simetris, Conjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (-/-), ptosis (-), eksophtalmus (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax (Cor)
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis tidak bisa diraba
Perkusi Cardiomegali (-)
Auskultasi Suara S1 dan S2 regular, Murmur (-), Gallop (-)
Thorax (Pulmo)
Inspeksi Pelebaran vena (-), retraksi dinding dada (-)
Palpasi Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler pada kedua lapang paru
Abdomen (Leopold)
Leopold I 31 cm
Leopold II Sebelah kanan fundus uteri teraba tahanan
memanjang
Sebelah kiri fundus uteri teraba bagian kecil janin
Leopold III Bagian terbawah janin teraba bulat, keras, mudah
digerakkan
Leopold IV U
DJJ 148 x/menit
HIS 1x10”/10’
Ekstremitas (Superior, Inferior, Dextra, Sinistra)
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting non pitting edema (-), akral hangat
Ginekologi
Vaginal touche Pembukaan seujung jari, portio tebal lunak, kulit
ketuban (+) lekat, air ketuban mengalir jernih (+),
kepala H1, STLD (-)
Tabel 1. 1Hasil pemeriksaan fisik

D. Pemeriksaan penunjang
Hematologi

3
Leukosit 5,63 4,5 - 11 Ribu/ul
Eritrosit 4,15 3,80 – 5,80 Juta/ul
Hemoglobin 12,5 12 – 16 g/dl
Hematokrit 36,9 37 – 47 Vol%
MCV 88,8 85 – 100 Fl
MCH 30,1 28 – 31 Pg
MCHC 33,9 30 – 35 g/dl
Trombosit 220 150 -450 Ribu/dl
PTT 13.0 11-18 Detik
APTT 27.7 27 – 48 Detik
Hitung jenis
Eosinofil % 2,9 2–4 %
Basofil % 0,4 0–1 %
Limfosit % 25,4 25 – 60 %
Monosit % 2,4 2–8 %
Netrofil % 68,9 50 – 70 %
Imunoserologi
HBsAg Negatif Negatif
Tabel 1. 2 Hasil pemeriksaan laboratorium darah tanggal 12 Juli 2019

4
E. Diagnosa kerja
G2P1A0 umur 37 tahun kehamilan 39 minggu
Janin tunggal / hidup / intrauterine
Persentasi kepala / U / punggung kanan
Inpartu Kala 1 fase laten
Ketuban Pecah Dini 2 jam

F. Penatalaksanaan
1. Inf. RL 20 tpm
2. Inj. Cefotaxim 2 x 1 g
3. Pasang balon cateter 100 cc
4. Oxytocin drip 5 IU max 20 tpm

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cairan Amnion
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion
dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel
seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam
matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan
melindungi janin terhadap infeksi.
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Prawirohardjo, 2010:155).
Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat
terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada
janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah cairan
ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia paru,
deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin terhambat
(Intrauterine Growth Restriction/IUGR), prematuritas, kelainan letak dan
kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan jumlah amnion yang terjadi oleh
sebab apapun akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

B. Komposisi Air Ketuban


Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk
oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk oleh
difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan
plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi pembentukan zat

6
tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian
besar air ketubannya dibentuk oleh:
a) Sel amnionnya
b) Air kencing janin
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14
cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam sehari
Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier tetapi
bervariasi sebagai berikut:
a) Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu
b) Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
c) Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
d) Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800-
1500 cc
e) Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150
cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion
Komposisinya mirip plasma maternal, komposisi umum air ketuban yaitu
a) Air sekitar 99%
b) Bahan organik sekitar 1%
c) Berat jenis 1007-1008 gram
d) Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
1) Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth Factor dalam
bentuk Transforming Growth Faktor alfa. Fungsi kedua hormon ini ikut
serta menumbuh-kembangkan paru janin dan sistem gastrointestinalnya.
2) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan endothelin-1
berfungsi untuk memberikan rangsangan pembentukan surfaktan yang
sangat bermanfaat saat bayi mulai bernapas diluar kandungan.
Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tentang
kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh kembang janin intrauteri,
kematangan paru, kemungkinan terjadi infeksi intrauteri, asfiksia janin
intrauteri-bercampur mekonium, cairan amnion diambil melalui
amniosentesis.

7
C. Sirkulasi Air Ketuban Janin
Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya dapat
dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen
penting sebagai berikut:
a) Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
b) Jumlah produksi air kencing
c) Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan
tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.
(Manuaba, dkk, 2007:500).

Skema perpindahan cairan amnion

Dinamika cairan amnion

8
D. Definisi Ketuban Pecah Dini
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada
atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature
rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau
KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).

E. Epidemiologi
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm1 dan PPROM terjadi
pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun
1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan
melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. Kejadian KPD
preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal
maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm
akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan
berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih
besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan
prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan
kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD
preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika
Serikat.

F. Klasifikasi
a) KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah
ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu,

9
sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu
sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai
kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.
b) KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini pada aterm adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern
(+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

G. Mekanisme
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk
rcrjadinya Ketuban Pecah Dini adalah: berkurangnya asam askorbik sebagai
komponen kolagen; kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oieh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung
terjadi Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan
muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya
kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,
kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan
biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor- faktor eksternal, misalnya infeksi yang

10
menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.

H. Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua
pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan
dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan
yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan
spekulum) KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien
dan visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar,
usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD sebelumnya, dan faktor
risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa
indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko
infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu
dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak
menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai
adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD secara visual. Dilatasi
serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan
baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks
(satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan
lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur. Jika cairan amnion
jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH (tes Nitrazin) dari forniks posterior vagina
(pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5
- 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak

11
terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan
dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat adanya
ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan
KPD harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.
b) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis
untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya
abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat
(PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun
normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain
itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi
dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin. Penilaian jumlah
cairan amnion melalui pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan cara
subjektif maupun semikuantitatif.
Penilaian subjektif: Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak
bebas dan dikelilingi oleh cairan amnion. Struktur organ janin, plasenta,
dan tali pusat dapat terlihat jelas. Kantung-kantung amnion terlihat di
beberapa tempat, terutama pada daerah di antara kedua tungkai bawah dan
di antara dinding depan dan belakang uterus. Pada kehamilan trimester III
biasanya terlihat sebagian dari tubuh janin bersentuhan dengan dinding
depan uterus. Pada keadaan polihidramnion, janin menjauh dari dinding
depan uterus sehingga tidak ada bagian tubuh janin yang bersentuhan
dengan dinding depan uterus. Janin berada di luar daya penetrasi
gelombang ultrasonik sehingga sulit terlihat melalui USG. Pada keadaan
oligohidramnion cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion
hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak terlihat
lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin berkurang.
Struktur janin sulit untuk dipelajari dan ekstremitas tampak berdesakan.
Penilaian semikuantitatif: Yang banyak dikerjakan adalah
pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu kantung
amnion, dan penguurann indeks cairan amnion (ICA) atau amnion fluid

12
index (AFI). Pengukuran satu kantung amnion dilakukan dengan mencari
kantung amnion terbesar, bebas dari bagian tali pusat dan ekstremitas
janin, yang dapat ditemukan melalui transduser yang diletakkan tegak
lurus terhadap kontur dinding abdomen ibu. Pengukuran dilakukan pada
diameter vertikal kantung amnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal
akan meningkat bila diameter vertikal terbesar kantung amnion <2 cm
(oligohidramnion), atau >8 cm (polihidramnion).
Pada pengukuran ICA uterus dibagi ke dalam 4 kuadran yang
dibuat oleh garis mediana melalui linea nigra dan garis horisontal setinggi
umbilikus. Pada setiap kuadran uterus dicari kantung amnion terbesar,
bebas dari bagian tali pusat dan ekstremitas janin, yang ditemukan melalui
transduser yang diletakkan tegak lurus terhadap lantai. ICA merupakan
hasil penjumlahan dari diameter vertikal terbesar kantong amnion pada
setiap kuadran. Nilai ICA normal: 5-20 cm. Bila ICA <5 cm disebut
oligohidramnion; sedangkan bila ICA >20 cm disebut polihidramnion.

Pengukuran cairan amnion dengan AFI atau LVP


c) Pemeriksaan laboratorium

13
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/
perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani
pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan.
Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1 (IGFBP-
1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau
infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut
juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan
lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.

I. Faktor Risiko
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada
kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko
adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai
riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur,
riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan
pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel
dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD aterm
antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi tunggal
yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat
menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion
juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm.

J. Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah
mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat
karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37
minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai
tanda- tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian
melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan

14
dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan
mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Terdapat dua
manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan
tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih
aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang
dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
a) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia
dan takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut
dibanding pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti
sindroma distress pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara
signifikan berbeda. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik.
b) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24-34 minggu.
Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada
mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada
perbedaan signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik dibanding
mempertahankan kehamilan.
c) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu

15
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence
Ib). Tidak ada perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress
syndrome. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan
kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan.

16
17
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Pasien datang dari IGD dengan keluhan keluar cairan berwarna jernih
kental dari jalan lahir sejak pukul 19.00 WIB (2 jam SMRS) tidak berhenti
seperti mengompol. Pasien mengaku perut kenceng – kenceng dirasakan
jarang dan gerak janin (+). Pasien mengaku malam sebelumnya melakukan
hubungan dengan suami. USG terakhir pada bulan April di RS Ungaran dan
hasil dikatakan baik dengan persentasi kepala dan umur kehamilan 29 minggu
tafsiran berat janin 1378 g. Pasien didiagnosis hamil karena memenuhi
beberapa kriteria kehamilan dan adanya tanda pasti kehamilan yaitu : adanya
gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan
kecil janin, terdapat denyut jantung janin dan terdapat janin pada pemeriksaan
penunjang (USG). Pemeriksaan tinggi fundus uteri 31 cm dengan taksiran
berat janin 2945 gram dengan menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal
hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu
janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di bagian fundus,
punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri DJJ : 148x/menit,
serta kepala berada di bagian bawah ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan
Ultrasonografi (USG). Sedangkan untuk usia kehamilan, dilihat HPHT : 1
Oktober 2018, HPL : 14 Juli 2019, usia kehamilan : 39 minggu. Dengan data
tersebut, menurut pedoman yang diterbitkan oleh POGI (2016), terdapat
keluhan cairan keluar dari jalan lahir yang dirasakan merembes, terus
menerus, dan seperti buang air kecil yang tidak dapat ditahan, maka dapat
dicurigai telah terjadi ketuban pecah dini.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil vital sign pasien normal, dan
antopometri pasien juga normal menghilangkan persalinan dengan risiko
tinggi. HIS yang dirasakan pasien 1x selama 10 detik dalam 10 menit belum
terlalu kuat. Berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal touche didapatkan
pembukaan Pembukaan seujung jari, portio tebal lunak, kulit ketuban (+)
lekat, air ketuban mengalir jernih (+), kepala H1, STLD (-). Untuk
mengonfirmasi bahwa cairan yang mengalir tersebut adalah cairan ketuban
(amnion) dapat dilakukan tes Nitrazin yakni berubahnya lakmus merah

18
menjadi biru. Pemeriksaan lin yang dapat dilakukan adalah USG untuk
mengetahui seberapa banyak ketuban yang sudah keluar. Penatalaksanaan
yang diberikan sudah tepat, yakni program cefotaxime 2 x 1 gram sebagai
antibiotik profilaksis risiko infeksi pada KPD dan induksi persalinan
menggunakan oxytocin karena ketuban pecah dini salah satu indikasi induksi
persalinan.

B. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didpatkan bahwa terdapat tanda pasti kehamilan dengan kompilasi
berupa ketuban pecah 2 jam sebelum adanya persalinan. Tatalaksana yang
diberikan berupa induksi persalianan untuk mempercepat proses persalinan
dan antibiotic sebagai profilaksis.

19
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetrics and Gynecology. ACOG Practice Bulletin No.


80: Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for
obstetrician- gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4):1007-19.
Ayu, Rembulan NP, Ratna, Dewi Puspita Sari. 2017. Peran Kortikosteroid dalam
Pematangan Paru Intrauterin. Majority, Vol. 6: 142-147.
Cunningham FG et al. 2014. Williams Obstetrics 24th edition, United States of
America: The McGraw-Hill Companies inc.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kemenkes: Jakarta.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini.
Siswishanto, Rukmono. Malpresentasi dan Malposisi. Dalam Saifudin, AB,
Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p.581-598.
Soewarto, Soetomo. Ketuban Pecah Dini. Dalam Saifudin, AB, Rachimhadhi, T
dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2009: p.677-682.

20

Anda mungkin juga menyukai