Kejang Demam
Kejang Demam
Disusun Oleh :
Farin Limanda Mulia, S.Ked
FAB 118 091
Pembimbing :
dr. SOETOPO, Sp.KFR
dr. TAGOR SIBARANI
dr. C. YUNIARDI ALRIYANTO
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 ͦC, dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial,
gangguan elektrolit, serta gangguan metabolik lainnya. Apabila anak berusia
kurang dari 6 bulan mengalmai kejang didahului demam, dapat dicurigai adanya
infeksi susunan saraf pusat. Apabila bayi berusia kurang dari 1 bulan, disebut
kejang neonatus.1
Berdasarkan data dari American Academy of Pediatrics tahun 2011,
prevalensi kejang demam terjadi 2-5% pada anak berusia 6 bulan – 5 tahun di
Amerika Serikat dan Eropa Barat dengan insidensi puncak antara 12 hingga 18
bulan.2 Prevalensi lebih tinggi terjadi pada populasi Asia (5-10% di India dan 6-9%
di Jepang). 3
Angka kejadian kejang demam di Indonesia sendiri mencapai 2-4% tahun
2008 dan terjadi pada anak usia antara 1 dan 2 tahun dimana 80% disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara
retrospektif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama Januari 2014 – Juni
2016 didapatkan 150 anak mengalami kejang demam dimana usia terbanyak adalah
antara 1 hingga <2 tahun dengan total 27,3%.4
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kelainan neurologis
dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang dimana terdapat
gangguan recognition memory. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang cepat dan
tepat dalam menangani kasus kejang demam pada anak sehingga mencegah
terjadinya gangguan tumbuh kembang bahkan kematian.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
2.2. Secondary Survey
2.2.1. Identitas
Nama : An. FH
Usia : 4 tahun, 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Badak XI
Tgl Pemeriksaan : 8 Januari 2020 pukul 12.00 WIB
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
dengan keluhan kejang kurang lebih 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit.
Kejang terjadi 1x di sekolah. Lamanya kejang kurang lebih 10 menit. Saat
kejang tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan
kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil. mata mendelik
keatas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat
kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar tapi badannya
menjadi lemas. Ibu pasien mengaku sebelum kejang pasien mengalami
demam yang tinggi di rumah tetapi tidak di ukur dan ini merupakan
serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1 tahun.
4
Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan serupa pernah terjadi saat pasien berusia 1 tahun.
Riwayat trauma atau terjatuh tidak ada
Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan sebulan sekali.
Keluhan selama kehamilan (-). Obat-obatan yang diminum selama kehamilan :
vitamin dan tablet penambah darah.
Riwayat Kelahiran:
Pasien lahir secara sectio caesareae di RS Swasta dengan dokter kandungan. Berat
badan lahir 2900 gram dan panjang 47 cm, langsung menangis setelah lahir, usia
kehamilan lebih kurang 38minggu.
Riwayat Imunisasi:
Ibu pasien mengatakan selalu rutin mengikuti imunisasi.
5
Personal Sosial
Bermain dan bergaul dengan anak-anak lain
Riwayat Makanan:
Usia 0-6 bulan : Pasien konsumsi ASI saja, diberikan apabila bayi ada
menangis atau nampak kehausan. Sehari bis adiberikan 5-8 kali, bergantian
kiri dan kanan.
Usia 6 bulan – sekarang : ASI tetap di lanjutkan diselingi bubur Cerellac.
Terkadang diberikan buah buahan yang dihaluskan dengan blender. Sehari 3
kali. Sekarang pasien sudah mengkonsumsi nasi, sayur, serta lauk pauk.
6
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), rambut hitam. Bibir sianosis (-), faring
hiperemis.
Leher
Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-
)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki basah (crackles) (-/-), wheezing (-/-
)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur(-
), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, pallor (+/+) extremitas superior et inferior, edem
tungkai (-), sianosis (-)
7
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium di RSUD dr. Murjani (30/9/2016)
Pemeriksaan
Hasil Satuan Rujukan
(8 Januari 2020)
RUTIN
Hemoglobin 11,8 g/dl 10,5 – 18,0
Hematokrit 33,8 % 37 – 48
Leukosit 7,91 Ribu/ul 4.50 – 11,00
Trombosit 189 Ribu/ul 150 – 400
Eritrosit 4,61 Juta/ul 4,00 – 6,00
INDEKS ERITROSIT
MCV 73,3 fL 86,6 – 102,0
MCH 25,6 pg 25,6 – 30,7
MCHC 34,9 g/dl 28,2 – 31,5
HITUNG JENIS
Eosinofil 1,0 % 0,0 – 6,0
Basofil 0,3 % 0,0 – 1,0
Netrofil 82,9 % 37,0 – 72,0
Limfosit 5,7 % 20,0 – 50,0
Monosit 10,1 % 0,00– 14,0
KIMIA KLINIS
GDS 154 mg/dl <200
8
2.2.5. Diagnosa
Kejang Demam Sederhana;
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di IGD
- O2 nasal cannul 2 lpm
- Diazepam rektal 10 mg
- IVFD D5 ¼ NS 15 tpm
- Inj. Paracetamol 200 mg (IV)
Advis dr. Sp.A
- IVFD D5 ¼ NS 15 tpm
- PO. Paracetamol sirup 3 x ½ cth
- Luminal 2 x 40 mg jika suhu > 38⁰C
2.2.7. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
Pada pasien didiagnosis kejang demam karena sesuai dengan kriteria IDAI
2016 dan Livingstone dimana ditemukan kejang pada pasien berusia 4 tahun 2
bulan yang terjadi 1x dalam satu hari yang didahului oleh demam 1 hari SMRS.
Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua
tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil dimana bentuk kejang ini
merupakan bentuk kejang umum / generalized seizure (kejang tonik klonik), mata
mendelik ke atas. Kejang pada anak ini berlangusng kurang lebih 10 menit.
Beberapa kriteria ini menunjukan kejang demam sederhana (simple febrile seizure),
karena memenuhi tiga ciri yaitu durasi terjadinya kejang <15 menit, usia kurang
dari 6 tahun dan bentuk kejangnya umum atau generalized seizure (kejang tonik
klonik).
Terjadinya kejang demam pada anak adalah multifaktorial. Beberapa
diantaranya adalah infeksi (terbanyak infeksi saluran pernapasan), post-imunisasi,
usia muda (<3 tahun), riwayat keluarga dengan kejang ataupun epilepsi, kelahiran
prematur, malnutrisi, serta riwayat kejang demam sebelumnya.4,6,7 Pada pasien ini,
sebelum terjadinya kejang 1 hari SMRS, pasien sempat demam tetapi suhu tidak di
ukur di rumah. Pada pasien ini juga di dapatkan dari pemeriksaan fisik yaitu faring
tampak hiperemis.
Demam yang terjadi pada kasus ini di sebabkan karena adanya infeksi yang
berasal dari faring yang hiperemis yang di alami pasien akibat karena adanya
infeksi. Pada saat terjadinya demam ini merupakan pertanda bahwa tubuh berespon
untuk melawan infeksi yang terjadi. Saat terjadinya kenaikan suhu pada pasien yang
kemudian menyebabkan demam sehingga demam yang terjadi pada pasien
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron, pada saat terjadinya perubahan
maka lepasan muatan listrik semakin besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dan terjadi kejang. Pada teori juga dikatakan
bahwa jenis infeksi yang bersumber dari luar susunan saraf pusat yang dapat
menimbulkan demam sehingga menimbulkan kejang demam salah satunya adalah
adanya infeksi yang terjadi. Faring yang hiperemis merupakan penyakit yang
mendasari terjadinya demam pada pasien dan pada saat terjadinya demam
kemudian menimbulkan kejang demam pada pasien.
11
Patofisiologi terjadinya kejang ini terjadi karena adanya perbedaan
potensial membran sel neuron. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.3
Pemeriksaan penunjnag pada kasus ini sebenarnya tidak dikerjakan secara
rutin, tetapi dapat digunakan untuk mengevalusasi sumber infeksi penyebab
demam.1 Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin, indeks eritrosit, hitung
jenis leukosit, dan kimia klinis. Pada leukosit hasilnya 7.091 / uL menunjukkan
hasilnya normal dan pemeriksaan penunjnag lain juga masih menunjukkan hasil
yang normal. Pada kejang demam yang terjadi pada usia <12 bulan secara rutin
dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal berdasarkan rekomendasi dari IDAI tahun
2016.1
Berdasarkan IDAI 2016, tatalaksana pada pasien kejang yang datang ke unit
gawat darurat atau ke fasilitas kesehatan segera diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,2 – 0,5 mg/kgBB secara perlahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam rektal dengan
dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg, dapat diberikan 2
kali dengan interval 5 menit. Ketika telah sampai rumah sakit dan telah diberikan
diazepam intravena tetapi anak masih kejang, langsung berikan fenitoin intravena
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau <50
mg/menit. Dan apabila pasien masih kejang, segera dilarikan ke ICU.1,8 Berikut
algoritma tatalaksana kejang.8
12
Gambar 1. Algortima Tatalaksana Kejang Demam.8
Pada pasien ini, saat dilarikan ke RSUD Doris Sylvanus mengalami kejang.
Tatalaksana yang langsung dilakukan adalah menempatkan pasien sebagai pasien
dengan triage merah dan menempatkan di bed yang aman, melonggarkan pakaian,
memposisikan pasien miring, pemberian O2 dengan nasal kanul 2 lpm, pengecakan
vital sign secara cepat, primary survey dan langsung diberikan diazepam (stesolid)
10mg perektal di karenakan akses lebih mudah dibandingkan dengan intravena,
ditambah kondisi pasien yang mengalami kejang tonik klonik dapat membuat
pemberian secara intravena lebih sulit dilakukan. Dengan sekali pemberian, kejang
pada pasien telah berhenti. Pada pasien langsung dipasangkan IV line dnega infus
D5 ¼ NS 60 15tpm dan injeksi paracetamol 200 mg secara intravena. Pasien
diobservasi kedaan umum serta vital sign per jam di triage merah dan dikonsulkan
dengan spesialis anak. Advice spesialis anak: IVFD D5 ¼ NS 15 tpm dan PO
Paracetamol sirup 3x1 ½ cth dan Luminal 2x40 mg jika suhu lebih dari 38⁰C.
BAB IV
13
KESIMPULAN
An. FH, laki-laki, usia 2 tahun 4 bulan dan berat badan 17 kg, didiagnosis
mengalami kejang demam sederhana et causa faringitis. Penanganan awal yang
diberikan saat pasien datang ke IGD dengan kejang adalah mengelompokkan
pasien berlabel MERAH, menempatkan pasien di bed aman, melonggarkan
pakaian, dan memposisikan pasien miring,. Setelah itu dilakukan primary survey
dengan mengecek cepat Vital Sign serta ABCD, pemasangan oksigen 2 lpm dan
langsung memberikan diazepam rektal 10 mg (stesolid). Setelah itu dilakukan
Secondary survey dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
serta tatalaksana lanjutan dengan pemasangan IV line, infus D5 ¼ NS 15 tpm, dan
injeksi paracetamol 200 mg. Tatalaksana berikutnya sesuai dengan advice dokter
spesialis.
14
DAFTAR PUSTAKA
6. Leung, Alexander KC. Hon, Kam Lun. Leung, Theresa NH. Febrile Seizure: an
overview. Drugs In Context : Vol.7. National Institutes of Health. 2018.
7. Mayo Clinic. Febrile Seizure. Patient Care & Health Information: Diseases &
Conditions. 2019. Diakses pada 8 Desember 2019 di
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/febrile-seizure/symptoms-
causes/syc-20372522.
9. Dewi, Shinta Ario Kusuma. Setelah Enam Bulan Bayi Butuh MP-ASI. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Intisari-Online. Jakarta. 2019.
10. Arifin, Sri Utami. Mayulu, Nelly. Rottie, Julia. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan
Kejadian Anemia pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Bolaang
MongondowUtara. E-Journal Universitas Sam Ratulangi: Vol.1; No.1. Manado.
2013.
11. Wahidiyat, Pustika Amalia. Adnani, Nitish Basant. Transfusi Rasional pada Anak.
Sari Pediatri. Vol.18; No.4. Universitas Indonesia. 2016.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. 2009.
15