Anda di halaman 1dari 5

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan

yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat
kesehatan bangsa, karena anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemapuan yang dapat
dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut maka
masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun
terutama di negara yang sedang berkembang. Penyebab pneumonia adalah berbagai
mikroorganisme seperti virus, jamur, dan bakteri (Kemenkes RI, 2015). Pneumonia ini
merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang serius dan merupakan salah satu penyakit
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak meyebabkan kematian pada balita.
ISPA dan Pneumonia sangat erat hubungannya terutama pada balita. ISPA yang berlanjut dapat
menjadi pneumonia, hal tersebut sering terjadi pada balita terutama apabila mengalami gizi
kurang atau buruk dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak higienis (Mardjanis,
2010

Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam 10 besar negara dengan kematian akibat
pneumonia tertinggi. Hasil survey Sistem Registrasi Sampel (SRS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2014 menyebutkan proporsi kematian
pneumonia pada balita di Indonesia sebesar 9,4% (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan berdasarkan
data terbaru dari riskesdas 2018 prevalensi pneumonia mengalami kenaikan yaitu dari 1,6%
menjadi 2%. Kota padang merupakan kota yang memliki trend kasus penemuan pneumonia terus
bertambah atau meningkat. Menurut profil kesehatan kota padang berikut grafik trend penemuan
kasus pneumonia balita kota badang dari 2012- 2017.
Dari grafik diatas dapat kita ketahui penemuan pneumonia balita di kota padang dari tahun 2012-
2016 mengalami peningkatan akan tetapi pada tahun 2017 mengalami penurunan. Pada tahun
2016 cakupan penemuan kasus pneumonia sebanyak 94.3% (melaupui target yang telah di
tentukan yaitu 90%) sedangkan pada tahun 2017 cakupan penemuan kasus pneumonia seabanyak
85,08%. Meningkatnya penemuan kasus pneumonia balita kota padang dikarenakan kompetensi
petugas dalam penjaringan kasus sudah semakin membaik sehingga dapat mengidentifikasi kasus
pneumonia balita lebih banyak pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Puskesmas lubuk buaya merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama di kota Padang
yang mengalami penurunan dalam mengidentifikasi kasus pneumonia dari tahun 2016 ke tahun
2017. Puskesmas lubuk buaya merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya terdapat banyak
balita. Berdasarkan profil kesehatan kota padang 2016 terdapat 4.830 balita berjenis kelamin pria
dan 4.673 balita berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2016 perkiraan jumlah balita penderita
pneumonia menurut jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki di perkirakan sejumlah 189 balita
dan 183 untuk balita perempuan. untuk jumlah balita yang di temukan dan di tangani sebanyak
172 atau 91.07% dari jumalah perkiraan. Dan untuk balita berjenis kelamin perempuan sebanyak
238 kasus 130,27 % dari jumlah perkiraan. Sedangkan pada tahun 2017 terdapat 4.815 balita
berjenis kelamin laki-laki dan 4.660 balita berjenis kelamin diperempuan. Perkiraan penderita
pneumonia laki-laki sebanyak 188 kasus dan 182 untuk balita berjenis kelamin perempuan. Dari
hasil pengidentifikasian ditemukan 75 (39,84) balita laki-laki dan 51 (27,99%) balita perempuan.
Salah satu upaya penurunan angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia pada balita
ditentukan oleh keberhasilan penemuan sedini mungkin dan tatalaksana pneumonia balita di
sarana pelayanan kesehatan. Sejak tahun 1990 Kementerian Kesehatan telah mengadaptasi,
menggunakan dan menyebarluaskan pedoman tatalaksana pneumonia balita. Pedoman sebagai
panduan dalam melaksanakan tatalaksana standar program yang bertujuan untuk menemukan
sedini mungkin dan mengobati sampai sembuh sehingga tidak memperberat penyakitnya dan
menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2015). Pedoman tersebut dapat menjadi panduan untuk
tenaga kesehatan baik untuk dokter, bidan, perawat, maupun tenaga kesehatan lain dalam
melaksanakan tatalaksana pneumonia pada balita di pelayanan kesehatan dasar yakni Puskesmas.
Berikut Pedoman Proses Pelaksanaan untuk menjaring dan mengidentifikasi penderita
pneumonia sedini mungkin:

1. Menilai anak batuk atau kesukaran bernapas


Menilai berarti memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan melakukan anamnesi
melalui wawancara (mengajukan pertanyaan kepada ibu) dan pemeriksaan fisik balita dengan
cara melihat dan mendengarkan pernapasan. Cara pemeriksaan fisik yang digunakan adalah
dengan mencari beberapa tanda klinik tertentu yang mudah dimengerti dan diajarkan tanpa
penggunaan alat-alat kedokteraan.
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok balita
Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan yang akan diambil oleh
tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit. Klasifikasi dapat
memungkinkan seseorang dengan cepat menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu
penyakit serius atau bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Selain itu, dalam membuat
klasifikasi harus dibedakan menjadi 2 kelompok yakni umur <2 bulan dan kelompok umur 2
bulan sampai dengan 59 bulan.

3. Menentukan pengobatan dan rujukan

Menentukan petunjuk pengobatan yang tepat berarti memiliki keterampilan untuk pemberian
antibiotik, menjelaskan petunjuk perawatan di rumah bagi ibu atau pengasuh, pengobatan
demam dan wheezing
4. Memberikan konseling bagi ibu
Memberikan konseling bagi ibu harus dilakukan pada balita dengan klasifikasi pneumonia
dengan tindakan rawat jalan dan diberi antibiotik. Hal ini harus dilakukan mengingat ibu dibekali
pengetahuan tentang dosis maupun frekuensi pemberian antibiotiknya. Disamping itu dilakukan
pula penilaian cara pemberian makanan termasuk pemberian ASI, memberikan anjuran

pemberian makan yang baik serta kapan harus membawa anak kembali ke sarana dan prasarana.

5. Memberi pelayanan tindak lanjut


Memberi pelayanan pemantauan pengobatan berarti menentukan tindakan dan pengobatan
pada saat anak datang untuk kunjungan ulang. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh petugas
kesehatan adalah menanyakan apakah anak bernapas lebih lambat, apakah ada TDDK, apakah
nafsu makan membaik, melakukan pemeriksaan tanda bahaya umum, dan melakukan penilaian
lagi untuk balita batuk atau kesukaran bernapas.
Selain melakukan penjaringan (case finding) terhadap balita yang teridentifikasi pnemunia,
puskesmas lubuk buaya juga memiliki beberapa program pelayanan yang bertujuan dalam
pengendalian pneumonia yaitu antara lain:
1. Peningkatan pelayanan imunisasi, Dengan imunisasi campak yang efekti, sekitar 11%
kematian pneumonia balita dapat dicegah. Berdasarkan penelitian oleh Hatta (2001)
menyatakan bahwa, balita yang tidakmendapat imunisasi campak mempunyai risiko 2.307
kali lebih besar untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mendapat
imunisasi campak.
2. Pojok ASI (konseling ASI) yang bertujuan memberikan edukasi dan konsultasi mengenai
permasalahan ASI agar cakupan ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk buaya
tercapai. Menyusui secara eksklusif terbukti memberikan resiko yang lebih kecil terhadap
berbagai penyakit infeksi dan penyakit menular lainnya dikemudian hari.Hasil penelitian
Naim (2001) di Jawa Barat menjelaskan anak usia4 bulan sampai 24 bulan yang tidak
mendapat ASI ekslusif menunjukkan adanyahubungan yang bermakna terhadap terjadinya
pneumonia dan memiliki risikoterjadinya pneumonia 4,76 kali dibanding anak umur 4 bulan
sampai 24 bulan yang diberi ASI eksklusif. Dengan adanya konseling ASI ini diharapkan
turut membantu dalam pengendalian pneumonia di wilayah kerja puskesmas lubuk buaya.
3. Pojok gizi, pneumonia banyak dijumpai pada balita yang malnutrisi atau yang status gizinya
buruk. Dengan adnya pojok gizi di harapkan dapat memberikan edukasi tentang gizi seimbang
bagi para ibu-ibu di wilayah kerja puskes lubuk buaya.
Dari program –program tersebut di harapkan pengendalian terhadap penyakit pneumonia
balita dapat tercapai, sehingga kematian akibat pneumonia balita dapat dicegah bahkan
tereradikasi.

Anda mungkin juga menyukai