Anda di halaman 1dari 14

I.

STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Terlihat sesuai usianya, berpakaian dengan baju muslim syar’i dan

hijab, perawatan diri pasien baik.

2. Sikap Terhadap Pemeriksa

Kooperatif, pasien menjawab pertanyaan dengan baik.

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara, pasien dalam keadaan tenang. Pasien dapat

duduk tenang. Kontak mata dengan pemeriksa baik.

B. Keadaan Afektif

Mood : eutimia

Afek : luas

Keserasian : Mood dan Afek serasi

C. Pembicaraan

Selama wawancara pasien cenderung terbuka, pembicaraan pasien

koheren, spontan, artikulasi jelas, amplitudo sesuai, intonasi cukup,

volume suara cukup, kualitas cukup, kuantitas cukup.


D. Gangguan Persepsi :

Halusinasi : Tidak ada

Ilusi : Tidak ada

Depersonalisasi : Tidak ada

Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir :

1. Proses (Bentuk) atau Arus pikir

Koheren, hendaya bahasa tidak ditemukan, pasien menjawab sesuai

dengan pertanyaan.

2. Isi pikiran

Pasien tidak memiliki waham.

F. Sensorium dan Kognisi

 Kesadaran : Compos mentis

 Orientasi tempat : baik

 Daya ingat : baik

 Konsentrasi dan perhatian : baik

 Kemampuan membaca : dapat membaca dan menulis

 Kemampuan visuospasial : dapat mengikuti perintah untuk

menggambar lingkaran dan kotak

 Abstraksi : dapat menyebutkan persamaan

antara bis dan sepeda motor

2
 Intelegensi : mengetahui nama presiden

indonesia

 Kemampuan menolong diri sendiri :Pasien dapat melakukan aktivitas

sehari-hari sendiri.

G. Pengendalian Impuls

Pasien dapat mengendalikan emosi selama wawancara, tidak ada

kecenderungan untuk menyerang orang disekitarnya, dan kooperatif.

H. Daya Nilai

 Nilai sosial : baik

 Uji daya nilai : baik

 Penilaian realitas : baik

I. Tilikan

Tilikan derajat 4: pemahaman bahwa dirinya sakit, tetapi tidak mengetahui

penyebabnya.

J. Taraf Dapat Dipercaya

Kesan dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Status Generalis

3
Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, tanda-

tanda vital: TD 120/80 mmHg, RR 20x/menit, HR 78x/menit.

B. Status Internus

Kepala, mata, THT, paru, jantung, abdomen, ekstremitas dalam batas

normal

C. Status neurologis

1. Sistem sensorik : dalam batas normal

2. Sistem motorik : dalam batas normal

3. Fungi luhur : dalam batas normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Ny.N, perempuan 34 tahun, lahir pada tanggal 3 Mei 1984, agama Islam,

suku Jawa, sudah menikah dan memiliki 3 orang anak,bekerja sebagai ibu

rumah tangga, pendidikan terakhir SD hingga tamat, tinggal di Karang

Anyar, nomor rekam medis 02XXXX. Keluhan utama pasien selalu cemas

dan sulit tidur sejak 1 minggu terakhir. Tahun 2010 pasien pernah

mengalami selalu merasa cemas dan takut sehingga kesulitan tidur dan

gelisah. Hal ini tidak diketahui sebabnya apa, keluhan ini muncul setelah

melahirkan anak ke 2. Namun pasien mengatakan keluhan hilang dengan

sendirinya. Tahun 2015 pasien melahirkn anak ke 3 dan setelah 1 bulan

setelah melahirkan pasien mengalami keluhan sulit tidur yang dirasakan dan

merasa cemas sepanjang hari. Lalu Suami dan pasien pun memutuskan ke

4
Puskesmas, lalu pasien disarankan untuk ke RSJ. Sejak saat itu pasien rutin

melakukan pengobatan rawat jalan. Sejak tahun 2015 hingga saat ini

keluhan jarang muncul

VI. FORMULASI DIAGNOSIS

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan cemas secara tiba-tiba dan tanpa

alasan yang menganggu aktifitas pasien terutama sebelum tidur. Hal tersebut

membuat pasien menjadi gelisah dan sulit tidur sehingga dapat disimpulkan

bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tidak ditemukan riwayat trauma kepala,

demam tinggi ataupun kejang sebelumnya, ataupun kelainan organik lainnya.

Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental

organik. Pada pasien tidak didapatkan riwayat penggunaan NAPZA dan

riwayat konsumsi minuman beralkohol, sehingga menyingkirkan diagnosis

gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Pada pasien

tidak didapatkan adanya waham dan halusianasi, sehingga menyingkirkan

diagnosis gangguan skizofrenia. Pada pasien tidak didapatkan gangguan pada

mood, sehingga diagnosis gangguan mood/afektif dapat disingkirkan.

Dari hasil pemeriksaan ini menjadi dasar dalam gangguan cemas menyeluruh.

Kesimpulan dari hasil pemeriksaannya didapatkan diagnosis Aksis 1

Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

5
Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda retardasi mental sehingga diagnosis

ini dapat disingkirkan. Selain itu pada pasien belum memiliki tanda-tanda

gangguan kepribadian yang dapat memenuhi kriteria diagnosis sehingga

sampai saat ini belum ada diagnosis pada Aksis II.

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam batas normal, sehingga dapat

disimpulkan aksis III tida ada (none).

Pasien sering merasa cemas dan takut secara tiba-tiba sejak 1 minggu

terakhir, pasien juga mengalami susah tidur tanpa sebab yang jelas. Sehingga

dapat disimpulkan Aksis IV tidak ada (none).

Penilaian terhadap kemampuan fungsi pasien dalam kehidupan menggunakan

skala GAF (Global Assesment of functioning). Pada pasien ini didapatkan

Aksis V, pada saaat dilakukan wawancara, Skor GAF 70-61. Hal ini ditandai

dengan pasien mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)

Aksis II : Belum ada diagnosa

Aksis III : Belum ada diagnosa

Aksis IV : Belum ada diagnosa

Aksis V : GAF saat ini 70-61 (Current)

6
VIII. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang

bermakna.

b. Psikologik :Tidak ditemukan adanya hendaya dalam menilai

realita

c. Sosiologik : Tidak ditemukan hendaya dalam bidang sosial

IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Ad Bonam

Quo ad Functionam : Ad Bonam

Quo ad Sanationam : Ad Bonam

X. RENCANA TERAPI

1. Psikofarmaka :

Clobazam 1x10mg

2. Psikoterapi

 Psikoterapi suportif

Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan kepada pasien

 Psikoterapi perilaku

Psikoterapi ini dilakukan dengan menerapkan prinsip untuk mengubah

tingkah laku ke arah yang lebih adaptif

7
XI.DISKUSI

Kami mengambil pasien ini sebagai laporan kasus dikarenakan kasus

gangguan cemas menyeluruh mencapai 5% dari penduduk di seluruh

dunia. Perbandingan penderita gangguan cemas pada wanita dan pria

adalah 2:1. Diperkiran 2-4% penduduk dunia pernah mengalami

gangguan cemas. Penelitian di asia didapatkan prevalensi gangguan

cemas selama 1 tahun berkisar antara 3,4-8,6%, sedangkan penelitian

diindonesia didapatkan prevalensi gangguan cemas sebesar 10% dari

seluruh penduduk indonesia 4.

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan cemas dan takut secara tiba-tiba

dan tanpa alasan yang menganggu aktifitas pasien terutama sebelum tidur.

Hal tersebut membuat pasien menjadi gelisah dan sulit tidur sehingga dapat

disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa 3.

Pada pasien didapatkan adanya gangguan cemas secara tiba-tiba dan tanpa

alasan sehingga pasien menjadi sulit tidur dan gelisah. Gejala tersebut sudah

dialami sejak 1 minggu yang lalu. Dari hasil pemeriksaan ini menjadi dasar

dalam mendiagnosis pasien menderita Gangguan Cemas Menyeluruh

(F41.1)1.

Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang ditandai

dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional

8
bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari

hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang

kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk

dikendalikan dan berhubungan dengan gejala gejala somatik seperti

ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga

menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam

fungsi sosial dan pekerjaan2.

Penegakan diagnosa berdasarkan PPDGJ-III dan DSM-V yaitu1:

Kriteria Diagnostik menurut DSM-V (300.02), sebagai berikut:

- Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir

setiap hari, sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang

sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas

sekolah).

- Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan kekhawatiran

- Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini (dengan sekurang-

kurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak

selama 6 bulan terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit

berkonsentrasi atau pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan

gangguan tidur (sulit tidur, tidur gelisah atau tidak memuaskan)

- Kecemasan, kekhwatiran, atau gejala fisik menyebabkan distress atau

terganggunya fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.

- Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis

(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).

9
- Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental

lainnya (seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi

negative pada gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi

atau obsesi lainnya padagangguan obsesif-kompulsif, mengingat

kejadian traumatikpada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan

berat badan pada anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan gejala

somatikatau delusi pada gangguan schizophreniaor).

PPDGJ-III (F41.1) (Maslim, 2013)

- Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa

bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi

khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)

- Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung

tanduk, sulit konsentrasi, dsb).

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat

santai).

c) Over-aktivitas otonomi (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,mulut

kering, dsb).

- Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang

menonjol.

10
- Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa

hari), khususnya depresi,tidak membatalkan diagnosis utamagangguan

anxietas menyeluruh, selama haltersebut tidak memenuhi kriteria

lengkap dari episode depresi (F32), gankap dari episodedepresi (F32),

gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik(F41.0), gangguan

obsesif-kompulsif (F42).

Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat

psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini

adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam,

Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam(9).Rencana terapi yang

diberikan saat ini yaitu, Clobazam 1x10mg, lalu dievaluasi selama 1 bulan

mengenai kondisi pasien6.

Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan

kecemasan umum. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas

dasar jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja

cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternative

adalah dengan meresepkan benzodiazepine untuk suatu periode terbatas,

selama mana pendekatan terapeutik psikososial diterapkan6.

Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepine harus

dipertimbangkan dan spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik,

11
dan lamanya pengobatan semuanya harus ditentukan. Dan harus diberikan

informasi kepada pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan

kecemasan berlangsung selama dua sampai enam minggu, diikuti oleh satu

atau dua minggu menurunkan obat perlahan-lahan sebelum akhirnya obat

dihentikan5.

Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada

rentang rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai

respons terapeutik. Pemakaian benzodiazepine dengan waktu paruh sedang

( 8 – 15 jam ) kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang

berhubungan dengan penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh

panjang. Pemakaian dosis terbagi mencegah perkembangan efek

merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang tinggi.

Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepine mungkin lebih dari

sekedar efek anti kecemasan. Sebagai contoh, obat dapat menyebabkan

pasien memandang beberapa kejadian dalam pandangan yang positif. Obat

juga dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa dengan yang dilihat

setelah sejumlah kecil alcohol

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. 2011. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ.

Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.

2. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. 2013. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

Edisi III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. PT Nuh Jaya;

Jakarta.

4. Maramis WF. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi II. Surabaya: FK

Unair.

5. Mansjoer A, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI.

6. Katzung, B.G. 2002. Penyalahgunaan Obat dalam: Farmakologi Dasar dan

Klinik. Buku 2, ed.VIII. Jakarta: Salemba Medika

7. Kaplan H.I, Sadok B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, edisi 7 jilid 1. Bina Rupa

Aksara : Jakarta.
14

Anda mungkin juga menyukai