Anda di halaman 1dari 2

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa metode untuk diagnosa penyebab brucellosis yang masih digunakan


diantaranya Milk Ring Test, Tube Agglutination Test, Rose Bengal Test, Complement
Fixation Test, Agar Gel Diffusion dan Enzime Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) (FAO 2011). Pada pengujian untuk penyakit brucellosis tidak ada satu
jenis uji yang dinyatakan sebagai gold standar pengujian, semua teknik uji memiliki
keterbatasan apabila digunakan sebagai uji tapis (Screening Test) pada setiap
individu hewan (OIE 2016). Salah satu uji tapis yang sering dilakukan adalah uji
RBT. Keuntungan dari uji RBT adalah memperoleh hasil pemeriksaan yang cepat
dan sensitif, sedangkan kerugian dari pengujian RBT adalah spesifitas yang kurang
(Noor 2006). Diagnosa secara akurat perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut dengan
uji CFT sebagai peneguhan hasil diagnosa. Metode ELISA digunakan untuk
meningkatkan kekhususan metode serologik dan untuk mengetahui apakah antibodi
yang dihasilkan merupakan hasil dari vaksinasi atau hasil reaksi alami (Moreno
et.al 1997).
Sampel darah dalam tabung dan kertas saring dilakukan pengujian RBT
sebagai uji tapis. Hasil RBT menunjukkan dari 123 sampel yang di uji, 9 sampel
menunjukan uji positif yang ditandai dengan adanya reaksi aglutinasi pada plate uji,
sedangkan 114 sampel menunjukan hasil negatif (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil Uji Rose Bengal Test (RBT)

Kertas Saring (n)


Waktu Penyerapan 30 detik Waktu Penyerapan 60 detik Tabung
Hasil Uji
Suhu Suhu Suhu Suhu (n)
Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan
4 °C 27 °C 4 °C 27 °C
9 9 9 9 9
Positif
114 114 114 114 114
Negatif
Sampel positif pada kertas saring merupakan sampel yang sama dengan
sampel positif pada tabung. Terjadinya reaksi positif pada kertas saring dan tabung
karena adanya ikatan antigen permukaan dengan antibodi sehingga menyebabkan
terjadinya aglutinasi. Penggunaan uji RBT tidak jarang terjadi reaksi silang dengan
antibodi terhadap beberapa jenis bakteri lain seperti antibodi dari Yersinia,
Bordetella, Salmonella atau Pasteurella sehingga terjadi reaksi positif palsu. Positif
palsu dapat terjadi karena antigen menetap pasca vaksinasi pada sapi dewasa.
Negatif palsu dapat terjadi karena terbentuknya IgG sebagai respon terhadap infeksi.
IgG merupakan aglutinator yang kurang baik sehingga akan menghasilkan fenomena
prozone, yaitu keadaan dimana konsentrasi antibodi yang tinggi melapisi partikel
antigen sehingga mencegah aglutinasi (Sudibyo 1994).
13

Pada sampel dengan hasil pengujian RBT positif dilanjutkan pengujian dengan
menggunakan metode CFT dan ELISA untuk meneguhkan diagnosa. Hasil
pengujian CFT pada 9 sampel yang disimpan pada tabung menunjukkan semua hasil
uji positif. Hasil pengujian CFT untuk sampel kertas saring menunjukan hasil yang
berbeda pada setiap parameter sampel yang digunakan. Pada sampel dengan waktu
penyerapan 30 detik dengan suhu penyimpanan 4 ºC dan 27 ºC menunjukan semua
hasil uji positif. Sedangkan sampel dengan waktu penyerapan 60 detik dengan suhu
penyimpanan 4 ºC terdapat 8 sampel positif dan pada suhu penyimpanan 27 ºC
terdapat 7 sampel positif (Tabel 6), Lampiran 2.

Tabel 6 Hasil Positif Uji CFT pada Kertas Saring dan Tabung

Kertas Saring (n)


Waktu Penyerapan 30 detik Waktu Penyerapan 60 detik Tabung (n)
Suhu 4 ºC Suhu 27 ºC Suhu 4 ºC Suhu 27 ºC
9 9 8 7 9

Pengamatan hasil uji pada sampel waktu penyerapan 30 detik menunjukan


semua hasil uji positif, hasil ini menunjukkan bahwa immunoglobulin yang terikat
oleh kertas saring diduga masih banyak, sedangkan untuk waktu penyerapan 60
detik beberapa sampel diduga sedikit mengikat immnuglobulin sehingga hasil uji
menunjukan ada yang negatif. Komponen darah dalam kertas saring lebih banyak
yang terserap pada waktu 60 detik dapat mempengaruhi hasil uji karena akan
mempengaruhi efektifitas dari antikomplemen. Proses inaktifasi pada pengujian CFT
kemungkinan akan mempengaruhi hasil uji, karena pada proses ini bertujuan untuk
membuang protein protein yang ada dalam serum khususnya komplemen agar tidak
mengganggu reaksi fiksasi komplemen.
Masa simpan kertas saring pada suhu penyimpanan 4 °C terlihat tetap stabil
dibandingkan suhu penyimpanan 27 ºC. Hasil ini kemungkinan pada suhu
penyimpanan 4 ºC kondisi sampel tetap terjaga dengan baik, suhu stabil dan
kontaminasi sangat rendah sehingga protein tetap terjaga, sesuai dengan pernyataan
De Olivera et al. (2011) bahwa kertas saring yang membawa sampel darah yang
disimpan pada suhu 4 °C masih bisa dilakukan pengujian setelah 1 tahun masa
penyimpanan. Sedangkan pada suhu penyimpanan 27 ºC kondisi sampel sudah tidak
baik karena pengaruh dari lingkungan.
Dasar reaksi uji CFT adalah reaksi antigen antibodi dan komplemen pada suhu
56 58 ºC selama 30 menit. Jika seluruh komplemen telah terikat pada antigen dan
antibodi maka tidak akan terjadi hemolisis, berarti serum sampel bereaksi positif
atau mengandung antigen terhadap Brucella. Sedangkan bila terjadi hemolisis
berarti serum tidak mengandung antigen Brucella sehingga bereaksi negatif.
Komplemen terdiri dari protein kompleks yang bereaksi bila ada ikatan antigen-
antibodi yang dapat menyebabkan lisisnya sel. Hasil CFT dikatakan positif, apabila
serum titer CFT mencapai di pengenceran 1:4 (1/4) atau lebih sedangkan hasil
negatif bila serum titer CFT pengenceran 1:2 (1/2). Semakin tinggi serum titer CFT
maka semakin kuat serum bereaksi positif terhadap Brucella. Reaksi ditandai dengan
tidak terjadi hemolisis pada sampel serum sehingga dapat menentukan status dari
bruselosis (Alton 1988; Ekawati 2007).

Anda mungkin juga menyukai