Anda di halaman 1dari 9

4

Patofisiologi

Bruselosis merupakan penyakit sistemik yang mempengaruhi hampir semua


organ tubuh. Bakteri Brucella sp. yang masuk ke dalam sel epitel akan dimakan
oleh neutrofil dan makrofag masuk ke limfoglandula. Bakterimia muncul dalam
waktu 1-3 minggu setelah infeksi, apabila sistem kekebalan tubuh tidak mampu
mengatasi. Bakteri Brucella terlokalisasi dalam sistem retikuloendotelial seperti
pada hati, limpa, dan sumsum tulang belakang yang membentuk granuloma (Noor
2006).
Komponen dinding sel Brucella yakni pada strain halus (smooth) seperti
pada B. melitensis, B. abortus, dan B. suis maupun pada strain kasar (rough)
seperti B. canis terdiri atas peptidoglikan, protein, dan membran luar yang terdiri
atas lipoprotein dan lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida inilah yang
menentukan virulensi bakteri dan bertanggung jawab terhadap penghambatan efek
bakterisidal di dalam sel makrofag (Noor 2006).
Bakteri Brucella strain kasar mempunyai virulensi lebih rendah pada
manusia. Bakteri Brucella bersifat fakultatif intraseluler yaitu bakteri yang
mampu hidup dan berkembang biak dalam sel fagosit, memiliki 5-guanosin
monofosfat yang berfungsi menghambat efek bakterisidal dalam neutrofil,
sehingga bakteri mampu hidup dan berkembang biak di dalam sel neutrofil. Strain
B. abortus yang halus (smooth) pada LPS-nya mengandung komponen rantai
0-perosamin, merupakan antigen paling dominan yang dapat terdeteksi pada
hewan maupun manusia yang terinfeksi bruselosis. Uji serologis standar
bruselosis adalah spesifik untuk mendeteksi rantai 0-perosamin tersebut
(Noor 2006).

Cara Penularan Bruselois

Manusia
Manusia dapat terinfeksi oleh B. abortus, B. melitensis, B. suis, dan B. canis
dengan berbagai derajat keparahan (Shirima dan Kunda 2016). Sumber penularan
yang potensial dari hewan ke manusia adalah melalui kontak dengan plasenta,
fetus, cairan organ reproduksi hewan, darah, urin, daging mentah, dan sumsum
tulang yang dapat menularkan bakteri Brucella sp. ke manusia (Noor 2006).
Penularan pada manusia dapat terjadi dengan mengonsumsi susu dan daging
yang mengandung Brucella sp. Penyebaran melalui susu dan olahannya yang
tidak diproses dan tidak ada kontrol kualitas dan keamanannya
(Norman et al. 2016) atau makan keju, minum susu yang tidak dipasteurisasi dari
sapi yang terjangkit bruselosis (Anka et al. 2013). Brucella sp. dapat bertahan
hingga beberapa bulan di susu dan produk olahannya (Novita 2016).
Transmisi antar manusia jarang terjadi, tetapi dilaporkan kejadian bahwa
transfusi darah, transplantasi sumsum tulang, hubungan seksual, transmisi
transplasenta, dan pada saat menyusui. Infeksi kongenital dapat terjadi ketika
terpapar darah, urin atau feses saat proses kelahiran (CFSPH 2009). Wanita hamil
yang terinfeksi bruselosis dapat menularkan bakteri Brucella sp. ke janin melalui
plasenta yang mengakibatkan terjadinya abortus spontan dan kematian fetus
5

intrauterin pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Bruselosis termasuk


penyakit yang ditularkan melalui pekerjaan (occupational diseases).
Dokter hewan dapat tertular saat melakukan vaksinasi atau pemeriksaan
hewan tertular, vaksin hidup untuk B. abortus dan B. melitensis serta B. canis
strain M (strain yang kurang virulen digunakan sebagai antigen untuk pengujian
serologis) adalah patogen bagi manusia (CFSPH 2009). Pekerja laboratorium
dapat tertular saat menangani spesimen yang mengandung Brucella sp. Pekerja
kandang seperti pemerah susu dan pembersih kandang dapat tertular melalui
ekskreta yang keluar dari sapi abortus, feses atau cairan tubuh lainnya yang
mencemari lingkungan kandang (Novita 2016), tidak menggunakan perlindungan
diri ketika menangani sapi yang aborsi, dan material terkait kejadian abortus
(Lindahl et al. 2015).
Peternak, pekerja rumah potong, dokter hewan, pekerja industri susu, dan
olahannya, serta personil laboratorium yang berurusan dengan bakteri ini
dianggap sebagai kelompok risiko tinggi (Rossetti et al. 2011). Menurut Noor
(2006) penularan bruselosis melalui aerosol, kontaminasi kulit yang luka, dan
membran mukosa biasanya terjadi pada pekerja rumah potong hewan dan
peternak. Pekerja laboratorium mikrobiologi dapat terpapar secara aerosol pada
waktu memproses spesimen.

Hewan
Hewan memperoleh infeksi dari hewan yang terinfeksi lainnya melalui
kontak langsung dan penularan vertikal (Bamaiyi 2016). Reservoir bruselosis
pada satwa liar seperti babi hutan, bison, rusa, dan mamalia laut yaitu pinnipeds
dan paus. B. abortus, B. melitensis, B. suis, dan B. canis biasanya ditularkan
antara hewan oleh kontak dengan plasenta, janin, cairan fetus, dan cairan saluran
reproduksi dari hewan yang terinfeksi. Hewan akan menularkan setelah aborsi
atau setelah masa parturasi. Meskipun ruminansia biasanya asimtomatik pasca
aborsi pertama, mereka dapat menjadi pembawa kronis, dan menyebarkan melalui
susu dan infeksi transplasenta pada kehamilan berikutnya. Brucella yang
ditemukan dalam semen induk jantan dapat menjadi penyebar bakteri ini untuk
waktu yang lama. Transmisi secara seksual perlu diperhatikan dalam pengawasan
rute penularan untuk B. ovis, B. suis, dan B. canis (CFSPH 2009).
Menurut Ditkeswan (2015) Brucella abortus dapat disebarkan melalui feses
yang terkontaminasi terutama dari ternak sesudah melahirkan atau dengan kontak
langsung pada waktu kawin dengan hewan yang terinfeksi. Sapi yang terinfeksi
dengan mudah dapat menularkan pada saat sapi melahirkan, karena bakteri yang
dikeluarkan pada saat itu mampu menularkan sampai dengan jumlah 6000 ekor.
Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan reproduksi dan penurunan
produksi susu, penyebaran diantara ternak terjadi akibat penyebaran sejumlah
besar bakteri melalui cairan fetus saat terjadi abortus maupun kelahiran
normal oleh hewan yang terkena penyakit ini (Lindahl et al. 2015).
Kondisi yang memungkinkan kontak antar hewan atau kondisi setelah
melahirkan akan menaikkan tingkat penularan antar hewan. Ukuran kelompok
ternak yang besar, tingkat arus pembelian yang tinggi dan padang penggembalaan
adalah faktor yang dihubungkan dengan tingkat infeksi yang tinggi. Kejadian
spillove dapat terjadi ketika spesies yang rentan terhadap
penyakit ini dipelihara secara bersama atau berbagi ladang rumput dan sumber air
6

(Pappas et al. 2006). Transmisi infeksi dapat terjadi antara ternak dan satwa liar
yang dipelihara berdekatan, hal ini dapat menyebabkan infeksi berulang pada dua
populasi ternak (Shirima dan Kunda 2016).

Metode Deteksi Bruselosis

Diagnosis bruselosis pada manusia tidak dapat ditegakkan berdasarkan


gejala klinis saja karena gejala klinis bruselosis sangat umum dan tidak bersifat
patognomonis, sehingga diagnosis juga harus didasarkan melalui hasil
pemeriksaan laboratorium. Jika ada penderita yang mengalami demam di daerah
endemik bruselosis atau setelah bepergian dari negara endemik, maka harus
dicurigai adanya infeksi bruselosis. Bukti tunggal adanya infeksi bruselosis adalah
pemulihan bakteri dari pasien, meskipun Brucella sp dapat diisolasi dari tulang
sumsum, darah, cairan serebrospinal, luka, dan nanah. Darah adalah bahan yang
paling sering digunakan untuk kultur bakteriologi (Novita 2014).
Gold standard untuk mendeteksi bruselosis adalah kultur bakteri dari
sampel darah, sumsum tulang, kelenjar getah bening atau cairan serebrospinal
dengan spesifisitas tinggi, namun sensitifitasnya rendah karena sulitnya tingkat
pertumbuhan. Sensitifitas metode kultur pada fase akut sebesar 91% sedangkan
fase kronis 74% (Seleem et al. 2010). Isolasi untuk mendeteksi bruselosis pada
sapi perah berasal dari isolasi susu segar, ulasan vagina, darah, membran fetus,
fetus aborsi, dan limfoglandula. Identifikasinya dilakukan dengan metode
pewarnaan Gram dan uji biokimia. Metode kultur menggunakan media basal dan
media selektif serta harus ditambahkan dengan antibiotik dan 2-5% serum bovine
atau equine. Sampel yang digunakan dapat berupa organ fetus abortus (isi
abdomen, limfa, dan paru-paru), membran fetus, sekeresi vagina, susu, semen, dan
cairan radang sendi atau higroma. Selain itu juga dapat berasal dari karkas seperti
sistem retikulo-endotelia dari kelenjar mamari, kelenjar getah bening, limfa, dan
uterus (OIE 2009).
Pengujian secara serologik dapat dilakukan dengan fluorescencepolarisation
assay, enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), complement fixation test
(CFT), dan buffered Brucella antigen tests (BBATs) misalnya rose bengal test
(RBT) dan buffered plate agglutination test (BPAT). Metode BBATs
menggunakan spot aglutinasi yang simpel dengan antigen rose bengal dan
keasaman pada pH rendah sekitar 3.65 ± 0.05. Metode CFT merupakan metode
konfirmasi secara serologik (OIE 2009) dengan nilai spesifisitas yang lebih besar
dibandingkan dengan metode serum agglutination test (SAT). Metode CFT
merupakan reaksi pengikatan komplemen. Reaksi yang berguna untuk mengukur
kadar antibodi serum ataupun antigen. Prinsip reaksi ini adalah adanya kompleks
antigen dan antibodi yang homolog, menarik komplemen untuk berikatan dengan
bagian Fc dari antibodi sehingga melisiskan RBC.
Metode CFT telah banyak digunakan dan diterima secara luas sebagai uji
konfirmasi meskipun uji ini sangat kompleks karena membutuhkan fasilitas
laboratorium yang baik dan membutuhkan tenaga terlatih agar titrasi dapat akurat
dan dapat mempertahankan reagen. Banyak sekali variasi yang terjadi pada uji ini,
namun prosedur manapun yang dipilih, pengujian harus menggunakan antigen
yang telah dipersiapkan dari B.abortus strain smooth, seperti strain 99 atau
1119-3, dan distandardisasi dengan sampel referensi OIE. Pengujian ini paling
7

mudah dilakukan dengan format mikrotiter. Fiksasi hangat dengan suhu 37 oC


selama 30 menit atau dingin dengan suhu 4 oC selama 14-18 jam, keduanya dapat
digunakan untuk inkubasi serum, antigen, dan komplemen. Akurasi hasil uji
dipengaruhi oleh faktor metode yang kita pilih. Fiksasi dingin akan sering terjadi
aktivitas anti-komplementer terutama pada sampel serum dengan kualitas rendah,
sementara itu pada fiksasi hangat pada suhu 37 oC akan meningkatkan frekuensi
dan intensitas prozon. Apabila sampel yang diuji menunjukkan aktivitas ini, harus
dilakukan pengulangan dengan beberapa pengenceran untuk setiap sampel sebagai
hasil uji.
Abortus-Bang Ring-test atau milk ring test (MRT) merupakan deteksi direct
antibody terutama IgA dalam susu (Aggad dan Boukraa 2006). Metode ini
mempunyai prinsip dasar aglutinasi cepat, antibodi yang melekat pada lemak
globula akan naik ke permukaan susu dan terkonsentrasi di lapisan krim. Whole
cell antigen B. abortus (antigen MRT) yang ditambahkan ke dalam susu akan
berikatan dengan antibodi dan terkonsentrasi di lapisan krim membentuk Brucella
agglutinins. Brucella agglutinins dalam susu diadsorbsi ke dalam globula lemak.
Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya cincin warna ungu dari globule-
agglutinin stained Brucella complex antigen (Nielsen et al. 1996).
Rose bengal test adalah uji aglutinasi pada slide secara cepat untuk
mendeteksi adanya agglutinin spesifik Brucella. Antigen Brucella yang digunakan
adalah larutan bakteri Brucella abortus yang digunakan untuk mendeteksi adanya
aglutinin bakterial yang berhubungan dengan adanya infeksi atau paparan oleh B.
abortus. Uji RBT ini direkomendasikan hanya sebagai uji screening saja untuk
memastikan ada atau tidaknya antibodi yang homolog. Sewaktu terjadi infeksi
pada ruminansia oleh suatu agen mikrobiologi patogen, maka tubuh akan
membentuk berbagai macam antibodi, diantaranya adalah aglutinin. Ketika
aglutinin bereaksi dengan antigen yang homolog dalam pH yang yang sesuai
maka dapat menyebabkan terjadinya aglutinasi.
Suspensi Brucella memiliki antigen aktif yang akan mengalami aglutinasi
ketika terpapar oleh antibodi Brucella yang homolog. Aglutinasi ini akan
membentuk gumpalan bakteri yang dapat diamati secara makroskopik. Reaksi
aglutinasi diamati setelah 4-5 menit. Hasil dinilai positif (+++) jika terjadi
aglutinasi sempurna, cairan jernih, dan tampak jelas. Hasil dinilai positif (++) jika
terjadi aglutinasi berupa pasir halus, cairan agak jernih, dan batas cukup jelas. Uji
RBT dinilai positif (+) jika terjadi aglutinasi berupa pasir halus, cairan tidak jernih,
dan batas cukup jelas. Metode ini digunakan untuk mendeteksi secara dini
terhadap aglutinin Brucella dengan menggunakan antigen Brucella yang diwarnai
dengan Rose Bengal.
Metode ELISA saat ini banyak digunakan untuk deteksi bruselosis.
Berbagai jenis ELISA banyak dikembangkan misalnya ELISA IgM, indirect
ELISA (I-ELISA), competitive ELISA (c-ELISA), serta kombinasi ELISA dengan
uji serologik lain. Metode ELISA digunakan untuk menganalisis adanya interaksi
antigen dengan antibodi dalam suatu sampel dengan menggunakan indikator
enzim. Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay
yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibody-enzim, dan
non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi.
Metode ELISA non-competitive assay, mempunyai prinsip antibodi yang
kedua dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator yang disebut dengan
8

sandwich ELISA. Metode ELISA menggunakan monoklonal, poliklonal


antiglobulin, protein G, AG pada enzim konjugat. Monoklonal antibodi spesifik
untuk bovine IgG1 akan tetapi sensitifitasnya rendah. Protein G atau AG enzim
konjugat sangat baik untuk uji pada berbagai spesies dari mamalia.
Competitive enzyme linked immunosorbent assay (c-ELISA) berfungsi
untuk mendeteksi antibodi serum terhadap B. abortus. Penerapan pada sapi, uji ini
mampu membedakan antara hewan terinfeksi Brucella dengan hewan yang
divaksin dengan S19 dan dapat terjadi cross reaction apabila hewan terinfeksi
dengan bakteri Gram-negatif. Uji ini telah dikembangkan agar memiliki performa
yang sebanding dengan CFT. Prinsip uji ini berdasarkan pada fase padat antibodi
c-ELISA. Prosedur pengujian ini sampel dipaparkan dengan S-LPS. B. abortus
yang dilapiskan pada lubang sumuran microplate bersama dengan atibodi
monoklonal (mAb) spesifik dari tikus terhadap epitop pada bagian o-polisakarida
dari antigen S-LPS. Setelah masa inkubasi microplate dicuci dan ditambahkan
dengan konjugat antibodi goat anti mouse IgG dengan horse radish peroxidase,
yang akan mengikat mAb dengan S-LPS pada plate. Material yang tidak terikat
akan dibuang dengan pembilasan sebelum penambahan larutan substrat.
Pembentukan warna diakibatkan oleh konversi substrat oleh konjugat. Nilai
optical density diukur dengan fotometer microplate (ELISA reader) pada 450 nm.
Apabila antibodi anti-Brucella tidak dijumpai pada serum (negatif), mAb akan
terikat pada epitop o-polisakarida dari antigen S-LPS dan ditandai dengan
pembentukan warna. Apabila serum yang diuji mengandung antibodi spesifik
Brucella (positif), keduanya akan bersaing dengan mAb untuk menempati situs
epitop dan menghambat mAb terikat pada o-polisakarida dari antigen S-LPS dan
diikuti dengan pembentukan warna. Serum dari sapi yang divaksinasi dengan
strain 19 tidak akan bersaing dengan mAb karena spesifisitas dan afinitasnya
rendah sehingga menimbulkan reaksi negatif. Bagaimanapun juga, pada beberapa
kasus sampel yang diambil sebelum 6 bulan pascavaksinasi mungkin akan
bereaksi positif (Amanatin 2012).
Indirect enzyme linked immunosorbent assay (I-ELISA) merupakan uji
ELISA tidak langsung yang melibatkan dua proses pengikatan antibodi primer
dan antibodi sekunder berlabel. Antibodi primer diinkubasi dengan antigen diikuti
oleh inkubasi dengan antibodi sekunder, namun hal ini dapat menyebabkan sinyal
nonspesifik karena reaksi silang yang dapat dilakukan oleh antibodi sekunder.
Kelebihan I-ELISA adalah memiliki sensitifitas tinggi dengan lebih dari satu
antibodi berlabel terikat pada molekul antigen, I-ELISA bersifat fleksibel yang
dapat menggunakan antibodi deteksi primer yang berbeda dengan antibodi
sekunder berlabel tunggal, dan hemat biaya karena antibodi berlabel yang
diperlukan sedikit. Antibodi sampel pada pengujian I-ELISA berada di antara
antigen yang dilapisi pada piring dan konjugat globulin yang mengandung enzim
dan anti-spesies (Gambar 1). Penambahan enzim substrat-kromogen reagen
menyebabkan warna berkembang. Warna ini berbanding lurus dengan jumlah
antibodi sampel terikat. Semakin banyak antibodi yang hadir dalam sampel,
semakin kuat perkembangan warna pada sumur uji. Format ELISA tidak langsung
ini cocok untuk menentukan tingkat antibodi total dalam sampel Ducrotoy et al.
2016 .
9

Lubang microplate ELISA

Antigen
Antibodi primer
Antibodi sekunder

Gambar 1 Prinsip uji indirect enzyme linked immunosorbent assay (I-ELISA)

Indirect ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi


dan mengukur konsentrasi antigen atau antibodi. Teknik tersebut memiliki
karakteristik yaitu antigen tidak menempel langsung pada antibodi detector
(indirect). Antigen akan berikatan dengan antibodi lain terlebih dahulu. Antibodi
tersebut kemudian akan berikatan dengan antibodi yang telah dilabeli. Kelebihan
indirect ELISA yaitu memiliki sensitifitas tinggi dan sinyal amplifikasi yang
tinggi. Kekurangan indirect ELISA yaitu membutuhkan waktu yang lama dan
terjadi cross reaksi (Walker dan Rapley 2008).
Uji I-ELISA untuk bruselosis pada kambing, domba dan sapi telah
dikembangkan pada tahun 2015 sampai 2016 dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi (Mujiatun 2017). Uji indirect enzyme linked immunosorbent assay
(I-ELISA) yang memiliki sensitifitas tinggi, murah, dan mudah dikembangkan
menggunakan antigen S-LPS.Antigen ini bersifat immunogenik dan mudah
diekstraksi dari sel bakteri dalam jumlah banyak.Antigen S-LPS merupakan
antigen permukaan bakteri Brucella sp. Komponen ini terdiri dari rantai
o-polisakarida, core oligosakarida, dan lipida A. Antigen S-LPS cukup baik
sebagai antigen pada teknik I-ELISA yang menggunakan polystirene microplate
karena kemampuannya menempel pada permukaan microplate melalui lipid A
Ducrotoy et al. 2016 .
Uji lain yang dapat digunakan adalah ELISA dengan sampel susu,
interferon gamma test, brucellin skin test, dan serum aglutinin test (SAT). Positif
palsu deteksi antibodi bruselosis dapat diakibatkan juga oleh adanya infeksi lain
seperti Yersinia enterocolitica serotype O:9, Francisella tularensi, E. coli
serotype O:157, O:116, Salmonella serotypes Kauffmann-White group N,
Xanthomonasmalthopilia, Vibrio cholera, dan Bordetella bronchiseptica (Ilhan et
al. 2008; Gal dan Nielsen 2004; Saegerman 2004). Negatif palsu dengan deteksi
serologik dapat diakibatkan karena titer antibodi hewan yang terinfeksi belum
cukup dan di bawah limit deteksi metode uji (Ilhan et al. 2008).
Deteksi antigen dengan uji biomolekuler dapat dilakukan PCR (OIE 2009).
Polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik yang didasari oleh penggunaan
oligonukleotida pendek ergenic consensus sequences)-PCR, specific multiplexing
(AMOS-PCR based on the repetitive DNA sequence IS711), multi-locus analysis
of variable number tandem repeats (VNTRs), dan PCR-RFLP (Al-Dahouk dan
Tomaso 2005). Metode deteksi bruselosis pada manusia saat ini dikembangkan
12

Complement Fixation Test (CFT)


Tahap pertama adalah reaksi Ag Brucella dan contoh serum dicampur
sejumlah komplemen menggunakan serum marmut normal (komplemen) dengan
konsentrasi 10%. Jika contoh serum mengandung antigen terhadap Brucella maka
komplemen akan mengikat antigen dan antibodi tersebut. Tahap kedua adalah
komplemen tidak dapat mengikat indikator yaitu sel darah domba yang
direaksikan dengan anti sel darah domba (hemolisin). Hemolisin diperoleh dari
domba yang diberi perlakuan dengan menginjeksikan antigen B. abortus
2 minggu sebelum pengambilan darah, sehingga darah domba yang diperoleh
adalah darah domba yang telah dilapisi antibodi terhadap B. abortus. Sistem
indikator atau hemolisin terdiri dari sel darah domba (konsentrasi 3%) yang
dilapisi antibodi terhadapnya. Penghancuran sel darah domba yang telah dilapisi
hemolisin (sistem indikator) .
Reaksi komplemen dan hemolisin dilakukan dalam tabung reaksi 10 ml.
Titrasi hemolisin tabung reaksi sebanyak dua belas disusun menjadi dua baris
(A dan B). Baris A nomor ganjil yaitu 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 dan baris B nomor
genap yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Baris A dan baris B merupakan gambaran titrasi
hemolisin. Larutan dari ke enam tabung dihomogenkan dengan cara menggoyang
rak tabung reaksi, kemudian diinkubasikan dalam penangas air selama 30 menit
pada suhu 37 oC. Pada masing-masing tabung kemudian ditambahkan 0.25 ml
komplemen 10%, diikuti dengan menambahkan 0.25 ml sel darah domba 3%.
Tabung reaksi disusun kembali menjadi satu baris dengan nomor yang berurutan
(1-12), larutan dihomogenkan dan diinkubasikan kembali selama 30 menit pada
suhu 37 oC. Sistem indikator atau hemolisin terdiri atas sel darah merah domba
yang dilapisi antibodi terhadap B. abortus. Adanya antigen dan antibodi yang
homolog, ditandai dengan pengendapan eritrosit dari sistem indikator (reaksi
pengikatan komplemen positif). Sebaliknya, tidak adanya kesesuaian antara
antigen dan antibodi akan ditandai dengan lisisnya eritrosit dari sistem indikator
(reaksi komplemen negatif). Tabung reaksi sebanyak enam buah disusun dalam
satu baris dan diberi nomor berurut dari 1 sampai 6. Larutan dihomogenkan
dengan cara menggoyang rak tabung reaksi, kemudian diinkubasikan dalam
penangas air selama 10 menit pada suhu 37 oC. Pada reaksi pengikatan
komplemen dilakukan titrasi serum yang diuji. Pengenceran serum mengakibatkan
perubahan reaksi pada masing-masing tabung, yaitu dari pengendapan (reaksi
positif) sampai lisisnya eritrosit (reaksi negatif). Adanya antigen dan antibodi
yang homolog, ditandai dengan pengendapan eritrosit dari sistem indikator (reaksi
pengikatan komplemen positif).
Sampel serum yang tidak diencerkan dilakukan inaktifasi. Prosedur CFT

positif dimasukkan ke dalam sumur A1, kontrol negatif di sumur A2, sedangkan
A3 dengan sampel dan seterusnya sampai sumur A12. Microplate ditutup dengan
adhesive film dan diinaktivasi dalam penangas air 58 ºC selama 30 menit.
Sebanyak 25 µl buffer saline dimasukkan ke dalam sumur baris B sampai H.
Pengenceran serial dilakukan dengan cara memindahkan 25 µl dari sumur A ke B,
kemudian B ke C, dan seterusnya hingga sampai ke baris H. Antigen CFT
sebanyak 25 µl dimasukkan ke dalam setiap sumur mulai baris C sampai H.
Sebanyak 25 µl komplemen dimasukkan ke dalam sumur baris B sampai H
sedangkan sumur baris B ditambahkan PBS 25 µl untuk menyamakan volume.
13

Inkubasi pertama dilakukan pada suhu 37 ºC selama 30 menit. Setelah inkubasi


selesai sebanyak 25 µl campuran eritrosit dan hemolisin dimasukkan ke dalam
sumur baris B sampai H. Inkubasi kedua dilakukan pada suhu 37 ºC selama 30
menit dalam inkubator pengocok. Inkubasi dilanjutkan ke dalam lemari pendingin
pada suhu 4 ºC selama semalam.
Pembacaan hasil dilakukan pada keesokan harinya. Sampel positif
ditandai dengan tidak terjadinya lisis sel darah domba, cairan berwarna bening
dan terdapat endapan eritrosit. Sampel negatif ditandai dengan lisisnya sel
darah domba, cairan berwarna merah muda. Titer CFT dibaca sesuai dengan
pengenceran tertinggi sumur yang masih positif. Sampel dikatakan positif
apabila memiliki titer ¼ atau lebih.

Indirect Enzyme Linked Immunosorbent Assay Komersial


(I-ELISA Komersial)
Prosedur Uji I-ELISA komersial dilakukan berdasarkan standar uji dari kit
I-ELISA komersial IDVET. Uji I-ELISA komersial yang digunakan merupakan
uji multispesies yang digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap Brucella
abortus, B. melitensis atau B. suis pada serum darah sapi, kambing, domba, dan
babi yang dilakukan dengan inkubasi singkat semalam untuk sampel serum atau
plasma individu. Sampel positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
pada sumur uji dan perhitungan nilai optical density (OD) dengan menggunakan
ELISA reader.
Prosedur uji I-ELISA komersial yang perlu diperhatikan adalah reagen yang
akan digunakan didiamkan sejenak untuk mencapai suhu kamar (21 °C ± 5 °C)
dan semua reagen dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Uji I-ELISA
komersial menggunakan microplate yang telah dilakukan coating antigen pada
setiap sumur uji, uji I-ELISA komersial diawali dengan menambahkan 190 µl
buffer pengenceran untuk semua sumur, kemudian ke sumur A1 dan B1
ditambahkan 10 µl dari kontrol negatif, untuk sumur C1 dan D1 ditambahkan 10
µl dari kontrol positif, dan ke sumur yang tersisa ditambahkan 10 µl dari setiap
sampel untuk diuji. Inkubasi 45 menit (±4 menit) pada suhu kamar (21 °C ± 5 °C),
kemudian kosongkan sumur dan dicuci dengan sekitar 300 µl larutan pencuci
sebanyak 3 kali.
Konjugat dengan konjugasi terkonsentrasi 10 kali diencerkan 1/10 kali
(inkubasi pendek) dalam larutan buffer 3 hingga mencapai konjugasi 1 kali,
kemudian ke setiap sumur tambahkan 100 µl konjugat dengan konjugasi 1 kali.
Inkubasi 30 menit pada suhu kamar (21 °C ± 5 °C), kosongkan sumur dan dicuci 3
kali dengan sekitar 300 µl larutan pencuci, kemudian tambahkan 100 µl larutan
substrat ke setiap sumur. Inkubasi 15 menit pada suhu kamar (21 °C ± 5 °C)
dalam gelap. Uji diakhiri dengan menambahkan 100 µl stop solution pada setiap
sumur untuk menghentikan reaksi. Perhitungan nilai OD dibaca dan direkam pada
450 nm dengan menggunakan ELISA reader.
Nilai OD dikonversi ke nilai S/P. S adalah nilai OD sampel dikurangi OD
kontrol negatif. P adalah OD kontrol positif dikurangi OD kontrol negatif. S/P
merupakan rasio antara OD sampel dikurangi OD kontrol negatif dengan OD
kontrol positif dikurangi OD kontrol negatif. Acuan pembacaan hasil dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2.
17

100% lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnya yaitu 99.8%. Perbedaan ini
disebabkan penggunaan serum-serum lapangan yang memiliki keragaman yang
bervariasi pada penelitian ini.
Menurut OIE (2009) sensitifitas dan spesifitas hasil pengujian untuk
mendeteksi B. abortus secara serologis pada ternak dilakukan pengujian
menggunakan beberapa metode yang berperan sebagi uji screening atau uji
konfirmasi untuk mendeteksi penyakit. Kesalahan diagnosis dalam bentuk positif
palsu merupakan kesalahan terbanyak yang akan memberikan dampak kerugian
materi dan begitu pula sebaliknya jika kesalahan diagnosis dalam bentuk negatif
palsu dapat menyebabkan risiko penularan yang terus menerus terjadi (Mau et al.
2014).
Uji I-ELISA yang dikembangkan menunjukkan sensitifitas yang lebih baik
dari uji RBT dan I-ELISA komersial. Sensitifitas I-ELISA yang dikembangkan
sebesar 100%, berarti proporsi uji ini untuk mendeteksi positif bruselosis pada
sapi perah sebesar 100%, sedangkan nilai spesifisitas sebesar 62.10% berarti
proporsi uji untuk mendeteksi sapi perah negatif bruselosis sebesar 62.10%.
Berdasarkan perhitungan sensitifitas dan spesifisitas menunjukkan I-ELISA yang
dikembangkan dapat dijadikan uji alternatif sebagai uji screening untuk
mendeteksi keberadaan bruselosis pada sapi perah. I-ELISA yang dikembangkan
pada penelitian ini spesifisitasnya masih perlu ditingkatkan, sehingga proporsi
sapi perah yang didiagnosis negatif bruselosis dapat terdeteksi dengan lebih baik
untuk mengurangi kesalahan adanya negatif palsu pada hasil diagnosis.
Uji diagnostik dengan tingkat sensitifitas yang tinggi dibutuhkan untuk
mendeteksi penyakit. Spesifisitas yang tinggi lebih dibutuhkan untuk memperkuat
dugaan adanya suatu penyakit, bukan untuk mendeteksi suatu penyakit (Noerjanto
et al. 2014). Uji yang digunakan untuk pengendalian atau pemberantasan penyakit
membutuhkan uji yang relatif murah dengan sensitifitas dan presisi yang tinggi,
walaupun dengan spesifisitas yang tidak terlalu tinggi. Uji dengan sensitifitas
tinggi dapat digunakan untuk uji screening . Uji screening harus dapat diterapkan
untuk sejumlah besar hewan (seluruh populasi) di mana tujuannya adalah untuk
mendapatkan hasil yang meyakinkan bahwa hewan-hewan yang telah di uji
negatif pada kenyataannya memang bebas penyakit.
Uji I-ELISA yang dikembangkan merupakan uji yang memiliki nilai
sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan RBT dan I-ELISA komersial.
Teknik I-ELISA yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat diaplikasikan
pada lalu lintas sapi perah sebagai uji screening. Setiap hasil positif uji screening
kemudian diuji menggunakan uji konfirmasi yang sangat spesifik untuk
meminimalkan jumlah keseluruhan positif palsu pada akhir proses pengujian.
Untuk hewan yang dianggap positif harus positif untuk kedua uji screening dan
uji konfirmasi.

Nilai Kappa

Nilai kappa didapatkan dengan membandingkan antar metode dalam uji


serologis. Uji RBT, I-ELISA komersial, dan I-ELISA yang dikembangkan
dihitung nilai kappa dengan CFT sebagai pembanding. Nilai kappa yang
ditemukan pada uji-uji serologis pada penelitian ini memiliki nilai bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai