Tugas Perbankan
Tugas Perbankan
Disusun oleh:
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
KATA PENGANTAR
Tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Hj. Rochani
Urip Salami, SH, MS selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Perbankan atas
bimbingan dan sarannya.
Purwokerto,
Penulis
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 8
4.1 KESIMPULAN............................................................................... 14
4.2 SARAN............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1
Buku karangan Moch. Anwar (Tindak Pidana Bidang Perbankan)
menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun bank sebagai sarana. Sedangkan
tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh bank.
Kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan apapun yang menyangkut perbankan.
Misalnya pencucian uang yang selanjutnya disebut money laundering, seseorang merampok
bank adalah kejahatan di bidang perbankan, jadi pengertiannya sangat luas. Sedangkan
kejahatan perbankan adalah bentuk perbuatan yang telah diciptakan oleh undang-undang
perbankan yang merupakan larangan dan keharusan, misalnya larangan mendirikan bank
gelap dan pembocoran rahasia bank.
Perbedaan istilah ini menyebabkan atau berpengaruh terhadap penegakan hukum,
kejahatan perbankan akan ditindak melalui ketentuan pidana, sedangkan kejahatan di bidang
perbankan ditindak melalui undang-undang di luar undang - undang perbankan. Secara
sederhana bisa dirumuskan bahwa tindak pidana perbankan adalah jenis perbuatan melanggar
hukum yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank, baik sebagai sasaran
maupun bank sebgai sarana, sedangkan tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana
yang dilakukan oleh bank.
Kecermatan menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana perbankan atau
tindak pidana di bidang perbankan perlu dilakukan. Hal ini mengingat dalam proses atau
hukum acara terjadi perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
Kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya
globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik
(electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar
akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor
rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Demikian pula tidak hanya
aspek hukum yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga aspek non hukum lainnya seperti
ekonomi, politik, dan sosial budaya
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun perusahaan
dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah negara lain semakin
meningkat. Kejahatan dimaksud berupa perdagangan minuman keras, judi, perdagangan
gelap senjata, korupsi, penyelundupan. Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum
mengenai asal - usul dana kejahatan tersebut, maka pelakunya tidak langsung menggunakan
dana dimaksud tapi diupayakan untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal usul dana
tersebut dengan cara tradisional, misalnya melalui kasino, pacuan kuda atau memasukkan
dana tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Upaya untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul dana yang diperoleh dari tindak pidana dimaksud dikenal dengan
money laundering
Saat ini pelaku tindak kejahatan mempunyai banyak pilihan mengenai di mana
dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan menjadi kelihatan ‘bersih’ dan
‘sah menurut hukum’. Perkembangan teknologi perbankan internasional yang telah
memberikan jalan bagi tumbuhnya jaringan perbankan lokal atau regional menjadi suatu
lembaga keuangan global telah memberikan kesempatan kepada pelaku money laundering
untuk memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil transaksi ilegal
menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional. Saat ini kegiatan pencucian
uang telah melewati batas yuridiksi yang menawarkan tingkat kerahasiaan yang tinggi atau
menggunakan bermacam mekanisme keuangan dimana uang dapat ‘bergerak’ melalui bank,
money transmitters, kegiatan usaha bahkan dapat dikirim ke luar negeri sehingga menjadi
clean-laundered money.
Kejahatan money laundering tidak hanya merupakan permasalahan di
bidang penegakan hukum, namun juga menyangkut ancaman keamanan nasional dan
internasional suatu negara. Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mencegah dan
memberantas praktik pemutihan uang telah menjadi perhatian internasional yang antara lain
dilakukan dengan melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral.
PEMBAHASAN
Pengertian pencucian uang atau money laundering adalah proses atau perbuatan yang
menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram. Jadi uang haram tersebut dengan
cara-cara tertentu dikaburkan atau disembunyikan asal-usulnya untuk kemudian dikatakan
sebagai uang yang sah atau uang halal. Yang dimaksud dengan pencucian uang ( money
laundering )2 adalah perbuatan mentransfer atas harta kekayaan yang diduga merupakan hasil
dari perbuatan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal
- usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Lembaga
perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki nilai teramat penting.
Dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan dapat mempengaruhi perekonomian suatu
negara. Namun karena pengaruhnya yang sangat besar maka tantangan terhadap dunia
perbankan ini sangat riskan. Termasuk berbagai kejahatan yang dilakukan oleh bank,
kemudian bank sebagai korban kejahatan, dan bank sebagai sarana antara keduananya,
sebuah medium halus yang berdiri kokoh di antara hak publik dan kode etik rahasia bank.
Telah kita ketahui bersama bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar
biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini
sangat mempengaruhi perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking,
korupsi, illegal logging, dan sebagainya. Sejak Juni 2001 Indonesia ditempatkan dalam daftar
non-cooperative countries and territories ( NCCTs ) atau lebih dikenal dengan istilah black
list. Adalah Financial Action Task Force on Money Laundering yang menempatkan
Indonesia dalam daftar tersebut. Terdapat 25 kriteria yang dapat digunakan untuk
menempatkan suatu negara dalam daftar ini. Untuk Indonesia dari 25 kriteria dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:
2
UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 25 Tahun 2002
sebelum 2002 untuk sektor non-bank ketentuan KYC ( know your
customer ) belum ada, demikian halnya dengan ketentuan fit and proper
yang juga belum ada.
2. Hambatan di bidang sektor riil atau sektor-sektor non keuangan seperti
tidak adanya keseragaman dalam sistem administrasi kependudukan di
Indonesia sehingga semua orang bisa memiliki lebih dari satu identitas, hal
ini tentu saja mempersulit pendeteksian kegiatan pencucian uang.
3. Kurangnya kerjasama internasional antara Indonesia dengan negara lain,
baik dalam bentuk ekstradisi, mutual assistance ataupun memorandum of
understanding ( MoU ).
4. Kurangnya sumber daya untuk mencegah dan memberantas kejahatan
pencucian uang. Dalam UU TPPU No. 15 Tahun 2002 disebutkan 15
macam tindak pidana yang dinamakan predicate crime, terdiri dari:
Korupsi, Penyuapan, Penyelundupan barang, Penyelundupan tenaga kerja,
Penyelundupan imigran, Perbankan, Narkotika, Psikotropika,
Perdagangan budak, Wanita dan anak, Perdagangan senjata gelap.
Penculikan, Terorisme pencurian, Penggelapan dan penipuan.
Predicate crime merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk ke tindak
pidana asal, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
yang digunakan untuk memperoleh hasil tindak pidana berupa harta
kekayaan yang berjumlah Rp. 500 juta atau lebih atau nilai yang setara
yang akan dilakukan pencucian uang, sebagaimana diatur dalam UU TPPU
No. 15 Tahun 2002 pasal 2.
Tindak pidana pencucian uang termasuk tindak pidana yang independen, artinya
terpisah dari tindak pidana asalnya ( predicate crime ) karena tindak pidana asal bisa terjadi
di mana-mana. Maksudnya adalah, selain tindak pidana asal yang dilakukan di Indonesia,
tindak pidana asal yang dilakukan di luar negeri kemudian hasil uangnya dibawa ke
Indonesia untuk dikaburkan asal-usulnya sehingga seolah-olah merupakan uang yang sah
dapat dituntut berdasarkan UU TPPU, ini dengan catatan di negara asal tempat kejadian,
predicted crime tersebut merupakan tindak pidana juga. Jadi dalam hal ini terjadi double
crime. Secara umum proses pencucian uang dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, antara
lain:
1. Tahap pertama adalah penempatan (placement), yaitu upaya menempatkan
uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem perbankan.
2. Tahap kedua adalah transfer (layering), suatu upaya untuk mentransfer
harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam
sistem perbankan. Pada tahap ini terdapat rekayasa untuk memisahkan
uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui pengalihan dana hasil
placement atau layering sehingga seolah – olah menjadi harta kekayaan
yang sah. Dengan kata lain, uang hasil tindak pidana yang telah melalui
tahap placement atau layering dialihkan ke dalam kegiatan tertentu
sehingga tampak seperti tidak berhubungan dengan tindak pidana asal yang
menjadi sumber uang tersebut.
Dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam
stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi
perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging,
dan sebagainya. Di bidang ekonomi pencucian uang dapat merongrong sektor swasta yang
sah karena biasanya pencucian uang dilakukan dengan menggunakan perusahaan (front
company) untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis yang sah kalah
bersaing dengan perusahaan tersebut. Bagi pemerintah sendiri dampak ikutan selanjutnya
adalah meningkatnya kejahatan - kejahatan di bidang keuangan dan menimbulkan biaya
sosial yang tinggi terutama untuk biaya dalam meningkatkan upaya penegakan hukumnya.
Secara umum proses pencucian uang ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, yakni :
Ketiga tahapan pencucian uang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan
”disassociation” antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak
pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak si
penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana diketahui, harta kekayaan dari
hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejahatan
dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait ( pelaku
tindak pidana ) dan pada akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Dengan kata lain,
pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan
pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak
hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu sendiri .
Dari sisi penegakan hukum, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
pencegahan dan pemberantasan berbagai tindak pidana, seperti tindak pidana korupsi.
Berbagai upaya tersebut antara lain penerbitan Keppres No. 228 Tahun 1967, pembentukan
TGTPK dan KPKPN dan terakhir adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK ). Namun demikian, dengan upaya ini belum dapat dikatakan kita telah berhasil
mengatasi permasalahan penegakan hukum, tercermin dari publikasi yang memuat
pemeringkatan negara terkorup yang dikeluarkan oleh Transparancy International dan PERC
( Political and Economic Research Consulting ) yang selalu menempatkan Indonesia dalam
posisi terburuk. Sementara itu, Country Manager International Finance Corporation ( IFC ),
German Vegarra dalam laporan Doing Business in 2006 yang disusun International Finance
Corporation ( IFC ) dan Bank Dunia ( World Bank ) menyatakan bahwa dari hasil survey
kemudahan berbisnis di 166 negara, Indonesia menduduki peringkat bawah. Survei yang
dilakukan mencakup tujuh paket indikator iklim bisnis, yaitu memulai bisnis,
mempekerjakan, menghentikan pegawai, menetapkan kontrak kerja, mendaftarkan property,
memperoleh kredit, melindungi investor dan menutup usaha. Di samping itu, indikator lain
adalah pembayaran pajak, lisensi usaha dan perdagangan antar batas Negara. Hal-hal yang
melemahkan posisi Indonesia ( tahun lalu Indonesia masuk urutan 115 negara dari 145 negara
) adalah tingkat kesadaran membayar pajak, dan jumlah hari serta prosedur untuk
menetapkan kontrak cukup lama, yaitu 570 hari dengan 34 prosedur ( sementara Malaysia
hanya 300 hari dan 31 prosedur, dan Singapura hanya 69 hari dengan 23 prosedur ). Apa
yang telah dilakukan di atas masih terbatas dalam lingkup korupsi dan belum menyentuh
tindak pidana lain khususnya tindak pidana yang menghasilkan uang atau harta kekayaan
seperti penyuapan, penyelundupan, perbankan, pasar modal, dan lainnya, baik yang
melibatkan sektor pemerintahan maupun swasta. Diakui atau tidak bahwa dalam
pemberantasan tindak pidana selama ini menghadapi kendala baik teknis maupun non teknis.
Pendekatan dalam pemberantasan tindak pidana – tindak pidana selama ini lebih menitik
beratkan bagaimana menjerat pelaku tindak pidana dengan mengidentifikasi perbuatan pidana
yang dilakukan. Sejak April 2002 telah diperkenalkan sistem penegakan hukum yang relatif
baru sebagai salah satu alternatif dalam memecahkan persoalan di atas bukan hanya karena
metode yang digunakan berbeda dengan penegakan hukum secara konvensional tetapi juga
memberikan kemudahan dalam penanganan perkaranya. Sistem dimaksud adalah rezim anti
pencucian uang ( Money Loundering ), dimana pengungkapan tindak pidana dan pelaku
tindak pidana lebih difokuskan pada penelusuran aliran dana atau uang haram ( follow the
money trial ) atau transaksi keuangan. Pendekatan ini tidak terlepas dari suatu pendapat
bahwa hasil kejahatan ( proceeds of crime ) merupakan “life blood of the crime”, artinya
merupakan darah yang menghidupi tindak kejahatan sekaligus titik terlemah dari rantai
kejahatan yang paling mudah dideteksi. Upaya memotong rantai kejahatan ini selain relatif
mudah dilakukan juga akan menghilangkan motivasi pelaku untuk melakukan kejahatan
karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya terhalangi atau sulit
dilakukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pengertian pencucian uang atau money laundering adalah proses atau perbuatan yang
menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram. Jadi uang haram tersebut dengan
cara - cara tertentu dikaburkan atau disembunyikan asal - usulnya untuk kemudian dikatakan
sebagai uang yang sah atau uang halal. Yang dimaksud dengan pencucian uang atau money
loundering3 adalah perbuatan mentransfer atas harta kekayaan yang diduga merupakan hasil
dari perbuatan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal
- usul harta kekayaan sehingga seolah - olah menjadi harta kekayaan sah. Dampak yang
ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi
negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi perkembangan
berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging, dan sebagainya.
Setelah Indonesia memiliki UU No. 15 Tahun 2002, ternyata Indonesia masih dimasukkan
dalam daftar NCTTs oleh FATF dengan alasan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan
dalam UU No. 15 Tahun 2002, yaitu : Mengenai dasar penetapan nilai uang minimal Rp 500
juta untuk bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana money laundering. Mengenai 15
kejahatan yang bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana money laundering, dimana bagi
komunitas internasional pembatasan tersebut dirasakan tidak cukup. Masalah jangka waktu
pelaporan ketika diketahui adanya transaksi keuangan yang mengarah pada money
laundering. Terhadap beberapa kelemahan tersebut, FATF telah mendesak pemerintah
Indonesia untuk melakukan amandemen terhadap UU No. 15 Tahun 2002, namun ternyata
sampai saat ini amandemen tersebut belum dapat diselesaikan sehingga mengakibatkan tetap
dimasukkannya Indonesia dalam daftar NCCTs.
3
UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 25 Tahun 2002,
4.1 SARAN
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
wastika, Benny. 2011. Penerapan Asas Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana
Iza, Fadri. 1994. “Seminar Nasional Pemutihan Uang Hasil Kejahatan ( Money Laundering
Crime ), www.Legalitas.org
www.wordpress.com