Anda di halaman 1dari 5

Peran Budaya Melayu Dalam Menyiapkan Momentum Kebangkitan

Indonesia dari Bunda Tanah Melayu

Oleh:
Farid Muhammad
KAMMI Wilayah Riau

Sebenarnya apa yang disebut orang Melayu bukanlah suatu komunitas etnik
atau suku bangsa sebagaimana dimengerti banyak orang dewasa ini. Ia sebenarnya
mirip dengan bangsa atau kumpulan-kumpulan etnik serumpun yang menganut agama
yang sama dan menggunakan bahasa yang sama. Kedalamnya melebur pula penduduk
keturunan asing seperti Arab, Persia, Cina, dan India, di samping keturunan dan etnik
Nusantara lain. Semua itu dapat terjadi karena selain mereka hidup lama bersama orang
Melayu, karena juga memeluk agama yang sama serta menggunakan bahasa Melayu
dalam penuturan sehari-sehari.
Inilah yang menyebabkan orang Melayu memiliki keunikan tersendiri
dibanding misalnya orang Jawa atau Sunda. Etnik-etnik serumpun lain pada
umumnya menempati suatu daerah tertentu. Tetapi orang Melayu tidak. Mereka
tinggal di beberapa wilayah yang terpisah, bahkan di antaranya saling berjauhan.
Namun di mana pun berada, bahasa dan budaya yang dipakai dan diterapkan sama.
Karena itu tidak mengherankan apabila kemalayuan dientik dengan Islam, dan
kesustraan Melayu identik pula dengan kesusastraan Islam. Bagi mereka yang tidak
mengetahui latar belakang sejarahnya fenomena ini tidak mudah dipahami. Untuk itu
uraian tentang sejarahnya sangat diperlukan.
Etnik-etnik serumpun lain pada umumnya menempati suatu daerah tertentu.
Tetapi orang Melayu tidak. Mereka tinggal di beberapa wilayah yang terpisah, bahkan
di antaranya saling berjauhan. Namun di mana pun berada, bahasa dan agama mereka
sama, Melayu dan Islam. Adat istiadat mereka juga relatif sama, karena didasarkan atas
asas agama dan budaya yang sama. Karena itu tidak mengherankan apabila
Kemelayuan identik dengan Islam, dan kesusastraan Melayu identik pula dengan
kesusastraan Islam. Bagi mereka yang tidak mengetahui latar belakang sejarahnya
fenomena ini tidak mudah dipahami. Untuk itu uraian tentang sejarahnya sangat
diperlukan.
Setidak-tidaknya ada delapan faktor yang menyebabkan orang Melayu
mengidentifikasikan diri dankebudayaannya dengan Islam. Pertama, faktor
perdagangan; Kedua, perkawinan, yaitu antara pendatang Muslim dengan wanita
pribumi pada tahap awal kedatangan Islam; Ketiga, faktor politik seperti mundurnya
kerajaan Hindu dan Buddha seperti Majapahit dan Sriwijaya; Keempat, faktor
kekosongan budaya pasca runtuhnya kerajaan Buddhis Sriwijaya di kepulauan Melayu;
Kelima, hadirnya ulama sufi atau faqir bersama tariqat-tariqat yang mereka pimpin;
Keenam, pengislaman raja-raja pribumi oleh para ulama sufi atau ahli tasawuf; ketujuh,
dijadikannya bahasa Melayu sebagai bahasa penyebaran Islam dan bahasa pengantar
di lembaga-lembaga pendidikan Islam; delapan, mekarnya tradisi intelektual baru di
lingkungan kerajaan-kerajaan Melayu sebagai dampak dari maraknya perkembangan
Islam.
Faktor perdagangan telah sering dikemukakan. Agama Islam muncul di
Nusantara disebabkan kehadiran pedagang-pedagang Muslim dari negeri Arab dan
Persia sejak abad ke-8 dan 9 M. Dengan ramainya kegiatan pelayaran dan perdagangan
yang dilakukan kaum Muslimin pada abad-abad berikutnya, terutama dari abad ke-11
hingga abad ke-17 M, perkembangan agama Islam ikut marak pula. Pada mulanya
komunitas Islam tumbuh di kota-kota pesisir yang merupakan pelabuhan utama atau
transit pada zamannya.
Di sini tidak sedikit pedagang Muslim asing itu tinggal lama dan kawin mawin
dengan penduduk setempat. Semua itu merupakan cikal bakal berkembangnya
komunitas Islam di Nusantara. Kegiatan perdagangan dan penyebaran Islam kemudian
juga melibatkan penduduk pribumi, termasuk orang Melayu dan etnik-etnik pesisir lain
yang meleuk agama Islam. Tradisi dagang (merantau untuk berniaga) lantas tumbuh di
kalangan etnik pesisir ini.
Masuk dan berkembang pesatnya agama Islam di Indonesia pada abad ke- 13–
17 M memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda bahkan saling bertentangan.
Khususnya tentang darimana agama ini datang dan siapa yang membawanya masuk.
Begitu pula mengenai saluran-saluran komunikasi yang digunakan sehingga
memungkinkan agama ini diterima secara luas oleh penduduk Nusantara dalam waktu
yang relatif singkat.

Semula diduga bahwa yang membawa dan memperkenalkan agama ini di


kawasan ini ialah pedagang-pedagang dari Gujarat, India. Sejak itu perdagangan
dipandang sebagai saluran utama bagi pesatnya perkembangan Islam di kepulauan
Nusantara. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa faktornya sangat
kompleks. Sebelum berkembang pesat, Islam harus menempuh jalan yang berliku-
liku dan rumit serta panjang, dan faktornya bukan hanya perdagangan semata-mata.
Bukti-bukti yang lebih absah seperti berita-berita Arab, Persia, Turki, dan
teks-teks sejarah lokal memperkuat keterangan bahwa Islam hadir di kepulauan
Nusantara dibawa langsung dari negeri asalnya oleh pedagang-pedagang Arab, Persia
dan Turki. Gujarat dan bandar-bandar lain di India seperti Malabar dan Koromandel
hanyalah tempat persinggahan saja sebelum mereka melanjutkan pelayaran ke Asia
Tenggara dan Timur Jauh.
Salah satu besarnya hasil peradaban Melayu di Indonesia hari ini kita bisa
melihat pada pesisir Sumatera. Mulai dari pesisir timur provinsi Sumatera Utara hingga
Provins Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Banyak bukti sejarah mencatat hasil
kesusatraan, seni kriya, seni terapan, adat-istiadat yang menjadikan masyarakt hingga
bangsa ini penuh kekayaan.
Contohnya Kepulauan Riau yang mendapat istilah sebagai Bunda Tanah
Melayu (BTM) yang diberikan oleh mantan Gubernur Kepri Alm. H. M. Sani. Padahal
sebenarnya asal mula istilah atau julukan BMT itu dilekatkan kepada Kecamatan Daik
di Kabupaten Lingga. istilah atau penyebutan BTM sebenarnya telah menggaung riuh
di Daik Lingga. Tepatnya tanggal 4 – 8 Juli 1999. Sekitar 18 Tahun silam. Pasca
Perkampungan Penulis Melayu Serumpun (PPMS) yang ditaja Gabungan Persatuan
Penulis Nasional Malaysia (GAPENA).
Bayangkan tanpa pernah kita ketahui istilah yang memiliki makna begitu
dalam yaitu Bunda Tanah Melayu yang bisa dikonotasikan rahimnya budaya Melayu
diakui oleh organisasi dari Malaysia yang notabenenya mayoritas bersuku Melayu.
Daik di Kabupaten Lingga, unya jasa besar untuk Provinsi Kepulauan Riau dari sisi
sebuah gelar. Pasalnya gelar Provinsi Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu
yang menggema hingga ke mancanegara berawal dari Kota Daik Kabupaten Lingga.
Hal tersebut dipertegaskan Ketua Lembaga Ada Melayu (LAM) Kepulauan
Riau Kabupaten Lingga, Datok Ishak. Dia yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas
Kebudayaan Lingga memaparkan betapa besar jasa Daik dengan sebuah gelar yang
didapat dari pengakuan negara serumpun Bunda Tanah Melayu memang layak
disandang kota Daik, karena lebih dari 120 tahun menjadi pusat kerajaan melayu.
Persepsi hari ini tentang BTM tidak boleh hanya tinggal dijulukan saja untuk
menarik dan menunjang dari segi daya jual parawisata yang bersifat komersial. Ada
politik dan carut marut kekuasan yang mendompleng kebudayaan itu. Komitmen
menjadikan Daik sebagai rujukan budaya bukan lagi tujuan. Terlebih kini semua
ingin mengaku Bunda. Entah yang siri, selir atau gundik. Sedang si anak hanya bising
dengan celoteh dan rengek yang membabi buta. Entah kah kita memang keturunan
durhaka.
Bahasa melayu Daik, sebagai benteng lidah orang melayu bukan lagi menjadi
alasan dari penyebutan BTM ini. Sementara Daik 18 tahun lalu dan sekarang tetaplah
sama. Tidak ada perhatian dari anak-anak Bunda nya tersebut yang semakin hari
memperkeruh sejarah dan semakin amnesia.
Perhatian akan bahasa, sastra, seni dan budaya hanya sampingan. Lebih buruk
lagi, menjadi proyek dan kepentingan. Sudah 18 tahun berlalu begitu singkat. Tak ada
rumah budaya, tak ada pentas sastra, tak kajian dan workhsop kebudayaan yang berisi,
tak ada juga pembangunan dan penataan bekas-bekas istana yang memang sudah mati.
Makam-makan para Sultan hanya menjadi tanda. Nampak lebih agung bekas istana
para Raja. Selebihnya hanya menjadi sisa-sisa.
Dari sini kita bisa melihat sejarah dari masyarakat dan budaya bisa
memotivasi kita dan membangkitakn semangat kita. Efek yang harus kita rasakan
dengan majunya kesusatraan di Daik dulu, dan menyumbang inspirasi kepada seluruh
jazirah Kepulauan Riau. Apalagi generasi muda sebagai penyambung tongkat estafet
peradaban bangsa ini. Harus banyak karya dan seni yang bisa menghasilkan
kemaslahatan bagi perkembangan sosial budaya, dan pendidikan untuk Indonesia
sendiri. Majunya perkembangan kesusatraan dari Bunda Tanah Melayu sangat
berpengaruh di Indonesia. Dengan kemajuan kesusastraan Indonesia. Bahasa yang
menjadi bahasa resmi Indonesia, banyak mengadopsi dari bahasa Melayu Kepulauan
Riau.
Seperti pernyataan pemerintah, “Pemerintah tidaklah bisa bekerja sendiri,
menjadikan Provinsi Kepri sebagai Bunda Tanah Melayu sesuai visi pembangunan
perlu sumbangsih semua pihak termasuk Lembaga Adat Melayu,” ujar Nurdin,
Gubernur Kepulauan Riau. Semua pihak disini dimaksud, ada golongan penuntut ilmu
pastinya. Pelajar, dan Mahasiswa yang memiliki karakter muda yang siap untuk
mengembangkan kesusastraan di Indonesia.
Butuh bantuan pemerintah baik daerah maupun dalam memperhatikan
mengembangkan budaya melayu di Daik Lingga juga Kepulauan Riau sekaligus.
Baik memperhatikan lembaga adat seperti LAM, komunitas melayu dari generasi
muda, juga pengembangan studi, pengabdian, kajian di Perguruan Tinggi untuk lebih
mendalami budaya dan mensosialisaskannya lagi.
Walau pada saat ini minat generasi sekarang sangat kecil untuk
mengembangkan pengkaryaan sastranya. Hanya terpaku pada kegemaran yang berujung
pada kesenangan duniawi. Tanpa berpikir untuk meninggalkan hal yang bisa menjadi
amal jariyah bagi manusia generasi selanjutnya di bangsa ini.
Dengan adanya daerah berjuluk Bunda Tanah Melayu bisa menginspirasi
masyarakat dari daerah lain yang mau mengembangkan budaya. Karena kita tahu
sejarah pernah terukir dari Daik Lingga, Kepulauan Riau Bunda Tanah Melayu,
bahkan Kiblatnya Budaya Melayu berasal dan akan bangkit lagi.

Anda mungkin juga menyukai