Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

A. Konsep Medis
1. Pengertian
a. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.
b. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing
yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur.
c. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan.
Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.

2. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan
diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan
pus/ nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga
dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik,
dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan
apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang
biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak
di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis
akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis
ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
2) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan
opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

3. Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa


latin disebut sebagai
Appendix vermiformis.
Appendiks terletak di ujung
sakrum kira-kira 2 cm di
bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior
dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia
yaitu: taenia anterior, medial
dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks
berada pada Laterosekal yaitu
di lateral kolon asendens. Di
daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum. Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7
cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada
kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau
retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari
cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal
ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus.
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin
(suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.
Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi,
tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran
cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi
sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna

4. Epidemiologi
a. Richardson (2004) : penelitian di Afrika Selatan menunjukkan angka
kejadian apendicitis :
1) 5/1000 penduduk di pedesaan
2) 9/1000 penduduk di peri urban
3) 18/100 penduduk di perkotaan
b. Addins (1996) : penelitian di USA menunjukkan kejadian apendicitis
tertinggi pada usia 10-19 tahun.
c. Omran (2003) penelitian di Kanada menunjukkan perbandingan
apendicitis pria : wanita adalah 8,8 : 6,2 per 1000 penduduk.
d. Dombal (1994) : penelitian di USA, terjadi penurunan kasus
apendicitisdari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk pada tahun
1987-1994.

5. Etiologi
a. Menurut Syamsu Hidayat (2004)
1) Fekalit
2) Tumor appendiks
3) Cacing askaris
4) Erosi mukosa appendiks
5) Hiperplasi jaringan limfe
b. Menurut Mansjoer (2000)
1) Hiperplasi folikel limfoid
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Striktur karena fibrosis
5) Neoplasma
c. Menurut Markum (1996)
1) Fekalit
2) Parasit
3) Hiperplasia limfoid
4) Stenosis fibrosis
5) Tumor karsinoid
6. Patofisiologi

Inflamasi sekunder di tempat lain, stenosis, tumor, fekalit, diet rendah serat

Obstruksi intraluminal

Terhambatnya aliran mukus

Kompresi dari pembuluh darah, iskemia

- Absorbsi tidak sempurna 


feses tidak terbentuk seperti Ulserasi dari epitel apendiks - Mual, muntah
biasanya  diare - Peningkatan
- Motilitas usus menurun suhu
karena obstruksi  Invasi bakteri menyebabkan inflamasi - Nyeri tekan di
konstipasi titik Mc Burney
- Letak apendiks yg - Leukositosis
menempel pada saluran Nekrosis - Diare
kemih  disuria

Pembedahan Perforasi apendiks, abses apendiks, ruptur apendiks

Resolusi
Pembedahan untuk mengeringkan Peritonitis, obstruksi
rongga peritoneum usus, syok hipovolemik,
menghilangkan tekanan abdomen ileus, sepsis

(Karla, L. Luxner, 2005)


7. Tanda dan Gejala
Gejala utama pada appendisitis adalah nyeri perut. Rasa sakit ini
disebabkan oleh penyumbatan appendiks, karena itu sifatnya sama seperti
pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul seperti
kolik (mulas mendadak dan hebat) dan terasa di epigastrium atau regio
umbilikus. Bila penderita flatus atau buang air besar, rasa sakitnya
berkurang. Biasanya disertai mual, anoreksia dan muntah merupakan hal
yang khas. Muntah terjadi segera setelah rasa sakit dan pada mulanya
timbul secara refektoris. Biasanya terjadi konstipasi, tetapi pada anak-
anak dan pada penderita yang appendiksnya dekat dengan rektum sering
terjadi diare karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang
relatif panjang, dinding appendiks yang lebih tipis, serta daya tahan
tubuh yang masih kurang.
Bila proses radang telah menjalar ke peritonium parietal setempat, maka
akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah di daerah Mc Burney
seperti nyeri tekan, nyeri lepas, defens muskuler dan timbul nyeri
rangsangan peritonium tidak langsung, yaitu nyeri tekan bawah pada
tekanan kiri (rovsing). Nyeri perut kanan bawah bila ditekan di sebelah
kiri dilepaskan (Blumberg) dan setiap gerakan yang menyebabkan daerah
itu ikut bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri seperti saat
berjalan, batuk, mengejan, bahkan nafas dalam. Nyeri bersifat tajam dan
terus-menerus.

8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : adanya distensi pada abdomen


2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik
3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5) Obturator: Fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6) Uji psoas: hiperekstensi sendi panggul
b. Laboratorium

1) Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000.


2) Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang diterlihat.
c. Radiologi

1) Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika


appendik tidak terisi oleh kontras dicurigai adanya sumbatan.
2) Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.

9. Penataksanaan medik
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendisitis telah
ditegakkan. Pada abses appendiks dilakukan drainase. Antibiotik dan
cairan intra vena diberikan diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendiktomi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Appendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif.
Jika keadaan memungkinkan appendiks dibuang sekaligus, tapi
jika keadaan tidak memungkinkan harus ditunggu 2-3 bulan baru
appendiksnya diangkat melalui operasi kedua. Perawatan pasca operasi
yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan flatus baru boleh diberi
bubur saring.

10. Komplikasi
a. Peritonitis
b. Ruptur Appendik
c. Syok Hipovolemik
d. Illeus
e. Sepsis
11.Prognosis
Dilakukan tindakan appendiktomy akan lebih baik sebelum terjadi
perforasi.Setelah infeksi masih dapat terjadi infeksi lagi 30% dari kasus
appendik perforasi dan appendik ganggrenosa.
Prognosa mortalitas 0,1% jika appendik tidak pecah,dan 15% jika
appendik pecah.kematian biasanya oleh karena sepsis atau emboli paru.

B. Konsep dasar Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Dapatkan riwayat penyakit dengan cermat.
b. Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis.
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam,abdomen kaku
3) Bising usus menurun atau tidak ada
4) Muntah (umumnya mengikuti awitan nyeri )
5) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
6) Anorexia.
7) Takikardi atau diare dapat terjadi.
8) Pucat,letargi.
9) Peka rangsang
10) Postur bungkuk.
c. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis
1) Demam
2) Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi
3) Peningkatan nyeri,yang biasanya menyebar dan disertai kaku
abdomen.
4) Distensi abdomen progresif
5) Takikardi
6) Pernafasan cepat dan dangkal
7) Pucat
8) Mengigil
9) Peka rangsang
d. Bantu dengan prosedur diagnostik seperti hitung darah putih dan
radiografi abdomen.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
atau adanya insisi bedah.
b. Hipertermi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Defisiensi pengetahuan
g. Risiko cedera
h. Konstipasi
i. Diare
j. Resiko syok
k. Resiko kekurangan volum cairan
l. Mual, muntah
m. Disfungsi motilitas gastrointestinal

Post op
a. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama; perforasi/ rupture pada appendiks; peritonitis; pembentukan
abses, Prosedur infasif, insist bedah.
b. Kekurangan tidur
c. Kurang prngetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan terbatasnya informasi yang didapat.

3. Prioritas Diagnosa Keperawatan


a. Resiko kekurangan volum cairan
b. Mual
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Hipertermi
e. Nyeri akut
f. Ansietas
g. Defisit pengetahuan
h. Intoleransi aktivitas
i. Resiko cedera
j. Disfungsi motilitas gastrointestinal

4. Rencana keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Pre-operatif
1 Defisit volume cairan NOC : NIC: Manajemen Cairan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan intake &
kehilangan volume keperawatan Menejemen cairan output yang adekuat
cairan secara aktif, selama 3 x 24 jam, diharapkan b. Monitor status hidrasi
kegagalan mekanisme keseimbangan cairan pada (membran mukosa yang
pengaturan pasien adekuat dengan status adekuat)
cairan skala 4. c. Monitor status
Kriteria hasil: hemodinamik
a. Keseimbangan intake & d. Monitor intake output yang
output dalam batas normal akurat
b. Elektrolit serum dalam batas e. Monitor berat badan
normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas
normal
Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan

b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
2 Mual berhubungan NOC : NIC : Fluid Managemet
dengan nyeri a. Comfort level a. Monitor status nutrisi
b. Hidrasil b. Catat intake dan output
secar akurat
c. Nutritional Status c. Anjurkan untuk makan
Setelah dilakukan tindakan pelan-pelan
keperawatan selama ….x 24 jam, d. Jelaskan untuk
mual pasien teratasi dengan menggunakan napas dalam
kriteria hasil: untuk menekan reflek mual
a. Melaporkan bebasdari mual e. Batasi minum 1 jam
b. Mengidentifikasihal-hal sebelum, 1 jam sessudah
yangmengurangi mual dan selama makan
c. Nutrisi adekuat f. Instruksikan untuk
d. Status hidrasi:hidrasi menghindari bau makanan
kulitmembran mukosabaik, yang menyengat
tidak ada rasahaus g. Kolaborasi pemberian
yangabnormal, panas,urin antiemetik
output normal, TD, HCT
normal
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari a. Nutritional status : adequacy a. Monitor intake dan output
kebutuhan of nutrient b. adanya penurunan BB dan
berhubungan dengan b. Nutritional status : foood and gula darah.
ketidakmampuan untuk fluid intake c. Monitor kekeringan, rambut
memasukkan atau c. Weight control kusam, total protein, Hb dan
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan tindakan kadar Ht
karena faktor biologis, keperawatan selama ....x24 jam d. Kaji adanya alergi makanan
psikologis atau nutrisi kurang teratasi dengan e. Jelaskan pada pasien dan
ekonomi indikator : keluarga tentang manfaat
a. Albumin serum nutrisi
b. Pre albumin serum f. Anjurkan banyak minum
c. Hematokrit g. Kolaborasi dengan dokter
d. Hemoglobin tentang kebutuhan suplemen
e. Total iron binding capacity makanan
f. Jumlah limfosit h. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4 Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan dengan Thermoregulasi a. Monitor tanda vital (TD,
penyakit nadi, suhu, RR)
Setelah dilakukan tindakan b. Monitor intake dan output
keperawatan selama ....x 24 jam c. Monitor WB, Hb, Hct
pasien menunjukkan suhu tubuh d. Kompres pasien pada lipat
dalam batas normal dnegan paha dan aksila
kriteria hasil : e. Berikan cairan intravena
a. Suhu 36-37o C f. Selimuti pasien
b. Nadi dan RR adlam rentang g. Berikan antipiretik
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan merasa nyaman
5 Nyeri akut NOC : NIC : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan a. Pain level a. Kaji nyeris ecara
agen injuri (biologi, b. Pain control komprehensif (lokasi,
kimia, fisik, c. Comfort level durasi, frekuensi, intensitas)
spikologis), kerusakan Setelah dilakukan tindakan b. Observasi isyarat-isyarat
jaringan keperawatan selama ....x24 non verbal dari
jam pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
nyeri dengan kriteria : c. Berikan pereda nyeri
a. Mampu mengontrol nyeri dengan manipulasi
b. Melaporkan bahwa nyeri lingkungan (misal, ruangan
berkurang dengan tenang dan batasi
menggunakan manajemen pengunjung)
nyeri d. Berikan analgesik sesuai
c. Mampu mengenali nyeri ketentuan
d. Menyatakan rasa nyaman e. Kontrol faktor-faktor yang
setelah nyeri berkurang dapat mempengaruhi
e. Tanda vital dalam rentang
normal
f. Tidak mengalami gangguan
tidur
Post-operatif
6 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi vital sign,
prosedur invasif. keperawatan selama ….x24jam penampilan luka dan daerah
masalah teratasi dengan criteria: sekitar luka.
a. Pasien memahami tentang b. Observasi kecukupan nutrisi
pencegahan dan pengendalian pasien & hasil laboratprium.
infeksi. c. Rawat luka dengan
b. Terbebas dari tanda atau memperhatikan tehnik steril
gejala infeksi. (septic & antiseptic), cuci
tangan sesuai procedure
sebelum dan sesudah
melakukan interaksi
terhadap pasien.
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama dan
setelah digunakan oleh
pasien, terapkan universal
precaution.
e. Ajarka pasien tehnik
mencuci tangan yang benar,
ajarkan keluarga dan
pengunjung untuk mencuci
tangan sewaktu masuk dan
keluar kamar pasien .
f. Kolaborasi pemberian
antibiotic.

7 Deprivasi tidur Setelah dilakukan tindakan a. Observasi adanya konfusi


berhubungan keperawatan selama ….x24jam akut, agitasi, ansietas,
ketidaknyamanan fisik. masalah teratasi dengan criteria: gangguan persepsi, respon
a. Pasien mengatakan segar lambat dan iritabilitas.
setelah bangun tidur. b. Ciptakan lingkungan
b. Tidak ada gangguan pada tenang, damai dan
pola, kualitas dan rutinitas minimalkan gangguan.
tidur. c. Bantu pasien
c. Tidak ada gangguan pada mengidentifikasi faktor –
jumlah jam tidur. faktor yang mungkin
d. Bangun pada waktu yang menyebabkan gangguan
sesuai. tidur.
d. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E.Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta :
EGC.

Smeltzer&Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Robbins dan kumar. Buku Ajar Patologi (Edisi 4), Jakarta : EGC

Evelyn C. (1992). Pearce. Anatomi dan Fisiolagi untuk Paramedis. Jakarta :,


Gramedia.

Depkes RI. (1995). Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai