PENDAHULUAN
Apabila banyaknya pasangan infetil di indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita
yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus
Penduduk terdapat 12% baik desa maupun di kota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertil di
seluruh Indonesia.
Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil memproleh
anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa menempuh hidup tanpa anak,
mengangkat anak (adopsi), poligini, atau bercerai. Berkat kemanjuan teknologi kedokteran,
beberapa pasangan telah dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan
donor, “ bayi tabung ”, atau membesarkan janin di rahim waita lain.
Di indonesia masih langka sekali dokter yang berminat dalam Ilmu Infertilasi.
Kalaupun ada, masih terlampau sering dokter dan perawatannya belum menghayati duka –
nestapa pasangan yang ingin anak itu. Masih terlampau banyak pasangan yang terpaksa harus
menahan perasaannya karena tidak merasa disapa, bahkan dilarang banyak bicara oleh
dokternya. Mereka berobat dari satu dokter ke dokter lain karena kurang bimbingan dan
penyuluhan tentang cara –cara pengelolaan pasangan infertil.
DEFINISI
Fertilitas ialah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup
oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi suatu pasangan yang
sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidp. Sebelum dan sesudahnya tidak
seorangpun tahu, apahkah pasangan itu fertil atau tidak. Riwayat fertilitas sebelumnya sama
sekali tidak menjamin fertilitas dikemudian hari, baik pada pasangan itu sendiri, maupun
berlainan pasangan.
Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil maulupun bersanggama dan
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder
kalau istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersenggama dan di hadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu telah banyak penyelidikan yang menghubungkan
fertilitas suami dengan analisis mani, terutama konsentrasi spermatozoanya (lihat tabel 1).
MacLeod & Goal pada tahun 1951 telah melaporkan hasil penyelidikan mereka terhadap
1.000 suami yang istrinya sedang memeriksakan kehamilan pada klinik antenatal. Pada waktu
itu hanya terdapat 5 % dengan konsentrasi spematozoa kurang dari 20 juta/ml, sedangkan
44% lebih dari 100 juta/ml. Dua puluh empat tahun kemudian, Rehan et al. Melaporkan hasil
penyelidian mereka terhadap 1.300 suami yang akan divasektomi. Ternyata, 7% konsentrasi
spermatozoanya kurang dari 20 juta/ml, akan tetapi hanya 24% yang lebih dari 100 juta/ml.
Nelson & Bunge pada tahun 1974 menyelidiki pula 386 suami yang akan divaskotomi, dan
melaporkan hasilnya yang sangat berbeda : lebih dari 20% memiliki kurang dari 100 juta/ml.
Smith & Steinberger pada tahun 1976 melakukan juga penyelidikan pada 2543 suami yang
akan divasektomi, dengan hasil yang menyokong penyelidikan Nelson & Bunge untuk suami
dengan konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta/ml, walupun 23% dengan konsentrasi
spermatozoa kurang dari 20 juta/ml, walaupun 23% dengan konsentrasi spermatozoa lebih
dari 100 juta/ml.
Tabel 19.1 sebaran frekuensi konsentrasi spermatozoa pria dengan perkawinan fertil dari
zaman ke zaman
% fetil
Konsentrasi Macleod & Rehan el al. Nelson & Smith & Zukerman
spermatozoa Goal (1975) Bunger Streinberger etal.
(juataan/ml) (1951) (1974) (1976) (1977)
<10,1 2 2 4,7 9,6 11,7
10,1 - 20,0 3 5 15,5 9,5 11,2
20,1 – 40,0 12 16 30,8 20,7 22,0
40,1 – 60,0 12 18 21,0 15,1 14,8
60,1 – 100,0 27 34 21,0 21,6 19,4
>100,0 44 24 7,0 23,1 20,9
Jumlah pria 1000 1300 386 2543 4122
Dari Klinik Antenatal Vasektomi Vasektomi Vasektomi Vasektomi
Dikutip dari Zukerman et al
Zukerman et al., yang menyelidiki 4122 suami yang akan divasektomi, menyokong
hasil penyelidikan terakhir itu:12% dengan konsentrasi sepermatozoa kurang dari 10 juta/ml,
dengan demikian, hasil penyelidikan – penyelidikan terakhir itu berbeda dari hasil yang
diperoleh MacLeod & Goal 26 tahun sebelumnya. Perubhan ini hanya dapat diterangkan oleh
menurunnya standard minimun fertilitas suami akibat meningkatnya potensi fertilitas istri.
Istri yang berovulasi tidak selalu dapat dibunuhi sel telurnya, umpanya karena defek fase
luteal, fase luteal pendek atau ketidak tahuan akan saat-saat subur agar sanggama dapat
menjadikan kehamilan. Pengobatan yang lebih maju terhadap kelainan – kelainan dalam
siklus haid istri dan penerangan-penerangan yang menambah pengetahuan pasangan untuk
bersanggama pada saat – saat yang subur apabila diinginkan kehamilan, telah meningkatkan
potensi fertilitas istri sehingga hanya diperlukan konsentrasi spermatozoa yang tidak
terlampau tinggi untuk menjadikan kehamilan.
Pada tahun tujuhpulahan Steinberger & Steinberger dan Sherins mengemukakan pada
pasangan infertil masing – masing anggota lain. Dalam praktek dapat kita lihat, umpamanya,
kalau pasangan infertil bercerai, masing-masing kawin lagi, kemudian mereka mendapat
keturunan. Atau, istri. Yang menjadi hamil setelah inseminasi buatan dengan mani donor
yang lebih baik dari pada mani suaminya. Jadi, setiap anggota pasangan infertil memiliki
potensi fertilitas tertentu, jumlah keduanya menentukan kapasitas pasangan itu untuk
mendapat keturunan. Dengan demikian, menurut Smith et al., perbaikan potensi fertelitas dari
salah satu anggota pasangan dapat menghasilkan kehamilan.
Jadi, seandainya seorang suami dengan potensi fertelitas S kawin dapat seorang istri
dengan potensi fertelitas I, maka kapasitas fertelitas pasangan itu adalah (S+I). Seandainya
nilai ambang pasangan untuk menjadi hamil adalah F, maka kalau kapasitas fertilitas (S+I)
lebih kecil dari pada F (seperti tampak pada gambar 1), pasangan iu akan mengalami
fertilitas. Pengobatan salah satu anggota pasangan intertil pada hakikatnya meningkatkan
potensi fertelitas anggota pasangan inertil itu, sehingga jumlah potensi fertelitas pasangan
tersebut, sebgai suatu kesatuan biologik, dapat di tingkatkan menjadi lebih besar dari pada F,
sumaparja telah menguji kebenaran teori itu secara statistik.
Jadi, fertelitas dan infetilitas itu merupakan kemampuan sepanjang suami-istri sebgai
satu kesatuan biologik. Dengan demikian istilah “ fertelitas pria”, “fertelitas wanita” , “
infertelitas pria” , dan “ infertilitas wanita” itu sesungguhnya tidak ada.