Anda di halaman 1dari 21

ANATOMI DAN FISIOLOGI

SALURAN CERNA

Dokter Pembimbing :
dr. Hj. Mariana H. Junizaf, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :
Ichsan Azis
2015730056

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini sesuai dengan waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Mariana H.
Junizaf, Sp. THT-KL, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan ini, sehingga ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia kesehatan
telinga hidung dan tenggorok, khususnya pada topik ”Anatomi dan fisiologi saluran cerna”.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak, semoga bermanfaat.

Jakarta, 26 Juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya merupakan suatu saluran

yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut sampai ke anus. Saluran cerna terbagi

menjadi saluran cerna atas dan bawah yang dipisahkan oleh ligamentum treits yang

merupakan bagian dari duodenum pars ascending yang berbatasan dengan jejunum.

Saluran pencernaan bagian atas terdiri dari beberapa organ mulai dari rongga mulut

sampai ke esophagus. Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga

mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.

Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole. Orofaring meluas dari

batas tadi sampai ke epiglottis, sedangkan dibawah garis batas ini adalah laringofaring atau

hipofaring.
BAB II
PEMBAHASAN

1. MULUT
Fungsi dari mulut dan struktur yang berasosiasi dengan mulut adalah sebagai
penerima pertama makanan, yang memulai pencernaan melalui proses mastikasi atau
mengunyah kemudian menelan. Mulut, yang disebut juga oral cavity/rongga mulut
dibentuk oleh pipi, labia, palatum durum, dan palatum molle, dan lidah. Batas:
Anterior: labia; Lateral: pipi; Superior: palatum; Inferior: lidah; Posterior: isthmus
faucium.

Mulut dibagi menjadi vestibulum oral dan cavitas oral propria. Cavitas oral
propria merupakan ruang yang memanjang dari gusi dan gigi ke fauces (lubang atau
pintu masuk antara rongga mulut dengan orofaring). Batas dari struktur ini: atap mulut,
bagian anterior dibatasi palatum durum, posterior dibatasi palatum molle; daerah lantai
dibatasi 2 /3 lidah dan gusi; dasar mulut, frenulum lidah.
Pipi membentuk dinding lateral rongga mulut dari luar oleh kulit dan dilapisi
dari dalam oleh membran mukosa. Membran mukosa merupakan lapisan kulit tak
berkeratin dan terdiri dari epitel skuamosa. Otot-otot buccinator dan jaringan ikat
berada di antara kulit dan membran mukosa pipi. Bagian anterior pipi ini kemudian
menjadi bibir.
Bibir atau labia merupakan lipatan daging yang mengelilingi mulut. Bibir
terdiri dari otot orbicularis oris dan dilindungi dari luar oleh kulit dan dari dalam oleh
membran mukosa. Permukaan dalam setiap bibir berhubungan dengan gigi melalui
suatu lipatan pada garis tengah bibir yang disebut labial frenulum.. Ketika mengunyah,
kontraksi dari otot buccinator yang terdapat di pipi bekerja sama dengan otot orbicularis
yang terdapat pada bibir untuk mempertahankan makanan agar tetap berada di antara
gigi atas dan gigi bawah, yang juga berperan ketika berbicara. Bukaan dari rongga
mulut disebut juga orifisia oris (oral orifice).
Palatum merupakan dinding atau septum yang memisahkan rongga mulut dari
rongga nasal yang kemudian membentuk atap mulut. Struktur ini sangat penting karena
memungkinkan pernapasan dan pengunyahan terjadi secara bersamaan. Palatum durum
(keras), yang merupakan bagian anterior dari atap mulut terbentuk oleh tulang maksila
dan palatin yang dilindungi oleh membran mukosa. Struktur ini membentuk sekat dari
tulang di antara rongga mulut dan nasal. Sedangkan palatum halus, membentuk bagian
posterior dari atap mulut, yang merupakan otot melengkung yang membentuk sekat di
antara orofaring dan nasofaring yang dilapisi membran mukosa.
Salah satu bagian dari rongga mulut, terdapat seperti organ yang menggantung
pada sisi bebas dari palatum molle yaitu otot berbentuk seperti kerucut yang disebut
uvula. Selama menelan, palatum halus atau palatum molle ditarik ke arah superior,
menutup nasofaring dan mempersiapkan untuk menelan makanan maupun cairan,
mencegah masuk lagi ke rongga nasal.
Kelenjar Saliva merupakan kelenjar pencernaan aksesoris yang menghasilkan
saliva. Banyak kelenjar-kelenjar saliva minor yang berlokasi di membran mukosa
daerah palatum di dalam rongga mulut, akan tetapi terdapat 3 pasang kelenjar saliva di
luar rongga mulut yang memproduksi sebagian besar dari saliva yang dialirkan ke
rongga mulut melalui saluran tertentu. Kelenjar parotid merupakan kelenjar saliva
terbesar, yang berada di bagian depan-bawah dari daun telinga, di antara kulit dan otot
masseter. Saliva yang diproduksi kelenjar ini dialirkan melalui duktus parotid
(Stensen’s) yang keluar di rongga mulut berhadapan dengan gigi molar atas kedua.
Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula, di sisi dalam dari rahang, ditutupi
otot mylohioid. Saliva dari kelenjar ini dialirkan melalui duktus submandibularis
(Wharton’s), yang keluar di dasar mulut di bagian lateral dari frenulum lingualis.
Kelenjar sublingualis berada di bawah membran mukosa dari bagian dasar mulut,
dangan saliva yang dikeluarkan melalui duktus sublingual (Rivinus’s duct) yang keluar
di dasar mulut pada area posterior dari papilla ductus submandibularis.
Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saat mastikasi dan membantu
dalam proses menelan. Lidah berupa otot rangka yang diselubungi oleh membran
mukosa. Otot ekstrinsik lidah menggerakkan lidah dari sisi-ke-sisi dan keluar-masuk.
Dua per tiga bagian lidah berada di rongga mulut, sementara sepertiganya berada di
faring, melekat dengan tulang hioid. Tonsila lingualis berada pada permukaan superior
dari pangkal lidah, dan bagian inferior lidah berhubungan dengan garis tengah dari
dasar mulut dengan frenulum lingualis. Pada permukaan lidah terdapat papilla yang
memberikan permukaan kasar pada lidah yang membantu pergerakan makanan dan
sebagian memiliki kuncup pengecap.
Otot ekstrinsik : Terdiri dari otot hyoglosus, genioglossus dan styloglossus. Otot-otot
inilah yang berfungsi untuk menggerakkan lidah pada saat gerakan mengunyah
makanan, membuat makanan yang telah dikunyah menjadi suatu masa bergumpal dan
mengarahkan makanan ke bagian belakang mulut untuk segera ditelan.
Otot intrinsik : Terdiri dari otot longitudinalis superior, longitudinalis inferior, lingualis
transversus dan lingualis vertikalis. Berfungsi untuk mengatur bentuk dan ukuran lidah
pada saat berbicara dan menelan makanan.
Gigi : Terdapat 4 jenis gigi, yaitu gigi seri/incisors, gigi taring/canines, dan gigi
geraham premolar dan molar. Gigi geraham memiliki permukaan buccal yang
bersinggungan dengan pipi, sementara gigi seri dan gigi taring memiliki permukaan
labial yang bersinggungan dengan bibir. Semua gigi memiliki permukaan lingual yang
bersinggungan dengan lidah.

2. LARING
Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran
pernafasan (tractus respiratorius). Laring membentang dr laryngoesophageal junction
dan menghubungkan faring (pharynx) dg trachea. Laring terletak setinggi Vertebrae
Cervical IV-VI. Makanan tertelan lewat dari mulut ke dalam orofaring dan
laringofaring. Kontraksi otot pada area ini membantu mendorong makanan ke
kerongkongan dan kemudian ke lambung.

3. FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebrae servikal ke-6. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari
dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas :

A. Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah


adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.

Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat


dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada
dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut osa Rosenmuller,
kantong Ratkhe, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago
tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring,
n.vagus dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna. Bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.
B. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum


mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, ke
belakang adalah vertebra servikal.

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior


faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,
tonsil lingual dan foramen sekum.

Dinding posterior faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada
radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-
otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan
otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arcus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut
kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra
tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang
merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya
bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.

Tonsil

Tonsil adalah massa yang tediri dari jaringan limfoid dan di tunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringal (ademoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua.
Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil
bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel
yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang
juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil
melekat pada fasia faring yang sering disebut juga kapsul tonsil. Kapsul ini tidak
melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.

Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens,


cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat
ini kadang –kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik
merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual atau kista duktus
tiroglosus.

C. Laringofaring (Hipofaring)

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas


anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior adalah
vertebra servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada
pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan
laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bagian dasar lidah
valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan lateral pada tiap sisi. Valekula disebut
juga kantung pil.

Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk


omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-
kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya
sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke
sinus piriformis dan ke esophagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap
sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia
lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskop langsung .

Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi , tergantung pada letaknya. Pada


nasofaringkarena fungsinya untuk saluran respirasi maka mukosanya bersilia, sedang
epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu
orofaring dan laringofaring karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng
berlapis dan tidak bersilia.

Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak
dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh
karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

Palut Lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak
sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap
partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung
enzym lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang


(longitudial). Otot- otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media
dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah
depan, otot-otot ini bertemu pada jaringan ikat yang disebut afe faring. Kerja otot
konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus
(n.X).

Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-


otot ini di sebelah dalam. M. Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik
laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan
bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja
kedua otot itu penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX
sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.

Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu
sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini,
m.palatoglosus, m.palatofaring, dan m.azigos uvula.

M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya
untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.

M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.

M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan


ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.palatofaring membentuk arkus posterior
faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.azigos uvula merupakan otot yang kecil,
kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
Perdarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak


beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens
dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.

Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari
n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaring yang dipersarafi oleh cabang n.glosofaring.

Kelenjar getah bening

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
Ruang faringal

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring uang secara klinik mempunyai
arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

1. Ruang retrofaring (retropharyngeal space)


Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat
jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas
sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis
tengah mengikatnya pada vertebra.
Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Abses
retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di
ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa
itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di dalam
ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan banyak menghilang
pada pertumbuhan anak .

2. Ruang parafaring (Fosa Faringomaksila/ Pharyngo-maxi-llary fossa)


Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar
tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid.
Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya
adalah ramus asenden mandibula yang melekat dengan m.pterigoid interna dan
bagian posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid
dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang
lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang
meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna,
v.jugularis interna, n.vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut
selubung karotis. Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan
fasia yang tipis.
Fungsi Faring

Ialah untuk respirasi, pada waktu menelan , resonansi suara dan untuk artikulasi.

 Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan , yaitu fase oral, fase faringal dan fase
esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini
disengaja. Fase faringal yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak disengaja. Fase esofagal disini gerakannya tidak disengaja,
yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju
lambung.

 Fungsi faring dalam proses berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-
mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatini
bersama-sama m.konstriktor faring superior.

Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum


mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oleh tonjolan Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2
macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.
4. ESOFAGUS
Esofagus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
faring dengan lambung. Esofagus merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki
panjang kurang lebih 25 cm, berawal dari laring di vertebra servikal 6 dan berada
posterior dari trakea. Esofagus berawal dari inferior laringofaring dan melalui
mediastinum anterior ke kolumna vertebralis menembus diafragma dan membuat suatu
lubang bernama esophageal hiatus, dan berakhir di gaster bagian superior. Terkadang
terdapat bagian gaster yang menonjol ke esophageal hiatus yang disebut hiatus hernia.
Daerah konstriksi esophagus:
a. Trachea & n.laryngeus, 15 cm dari incisivus
b. Arcus aorta, 22 cm dari incisivus
c. Bronchus kiri, 27 cm dari incisivus
d. Diaphragma hiatus esophagus, 37 cm dari incisivus

Selama tahap faringeal dari proses menelan, lidah terangkat sampai ke palatum,
nasofaring tertutup dan laring membuka, epiglotis menutup lring dan bolus melewati
esophagus. Selama tahap esophageal dari proses menelan, makanan bergerak melewati
esophagus masuk ke dalam lambung melalui gerak peristaltik.
Mukosa dari esophagus terdiri dari epitel gepeng berlapis tanpa keratin, lamina
propia (jaringan ikat areolar) dan otot polos. Pada bagian yang dekat dengan lambung,
mukosa esophagus juga terdiri atas kelenjar mukosa. Epitel gepeng berlapis tanpa
keratin ini berhubungan dengan bibir, mulut, lidah, orofaring, laringofaring dan
esophagus menghasilkan perlindungan atau proteksi melawan abrasi. Kelenjar
submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar pembuluh darah dan kelenjar mukosa.
Esophagus memiliki dua otot sfingter. Sfingter krikofaringeus membatasi
esophagus dan faring serta berfungsi untuk mencegah masuknya udara ke esophagus
sewaktu inspirasi. Sfingter esogafus bawah terdiri dari otot sirkular di bagian bawah
esophagus tepatnya 5 cm di atas perbatasan dengan lambung. Bagian sfingter
esophagus bawah (SEB) ini berfungsi untuk menghalangi refluks cairan lambung
masuk ke esophagus.

FISIOLOGI MENELAN

Menelan adalah proses memasukan makanan atau minuman yang ada di dalam rongga mulut
menuju tenggorokan. Pada proses ini terjadi aktifitas simultan antara lidah dan otot otot yang
membentuk atau melayani rongga mulut . Menelan merupakan aksi fisiologis kompleks ketika
makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Proses menelan dipersarafi oleh saraf V
(trigeminal), IX (glosopharing), X (vagus) dan XII (hipoglosal) .

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik


2. upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman kedalam nasofaring dan laring
5. Kerjasama yang baik dari otot-otot dirongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung
6. Usaha untuk membersihkan kembali esophagus

Proses menelan dimulut, faring, laring, dan esophagus secara keseluruhan akan terlibat
secara berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase : fase oral, fase
faringeal, dan fase esophageal.
A. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum
lidah, terletak ditengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah.
Kontraksi m. levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants’s
ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat keatas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. levator veli
palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium
tertutup, diikuti oleh kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik
ke rongga mulut.

B. Fase faringal
Fase faringal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh kontraksi
m.stilofaring, m. salfingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfringter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.
ariepiglotika dan m. arytenoid obliges. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian
aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat pernafasan, sehingga bolus makanan
tidak akan masuk kedalam saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kea
rah esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.
C. Fase Esofagal
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga
introitus esophagus terbuka, dan bolus makanan masuk kedalam esophagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfringter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi
tonus introitus esophagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke
faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan diesofagus bagian
atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase
faringal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong kedistal oleh gerakan peristaltic
esophagus.
Dalam keadaan istirahat sfringter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan didalam lambung, sehingga tidak akan
terjadi regurgitasi isi lambung.
Pada akhir fase esofagal sfringter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya
peristaltic esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal, selanjutnya setelah
bolus makanan lewat, maka sfringter ini akan menutup kembali.
PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

 Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung
akan berespons dan menyampaikan perintah.
 Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi)
pada trunkus solitarius di bagian dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses
menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke
motor neuron otot yang berhubungan dgn proses menelan.
 Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi

ketujuh. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2016.

2. Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997

3. F.Paulsen & J.Waschke . 2012 . Atlas Anatomi Manusia “Sobotta” , Edisi 23 Jilid 3.

Jakarta . Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Mangunkusumo E,Soetjipto D, Dalam Soepardi EA , Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti

RD . Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher . Edisi

ke-7 . Jakarta : FK UI 2016 .

Anda mungkin juga menyukai