Anda di halaman 1dari 4

Emulsi :

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya minyak dan air yang stabilitasnya dapat dipertahankan
dengan emulgator atau zat pengelmusi. Emulsi yang mempunyai fase dalam
minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi
tanda sebagai emulsi “M/A”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air
dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan diberi tanda
sebagai emulsi “A/M”.
Tujuan Emulsi :
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan para ahli farmasi dapat
membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuaran dua cairan yang
tidak dapat saling bercampur.
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak-dalam-air
memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tsb memiliki rasa enak
dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya,
sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang
diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar
mudah diabsorbsi, lebih efektif kerjanya, seperti meningkatkan efikasi minyak
mineral sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi.
Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar biasadibuat dalam bentuk M/A
atau A/M, tergantung pada faktor-faktor, seperti sifat zat terapeutik yang akan
dimasukkan dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolien atau
pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan keadaan permukaan kulit.
Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat dipakai lebih merata
karena kulit dilapisi oleh lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Emulsi A/M lebih lembut di
kulit, karena mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena
air. Sebaliknya bila diinginkan preparat yang mudah hilang bila terkena air,
dapat digunakan emulsi M/A.
Teori Emulsi :
1. Teori tegangan permukaan
Suatu molekul memiliki tegangan yang berbeda. Tegangan yang terjadi pada
permukaan disebut tegangan permukaan. Dan tegangan yang terjadi antara dua
zat yang tidak bercampur disebut tegangan bidang atas. Semakin tinggi
tegangan yang dmiliki, semakin sulit untuk bercampur. Tegangan yang terjadi
pada air dapat bertambah bila diberi garam-garam an-organik dan larutan-
larutan elektrolit. Namun, tegangan ini dapat dikurangi bila ditambahkan
senyawa-senyawa an-organik tertentu, seperti sabun (sapo, prosesnya disebut
saponifikasi).
Penambahan emulgator, dapat menghilangkan tegangan yang terjai pada
masing-masing molekul, sehingga dua zat yang tidak dapat bercampur
menjadi tercampur.

2. Teori Oriented Wedge


Dalam suatu sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur,
zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat kuat dalam
fase tersebut dibandingkan dengan fase lainnya. Karena umumnya, emulgator
memiliki suatu bagian hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air, tapi
biasanya lipofilik atau suka minyak) molekul-molekul tersebut akan
mengarahkan dirinya ke masing-masing fase. Dengan demikian emulgator
seolah menjadi tali pengikat antar molekul,sehingga terjadi suatu
kesetimbangan.

3. Teori Interparsial Film


Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan film yang akan membungkus partikel dispersi. Dengan terbungkusnya
partikel tersebut, maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
terhalang. Dengan kata lain fase dispers stabil.
Syarat emulgatornya : Dapat membentuk lapisan film kuat tapi lunak,
jumlahnya cukup untuk menutup permukaan fase dispers, dapat membentuk
lapisan film dengan cepat, menutup permukaan partikel dengan segera.

4. Teori Electric double Layer (Lapisan Listrik Rangkap)


Jika minyak terdispersi dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. “seolah-olah
tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling
berlawanan”. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak
yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena
susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai susunan
yang sama . Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak menolak.
Biasanya dalam suatu sistem emulsi tertentu lebih dari satu teori emulsifiaksi
diterapkan dan berperan dalam menjelaskan pembentukan dan stabilitas emulsi
tersebut. Misalnya, tegangan antar muka berperan dalam pembentukan awal
emulsi, tetapi pembentukan suatu baji pelindung dari molekul-molekul atau
film dari zat pengemulsi penting untuk stabilitas emulsi selanjutnya.
Bahan Pengemulsi (emulgator) :
1. Emulgator Alam
a. Dari tumbuhan : Gom arab, Tragacant, Agar-agar, Chondrus, emulgator lain –
pektin, metilselulose.
b. Dari hewan : Kuning telur, adeps lanae.
c. Dari tanah mineral : Magnesium aluminium silikat, Bentonit.
2. Emulgator Buatan.
a. Sabun.
b. Tween 20, 40, 60, 80
c. Span 20, 40, 80
Cara Pembuatan Emulsi :
1. Metode Gom Kering (kontinental) :
Gom + Minyak, kemudian + Air sehingga terbentuk corpus emulsi. Baru
diencerkan dengan sisa air yang tersedia.
2. Metode Gom Basah (Inggris) :
Zat pengemulsi + air sehingga terbentuk mucilago, kemudian pelan-pelan
minyak ditambahkan untuk membentuk emulsi setelah itu baru diencerkan
dengan sisa air.
Alat yang Digunakan dalam Pembuatan Emulsi :
Mortir & stamper, botol, mixer – blender, homogeniser, colloid mill.
KETIDAK STABILAN EMULSI
1. Creaming : emulsi terpisah menjadi 2 bagian, di mana salah satu mengandung
fase dispersi lebih banyak daripada lapisan lain. Sifatnya reversible, dengan
penggojokan perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Cracking / Breaking : pecahnya emulsi karena film yang melapisi partikel rusak
dan butir minyak menyatu kembali. Sifatnya irreversible, hal ini terjadi karena :
• Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
CaO/CaCl2 exicatus.
• Peristiwa fisika : pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.
3. Inversi : perubahan tipe emulsi A/M menjadi M/A atau sebaliknya.
Daftar Pustaka :
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Gajah Mada University Press:Yogyakarta
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerbit Universitas
Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai