Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
EFUSI PLEURA
Disusun oleh
Grasia Angger Ayu Wilujeng (1810029030)
M. Yusuf Aditya P (13100152)
Pembimbing
dr. William, Sp. A
1
LEMBAR PERSETUJUAN
TUTORIAL KLINIK
EFUSI PLEURA
Oleh :
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Refleksi Kasus mengenai“Efusi Pleura” Tutorial Klinik
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan refleksi kasus ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Samarinda.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
3. dr. Ahmad Wisnu Wardhana, M.Se., Sp. A, sebagai Kepala Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. William S Tjeng, Sp.A, selaku dosen pembimbing tutorial klinik.
5. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Kesehatan Anak angkatan 2018/2019
yang telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam refleksi kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata,
semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
3
Penulis
DAFTAR ISI
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter
muda mengenai “Demam Tifoid”, serta sebagai salah satu syarat mengikuti ujian
stase Ilmu Kesehatan Anak.
5
BAB 2
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Identitas pasien
Nama : An. ANSNS
Usia : 11 Tahun 11 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 37 Kg
Tinggi Badan : 142 centimeter
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gatot Subroto Samarinda
6
3.2 Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 30 Juli 2019, di ruang Melati.
Alloanamnesa oleh pasien dan ibu kandung pasien.
8
3.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 30 Juli 2019
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 37 Kg
Panjang Badan : 142 cm
Tanda Vital : Tekanan Darah 100/80 mmHg
Nadi 110 x/menit
Pernafasan 30 x/menit
Temperatur axila 36,6o C
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam, tidak mudah di cabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), edema palpebra (-/-)
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-), mimisan (-),
bekuan darah (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak kering, sianosis (-), perdarahan pada
gusi (-), faring hiperemis (-), stomatitis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-) nyeri tekan (-)
Thorax
Paru: Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi
supra sternum (-), retraksi supraclavicula (-),
Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, Stridor (-), Ronki (-/-
), wheezing (-/-)
Jantung: Inspeksi :Ictus cordis tampak pada ICS 5 midclavicularis
sinistra
Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS 5 midclavicularis
sinistra
Perkusi : Normal pada batas jantung
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler kesan normal,murmur (-
),gallop (-)
9
Abdomen
Inspeksi : flat, sikatriks (-) striae (-) hernia umbilikalis (-) scar (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan 4 kuadran abdomen (+), organomegali (-),
turgor kulit normal
Perkusi : Timpani, acites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-), rumple leed (+),
petekie (-)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-), petekie (-)
Penatalaksanaan
- Sucralfat 3x 10cc
10
- IVFD RL 1800cc/24jam
Lembar Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
27-Juli-2019 S: Sesak nafas (+) Nyeri dada A : Demam Tyfoid +
(Hari perawatan (+)
Efusi Pleura bilateral
ke 6) TD : 110/80 mmHg
N:120 x/menit, reguler,kuat minimal
angkat
P:
RR:31 x/Menit,
T:36,6 0C, - Inj. Ceftriaxone
K/L An (-/-) ik (-/-)
2x1gr
pembesaran KGB (-)
Tho Whz (-/-), rho (-/-), stridor - Sucralfat 3x 10cc
(-) S1 S2 tunggal reguler.
Abd BU (+) N, nyeri abdomen - IVFD RL
(+) 1800cc/24jam
Ext akral hangat, CRT < 2
detik, petekie (-), rumple leed
(+)
11
29-Juli-2019 S: sesak (-) nyeri dada (-) A : Demam typhoid efusi
(perawatan H ke TD : 100/60 mmHg pleura bilateral
8) N:110 x/menit, reguler,kuat P:
angkat - Raber Pulmologi
RR:30 x/Menit, - Gentamysin2x60mg
T:37 0C, - Foto Thorax LLD
K/L An (-/-) ik (-/-) - Observasi vital sign
pembesaran KGB (-)
Tho Whz (-/-), rho (-/-), stridor
(-) S1 S2 tunggal reguler.
Abd BU (+) N, nyeri abdomen
(+), hepatomegali (-)
Ext akral hangat, CRT < 2
detik, petekie (-).
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Rongga pleura adalah ruangan di antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Pada orang normal mengandung 7-14 ml cairan yang bekerja sebagai pelumas antara
kedua permukaan pleura. Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam
rongga pleura. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara
konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Cairan pleura berasal
dari kapiler (terutama pleura parietalis), limfatik, pembuluh darah intratoraks, ruangan
interstisial paru, dan rongga peritoneum. Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran
limfatik pleura parietalis yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2
ml/kg/jam.8
13
3.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.
Sementara pada populasi umum secara internasional,diperkirakan tiap 1 juta orang,
3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagaljantungkongestif,sirosishati,keganasan, dan pneumonia bakteri,
sementara di negaranegara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.9 Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang
41% dan tuberkulosis untuk 33% dari 100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%)
memiliki koeksistensi tuberkulosis dan keganasan yang dianalisis dengan kelompok
ganas. Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantung
kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid atritis 2%,
erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%, etiologi
tidak diketahui 8%.10
Distribusi penyakit penyebab efusi pleura tergantung pada studi populasi.
Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit Persahabatan, dari 229 kasus efusi
pleura pada bulan Juli 1994-Juni 1997, keganasan merupakan penyebab utama diikuti
oleh tuberkulosis, empiema toraks dan 5 kelainan ekstra pulmoner. Penyakit jantung
kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif
sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi
eksudatif.3,5
14
3.4 Etiologi
Etiologi dari efusi pleura diantaranya adalah:11
1. Efusi pleura transudat
a. Gagal jantung
b. Sirosis hepatis
c. Embolisasi paru
d. Sindroma nefrotik
e. Dialisis peritoneal
f. Ostruksi vena cava superior
2. Efusi pleura eksudat
a. Pneumonia bakterialis
b. TB
c. Karsinoma
d. Infark paru
e. Pleuritis
f. SLE (Systematic Lupus Eritematous)
3.5 Klasifikasi
Dua klasifikasi utama efusi pleura adalah:
a. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler,
obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau pendarahan.12Efusi digolongkan sebagai
eksudat jika memenuhi satu atau lebih kriteria Light, seperti rasio protein cairan
pleura terhadap protein serum >0,5; rasio lactat dehidrogenase (LDH) cairan
pleura terhadap LDH serum >0,6; dan level LDH cairan pleura lebih besar dari
2/3 batas atas level normal LDH serum. Sensitivitas kriteria Light dalam
mengidentifikasi eksudatif hampir 100%.13Cairan pleura eksudat apabila tes
rivalta positif, berat jenis >1,016, kadar protein >3 gr/dl, LDH > 200 IU, leukosit
> 1000/mm3.12
b. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura.12 Efusi pleura transudatif
berkaitan dengan gagal ventrikel kiri sering bilateral; jika unilateral efusi sisi
kanan lebih sering daripada efusi sisi kiri. Torakosintesis tidak harus dilakukan
15
untuk memastikan sifat transudasi dari efusi pleura jika terdapat gagal jantung
kongestif; namun jika efusi tidak sebanding dengan ukurannya, jika penderita
demam atau jika ada nyeri dada pleuritik, torakosintesis sangat dianjurkan.11
3.6 Patogenesis
Efusi pleura sering kali mencerminkan penyakit di tempat lain yang menyebar
ke rongga pleura dengan proses infeksi, inflamasi, metastasis atau edema. Cairan
masuk atau keluar dari rongga pleura terjadi karena perbedaan tekanan yang timbul
akibat gerakan pernapasan dan aliran darah. Namun, banyaknya proses seluler yang
aktif menyebabkan cairan masuk ke rongga pleura secara berlebihan. Penyebabnya
dapat secara genetik, lingkungan daninfeksi yang menyebar ke pleura. Cairan pleura
memiliki konsentrasi protein yang lebih rendah dari paru-paru dan kelenjar getah
bening perifer. Cairan pleura dapat menumpuk karena hal-hal berikut:9,14,15
a. Peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi mikrovaskular. Studi mengatakan
bahwa peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler adalah pemicu penting
dalam terjadinya efusi pleura pada penderitagagaljantung.
b. Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular karena
hipoalbuminemia yang meningkatkan penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
c. Peningkatan tekanan negatif pada rongga pleura juga membuat meningkatnya
akumulasi cairan pada rongga pleura. Hal ini dapat terjadi pada ateletaksis
d. Peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal tersebut
mengakibatkan lebih banyak protein dan cairan yang masuk dalam rongga
pleura, contohnya pada pneumonia.
e. Gangguan drainase limfatik dari permukaan pleura karena penyumbatan
olehtumordanfibrosis.
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
dalam rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat dipertahankan
karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH20
dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis sebesar 10 cm H20. Namun pada keadaan
tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura
tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih daripada absorpsinya.
16
Fungsi dari cairan pleura sendiri adalah untuk melicinkan dan mengurangi gesekkan
antara pleura parietal dan viseral selama gerakan nafas terjadi (Halim, 2009).
Secara garis besar, akumulasi cairan pleura disebabkan oleh dua hal (Halim,
2009)::
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih. Hal ini dapat terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan dan neoplasma), tekanan
hidrostatik yang meningkat (gagal jantung kiri), tekanan negatif
intrapleura (atelaktasis)
17
18
Gambar 3.1 Mekanisme terjadinya efusi pleura (Halim, 2009)
19
3.7 Diagnosis
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa
cairan pleura.10
Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki keluhan berupa
sesak, batuk, nyeri dada yang bersifat tajam. Gejala yang paling sering timbul adalah
sesak, namun pada efusi ringan sesak bisa tidak terjadi. Mekanisme terjadinya batuk
masih belum jelas, diduga karena terjadinya stimulasi reseptor batuk di saluran napas.
Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri
tumpul. Riwayat gagal jantung, gagal ginjal, dan penyakit hati dapat mengarahkan
kepada efusi pleura yang bersifat transudat. Sedangkan riwayat kanker
dapatmengarah pada efusi akibat keganasan. Pembengkakan pada ekstermitas, atau
deep vein thrombosis menunjukkan efusi yang berhubungandenganembolismeparu.
Riwayat infeksi seperti pneumonia menunjukkan efusi parapneumonik.16
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fremitus taktil yang menurun
terutama pada daerah basal. Perkusi redup, kemudian suara nafas vesikular yang
menurun atau tidak ada sama sekali pada paru yang terdapat efusi. Suara pleural
friction rub mungkin juga terdengarselamaakhirinspirasi.Kelainan pada pemeriksaan
fisik timbul bila efusi pleura yang mencapai volume 300 ml.15,17
Pemeriksaan radiografi posteroanterior dan lateral menjadi standar pada
diagnosis radiologi paru. Pada posisi berdiri atau duduk tegak, cairan bebas pada
rongga pleura akan memenuhi lateral kubah diafragma yang menyebabkan gambaran
sudut kostofrenikus yang tumpul. Foto toraks dapat mendeteksi efusi pleura bila
terdapat minimal 50 ml cairan yang terlihat pada posisi lateral dan 200 ml cairan
akan terlihat pada posisi posteroanterior (PA). Gambaran perselubungan homogen
yang disertai dengan pendorongan trakea dan mediastinum ke arah kontralateral
merupakan gambaran khas efusi pleura masif. Ultrasonografi (USG) toraks lebih
sensitif daripada foto toraks karena mampu mendeteksi cairan dengan volume yang
lebih sedikit (5-50 ml). Pada kasus dengan jumlah cairan yang sedikit USG toraks
sangat membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus sebagai penanda lokasi.
Apabila tidak terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks.21
Torakosintesis dengan analisis cairan dapat mempersempit diagnosis
diferensial dari efusi. Setelah cairan disedot, langkah pertama dalam analisa cairan
20
pleura adalah pemeriksaan laboratorium klinik untuk membedakan transudat atau
eksudat dengan kriteria Light yang memiliki sensitivitas sebesar 90,1-100%dengan
spesifisitas 83,3-97,2%. Kemudian dapat dilanjutkan pada pemeriksaan kultur
mikrobiologi. Tetapi pada stadium lanjut yang perlu dilakukan adalah biopsi dan
aspirasi pleura untuk pemeriksaan patologi anatomi. Diagnosa efusi pleura ganas
adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura atau jaringan pleura18,19,20
3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.23
Torakosintesis dilakukan pada sela iga ke enam atau tujuh pada garis
midaksilaris atau aksilaris posterior. Chest tube (kateter) dimasukkan dengan teknik
tertentu ke dalam rongga pleura yang dihubungkan dengan sistem water sealed
drainage (WSD) dan negative continous suction dengan tekanan 15-20 mmH20.
Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena
terjadi peningkatan permeabiliti kapiler sehingga menyebabkan edema paru
reekspansi. Komplikasi lain adalah cedera paru, hematothoraks, pneumothoraks,
emfisema subkutis, refleks vasovagal, hipotensi, gagal jantung dan infeksi sekunder.23
Pleurodesis berasal dari kata Yunani yaitu pleura artinya selaput yang meliputi
dinding luar paru dan dinding dalam toraks dan desis artinya melekatkan. Pleurodesis
bertujuan untuk melekatkan pleura viseral dan pleura parietal sehingga mencegah
akumulasi baik udara pada pneumotoraks ataupun cairan pada efusi pleura di dalam
rongga pleura. Pleurodesis telah direkomendasikan oleh ATS dan BTS sebagai terapi
paliatif pada pasien efusi pleura ganas yang berulang, memiliki gejala sesak napas
21
dan prognosis lebih dari 1 bulan. Pleurodesis dilakukan bila paru telah mengembang
setelah dilakukan torakosintesis terapeutik dan keluhan berkurang, tidak terdapat
obstruksi bronkus dantrapped lung. Bronkoskopi sebaiknya dikerjakan sebelum
pleurodesis untuk mengetahui obstruksi endobronkial.24
Kriteria penilaian keberhasilan pleurodesis:25
1. Keberhasilan lengkap bila gejala membaik dalam jangka waktu yang lama dan
tidak ada reakumulasi cairan pada pemeriksaan foto toraks sampai pasien
meninggal dunia.
2. Keberhasilan sebagian bila gejala sesak timbul karena efusi pleura dan
reakumulasi cairan pleura ( < 50% pada pemeriksaan foto toraks)
Mekanisme pleurodesis didasarkan pada bahan kimiawi yang dimasukan ke
dalam ronggapleura akan mencederai lapisan sel mesotel sehingga menimbulkan
inflamasi. Penelitian Miller bertujuan untuk mengetahui kemokin yang terlibat dalam
pleuritis yang diinduksi oleh tetrasiklin. Penelitian menggunakan kelinci percobaan
yang disuntikan tetrasiklin ke dalam rongga pleura. Hasil penelitian menunjukan
tetrasiklin menyebabkan influks neutrofil ke dalam rongga pleura yang diikuti dengan
peningkatan jumlah makrofag dalam 48 jam pertama. Respons sel inflamasi berperan
penting dalam progresivitas fibrosis pleura. Kadar kemokin interleukin-8 (IL-8) yang
memiliki aktivitas kemotaksis neutrofil meningkat secara bermakna di cairan pleura.
Penurunan kadar IL-8 di rongga pleura kelinci percobaan pada hari ketiga
berhubungan dengan berkurangnya influks neutrofil sehingga diduga IL-8 berperan
pada proses pengaturan sel inflamasi lokal pada pleuritis.26
2. Povidon iodin
Povidon iodin adalah suatu iodofor yaitu kompleks iodium dengan polivinil
pirolidon. Obat ini digunakan sebagai antiseptik berspektrum luas yang digunakan
topikal dalam sediaan salep, larutan untuk luka, pencuci tangan dan obat kumur.
Povidon iodin juga efektif untuk pleurodesis tanpa efek samping yang serius. Povidon
iodin pertama kali dilaporkan sebagai bahan pleurodesis tahun 1991. Mekanisme
kerja povidon iodin sebagai bahan pleurodesis diduga berhubungan dengan pH cairan
yang rendah (pH 2,97) atau sifat sitotoksik dan antioksidan povidon iodin yang dapat
menginduksi respons inflamasi. Penelitian Baru di RS Persahabatan melakukan
pleurodesis pada 25 pasien efusi pleura ganas dengan povidon iodin mendapatkan
angka keberhasilan 68% dengan efek samping nyeri dada (24%), sesak napas (4%),
demam (12%) dan mual muntah (4%).28
3. Bleomisin
Bleomisin memiliki mekanisme yang sama dengan tetrasiklin walaupun 45%
pemberian bleomisin akan diserap secara sistemik. Tingkat keberhasilan pleurodesis
dengan bleomisin berkisar antara 58-85%. Efek samping pemberian bleomisin pada
umumnya demam, nyeri dada dan batuk. Dosis yang direkomendasikan 60 unit yang
dicampur dalam 50-100 ml larutan salin. Kendala pleurodesis dengan bleomisin ialah
harganya yang relatif mahal dan harus dikerjakan oleh petugas yang terlatih.
Penelitian yang membandingkan pleurodesis pada 36 pasien EPG dengan bleomisin
melalui instilasi intrapleura dengan menggunakan kateter toraks berukuran 10-14F
dengan pleurodesis melalui torakoskopi yang menggunakan talkum tabur
(talcpoudrage), pada hasil penelitian didapatkan angka rekurensi EPG pada kelompok
bleomisin 41% dan kelompok talkum tabur 13%.29
25
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pasien merupakan pasien rawat inap dengan diagnosa demam tyfoid.
Pada hari ke 4 di rawat di ruang melati, pasien mengeluhkan sesak nafas terutama saat
pasien berbaring. Sesak nafas dirasakan muncul tiba-tiba. Sebelum sesak nafas ibu
pasien mengatakan anaknya sempat batuk selama lebih kurang 3 hari setelah dirawat
inap. Ibu pasien mengatakan batuknya hilang timbul dan tidak terlalu mengganggu.
Pasien juga mengatakan selain sesak nafas juga mengeluhkan nyeri dada bersifat
tajam dan dada terasa berat. Saaat masuk ke IGD pasien datang dengan keluhan
demam selama 7 hari namun saat di ruang perawatan pasien sudah tidak mengalami
demam lagi. Pasien dan orang tua pasien menyangkal adanya batuk lama atau kontak
dengan penderita dalam pengobatan paru.
Teori Kasus
Pasien mengeluhkan
- Pada anamnesis, pasien dengan efusi
Sesak nafas
pleura biasanya memiliki keluhan
Nyeri dada
berupa sesak, batuk, nyeri dada yang
Batuk
bersifat tajam.
26
Suara pleural friction rub mungkin juga Tanda Vital
terdengarselamaakhirinspirasi.Kelainan pada TD : 100/60 mmHg :
pemeriksaan fisik timbul bila efusi pleura yang Nadi 101 x/menit
mencapai volume 300 ml Pernafasan 30 x/menit
Temp : 36,6o C
SpO2 98%
Thorax:
Inspeksi : Pergerakan
dinding dada simetris D =
S, retraksi supra sternum (-
), retraksi intercosta (-)
Palpasi : Pelebaran ICS (-),
fremitus raba D = S
Perkusi : Lapang paru sonor
Auskultasi : suara napas
vesikuler , Stridor (-),
Ronki (-/-), wheezing (-/-)
27
sedikit (5-50 ml). Pada kasus dengan jumlah
cairan yang sedikit USG toraks sangat
membantu untuk memastikan cairan dan
sekaligus sebagai penanda lokasi. Apabila tidak
terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan
CT-scan toraks.
4.5 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Penatalaksanaan efusi pleura dapat Pasien
dilakukan dengan cara pengobatan kausal, - Inj. Ceftriaxone 2x1gr
thorakosintesis, Water Sealed Drainage - Sucralfat 3x 10cc
(WSD), dan pleurodesis. Jika efusi pleura
- Gentamysin2x60mg
minimal maka dapat di reabsorbsi spontan
28
BAB 5
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30