Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit tersebut terutama menyerang anak-
anak dengan ciri-ciri: (1) demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari; (2) manifestasi perdarahan (petekie,
purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa,
perdarahan gusi, hematemesis, melena atau hematuria) termasuk uji torniquet
(rumple-leed positif); (3) trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000 ul); (4)
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%); disertai dengan atau tanpa
hepatomegali dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian. 1
Penyebab penyakit DBD adalah Arthropod borne virus, genus flavivirus,
dan terdiri dari 4 serotipe, yaitu serotipe 1, 2, 3, dan 4. Keempat serotipe virus ini
telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2,
Dengue-1, dan Dengue-4.2
Penularan penyakit ini umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di
kebun-kebun. Nyamuk penular Dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian > 1000 meter di atas
permukaan laut.2

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah


satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh
Kota/Kabupaten di Indonesia dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat
dari tahun ketahun serta sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan
tidak sedikit menyebabkan kematian. Pada tahun 1968 hingga saat ini terjadi
peningkatan kasus dan meluasnya penyebaran penyakit serta angka kematian

1
DBD yang masih relatif tinggi dan berpotensi terjadi KLB. Penyakit ini bersifat
musiman yaitu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular
(Aedes aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih.

Pada tahun 2018 jumlah kasus DBD Indonesia yang dilaporkan sebanyak
65.602 jumlah kasus (IR: 24,73/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian
sebanyak 462 (0,70%)3. Pada tahun 2017 di Provinsi Kalimantan Tengah
dilaporkan terdapat 897 kasus DBD, lebih sedikit bila dibandingkan dengan
jumlah kasus DBD pada tahun 2016 sebanyak 1762 kasus DBD, dengan jumlah
kematian sebanyak 18 orang lebih sedikit dibandingkan jumlah kematian pada
tahun 2016 yang berjumlah 24 orang. Insiden rate/angka kesakitan sebesar 34,3
per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian sebesar 2%. 4

Pada tahun 2018 jumlah kasus DBD di UPT Puskesmas Kayon sebanyak
144 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 2 orang. Dengan persentasi
peningkatan kasus sebanyak 192% yang merupakan angka tertinggi dari kejadian
DBD di UPT Puskesms Kayon.

Peran peran masyarakat dalam memberantas DBD sangat penting,


sehingga pemahaman tentang DBD dan cara pencegahannya sangat diperlukan.
Begitu juga dengan pengetahuan dan perilaku kesehatan masyarakat. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu ditingkatkan lagi upaya peningkatan pengetahuan dan cara
pencegahan bagi masyarakat serta petugas Kesehatan Masyarakat mengenai DBD
dengan cara meningkatkan penyuluhan-penyuluhan dan memperkenalkan metode
Lavitrap ( perangkap jentik ).

1.2 Permasalahan
Berdasarkan laporan evaluasi kinerja Puskesmas Kayon tahun 2018, hasil
evaluasi program”DBD” sebanyak 144 kasus dengan persentasi peningkatan
kasus sebanyak 192%. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan angka
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon tahun 2018 untuk.
Keberhasilan program DBD dapat menurunkan angka kejadian kasus
DBD. Namun, terjadinya kasus DBD dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain, tempat penampungan air, ketersediaan tutup penampung air, frekuensi

2
pengurasan tempat penampungan air, kepadatan rumah, umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan kebiasaan menggantung pakaian.5
Rekomendasi dari beberapa penelitian menyatakan bahwa strategi
pengendalian vector harus diintegasikan dengan peran serta masyarakat yang kuat
dan kerja sama lintas sector . pengetahuan yang memadai mengenai DBD dan
metode untuk mencegahnya harus dapat di mengerti oleh masyarakat sebelum
mereka mau berpartisipasi aktif.5
Secara garis besar, kejadian DBD dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti tingkat pengetahuan, kebiasaan masyarakat dan lingkungan. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian DBD yang tinggi di
wilayah kerja di puskesmas Kayon, maka dilakukan mini-survey di puskesmas
kayon. Mini-survey yang diberikan kepada pasien yang datang berkunjung.
Pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari 36 pertanyaan untuk menilai tingkat
pengetahuan masyarakat (16 pertanyaan), sikap masyarakat (10 pertanyaan) dan
praktik (10 pertanyaan). Hasil mini-survey akan dijabarkan seperti berikut ini.
1. Karakteristik responden
Puskesmas Kayon dipilih sebagai lokasi mengambil mini survey dan intervensi.
Responden dalam mini survey ini berjumlah 22 orang. Teknik pengambilan
sampel pada mini-survey ini menggunakan Purposive Sampling.

2. Hasil kuesioner
Berdasarkan mini survey yang dilakukan pada 22 orang, ditemukan data
sebagai berikut.
Tabel 1.1 Hasil mini survey tentang DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon

No. Survei Hasil Mini-survey


1. Pengetahuan tentang Sedang (55,55%) Rendah (44,44%)
DBD
2. Sikap Positif (88,1%) Negatif (11,1%)
3. Praktik Baik (88,1%) Kurang (11,1%)

Berdasarkan hasil survey mini diatas, terdapat masalah yang utama yang
muncul, yaitu tingkat pengetahuan masyarakat terhadap DBD masih kurang.

3
1.3 Alternatif Pemecahan Masalah
Berikut alternative pemecahan masalah yang dapat dilakukan yaitu :
1. penyuluhan mengenai DBD secara umum dan cara pencegahannya serta
pebuatan Lavitrap (perangkap jentik), yang diharapkan dapat menurunkan
angka kejadian DBD di wilayah UPT Puskesmas Kayon.
2. Pembuatan dan pembagian Leaflet mengenai DBD dan cara pembuatan
Lavitrap.
3. Memperagakan secara langsung cara membuat lavitrap agar dapat
digunakan sebagai salah satu metode untuk menurunkan angka terjadinya
DBD di wilayah UPT Puskesmas Kayon.

Tabel 1.2 Alternatif pemecahan masalah

Masalah Pemecahan Masalah


Kurangnya pengetahuan mengenai 1. penyuluhan mengenai DBD
DBD dan cara pencegahanya. secara umum dan cara
pencegahannya serta pebuatan
Lavitrap (perangkap jentik),
yang diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian
DBD di wilayah UPT Puskesmas
Kayon.
2. Pembuatan dan pembagian
Leaflet mengenai DBD dan cara
pembuatan Lavitrap.
3. Memperagakan secara
langsung cara membuat
lavitrap agar dapat digunakan
sebagai salah satu metode
untuk menurunkan angka
terjadinya DBD di wilayah UPT
Puskesmas Kayon.

4
1.4 Prioritas Pemecahan Masalah
Penentuan prioritas pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting
setelah masalah-masalah kesehatan teridentifikasi. Metode yang dapat dilakukan
dalam penentuan prioritas pemecahan masalah dibedakan atas dua, yaitu secara
scoring dan non-scoring. Kedua metode tersebut pelaksanaanya berbeda-beda dan
pemilihannya berdasarkan data yang tersedia.
Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan masalah menggunakan teknik
scoring, yaitu dengan metode CARL (Capability, Accesability, Readness,
Leverage). Pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score untuk
berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Metode CARL merupakan
metode terbaik yang dipilih karena pada metode ini biaya (cost) tidak terlalu
diperhitungkan dan data yang digunakan bersifat kualitatif. Setelah didapatkan
daftar masalah dan alternatifnya, maka ditentukan prioritas untuk pemecahan
masalah berdasarkan prioritas.
Metode CARL (Capability, Accesability, Readness, Leverage) dengan
menggunakan skor nilai 1 – 5. Kriteria CARL tersebut mempunyai arti sebagai
berikut.
a. Kemampuan(Capability)
Capability adalah ketersediaan sumber daya dana dan sarana/peralatan yang
diberi skor 1-5 yaitu:
1. Sama sekali tidak tersedia
2. Tersedia dan terbatas
3. Tersedia namun kurang
4. Tersedia dan cukup
5. Tersedia dan melimpah
b. Kemudahan(Accessibility)
Accessibility adalah ukuran mudah atau tidaknya masalah diatasi didasarkan
pada ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang pelaksanaan seperti
peraturan, diberi skor 1-5yaitu:
1. Tidak mungkindiselesaikan
2. Mungkin tapi sangatsulit

5
3. Mungkin tapisulit
4. Mudah
5. Sangatmudah
c. Kesiapan(Readness)
Readness adalah kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran
seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi, yang diberi skor 1-5 yaitu:
1. Tidak siap dalam 10 tahun ke depan
2. Tidak siap dalam 5 tahun ke depan
3. Siap dalam 1 tahun ke depan
4. Siap dalam 1-3 bulan ke depan
5. Siap, hanya perlu dimotivasi
d. Daya Ungkit (Leverage)
Leverage adalah seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain
dalam pemecahan masalah, yang diberi skor 1-5yaitu:
1. Tidak bermakna dalam 1 tahun kedepan
2. Tidak bermakna dalam 6 bulan kedepan
3. Bermakna dalam 3 bulan kedepan
4. Bermakna bulan depan
5. Sangat bermakna dan merubahsegalanya

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat ditentukan prioritas pemecahan


masalah. Metode CARL digunakan apabila pelaksana program masih mempunyai
keterbatasan (belum siap) dalam menyelesaikan masalah. Penggunaan metode ini
menekankan pada kemampuan pelaksanaprogram.
a. Kelebihan pengunaan metode CARL
Dengan masalah yang relatif banyak, bisa ditentukan peringkat atas masing-
masing masalah sehingga bisa diperoleh prioritas masalahnya.
b. Kekurangan penggunaan metode CARL
1. Penentuan skor sangat subyektif sehingga sulit untukdistandarisasi.
2. Penilaian atas masing-masing kriteria terhadap masalah yang diskor perlu
kesepakatan agar diperoleh hasil yang maksimal dalam penentuan
peringkat(prioritas).

6
Obyektifitas hasil prioritas pemecahan masalah kurang bisa
dipertanggungjawabkan karena penentuan skor atas kriteria yang ada
bersifatsubyektif.

Tabel 1.3. Prioritas Pemecahan Masalah

No Pemecahan Masalah C A R L Nilai Prioritas


Penyuluhan pentingnya
1 pencegahan DBD dan 4 5 5 4 400 1
pembuatan perangkap nyamuk
Lavitrap
Sosialisasi yang intens melalui
2 Media cetak dan elektronik 1 4 4 4 64 4
Membentuk kader khusus yang
diberi pelatihan tentang
3 pencegahan DBD dan 2 3 4 4 96 2
pembuatan perangkap nyamuk
sehingga nanti dapat aktif
memberikan sosialisasi dan
penyuluhan tentang pencegahan
DBD kepada masyarakat
4 Mengadakan pertemuan lintas 2 3 4 3 72 3
sektor dengan mengundang
tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan pejabat pemerintahan di
wilayah puskesmas kayon untuk
sosialisasi pencegahan DBD dan
pembuatan perangkap nyamuk
Lavitrap

7
BAB II
TARGET LUARAN DAN TUJUAN

2.1. Target Luaran


Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun maka target luaran yang
diharapkan dalam pelaksanaan penyuluhan tentang pencegahan angka kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1. Target dan Luaran Kegiatan

TARGET LUARAN
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya angka kejadian DBD tahun 2018 di Menurunkan angka
wilayah kerja puskesmas Kayon kejadian Demam
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat berdarah Dengue (DBD)
tentang pencegahan DBD di wilayah kerja
3. Memberi penjelasan tentang pembuatan puskesmas Kayon
Lavitrap

2.2. Tujuan Kegiatan


2.2.1 Tujuan Umum
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui pembuatan perangkap
nyamuk Lavitrap.

2.2.2 Tujuan Khusus


a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD di
wilayah kerja Puskesmas Kayon.
b. Memberi penjelasan tentang pembuatan perangkap nyamuk Lavitrap
sebagai pencegahan terjadinya DBD.

8
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Model Pendekatan


Pada pelaksanaan kegiatan Praktik Belajar Lapangan (PBL) ini digunakan
metode pendekatan kelompok dengan metode penyuluhan dan diskusi kelompok
sehingga dapat mendorong peningkatan pengetahuan yang akhirnya dapat
merubah perilaku.
Metode ini merupakan salah satu cara promosi kesehatan dengan cara
menerangkan materi yang disampaikan secara lisan, juga membagikan pamflet
berisi materi penyuluhan untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
sehingga lebih mudah dipahami setiap individu. Kegiatan ini juga disertai tanya
jawab dan diskusi kepada kelompok pendengar. Keberhasilan metode ini terletak
pada kemampuan pemateri dalam menguasai materi yang akan disampaikan.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan peningkatan
pengetahuan masyarakat adalah pemilihan metode yang tepat.
Selain itu, dilaksanakan pretest terlebih dahulu dan posttest untuk
mengetahui keberhasilan dari PBL yang telah dilaksanakan dengan terjadinya
peningkatan nilai pretest lebih dari nilai post test.

3.2. Sasaran
Sasaran primer pada kegiatan penyuluhan ini adalah masyarakat yang
berada diwilayah kerja Puskesmas Kayon. Sasaran sekunder adalah individu atau
kelompok yang memiliki pengaruh bagi sasaran primer. Sasaran sekunder pada
kegiatan ini yaitu pegawai di Puskesmas Kayon

3.3. Waktu dan Tempat Kegiatan


Dalam kegiatan penyuluhan, waktu dan tempat yang dipilih harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi sasaran. Waktu dan tempat pelaksanaan
penyuluhan diharapkan tidak mengganggu dan merugikan sasaran. Dalam
kegiatan penyuluhan ini yang menjadi sasaran adalah masyarakat yang berobat di
wilayah kerja Puskesmas Kayon, kegiatan penyuluhan dilaksanakan di Puskesmas
Kayon pada hari Senin, 2 Desember 2019, pukul 08.00 – selesai.

9
3.4. Strategi/Metode Kegiatan
Dalam kegiatan ini dilakukan penyuluhan secara lisan dengan menggunakan
media berupa pamflet yang diikuti dengan diskusi / tanya jawab. Adapun rencana
tindakan pemecahan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning)
1. Tujuan : memberikan penyuluhan tentang DBD dan pencegahan DBD serta
cara pembuatan lavitrap.
2. Tingkat keberhasilan : terdapat peningkatan pengetahuan yang dapat dilihat
dari nilai pretest dan posttest peserta yang ikut berpartisipasi.
3. Pembentukkan panitia yang terdiri dari Dokter Pembimbing dan Dokter
Muda Puskesmas Kayon, Palangkaraya.
4. Menentukan sasaran kegiatan: warga di sekitar wilayah kerja Puskesmas
Kayon.
5. Metode penyampaian: Penyuluhan dan diskusi kelompok
6. Menyusun materi, yaitu:
- Informasi umum mengenai DBD.
- Menjelaskan pencegahan DBD
- Menjelaskan tentang cara pembuatan Lavitrap
7. Menyusun jadwal dan menentukan tempat kegiatan : Senin, 2 Desember
2019 pukul 08.00-selesai di Puskesmas Kayon (mengikuti jadwal pelayanan
Puskesmas Kayon)
8. Menentukan pemberi penyuluhan: Dokter Muda.
9. Menentukan perangkat atau alat bantu yang diperlukan: Lembar pretest,
lembar postest, bolpoint, pamflet, speaker, LCD, proyektor dan
mikrofon
10. Menentukan sumber pendanaan: Dana pribadi
11. Menyusun rundown acara

10
Tabel 3.1 Daftar susunan acara (rundown)

No Jam Kegiatan Kegiatan


1. 08.30-08.35 Pembukaan
2. 08-35-08.45 Pretest
3. 08.45-09.15 Penyampaian materi
4. 09.15-09.30 Diskusi dan tanya jawab
5. 09.30-09.40 Posttest
6. Penutupan

b. Pengorganisasian (Organizing)
dr. Hendy Fahlevi Diputra
(Kepala Puskesmas Kayon)

dr. Elsa Marliska Noor Izzati Rosana

Dokter Pembimbing (Pengelola Kesling DBD)

Farin Limanda
Mulia,S.Ked

(Ketua Pelaksana)

Titania Rampai, S.Ked Mochamad Ditya Pratama, S.Ked

Widya Loviana, S.Ked (Seksi Konsumsi dan Seksi


Dokumentasi)
(Seksi Acara dan Seksi
Perlengkapan)

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Penyuluhan

11
Persiapan sebelum kegiatan dibantu oleh Kepala Puskesmas Kayon, dokter
pembimbing puskesmas, dan kepala program Kesling. Ketua pelaksana
mempunyai tugas bertanggung jawab terhadap kegiatan dari sebelum kegiatan
dilaksanakan, proses hingga terlaksananya kegiatan. Tugas dari seksi acara adalah
memastikan jadwal dari kegiatan efektif dan efisien, bertanggung jawab dalam
perencanaan dan pemberian materi, dan pembuatan soal pretest dan posttest. Seksi
perlengkapan memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelengkapan peralatan
yang diperlukan dalam kegiatan ini, pamflet, dan pengeras suara. Seksi konsumsi
dan dokumentasi bertanggung jawab dalam pembagian konsumsi kepada peserta
dan penyelenggara kegiatan memastikan konsumsi tercukupi, seksi ini juga
bertugas dalam dokumentasi mengambil foto selama kegiatan berlangsung.
Semua dokumentasi akan dilampirkan oleh seksi ini untuk laporan kegiatan PBL.

c. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksaan kegiatan ini diselenggarakan selama 1 hari yang dibagi dalam 4
sesi. Sesi pertama yaitu pengisian kuesioner dan pretest sebelum pembagian
materi. Sesi kedua yaitu presentasi informasi umum mengenai DBD, pencegahan
DBD dan pembuatan Lavitrap. Sesi ketiga dilanjutkan dengan diskusi dan tanya
jawab. Sesi terakhir yaitu pengisian posttest oleh peserta.

d. Evaluasi (Controlling)
1. Jangka Pendek
Diperoleh peningkatan pengetahuan ibu mengenai bahaya dan pencegahan
DBD yang ditandai dengan 100% peserta mengalami perbaikan nilai
setelah penyuluhan materi.
2. Jangka Menengah
Terjadi penurunan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Kayon.
3. Jangka Panjang
Penurunan kasus Penyakit demam Demam Berdarah Dengue (DBD).

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Pelaksanaan Kegiatan


Manajemen Kegiatan ’’Penyuluhan Tentang Pencegahan DBD dan
Pembuatan Lavitrap Untuk Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Sebagai
Upaya Menurunkan Angka Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon
Tahun 2019” ini terdiri atas :

a. Perencanaan
Tahap perencanaan prosesnya terdiri dari pengumpulan data, permohonan izin
kepala Puskesmas, survei pendahuluan dengan kuesioner, penentuan cara
intervensi, penentuan tempat dan waktu pelaksanaan, serta persiapan alat dan
bahan penyuluhan kegiatan.

b. Pengorganisasian
Kerjasama dengan pemegang program Pemberantasan Penyakit Menular
(P2M) cukup kooperatif, sehingga permasalahan dapat teridentifikasi dengan baik
melalui data yang diberikan. Kerjasama yang baik juga terjalin antara kepala
Puskesmas, dokter pembimbing Puskesmas dengan pemegang program
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Puskesmas Kayon yang sangat
mendukung kegiatan penyuluhan ini. Kendala dalam pengorganisasian yang
awalnya dihadapi adalah mengatur jadwal pendamping kegiatan pelaksanaan
program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Puskesmas Kayon karena
padatnya jadwal pemegang program.

c. Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas Kayon pada 2 Desember 2019 dari
pukul 08.00 WIB s/d 10.00 WIB dan dihadiri oleh 22 pasien kunjungan
Puskesmas Kayon selaku peserta. Kendala yang terjadi adalah acara dimulai lebih
lambat dari jadwal yang sudah ditetapkan karena menunggu kehadiran peserta.
Namun hal ini dapat diatasi dengan mempersingkat waktu pada rangkaian acara
yang lain.

13
Acara dibuka terlebih dahulu dengan sambutan oleh Dokter Muda selaku
Ketua Pelaksana dalam kegiatan Praktek Belajar Mandiri (PBL) dalam Modul
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Palangka raya
dengan agenda “Penyuluhan Tentang Pencegahan DBD dan Pembuatan Lavitrap
Untuk Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Sebagai Upaya Menurunkan
Angka Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Tahun 2019”.
Selanjutnya, sambutan dilanjutkan oleh Dokter Pendamping Puskesmas Kayon
yang mewakili Kepala Puskesmas Kayon yang berhalangan hadir dikarenakan
kesibukan tertentu. Setelah sambutan selesai acara kemudian dilanjutkan dengan
pembagian lembar soal pretest untuk menilai tingkat pengetahuan awal peserta
sebelum diberikan penyuluhan. Setelah pretest, kemudian acara dilanjutkan
dengan penyuluhan melalui pemberian materi penyuluhan menggunakan slide
powerpoint dan pembagian leaflet kepada peserta serta dilaksanakan Roleplay
tentang cara pembuatan Lavitrap. Kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan
tanya jawab. Setelah itu dilakukan pembagian lembar soal posttest kepada peserta
sebagai bahan evaluasi setelah penyampaian materi penyuluhan tentang ASI
Eksklusif. Sesi terakhir adalah penutupan acara ditutup dengan sesi foto bersama.

d. Evaluasi
Kegiatan PBL yaitu penyuluhan dalam rangka pencegahan DBD dan
pembuatan lavitrap untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sebagai upaya
menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon pada 2
Desember 2019 dari pukul 08.00 WIB s/d 10.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh 22
peserta berupa pasien kunjungan Puskesmas Kayon. Metode pengambilan sampel
sebagai peserta ini menggunakan metode accidental sampling.
Cara mengetahui tingkat pengetahuan peserta dinilai berdasarkan skoring
pretest yang dibandingkan dengan posttest. Soal yang diberikan sebanyak 10 soal
dengan kriteria baik jika didapatkan jawaban benar lebih dari 60 dan dianggap
kurang jika didapatkan jawaban benar kurang dari sama dengan 60. Data ini
termasuk dalam jenis data primer karena didapatkan langsung dari pasien di
Puskesmas Kayon yang ikut sebagai peserta penyuluhan melalui pretest dan
posttest.

14
Tabel 4.1 Distribusi nilai pretest peserta penyuluhan
Nilai Jumlah Peserta
10 0
20 3
30 3
40 1
50 5
60 3
70 3
80 1
90 1
100 2

Gambar 4.1 Distribusi nilai pretest

Pretest

9% 20
14%
4% 30
4% 40
14% 50
14% 60

4% 70
80
14% 90
23%
100

Berdasarkan Gambar 4.1 pada pretest terdapat 69 % (15 peserta) yang


mendapat nilai ≤60 dan 31% (7 peserta) yang mendapat nilai >60.

15
Tabel 4.2 Distribusi nilai posttest peserta penyuluhan
Nilai Jumlah Peserta
10 0
20 0
30 0
40 0
50 0
60 1
70 3
80 5
90 1
100 12

Gambar 4.2 Distribusi nilai posttest

Post test

4%

14%
60
70
80
55% 23% 90
100

4%

Berdasarkan Gambar 4.2 pada posttes terdapat 96% atau 21 peserta


mendapat nilai >60.

16
Hasil dari nilai pretest dan posttest kemudian diolah dalam bentuk
statistik. Data yang ada dilakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-
Smimov dan uji Shapiro-Wilk.

Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam lembar pretest


dan posttest.
a. Apa singkatan dari DBD ?
b. Ciri-ciri nyamuk DBD adalah ?
c. Apakah gejala penyakit DBD ?
d. Yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk DBD adalah
e. Bagaimana cara mencegah perkembangan nyamuk?
f. Apakah pertolongan pertama bagi penderita DBD?
g. Jika terdapat gejala seperti : demam tinggi 2-7 hari, sakit kepala, nyeri ulu
hati, apa yang seharusnya dilakukan?
h. Manakah pernyataan yang salah :
i. Lavitrap adalah?
j. Apa bahan yang digunakan untuk membuat lavitrap

Tabel 4.3 Interpretasi perbandingan nilai pretest dan posttest


Nilai
Nomor Peserta Interpretasi
Pretest Postest
1 80 100 Meningkat
2 20 70 Meningkat
3 20 80 Meningkat
4 70 80 Meningkat
5 70 80 Meningkat
6 30 70 Meningkat
7 70 100 Meningkat
8 60 80 Meningkat
9 60 80 Meningkat
10 30 70 Meningkat
11 50 100 Meningkat

17
12 90 100 Meningkat
13 50 100 Meningkat
14 50 100 Meningkat
15 40 90 Meningkat
16 100 100 Meningkat
17 100 100 Meningkat
18 50 100 Meningkat
19 20 100 Meningkat
20 30 60 Meningkat
21 60 100 Meningkat
22 50 100 Meningkat

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan semua peserta yang berjumlah 22 peserta


mengalami peningktan nilai dalam pretest dan posttest (100%). Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji statistik untuk membuktikan ada tidaknya peningkatan yang
signifikan pada kegiatan ini.

Tabel 4.4 Uji Normalitas data Shopiro-Wilk


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PRETEST ,119 22 ,200* ,942 22 ,223


POST TEST ,337 22 ,000 ,770 22 ,000

Berdasarkan Tabel 4.4 uji normalitas data pretest dan posttest didapatkan
nilai signifikansi <0,05 (p-value 0,05), maka didapatkan bahwa data berdistribusi
tidak normal. Oleh karena itu, dilakukan uji statistik menggunakan uji non
parametrik yaitu Wilcoxon untuk mengetahui korelasi.

18
Tabel 4.5 Uji statistik menggunakan Wilcoxon
Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Negative Ranks 0a ,00 ,00

Positive Ranks 20b 10,50 210,00


POST TEST - PRETEST
Ties 2c

Total 22

Berdasarkan uji korelasiWilcoxon. didapatkan nilai Sig (2-tailed) <0,05 (α


0,001) yang berarti terdapat perbedaan antara pengetahuan sebelum dan sesudah
penyuluhan berdasarkan hasil pretest dan posttest.

4.2 Pembahasan
a. Perencanaan
Tahap perencanaan, dukungan dari pemegang kebijakan sangat mempengaruhi
kelancaran dari sebuah program kerja. Penyuluhan ini dapat terlaksana dengan
baik karena adanya dukungan dari pihak Puskesmas dan pemegang program.
Kendala yang ditemui yaitu dalam pengisian survei pendahuluan yang memakan
waktu di jam pelayanan puskesmas dapat teratasi dengan kemakluman dan
kerjasama dari pihak Puskesmas Kayon yang terjalin cukup baik.

b. Pengorganisasian

Kendala dalam penyuluhan ini adalah mengatur jadwal pendamping


kegiatan pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Puskesmas Kayon karena padatnya jadwal pemegang program. Namun, panitian
dapat bekerja dengan baik karena terbantu dengan petugas pelayanan Puskesmas
yang berada ditempat saat pelaksanaan sehingga acara dapat terlaksana dengan
lancar.

c. Pelaksanaan
Perencanaan yang matang dan dukungan dari pihak terkait membuat
proses penyuluhan berlangsung dengan lancar. Acara Penyuluhan dimulai tidak
tepat waktu pada pukul 08.00 WIB. Keterlambatan mulainya kegiatan

19
dikarenakan menunggu terkumpulnya banyak pasien kunjungan Puskesmas
Kayon. Kendala lain yaitu tidak dapat hadirnya Kepala Puskesmas Kayon untuk
memberikan sambutan. Namun, dapat diatasi dengan hadirnya Dokter
Pendamping Puskesmas Kayon.
Acara dimulai dengan diawali sambutan dari dokter muda selaku Ketua
pelaksana, dilanjutkan dengan pembagian lembar soal pretest untuk menilai
tingkat pengetahuan awal peserta sebelum diberikan penyuluhan. Setelah pretest,
kemudian acara dilanjutkan dengan penyuluhan melalui pemberian materi
penyuluhan menggunakan slide powerpoint dan Roleplay tentang cara pembuatan
Lavitrap. Selain pemaparan dengan slide power point, peserta juga diajak untuk
roleplay tentang pembuatan Lavitrap.
Setelah sesi pemberian materi dan roleplay, dilanjutkan dengan sesi
diskusi dan tanya jawab, banyak peserta yang aktif bertanya tentang penyakit
DBD dan pembuatan Lavitrap. Kemudian dilanjutkan pada sesi posttest sebagai
bahan evaluasi setelah penyampaian materi penyuluhan tentang pembuatan
Lavitrap. Sesi terakhir adalah penutupan acara, ditutup dengan sesi foto bersama.

d. Evaluasi
Evaluasi jangka pendek dalam kegiatan PBL ini dilakukan melalui
penilaian ada atau tidaknya peningkatan pengetahuan mengenai DBD dan
pembuatan Lavitrap melalui pretest dan posttest.Evaluasi jangka menengah
terjadi pada peningkatan jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon.
Evaluasi jangka panjang dilakukan melalui pemantauan ada tidaknya terdapat
wadah berisis jentik nyamuk di sekitar rumah dan dalam rumah warga yang
terkena DBD pada wilayah kerja Puskesmas Kayon . Selanjutnya, diharapkan
adanya inovasi promosi kesehatan penyuluhan mengenai DBD dan pembuatan
Lavitrap dapat menjadi tolak ukur mengenai peningkatan pengetahuan pasien
kunjungan Puskesmas Kayon.
Berdasarkan hasil nilai rata-rata pretest terdapat 15 orang yang mendapat
nilai ≤60 pada pretest (sebanyak 69%), yaitu 14% peserta mendapat nilai 20, 14%
peserta mendapat nilai 30, dan 4% peserta mendapat nilai 40, 23% peserta
mendapat nilai 50 dan 14% peserta mendapat nilai 60. Kemudian setelah

20
dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan nilai pada posttest, terdapat 21 orang
peserta (sebanyak 96% ) mendapatkan nilai >60, yaitu seluruh peserta sebanyak
22 orang mengalami peningkatan nilai dalam pretest dan posttest (100%) dengan
proporsi terbanyak yaitu peserta yang mendapat nilai 100 sebanyak 55% dan nilai
80 sebanyak 23%. Berdasarkan Tabel 4.3. didapatkan 21 peserta yang mengalami
peningkatan nilai dalam pretest dan posttest (82,35%). Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji statistik untuk membuktikan ada tidaknya peningkatan yang
signifikan pada kegiatan ini.
Kemudian data diolah ke dalam bentuk statistik didapatkan nilai α = 0,001
yang berarti terdapat perbedaan antara pengetahuan sebelum dan sesudah
penyuluhan berdasarkan hasil pretest dan posttest. Yang artinya terdapat
perbedaan antara pengetahuan ibu-ibu sebelum dan setelah dilakukannya
penyuluhan, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan penyuluhan ini
dapat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan DBD dan pembuatan
Lavitrap untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sebagai upaya
menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Kayon.

21
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pada tanggal 2 Desember 2019 telah dilaksanakan penyuluhan kelompok di
Puskesmas Kayon dengan jumlah peserta 22 orang. Dari hasil pretest didapatkan
nilai rata-rata 54,54. Setelah dilakukan penyuluhan didapatkan peningkatan pada
nilai rata-rata posttest menjadi 89,09.
Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai
significancy menunjukkan angka 0,200 (pretest) dan 0,000 (posttest). Begitu juga
dengan hasil uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai significancy menunjukkan angka
0,223 (pretest) dan 0,000 (posttest). Dari kedua uji tersebut, oleh karena nilai
p<0.05 artinya data terdistribusi tidak normal sehingga dilanjutkan dengan uji
statistik menggunakan uji Wilcoxon karena data tidak terdistribusi normal. Uji
Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,000<0,05 yang berarti terdapat perbedaan
signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan berdasarkan hasil
pretest dan posttest. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan
penyuluhan ini mampu dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
pencegahan DBD.

5.2. Saran
5.2.1. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Pelayanan kesehatan perlu melakukan kegiatan yang mendukung
pencegahan penyakit DBD secara aktif dan rutin yang disesuaikan
dengan kondisi masyarakat setempat, sehingga dapat mempertahankan
pengetahuan serta meningkatkan tindakan pencegahan DBD.
b. Hendaknya lebih mementingkan sistem penampungan air bersih,
pembuangan dan pemungutan sampah yang berkesan terutama
pembuangan sampah yang teratur bagi bekas yang berpotensi
pembiakan nyamuk Aedes.

22
5.2.2. Bagi Dinas Kesehatan
a. Dapat melakukan Pengontrolan secara berkala pada lingkungan rumah
masyarakat juga dapat dilakukan, serta mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam pencegahan DBD dan pelaporan kasus yang
terjadi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyon A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Setiati S, Buku ajar


Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam,
FK-UI, Jakarta,2006, ed.4 (III)

2. Sumarno S,Soedarmo P, Garna H, Rezeki. Buku ajar infeksi dan pediatri


tropis, IDAI, Jakarta 2008, ed .2, 155-179

3. Kemenkes RI. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2018.


Kementrian Kesehatan RI. Jakarta : 2019
4. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah ; 2017
5. Titiek Respati, Ardini raksanegara, Sofyan Asef, Djuhaeni Heni,Agustian
Dwi, Faridah Lia. Berbagai Faktor yang Memengaruhi Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Bandung. Aspirator,9 (2):2017

24
LAMPIRAN

25
Lamprian 1 Kuesioner

KUESIONER PENGETAHUAM, SIKAP, DAN PRAKTIK BELAJAR


LAPANGAN

26
27
Lampiran 2 Pretest dan Post test

28
29
Lamprian 3 Dokumentasi Kegiatan PBL

Pembagian survey pendahuluan

30
Pembagian Pretest

Pemberian materi penyuluhan tentang DBD dan cara pencegahannya

Cara pembuatan lavitrap

31
Pembagian Post test

32
Lampiran 4 Materi Penyuluhan

33
34

Anda mungkin juga menyukai