Tempat Presentasi: -
Obyektif Presentasi:
Bumil
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Deskripsi: wanita, 22 tahun datang ke poli saraf RSU Darmayu Ponorogo dengan keluhan
wajah merot ke kanan, mata kiri susah ditutup sejak2 hari yang lalu.Pasien juga mengeluh
bibir kaku, sulit tersenyum, dan merasa kesulitan saat makan dan minum. Saat makanan
masuk ke mulut, tidak kesulitan menelan, mual muntah tidak ada. Bicara lanc ar tidak pelo.
Data pasien:
Ny. MA, 22 tahun
Nama RS: RSU Darmayu Ponorogo No RM: 1571xxx
1.
Riwayat Pengobatan:
Belum pernah berobat sebelumnya
Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa
Hipertensi (-)
Diabetes Melitus (-)
Riwayat pekerjaan:
Pasien merupakan mahasiswa di salah satu universitas di Malang dan sedang menjalani skripsi.
Riwayat sosial:
Pasien seorang mahasiswa tingkat akhir, tinggal bersama suami, sering pulang pergi Ponorogo-
Malang menggunakan sepeda motor.
Riwayat alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
3. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456
TD :110/70 mmHg
N :86 kali/menit
T :36,6 °C
RR :20 kali/menit
SpO2 :99%
Status Generalis :
. Pemeriksaan Khusus :
Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa / parau / tak bersuara : Suara biasa
Menelan : Bisa
Kedudukan arcus pharynx : Normal
Kedudukan uvula : Di tengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Normal
Vernet rideau phenomenon : Tidak dilakukan
Detik jantung : Normal
Bising usus : Normal
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : Tidak dilakukan
Refleks pallatum molle : Tidak dilakukan
NERVUS XI KANAN KIRI
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
NERVUS XII
Kedudukan lidah
waktu istirahat ke Tengah Tengah
waktu gerak ke Tengah Tengah
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi / tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan (+) (+)
bagian dalam pipi
Daftar Pustaka:
1. Brain., 2013; Bells Palsy Fact sheet; diakses tanggal 30 Januari 2019 dari
http://www.ninds.nih.gov/disorders/bells/detail_bells.htm.
2. Mardjono, M., Sidharta, P., 2014; NEUROLOGI KLINIS DASAR, Dian Rakyat, Jakarta, hal
160.
3. Harsono. 2011; Buku Ajar Neurologi Klinis; Cetakan kelima, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
4. Prentice, William E. 2012; Therapiutic Modalities in Rehabilitation; Mc Graw Hill
Medical, New York.
5. Pranata, Hardi. 2008. Bells Palsy; diakses tanggal 30 Januari .2019 dari
http://republika.co.id.
6. Amin, Ushtar. 2016. Bell Palsy : A Clinical Diagnosis with a Management Challenge.
Medscape. Diakses tanggal 30 Januari 2019.
https://reference.medscape.com/features/slideshow/bell-palsy
Hasil Pembelajaran:
Rangkuman hasil
SUBYEKTIF
Pasien datang ke poli saraf RSU Darmayu dengan keluhan wajah merot ke kanan, mata kiri
susah ditutup sejak2 hari yang lalu. Sebelumya pasien bepergian jauh dengan sepeda motor
tanpa menggunakan pelindung wajah. Pasien juga mengeluh bibir kaku, sulit tersenyum, dan
merasa kesulitan saat makan dan minum. Saat makanan masuk ke mulut, tidak kesulitan
menelan, mual muntah tidak ada. Bicara lancer tidak pelo. Pasien tidak mengeluh pusing dan
nyeri kepala. Tidak ada riwayat trauma. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keadaan
sepertu ini.
OBYEKTIF:
Status generalis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456
TD :110/70 mmHg
N :86 kali/menit
T :36,6 °C
RR :20 kali/menit
SpO2 :99%
Thorax : simetris, retraksi (-/-)
P : ves/ves, rh (-/-), wh (-/-)
C : S1S2 tgl, M(-) G(-)
Abdomen : datar, BU normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Edema (-/-) pada keempat ekstrimitas
akral hangat kering merah, CRT<2
Pemeriksaan N.Cranialis
Waktu gerak
Mengerut dahi (+) (-)
Menutup mata (+) (-)
Bersiul (+) (-)
Memperlihatkan gigi (+) (-)
Pengecapan 2/3 dpn lidah (+) (+) ditanyakan
Hyperakusis (+) (+)
Sekresi air mata (+) (-) ditanyakan
PLANNING:
Diagnosis
- Diagnosis Klinis : Wajah merot ke kanan
Terapi
Metilprednisolon 3x8mg
Mecobalamin 2x500mcg
EDUKASI :
Sebaiknya tidak bepergian pada saat angin kencang atau cuaca dingin
Pakai helm dengan pelindung wajah apabila hendak bepergian jauh dengan menggunakan
kendaraan motor
Rutin kontrol
Rutin minum obat
MONITORING :
DEFINISI
Bells Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang
pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua
kelumpuhan nevus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bells
palsy .
ETIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada BP terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. BP
hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu
minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang
atau kambuh.
GEJALA KLINIK
Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak
matanya maka bola mata tampak berputar ke atas (Bell phenomen). Penderita tidak
dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui
sisi mulut yang lumpuh.
- makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep
sensation) di wajah menghilang
- Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air
mata akan keluar terus menerus.
- ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan
salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di
daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus
fasialis di kanalis fasialis.
- disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini
dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah
paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius
eksterna dan pina.
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa
Bells palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata
bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasilais
menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivatorius submandibularis.
Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi dalam perkembangannya
terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis .
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
2. Medikamentosa
3. Fisioterapi
PROGNOSIS
Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak
berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
2) Paralisis komplit
3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,
4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan Berkurangnya air mata.
1. Brain., 2013; Bells Palsy Fact sheet; diakses tanggal 30 Januari 2019 dari
http://www.ninds.nih.gov/disorders/bells/detail_bells.htm.
2. Mardjono, M., Sidharta, P., 2014; NEUROLOGI KLINIS DASAR, Dian Rakyat,
Jakarta, hal 160.
3. Harsono. 2011; Buku Ajar Neurologi Klinis; Cetakan kelima, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
4. Prentice, William E. 2012; Therapiutic Modalities in Rehabilitation; Mc Graw
Hill Medical, New York.
5. Pranata, Hardi. 2008. Bells Palsy; diakses tanggal 30 Januari .2019 dari
http://republika.co.id.
6. Amin, Ushtar. 2016. Bell Palsy : A Clinical Diagnosis with a Management
Challenge. Medscape. Diakses tanggal 30 Januari 2019.
https://reference.medscape.com/features/slideshow/bell-palsy