Tempat Presentasi: -
Obyektif Presentasi:
Bumil
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Deskripsi: anak Z, 8tahun dikeluhkan keluar darah dari hidung kanan. Darah keluar setelah
pasien mengorek hidung. Sempat berhenti kemudian darah keluar lagi. Batuk (-), pilek (+).
Oleh ibu pasien dipasang kasa untuk menghentikan perdarahan.
Data pasien:
An. Z, 8 tahun
Riwayat Pengobatan:
Belum pernah berobat sebelumnya
Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa
Riwayat pekerjaan:
Belum bekerja
Riwayat sosial:
Tidak berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien saat ini
Riwayat alergi:
Ibu pasien sering biduren bila makan ikan
3. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
TB / BB : 120 cm / 25 kg
Kesadaran : Compos mentis
N : 86 kali/menit
T :37,9 °C
RR :20 kali/menit
SpO2 :98%
Status generalis
Kulit : ikterik (-), sianosis (-), turgor normal, kelembaban normal
Kepala/Leher : anemis (-), ikterus(-), cianosis(-), dyspneu(-), pKGB (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-/-)
P : ves/ves, rh (-/-), wh (-/-)
C : S1S2 tgl, M(-) G(-)
Abdomen : datar, BU normal, hipertimpani, soepel, nyeri tekan epigastrik (+)
Ekstremitas : Edema (-/-) pada keempat ekstrimitas
akral hangat kering merah, CRT<2
4. Pemeriksaan khusus
Hidung Tenggorok
Deformitas - Cav. Oris dbn
Hematoma - Palatum Mole dbn
Krepitasi - Uvula dbn
Nyeri - Tonsil T2/T2
Rinoskopi
Hiperemi -/-
Anterior
Vestibulum N Detritus -/-
Cav. Nasi N Kripte Melebar -/-
Luas Cukup Arc. Anterior dbn
Mukosa N Arc. Posterior dbn
Massa N Faring
Sekret +/+ Edema -/-
Oedem/
Konka Hiperemi -/-
oedem
Septum N Granula -/-
Rinoskopi
Tdl Sub Glottis N/A
Posterior
Lain2:
Darah kering
pada nostri (D)
Daftar Pustaka:
1. Melia L dan Gerald McGarry. 2008. Epistaksis in adults: a clinical review. British Journal of
Hospital Medicine Vol 69 No 7.
2. Kucik CJ dan Timothy Clenney. 2005. Management of Epistaksis. American Family
Physician Vol 71 No 2.
3. Bailey BJ et al. 2001. Head and Neck Surgery Otolangology 3rd Edition Lippincott Williams
& Wilkins Publishers.
4. Soepardi, Sp.THT, Prof. Dr. Efiaty Arsyad, Prof. Dr. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT, Prof. Dr.
Jenny Bashiruddin, Sp.THT, and DR. Dr. Ratna Dwi Restuti, Sp.THT. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
5. Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 November 28
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
Hasil Pembelajaran:
Rangkuman hasil
SUBYEKTIF
Dikeluhkan pasien keluar darah dari hidung sebelah kanan sejak jam 07.00 WIB. Darah keluar mengalir
setelah pasien mengorek hidung karena merasa terganggu dengan kotoran dalam hidungnya.Jam 08.00
pasien mengalami keluar darah dari hidung kanan kembali dengan jumlah darah lebih sedikit dari
sebelumnya. Untuk menghentikan mimisannya, ibu pasien memasukkan kasa pada lubang hidung
kanan.Pasien juga dikeluhkan panas sejak 3 hari terakhir. Panas badan diawali batuk pilek sejak 5 hari
yang lalu, dahak (-), hidung tersumbat (+/+), pilek (+/+) kental warna kekuningan, bersin sejak 5 hari
sebelumnya, Riwayat korek hidung (+/+) nafsu makan menurun. Nyeri telan (-) Sesak (-), Pendengaran
turun (-/-), nyeri telinga (-/-).BAK (+) kuning jernih, BAB (+) dbn.
OBYEKTIF:
Status generalis
TB / BB : 120 cm / 25 kg
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 86 kali/menit
T :37,9 °C
RR :20 kali/menit
SpO2 : 98%
Kulit : ikterik (-), sianosis (-), turgor normal, kelembaban normal
Kepala/Leher : anemis (-), ikterus(-), cianosis(-), dyspneu(-), pKGB (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-/-)
P : ves/ves, rh (-/-), wh (-/-)
C : S1S2 tgl, M(-) G(-)
Abdomen : datar, BU normal, hipertimpani, soepel, nyeri tekan epigastrik (+)
Ekstremitas : Edema (-/-) pada keempat ekstrimitas
akral hangat kering merah, CRT<2
Pemeriksaan khusus
Hidung Tenggorok
Deformitas - Cav. Oris dbn
Hematoma - Palatum Mole dbn
Krepitasi - Uvula dbn
Nyeri - Tonsil T2/T2
Rinoskopi
Hiperemi -/-
Anterior
Vestibulum N Detritus -/-
Cav. Nasi N Kripte Melebar -/-
Luas Cukup Arc. Anterior dbn
Mukosa N Arc. Posterior dbn
Massa N Faring
Sekret +/+ Edema -/-
Konka Oedem/ oedem Hiperemi -/-
Septum N Granula -/-
Rinoskopi
Tdl Sub Glottis N/A
Posterior
Lain2:
Darah kering
pada nostri (D)
PLANNING:
Diagnosis
Epistaksis anterior + rhinitis
Terapi
Tampon anterior nostril dextra
Paracetamol syr 3 x CI
Cefat 2x1/2 tab
(Tremenza ½ tab + vit C ½ tab + GG ½ tab) 3x1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Epistaksis atau mimisan adalah perdarahan yang keluar dari satu atau
kedua lubang hidung yang penyebabnya dapat local maupun sistemik.Epistaksis
bukanlah suatu penyakit sehingga dalam penanganannya perlu dicari
penyebabnya.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi epistaksis sulit ditentukan karena sebagian besar kejadiannya
sembuh dengan perawatan oleh diri sendiri sehingga tidak terlaporkan.Tetapi,
ketika beberapa sumber ditinjau, angka kejadian epistaksis dalam populasi umum
sekitar 60%, dengan kurang dari 10% yang mencari pertolongan medis.
Distribusi umur bersifat bimodal, dengan puncak pada anak kecil (2-10
tahun) dan individu usia lanjut (50-80 tahun). Epistaksis jarang pada bayi yang
tanpa penyakit koagulopati atau patologi nasal (atresia koanal, neoplasma).
Trauma lokal (mengorek hidung) tidak terjadi hingga nanti pada usia balita. Anak
yang lebih tua dan remaja juga memiliki angka kejadian yang rendah.Harus
dipikirkan penggunaan kokain pada anak remaja.
Prevalensi epistaksis cenderung lebih tinggi pada laki-laki (58%) daripada
wanita (42%).
ETIOLOGI
Penyebab epistaksis dapat dibagi menjadi kelainan lokal (trauma, iritasi
mukosa, obat-obatan, kelainan septum, peradangan, tumor, kelainan anatomi,
kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, dan pengaruh udara
lingkungan), kelainan sistemik (kelainan darah, penyakit kardiovaskuler, kelainan
kongenital, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, dan kelainan hormonal),
dan idiopatik.Penyebab tersering adalah trauma lokal, diikuti oleh trauma fasial,
benda asing, infeksi nasal atau sinus, dan inhalasi udara kering yang
berkepanjangan.Anak kecil biasanya mengalami epistaksis karena iritasi lokal
atau infeksi saluran nafas atas.
b) Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,
sirosis hepatis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis akibat
hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan
tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmhg.Epistaksis sering terjadi pada tekanan
darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh penyakit
hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus menerus yang
mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.
2. Arteriosklerosis
Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah.Jika terjadi keadaan
tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan
vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah.
3. Sirosis hepatis
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X dan vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin
yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadinya
perdarahan. Sehingga epistaksis bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis.
4. Diabetes mellitus
Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati dan
makroangiopati.Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial
pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah
lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan
basal membran semakin menebal dan lemah.Dinding pembuluh darah menjadi
lebih tebal tapi lemah sehingga mudah terjadi perdarahan.Sehingga epistaksis
dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus.
c) Infeksi akut
Penyebab tersering epistaksis pada infksi akut adalah demam berdarah
kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif
(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Oleh karena itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam berdarah.
d) Gangguan hormonal
Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di
pembuluh darah yang menuju ke semua membran mukosa di tubuh termasuk di
hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadinya
epistaksis.
e) Alkoholisme
Alkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal sehingga
menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah.Hal ini menyebabkan
terjadinya hipoksia dan kematian sel. Selain itu hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravascular yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
sehingga dapat terjadi epistaksis.
PATOFISIOLOGI
Pendarahan biasanya terjadi ketika mukosa ter-erosi dan pembuluh darah
menjadi terpajan kemudian pecah. Lebih dari 90% pendarahan terjadi di daerah
anterior dan berasal dari area Little dimana terbentuk pleksus Kiesselbach di
septum. Pleksus Kiesselbach adalah dimana pembuluh dari Arteri karotis interna
(Arteri etmoidalis anterior dan posterior) dan eksterna (cabang Arteri maksilaris
interna) berkumpul.Pendarahan kapiler atau vena tersebut mengalir secara
perlahan walaupun pemompaan darah yang besar pada arteri asalnya. Pendarahan
anterior dapat juga berasal dari konka inferior bagian depan.
Pendarahan posterior terjadi lebih jauh di belakang rongga hidung,
biasanya terjadi lebih berat dan sering berasal dari arteri (contoh: cabang Arteri
sfenopalatina di rongga hidung posterior atau nasofaring). Sumber posterior
mendatangkan resiko yang lebih tinggi akan terjadinya sumbatan jalan nafas,
aspirasi darah, dan kesulitan mengendalikan pendarahan.
DIAGNOSIS
- Anamnesis
Pasien sering menyatakan bahwa pendarahan berasal dari bagian depan
dan belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal
terjadinya pendarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan
darah.Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya
pendarahan, frekuensi, lamanya pendarahan, dan riwayat pendarahan hidung
sebelumnya.Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang
berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung.Kebanyakan kasus
epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung
menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa
hidung berlebihan.Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Bila perlu,
ditanyakan juga mengenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan
dengan pendarahan, misalnya : riwayat darah tinggi, arteriosklerosis, koagulopati,
riwayat pendarahan yang memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat
penggunaan obat-obatan seperti koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin,
ticlopidin, serta kebiasaan merokok, dan minum minuman keras.
- Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan dalam posisi
dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja, dan harus cukup sesuai
untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.Dengan spekulum,
hidung dibuka lalu dengan alat penghisap dibersihkan semua kotoran dalam
hidung, baik cairan, sekret, maupun darah yang sudah membeku.Sesudah
dibersihkan semua lapangan dalam hidung, diobservasi untuk mencari tempat, dan
faktor-faktor penyebab pendarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan
kapas yang dibasahi dengan larutan anastesi lokal seperti pantokain 2% atau
larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit, kapas dalam
hidung dikeluarkan, dan evaluasi dapat dilakukan.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari
hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan
pasien dengan perdarahan hidung yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa :
a. Rhinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung, dan konka
inferior harus diperiksa dengan cermat.
b. Rhinoskopi posterior.
Pemeriksaan nasofaring dengan rhinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang.
TATALAKSANA
Ketika epistaksis memerlukan pengobatan, biasanya dikarenakan
epistaksis yang berulang atau berat. Pada sebagian besar pasien, pendarahan yang
ringan akan berhenti setelah kauterisasi atau pemasangan tampon anterior, namun
pada pasien dengan epistaksis berulang dan atau berat dimana pengobatan gagal
termasuk pemasangan tampon posterior, dapat dilakukan ligasi arteri atau
embolisasi. Pendekatan medis untuk pengobatan epistaksis adalah:
- Obat penghilang nyeri yang cukup pada pasien dengan tampon, terutama
tampon posterior
- Antibiotik oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis dan toxic shock
syndrome
- Menghindari aspirin dan NSAIDs lainnya
- Pengobatan untuk mengontrol penyakit penyebabnya (hipertensi,
defisiensi vitamin K) disertai konsultasi dengan dokter spesialis lainnya.
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan pendarahan.
Hal-hal yang penting diketahui adalah:
- Riwayat pendarahan sebelumnya.
- Lokasi pendarahan.
- Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
- Lamanya pendarahan dan frekuensinya
- Riwayat gangguan pendarahan dalam keluarga
- Hipertensi
- Diabetes melitus
- Penyakit hati
- Gangguan koagulasi
- Trauma hidung yang belum lama
- Obat-obatan, misalnya aspirin
- Pengobatan Farmakologi
Terapi farmakologi hanya berperan sebagai pengobatan suportif dalam
menangani pasien dengan epistaksis.
1. Vasokonstriktor topikal
Obat tersebut bekerja pada reseptor alfa adrenergik pada mukosa nasal
yang menyebabkan vasokonstriksi.Oxymetazoline 0.05% (Afrin) dioleskan
langsung pada membran mukosa nasal, dimana akan menstimulasi reseptor alfa
adrenergik dan menyebabkan vasokonstriksi. Dekongesi terjadi tanpa perubahan
drastis pada tekanan darah, distribusi vaskular, atau stimulasi
jantung.Oxymetazoline dapat dikombinasi dengan lidokain 4% untuk memberikan
efek anestesi dan vasokonstriksi nasal yang efektif. Dosis 2 tetes atau semprotan
per kavum nasi sebanyak 2 kali sehari, dosis maksimum adalah 2 kali dosis
anjuran per 24 jam dan durasi maksimum adalah 3-5 hari.
2. Anestesi topikal
Ketika obat anestesi diberikan bersamaan dengan obat vasokonstriktor,
maka efek anestesinya akan diperpanjang dan ambang nyeri meningkat.Lidokain
4% (xylocaine) mengurangi permeabilitas ion natrium di membran neuronal,
sehingga menghambat depolarisasi dan menghambat transmisi impuls saraf. Dosis
1-3 mL setiap pemberian, dosis maksimum 3 mg/kg, tidak boleh diberikan dengan
interval kurang dari 2 jam.
3. Salep antibiotik
Salep antibiotik digunakan untuk mencegah infeksi lokal dan memberikan
kelembapan lokal.Salep mupirocin 2% (bactroban nasal) menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengambat RNA dan sintesis protein.dioleskan pada
area yang terkena tiga kali sehari.
4. Agen kauterisasi
Agen kauterisasi menggumpalkan protein sehingga mengurangi
pendarahan. Silver nitrat menggumpalkan protein dan membuang jaringan
granulasi juga mempunyai efek anti-bakteri. Kapas yang telah dililitkan pada
aplikator dicelupkan ke dalam larutan lalu dioleskan pada area yang terkena 2-3
kali per minggu selama 2-3 minggu.
PROGNOSIS
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti
sendiri.Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan
hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.
DAFTAR PUSTAKA