Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan arsitektur mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Ruang


lingkup arsitektur yang sangat luas mendorongnya untuk dapat turut campur dalam kehidupan
manusia yang tidak hanya tentang bangunan saja. Salah satu aspek yang dipengaruhinya adalah
budaya. Budaya sendiri diartikan sebagai salah satu kebiasaan cara hidup dalam suatu
kelompok yang terus berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada
pada saat ini terbentuk dari beberapa komponen yang berbeda pandangan ataupun kebiasaan
termasuk dalam sistem agama, politik, bahasa, adat istiadat, pakaian, karya seni, termasuk di
dalamnya bangunan yang menjadi output dari arsitektur. Budaya yang pada umumnya
memiliki sifat sangat kaku mulai melemah ataupun berubah menjadi fleksible terhadap
pengaruh-pengaruh yang datang dengan sengaja ataupun tidak.

Seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai kebudayaan pun mengalami


perubahan. Hal ini dapat dilihat dari manifestasi perilaku masyarakat dalam berbagai hal di
kehidupan sehari-hari, termasuk dengan arsitektur rumah atau tempat tinggal. Wangsadinata
dan Djajasudarma (1995) menyebutkan perkembangan arsitektur merupakan manifestasi dari
keinginan (hasrat) manusia ke arah yang lebih baik. Mereka menyebutkan arsitektur
merupakan sebuah produk hasil adaptasi atau respon umat manusia terhadap perkembangan
budaya, ekonomi, lingkungan, dan gaya arsitektur. Hal yang paling nyata dapat dilihat dari
mulai banyaknya perkembangan langgam bangunan yang berubah mengikuti langgam dari luar
daerah ataupun mengikuti arus modernisasi.

Salah satu yang menjadi perhatian di dalam budaya yang ada dibali yaitu aktivitas jual
beli yang disebut dengan pasar juga dengan mudah dipengaruhi oleh perkembangan arsitektur.
Aktivitas pasar tradisional yang mulai memoderninasikan dirinya sebagai bentuk efektifitas
dari pola hidup manusia sangat banyak terjadi di Indonesia khususnya Bali. Pasar yang masih
mempertahankan nilai budaya pun mencoba dipengaruhi oleh arsitektur. Dimana budaya yang
dipegang erat pada pasar dapat bersifat fleksible dengan segala bentuk perubahan yang
diperolehnya dari segi arsitektur. Dengan berbagai jenis pengaruh tersebut tentunya ada sisi
negative dan sisi positif bagi budaya yang ada di dalam pasar tesebut. Sisi positi yang
senantiasa dipelihara dan negative yang berusaha dihindarkan. Sebagai contohnya adalah

1
pengaruh tersebut dapat memberikan karakter baru terhadap budaya yang sudah ada dengan
mempertahankan identitas dari budaya tersebut. Esensi tersebut mencoba untuk terus
dikembangkan hingga kini sebagai pelestarian budaya ditengah perkembangan teknologi
khususnya bidang arsitektur. Salah satu objek pasar yang akan dibahas kali ini adalah pasar
tradisional Singa Mandawa atau yang pada saat ini lebih dikenal dengan pasar Kintamani di
Kabupaten Bangli.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa rumusan permasalahan yang diambil dari uraian di atas, adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh budaya terhadap arsitektur di Pasar Singa Mandawa?


2. Apa dampak positif dan negative dari pengaruh budaya terhadap arsitektur di
pasar Singa Mandawa?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Mengetahui dampak positif dari masuknya budaya di pasar tradisional
Singa Mandawa berdasarkan sudut pandang arsitektur .
2. Mengetahui seberapa jauh tingkat fleksibilitas budaya yang berkembang di
pasar Singa Mandawa ditengah perkembangan arsitektur.
1.3.2 Manfaat
1. Sebagai bahan evaluasi untuk mempertahankan nilai budaya yang menjadi
warisan nenek moyang agar tidak tergerus oleh perkembangan jaman
khususnya dari sudut pandang arsitektur

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kebudayaan
Koentjaraningrat menyebutkan bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta
buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga
yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang artinya daya
dari budi atau kekuatan dari akal. Kuntjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan mempunyai
paling sedikit tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide, gagasan, nilai- nilai norma-norma
peraturan dan sebagainya, kedua sebagai suatu aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam
sebuah komunitas masyarakat, ketiga benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama kebudayaan menurut Kuntjaraningrat berbentuk absarak, sehingga tidak
dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide
atau gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak
bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut
sistem. Koentjaraningrat mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata
yang sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan
ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187).
Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979:
187). Sistem sosial dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau
segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas ini
dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang berlaku
dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola tersebut disebut sebagai
sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-
pola tindakannya dengan indra penglihatan.
Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik (Koentjaraningrat,
1979: 188). Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala
hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat.
Seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yang berbeda
dengan perngertian kebudayaan dalam kehidupan sehari- hari yaitu kebudayaan adalah seluruh
cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang
dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan.

3
Kebudayaan atau Peradaban adalah satuan kompleks yang meliputi ilmupengetahuan,
kepercayaan, kesenian, akhlak, hukum, adat, dan banyak kemampuan-kemampuan dan
kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggotamasyarakat (Taylor, 1871).
Jadi kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan, istilah ini meliputi cara- cara
berlaku, kepercayaan- kepercayaan dan sikap- sikap dan juga hasil dari kegiatan manusia yang
khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Selain tokoh diatas ada
beberapa tokoh antropologi yang mempunyai pendapat berbeda tentang arti dari budaya
(Culture).

2.1.1 Unsur-unsur Kebudayaan


Unsur-unsur kebudayaan tersebut bersifat universal, artinya berlaku bagi semua kalangan
masyarakat baik primitive, masyarakat sederhana,masyarakat berkembang, dan masyarakat
maju sekalipun. Unsur-unsur tersebut menunjukkan jenis atau kategori kegiatan manusia yang
mengisi atau menciptakan kebudayaann itu dalam kehidupannya sehari-hari. Koentjaraningrat,
(1974) merinci unsur-unsur kebudayaan tersebut dalam 7 kategori, antara lain:
a. Sistem dan organisasi kemasyarakatan
Sistem kekerabatan sangat kental dalam unsur ini. Sistem kemasyarakatan masih
digunakan manusia hingga sampai sekarang untuk bersosialisasi dan menjalin hubungan.
Menurut L.H Morgan, ada beberapa macam sistem kekerabatan yaitu garis parental
(keturunan ayah dan ibu), garis alternered yang mengajarkan bahwa perempuan dan laki –
laki berkedudukan sama, dan garis keturunan ibu yang mana kedudukan perempuan lebih
tinggi dari laki – laki.
b. Sistem religi dan upacara Keagamaan
Sistem ini sangat penting karena merupakan salah satu yang dijadikan pegangan oleh
manusia dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, kepercayaan juga akan menghubungkan
manusia dengan penciptanya, membuat hal – hal yang terlihat mustahil bisa diterima akal
sebagai wujud keajaiban dan anugrah dari Tuhan.
c. Sistem mata pencaharian
Sistem Ekonomi kebudayaan Indonesia secara garis besar terdiri dari berburu dan
meramu, beternak, bercocok tanam, menangkap ikan, dan sistem irigasi atau pengairan.
Hingga sekarang sistem ini berkembang lagi. Misalnya adalah, dari bercocok tanam atau
bertani, berlanjut kepada sistem perdagangan dan bisnis pengolahan makanan.

4
d. Sistem (ilmu) pengetahuan
Sistem pengetahuan dibutuhkan dalam kebudayaan untuk memenuhi rasa ingin tahu
manusia terhadap suatu hal. Ilmu ada bermacam – macam dan memiliki peran tersendiri di
setiap bidangnya. Dengan adanya ilmu pengetahuan kehidupan manusia bisa terbantu dan
lebih maju dari waktu ke waktu. Tanpanya, kehidupan tidak akan berlangsung sampai
seperti hari ini.
e. Sistem teknologi dan peralatan
Hadirnya sistem ini menjadi sistem peralatan dan perlengkapan manusia dalam menjalani
hidupnya. Koentjaraningrat membagi macam – macam teknologi menjadi alat – alat
produksi, wadah, senjata, makanan, minuman, pakaian, rumah, dan transportasi. Sistem
teknologi yang dilihat hari ini merupakan perkembangan dari teknologi masa lalu yang
sifatnya sederhana
f. Bahasa
Bahasa merupakan cara ucap manusia. Pengucapan yang elok dan merupakan salah satu
elemen yang sudah menjadi tradisi. Terus menerus diturun temurunkan sehingga antar
manusia di suatu kelompok atau daerah atau bangsa dapat melakukan komunikasi dengan
cara mereka sendiri. Bahasa juga digunakan untuk mengadaptasi tradisi. Dibagi menjadi
dua, yaitu bahasa ucapan dan bahasa tulisan.
g. Kesenian
Seni merupakan suatu ekspresi terhadap keindahan. Koentjaraningrat membagi seni
menjadi dua yaitu seni rupa dan seni suara. Seni masih bisa dibagi menjadi bermacam –
macam tak hanya dua jenis itu saja, masih ada seni musik, seni tari, seni terapan, seni murni,
dan lain – lain. Seni juga merupakan bagian dari kebudayaan, contoh nyatanya adalah peran
seni musik, seni rupa, dan tari dalam upacara adat.

2.2 Pasar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang
berjual beli, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli
yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa.

Polanyi (2003) mengatakan pasar merupakan sebuah institusi sebagai arena praktik
transaksi ekonomi berlangsung, dan telah ada sejak manusia mulai mengenal pertukaran dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5
Pasar menurut kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses interaksi antara
permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga
akhirnya dapat menetapkan hargakeseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang
diperdagangkan. Pasar sebagai area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza,
pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

2.3 Pasar tradisional

Pasar tradisional sebagai pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimilki/
dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi dengan usaha skal
kecil, menegah, dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar (Peraturan Presiden No.12 Tahun 2007).

Pasar tradisonal adalah pasar yang kegiatan para penjual dan pembelinya dilakukan
secara langsung dalam bentuk eceran dalam waktu sementara atau tetap dengan tingkat
pelayanan terbatas (Peraturan Bupati Kabupaten Grobogan no. 25 th. 2011).

Pasar tradisional merupakan ruang transaksi komoditas kebutuhan subsisten yang


prosesnya masih kental diwarnai suasana ekonomi pedesaan dengan tradisi yang masih kental.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang ditandai dengan
adanya transaksi langsung yang biasanya diawali dengan proses tawar-menawar harga dimana
umumnya pasar tradisional ini dikelola oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan sejenisnya.

2.3.1 Ciri-Ciri Pasar Tradisional

Pasar tradisional memiliki ciri khasnya tersendiri yang membedakannya dari jenis-jenis
pasar yang ada, khususnya di masa kini yang telah banyak bermunculan pasar-pasar modern di
berbagai daerah. Adapun ciri-ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut (Permen no. 20 th.
2012) :

a. Pasar tradisional dimiliki, dibangun dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.
b. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli.
Tawar menawar ini adalah salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar. Hal ini yang
dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan pembeli yang lebih dekat.

6
c. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama.
Meskipun semua berada pada lokasi yang sama, barang dagangan setiap penjual menjual
barang yang berbeda-beda. Selain itu juga terdapat pengelompokan dagangan sesuai dengan
jenis dagangannya seperti kelompok pedagang ikan, sayur, buah, bumbu, dan daging.
d. Sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan lokal.
Barang dagangan yang dijual di pasar tradisonal ini adalah hasil bumi yang dihasilkan
oleh daerah tersebut. Meskipun ada beberapa dagangan yang diambil dari hasil bumi dari
daerah lain yang berada tidak jauh dari daerah tersebut namun tidak sampai mengimport
hingga keluar pulau atau negara.
2.3.2 Jenis Pasar Tradisional
Pasar tradisional sebagai perusahaan daerah digolongkan menjadi beberapa jenis
(Oktavia, 2007), yaitu:

Menurut jenis kegiatannya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar eceran
Yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran barang secara eceran.
b. Pasar grosir
Yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran dalam jumlahbesar.
c. Pasar induk
Pasar ini lebih besar dari pasar grosir, merupakan pusat pengumpulandan penyimpanan
bahan-bahan pangan untuk disalurkan ke grosir-grosir dan pusat pembelian.

Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi lima jenis:

a. Pasar regional
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis dan luas, bangunan permanen, dan
mempunyai kemampuan pelayanan meliputiseluruh wilayah kota bahkan sampai keluar
kota, serta barang yangdiperjual belikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan
b. Pasar kota
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan permanen, dan
mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruhwilayah kota, serta barang yang
diperjual belikan lengkap. Melayani200.000-220.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini
adalah pasarinduk dan pasar grosir.

7
c. Pasar wilayah (distrik)
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup strategis dan luas, bangunan permanen,
dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang
diperjual belikan cukup lengkap. Melayani 10.000-15.000 penduduk. Yang termasuk pasar
ini adalah pasar eceran.
d. Pasar lingkungan
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanen/ semi permanen, dan
mempunyai pelayan meliputi permukiman saja, serta barang yang diperjual belikan kurang
lengkap. Melayani 10.00015.000 penduduk saja.Yang termasuk pasar ini adalah pasar
eceran.
e. Pasar khusus
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis, bangunan permanen/semi permanen,
dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota, serta barang yang diperjual
belikan terdiri dari satu macam barang khusus seperti pasar bunga, pasar burung, atau pasar
hewan.

Menurut status kepemiliknnya, pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar pemerintah
Yaitu pasar yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah pusat maupun daerah.
b. Pasar swasta
Yaitu pasar yang dimiliki dan dikuasai oleh badan hukum yang diijinkan oleh pemerintah
daerah.
c. Pasar liar
Yaitu pasar yang aktivitasnya diluar oemerintahan daerah, yang kehadirannya
disebabkan karena kurangnya fasilitas perpasaran yang ada dan letak pasar tidak merata,
biasanya dikelola oleh perorangan/ ketua RW

2.3.3 Komponen Pasar Tradisional


a. Pelaku Kegiatan
1) Pedagang. Pedagang pasar adalah pihak ketiga yang melakukan kegiatan dengan
menjual atau membeli barang dan atau jasa yang menggunakan pasar sebagai tempat
kegiatannya.

8
2) Pembeli. Pembeli atau konsumen pasar adalah semua golongan yang datang dengan
tujuan untuk mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya dengan harga murah dan
dengan pelayanan langsung.
3) Penunjang. Pemerintah sebagai pemberi izin berdirinya dan beroperasinya pasar.
Swasta pedagang penyewa tempat, pekaksana pembangunan pasar. Pengelola
melaksanakan pembangunan, pengelola pemasaran tempat, pengelola kebersihan,
pengelola distribusi barang dan stabilitas harga. Bank memperlancar kegiatan ekonomi.
b. Objek Kegiatan
Objek dalam kegiatan perdagangan suatu hasil produksi yang memiliki implikasi
tuntutan akan transportasi, komunikasi, pengumpulan, penyimpanan, dan pemeliharaan
materi perdagangan. Bahan pangan: hasil pertanian/kebun, peternakan, bumbu-bumbuan,
bahan pangan mentah yang diproses/matang. Bahan sandang, Barang kelontong dan
peralatan rumah tangga, Barang-barang standar, Barang-barang khusus atau mewah.
c. Kegiatan pasar
Pola kegiatan atau aktivitas yang umum dilakukan di pasar baik pedagang maupun
konsumen antara lain:
1) Distribusi barang
2) Penyimpanan barang dagangan
3) Penyajian barang dagangan
4) Kegiatan jual beli

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Objek

Pasar Singa Mandawa Kintamani merupakan pasar tradisional yang terletak di Jalan
Raya Kintamani, Kec. Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali 80652. Pasar Singa Mandawa ini
telah berdiri sejak masa kerajaan Singa Mandawa. Keberadaan pasar diawali sebagai upaya
menyejahterakan masyarakat dibawah naungan kerajaan pada masa itu. Berlokasi di Panarajon,
Penulisan sebelum akhirnya mengikuti perkembangan akibat runtuhnya kerajaan Singa
Mandawa yang kemudian berpindah-pindah lokasi mulai dari Dalem Kertha dekat dengan Pura
Dalem Balingkang hingga ke lokasi saat ini dan bertahan di Jl. Raya Kintamani, Kintamani,
Bangli.

Pasar ini sudah menempati lokasi ini sejak 1950-an dan mengalami beberapa kali
renovasi dan pengembangan dibeberapa bagian pasar. Lokasi yang strategis tepat berada
berada di tengah daerah sehingga menjadikan pasar ini menjadi tujuan berjualan bagi
masyarakat sekitar serta untuk menjual hasil perkebunan dan hasil dari danau batur yang mejadi
komoditas unggulan saat ini

Gambar 3.1 Lokasi Pasar Singa Mandawa Kintamani


Sumber: Google Earth, 2019

Pasar Singa Mandawa, Kintamani semula adalah pasar tradisional yang hanya beroperasi
satu kali dalam 3 hari, mengikuti aturan hari Tri Wara. Namun Seiring berkembangnya
kebutuhan warga serta pengunjung, Pasar Singa Mandawa Kintamani dikembangkan menjadi
beberapa segmen yang berbeda –beda selain pasar tradisional, sebagai berikut:

a. Area Pertokoan yang berada di dekat jalan Utama


b. Area Pasar senggol yang menjual perabot rumah tangga dan sandang

10
c. Area Pasar Tradisional yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari dan hasil kebun
pedagang, baik warga sekitar maupun pedagang pendatang.

Selain itu terdapat pula area service dan pengelola, yakni :

a. Kantor Pengelola
b. Parkir
c. Area sampah
d. Area suci (Pura Melanting)

Gambar 3.2 Zonasi Kawasan Pasar Singa Mandawa Kintamani


Sumber: Google Earth, 2019

Gambar 3.3 Block Plan Pasar Singa Mandawa Kintamani


Sumber: Google Earth, 2019

3.2 Aspek Kebudayaan yang Mempengaruhi Pasar Singa Mandawa, Kintamani


3.2.1 Unsur Religi (Sistem Kepercayaan)
Pasar tradisional ini terletak di kabupaten Bangli, Bali yang merupakan salah satu pulau
di Indonesia yang terkenal akan budaya yang masih kental dan dilestarikan hingga saat ini.
Salah satu unsur kebudayaan yang melandasi segala bidang kehidupan di Bali adalah system
religi atau kepercayaan masyarakatnya. Masyarakat Bali yang mayoritas adalah Agama Hindu

11
secara tidak langsung menjadi identitas bagi pulau seribu pura ini. Pengaruh kepercayaan dan
ajaran Hindu tak terlepas dari kehidupan masyarakatnya tak terkecuali pada system pasar
tradisional yang masih ada di Bali. Konsep serta filosofi yang berlandaskan ajaran agama
Hindu yang selalu diterapkan pada Arsitektur Tradisional bali pula diterapkan pada system
pasar tradisionalnya. Adapun konsep dan filosofi yang diterapkan adalah sebagai berikut.
a. Filosofi Tri Wara
Khususnya dalam pola aktivitas, masyarakat Bali masih menggunakan Tri Wara, Panca
Wara, Sapta Wara dan juga Pawukon dalam melaksanakan perkerjaan. Tiap daerah di Bali
memiliki adat-istiadat yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan Desa Kala Patra yang
meliputi tempat, waktu dan situasi atau kondisi. Salah satu pererapan Tri Wara secara nyata
dapat dilihat pada penentuan hari berjualan pada pasar tradisional yang ada di Bali.
Beberapa pasar di pedesaan masih memiliki kepercayaan pada hari baik sehingga
mendatangkan keuntungan bagi barang dagangannya.

PASAH

TRI
WARA
KAJENG BETENG

Keberadaan pasar tradisional di Bali sangat banyak dan hampir tersebar di seluruh Desa
di Bali.Pengelolaan pasar tradisional di Bali disesuaikan dengan adat istiadat Desa
Pakraman. Pasar tradisional yang keberadaanya sudah ada secara turun-temurun dan sudah
menyatu dengan adat dan budaya daerah masing-masing seperti pasar desa adat, pasar
tenten, dan pasar yang muncul setiap hari Pasah, Beteng dan Kajeng yang semuanya itu
dikelompokan ke dalam pasar tradisional (Kriswardi, 2006). Pasar tradisional harus dikemas
dengan standar profesional dan memiliki daya saing yang cukup sehingga dapat menjadi
benteng ekonomi masyarakat Bali. Budaya pedagang diukur dari indikator aktivitas
pedagang saat hari berjualan yang dilihat dari Tri Wara. Tri wara adalah siklus tiga hari
dalam wewaran. Umumnya ada tiga yaitu Pasah, Beteng dan Kajeng. Sifat ketiga unsur ini
lebih nyata dalam kehidupan kita. Unsur keduniawian lebih dominan karena umumnya baik
buruknya masih bisa kita kendalikan asalkan dengan kesungguhan. Bagian-bagian Tri Wara
yaitu Pasah, Peteng dan Kajeng (Anandakusuma, 1979).

12
a. Pasah atau dora memiliki urip 9 dengan dewanya Sang Hyang Cika.Pasah artinya
tersisih. Pada saat Pasah baik untuk melakukan upacara dewa yadnya, baik untuk
mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan masa depan, tidak baik mengungkit
masa lalu serta mengadili orang berdasarkan masa lampau.
b. Beteng atau Waya memiliki urip 4 dengan Dewanya Sang Hyang Wacika.Beteng
artinya makmur.Pada saat Beteng baik untuk melakukan upacara Manusa Yadnya.
Dalam hal ini baik untuk melakukan yang berkaitan dengan hal-hal masa lampau,
misalnya memperbaiki hubungan yang kurang baik, serta meluruskan kesalah
pahaman.
c. Kajeng atau Bhyantara memiliki urip 7 dengan dewanya Sang Hyang Manacika.
Kajeng artinya tekanan yang tajam.Pada hari Kajeng, biasanya baik digunakan untuk
upacara Bhuta Yadnya. Pada hari Kajeng, baik untuk mengerjakan hal-hal yang
kaitanya dengan masa sekarang. Misalnya membenahi dan merapikan perabot dan
peralatan, hindari memulai sesuatu yang baru, apalagi jika dampaknya sangat besar
dan menyangkut orang banyak dalam jangka waktu yang lama.

Pedagang pada Pasar Tradisional Singa Mandawa Kintamani berjualan pada hari Pasah
sedangkan ketika hari lain akan berjualan di pasar lain yang beroperasi pada hari Beteng
atau Kajeng. Namun setelah terjadinya perkembangan dan perluasan daerah pasar, di area
yang dekat dengan jalan raya utama terdapat bagian dari pasar yang berupa pertokoan atau
ruko-ruko yang buka atau beroperasi setiap hari. Pasar tradisional di area bawah
menerapkan tradisi dari zaman lampau dengan berjualan pada hari Pasah yang dimulai dari
pukul 02.00 dini hari hingga pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00

b. Filosofi Tri Hita Karana


Konsep Tri Hita Karana merupakan sebuah konsep untuk membangun masyarakat
sejahtera sekala maupun niskala, konsep yang harus dilaksanakan guna mencapai kehidupan
yang tat twam asi, menurut Ashrama (2005) dalam windia dan dewi (2011:8) adalah konsep
seperti sekala niskala, rwa bhineda, tat twam asi, luan teben, desa kala patra, tri semaya,
catur purusa artha.
Konsep Tri Hita Karana merupakan konsep yang membahas mengenai 3 penyebab
terjadinya kebahagiaan melalui 3 buah hubungan yang harmonis, yakni Hubungan Manusia
dengan Sang Pencipta, Hubungan manusia dengan Manusia lain, dan Hubungan Manusia

13
dengan alam atau lingkungan sekitar. Konsep ini sudah diterapkan dalam penataan kawasan
Pasar Singa Mandala dengan penerapan zonasi berdasarkan Konsep Tri Hita Karana, yakni:
1. Penyediaan Area persembahyangan berupa Pura Melanting sebagai perwiujudan
hubungan Manusia dengan Sang Pencipta
2. Penyediaan Area Kebersihan dan service sebagai perwiujudan hubungan Manusia
dengan Lingkungan dengan menjaga kebersihan lingkungan.
3. Area Jual beli dan sirkulasi sebagai perwiujudan hubungan Manusia dengan manusia
lain
c. Filosofi Hulu-Teben

Pada Pasar Singa Mandawa diterapkan konsep hulu teben berupa penataan tempat suci
yaitu pura melanting . Konsep Hulu-Teben ini berdasarkan kedudukan tinggi–rendah dan
tata nilai dari masing-masing fungsi pada setiap tingkatan. Seperti contohnya perletakkan
Pura Melanting tersebut Pura melanting yang ada di pasar singa mandawa ini diletakkan di
tingkatan paling atas sesuai dengan konsep hulu teben secara vertikal . Pasar ini dibagi
menjadi 3 tingkatan dimana tingkatan paling atas merupakan area pertokoan , tingkatan
kedua berupa pasar senggol , tingkatan yang ketiga atau yang paling bawah adalah pasar
tradisional yang buka sesuai dengan triwara (Pasah ) Pura melanting diletakkan di tingkatan
paling pertama ( paling atas ) sebagai area yang disakralkan/disucikan untuk kegiatan
pemujaan pada dewa-dewi yang berstana di Pura Melanting tersebut.

TINGKATAN 3

TINGKATAN 2

TINGKATAN 1

Gambar 3.4 Zonasi Kawasan Pasar Singa Mandawa Kintamani


Sumber: Google Earth, 2019

14
Letak pura melanting di area
tingkatan tertinggi

PERTOKOAN TINGKAT 1

PASAR SENGGOL TINGKAT 2

PASAR TRADISIONAL
(PASAH ) TINGKAT 3

Gambar 3.5 Zonasi Vertikal Pasar Singa Mandala Kintamani


Sumber: Survey Lapangan, 2019

Gambar 3.6 Letak Pura Melanting di Pasar Singa Mandala Kintamani


Sumber: Survey Lapangan, 2019

d. Filosofi Tri Angga


Pada bangunan pasar Singa Mandawa diterapkan konsep Tri Angga . Konsep Tri Angga
merujuk kepada konsep arsitektur tradisional masyararak bali yang diimplementasikan
kedalam struktur bentuk bangunan agar terjalin harmonisasi yang indah antara manusia
dengan alam hingga mencapai keseimbangan. Struktur bangunan menurut konsep Tri
Angga ada 3 bagian yaitu utama (kepala), madya (badan), dan Nista (kaki). Penerapan
konsep Tri Angga pada bangunan pasar Singa Mandawa ini dapat dibagi menjadi :

1. Utama ( Kepala )
Simbol Tertinggi di Pasar Singa Mandawa terlihat dari penggunaan atap limasan
dengan penutup atap genteng.
2. Madya ( Badan )
Terlihat dari penggunaan dinding bangunan di bagian – bagian ruko pasar Singa
Mandawa.
3. Nista ( Kaki )
Terlihat dengan adanya bataran dan undag di bagian bawah Pasar Singa Mandawa.

15
Gambar 3.7 Struktur bangunan pasar Singa Mandawa berdasarkan konsep Tri Angga
Sumber: Survey Lapangan, 2019

3.2.2 Unsur Teknologi (Peralatan dan Ketukangan)


Pengaruh teknologi dan ketukangan terlihat pada perkembangan bangunan-bangunan
yang ada di kawasan Pasar Singa Mandawa tersebut. Sejak awal beroperasinya pasar tersebut
hanya ada di area paling bawah (dari jalan raya utama) dan hanya berjualan secara sederhana
di bawah bangunan semi terbuka dengan tiang-tiang (saka) kayu dan hanya ditutupi oleh atap
limasan dari seng dan bahkan hanya menggunakan atap dari terpal. Kemudian seiring
perkembangan zaman, di area atas (tepi kanan/kiri jalan raya utama) mulai bermunculan
bangunan-bangunan permanen yang berlantai 1 bahkan bertingkat hingga 3 lantai. Bangunan
– bangunan tersebut telah menggunakan dinding yang terbuat dari bata dan difinshing hingga
menggunakan cat . selain itu dinding bangunan juga sudah dirancang hingga mampu
menunjukkan cirkhas bali dengan digunakannya bata bali . Adanya peralatan ketukangan, serta
material yang modern menyebabkan pertumbuhan bangunan-bangunan modern semakin pesat
di kawasan pasar ini.
Selain itu pengaruh teknologi juga dapat dilihat dari segi pencahayaan dan penghawaan
bangunan. Dahulu pasar hanya buka dari pagi hingga siang hari. Sekarang pasar telah buka
hingga malam hari dan sudah berada di ruangan yang tertutup berupa wilayah pertokoan. Maka
digunakanlah teknologi pencahayaan dan penghawaan berupa lampu dan kipas angin di
wilayah pertokoan pasar Singa Mandawa.

Gambar 3.8 Fasad Pasar Singa Mandawa Kintamani di Tingkatan Bawah


Sumber: Survey Lapangan, 2019

16
Gambar 3.9 Fasad Pasar Singa Mandawa Kintamani di Tingkatan Atas
Sumber: Survey Lapangan, 2019

3.2.3 Unsur Sosial (Sistem Sosial Kemasyarakatan dan Organisasi)


Kehidupan social dan masyarakat yang mengalami perkembangan juga turut memicu
perkembangan bangunan-bangunan di pasar ini khususnya dari segi fungsi bangunan. Dengan
adanya berkembangnya kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya
(hiburan, kebutuhan pokok, dan sebagainya) maka pasar yang awalnya hanya beroperasi 3 hari
sekali berkembang dengan munculnya pasar modern di area depan yang beroperasi setiap hari.
Selain sebagai tempat berjual-beli, pasar juga menjadi wadah bagi warga untuk bersosialisasi
dan berinteraksi. Dalam pasra terdapat susatu system kepengurusan/organisasi pasar.

Gambar 3.10 Interaksi Antar Pedagang Pasar


Sumber: Survey Lapangan, 2019

Pasar Kintamani merupakan pasar yang dimiliki oleh pemerintah desa yang dalam
system kepengurusannya terdapat wakil-wakil dari pusat yang turut mengawasi system
operasional pasar. Selain itu, ada seorang kepala pasar yang dibantu oleh 3- 4 orang dalam
mengelola pasar. Biasanya kepala dan perangkat pasar ini merupakan warga desa setempat
sehingga memudahkan dalam kepengurusannya.

17
3.2.4 Unsur Ekonomi ( Sistem Mata Pencaharian)

Mata pencaharian utama di Kintamani, Bangli yaitu kegiatan bertani dan berkebun.
Agar hasil tani dan kebun mereka dapat digunakan untuk kebutuhan sehari – hari maka hasil
kebun tersebut diperjual-belikan di pasar tradisional yang terdapat di kintamani yaitu Pasar
Singa Mandawa Kintamani. Selain itu , karena terlalu banyak penduduk kintamani yang
bermata pencaharian sama yaitu diperoleh melalui berdagang hasil tani dan kebun di pasar,
maka dibuatlah pengaturan hari dagang di pasar agar semua penduduk memperoleh hak yang
sama dalam hal mata pencaharian . Pada pasar ini , telah ditentukan bahwa hari berjualan atau
berdagang setiap hari Pasah dalam Triwara . Hal lain yang mempengaruhi bentuk arsitektur
pasar dari segi mata pencaharian yaitu bertambahnya jumlah blok atau wilayah pasar menjadi
3 tingkat karena penduduk yang bermata pencaharian melalui berjualan di pasar semakin
bertambah .

Gambar 3.11 Hasil Bumi yang Dijual di Pasar


Sumber: Survey Lapangan, 2019
3.2.5 Unsur Bahasa

Bahasa itu sendiri adalah sebuah sistem yang artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Secara sederhana, bahasa dapat
diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yag terlintas di dalam hati. Namun dalam
arti yang lebih jauh lagi, bahasa adalah alat untuk berinteraksi ataupun berkomunikasi dalam
arti untuk menyampaikan gagasan, pikiran, konsep, ataupun perasaan.

Bahasa yang dimaksud disini adalah bahasa bangunan dimana bangunan yang berada di
pasar tradisional ini bisa berkomunikasi untuk menyampaikan gagasan bahwa bangunan
tersebut adalah bangunan pasar tradisional jika dilihat dari jauh yang didalamnya terdapat
komponen ataupun suatu sistem yang berpola tetap seperti bangunan pasar tradisional pada
umumnya. Bangunan yang berada di pasar tradisional ini sudah bisa dikatakan memiliki aspek
bahasa didalamnya seperti area bangunan yang berada di tempat terbuka dan fasade bangunan

18
yang memiliki ciri khas tersendiri seperti terdapat tenda-tenda tempat para pedagang menjual
barang dagangannya.

Gambar 3.12 Lapak-lapak Pedagang di Koridor Jalan (kiri), Fasada Pasar Modern di Area Atas (kanan)
Sumber: Survey Lapangan, 2019

Selain dari sisi arsitektural, Bahasa juga cukup mempengaruhi sinteraksi sosial yang
terjadi di dalam lingkungan pasar. Bahasa yang mendominasi dalam kegiatan jual-beli adalah
Bahasa daerah Bali, karena pedagang tradisional di pasar ini didominasi oleh masyarakat lokal
Bali.

3.2.6 Unsur Kesenian

Unsur kesenian yang berpengaruh terhadap bangunan arsitektur pasar Singa Mandawa
yaitu dengan digunakannya ornament/ukiran bali pada fasad bangunan. Seperti yang terlihat
pada gambar dibawah ini , ornament kekarangan digunakan pada fasad pertokoan pasar Singa
Mandawa. Selain itu juga terdapat kesenian sederhana di dalam bangunan pasar yang
dicerminkan dengan penggunaan papan kayu sebagai penutup sisi pelana atap dengan warna
yang mencolok yaitu merah dan kuning. Selain itu terdapat bagian lisplang yang menggunakan
material kayu dan warna yang sama.

Gambar 3.13 Ornamen pada fasad bangunan Pasar


Sumber: Survey Lapangan, 2019

19
3.2.7 Unsur Ilmu Pengetahuan

Pengaruh Ilmu pengetahuan terhadap perkembangan arsitektur di pasar singa mandawa


yaitu dengan adanya pengetahuan akan kendaran bermotor . dahulu sebelum adanya
pengetahuan akan kendaraan, masyarakat cenderung ke pasar dengan berjalan kaki. Akan tetapi
setelah adanya perkembangan, masyarakat telah menggunakan kendaaran bermotor untuk
melakukan kegiatan sehari – sehari seperti ke Pasar.Dengan adanya penggunaan kendaraan
bermotor, maka kebutuhan akan lahan parkir di pasar singa mandawa semakin meningkat. Oleh
karena itu, dibuatlah parkiran khusus pengunjung pasar yang menggunakan kendaraan
bermotor.

Gambar 3.14 Parkir di tingkatan bawah


Sumber: Survey Lapangan, 2019

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengaruh budaya sangat besar terhadap bangunan arsitektur di pasar Singa Mandawa,
Kintamani. Ketujuh unsur budaya mampu memiliki peran yang besar tehadap perkembangan
bangunan pasar ini . Unsur Religi seperti triwara , konsep hulu teben, konsep tri angga, dan
konsep tri hita karana mampu mempengaruhi zonasi perletakan bangunan di lokasi pasar serta
hari operasi pasar . Unsur teknologi juga mempengaruhi perkembangan struktur bangunan dari
yang awalnya hanya menggunakan tiang saka kayu menjadi dinding bata yang difinishing
menggunakan cat . Unsur sosial mempengaruhi arsitektur pasar dengan dibentuknya pertokoan
yang buka setiap hari karena kebutuhan masyarakat akan barang – barang di pasar meningkat
pesat. Unsur mata pencaharian mempengaruhi pasar karena masyarakat yang berjualan dipasar
memiliki jenis barang dagangan yang sama sehingga dibutuhkan tempat berdagang yang lebih
dan pengaturan hari operasi pasar. Unsur bahasa dipengaruhi dari tujuan dan lokasi pasar
sehingga bahasa bangunan mampu memperlihatkan bahwa bangunan itu adalah bangunan
pasar dan berlokasi di bali serta mampu menciptakan interaksi antara penjual dan pembeli .
Unsur kesenian mempengaruhi pasar dengan digunakannya ornament/ ukiran bali di pasar
Singa Mandawa, Kintamani. Unsur budaya yang terakhir adalah unsur ilmu pengetahuan.
Unsur ini mempengaruhi pasar karena pengetahuan masyarakat akan penggunaan kendaraan
bermotor menyebabkan kebutuhan akan lahan parker menjadi meningkat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, N. I., & Nurcahyono, O. (2018). Digitalisasi Pasar Tradisional: Perspektif Teori
Perubahan Sosial. Jurnal Analisa Sosiologi, 3(1).

Brata, I. B. (2016). Pasar Tradisional Di Tengah Arus Budaya Global. Jurnal Ilmu Manajemen
(JUIMA), 6(1).

Devi, N. M. W. R., & Winda, N. M. (2011). Pasar Umum Gubug Di Kabupaten Grobogan
dengan Pengolahan Tata Ruang Luar dan Dalam Melalui Pendekatan Ideologi
Fungsionalisme Utilitarian”.

Gufron, A. (2014). Pasar Tradisional: Studi Kasus Pasar Wisata 46 Dan Pasar Wisata Cibiru,
Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru. Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan
Budaya, 6(2), 269-284.

Kistanto, N. H. (2015). Tentang Konsep Kebudayaan. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan,


10(2).

22

Anda mungkin juga menyukai