Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

OLEH :
FARRAS SYAFIQAH FANANI
201710300511002

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2019
KONSEP DASAR PENYAKIT BATU GINJAL
A. Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti kalsium oksalat,
kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat
defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi
dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH
urine dan status cairan klien (batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner &
Suddarth 2002).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling umum
oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga membentuk batu,
meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini
paling sering ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal.(Marilynn E,Doenges 2002).
B. Penyebab
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada beberapa macam
penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal, antara lain : renal tubular
acidosis dan medullary sponge kidney. Secara epidemiologi terdapat dua factor yang
mempermudah/ mempengaruhi terjadinya batu pada saluran kemih pada seseorang.
Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dan lingkungan
disekitarnya.
1. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada usia 30 - 50
tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena penyakit
batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana dalam vitamin C tersebut
banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan konsumsi vitamin D
dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan absorbs kalsium dalam usus
meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak disbanding dengan
pasien perempuan.
2. Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya
batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat
dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan
paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta
peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan
oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya banyak
duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life ).
e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih
f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah ston
belt (sabuk batu).
C. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80
%) adalah yang terbentuk dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional
mengatakan bahwa konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat memicu terjadinya
batu ginjal. Namun, bukti-bukti terbaru malah menyatakan bahwa konsunsi kalsium
dalam jumlah sedikitlah yang memicu terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan
karena dengan sedikitnya kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap tubuh
semakin banyak. Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke urin. Dalam urin,
oksalat merupakan zat yang mudah membentuk endapan kalsium oksalat. Jenis batu
yang lain adalah yang terbentuk dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam
urat, kalsium fosfat, dan sistin.
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea seperti Proteus
mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia. Bakteri ini memecah urea
menjadi ammonia yang pada akhirnya menurunkan keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan gangguan
metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan peningkatan asam urat
dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme dan renal
tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.
D. Patofisiologi Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti:
pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi di larutan
urine akibat intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK
atau utine statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu.
1) Proses perjalanan panyakit: Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori
(Prof.dr.Arjatmo Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik
Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine
alkali akan mengendap garamgaram fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor
Penghambat Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.
E. Manifestasi Klinis
Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan system piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan
disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada,
menyebabkan sedikit gejala umum secara perlahan merusak unit fungsional (nefron)
ginjal: sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita mendekati kandung
kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan ke seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka
pasien mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan proktimitas
anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa ingin berkemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasif batu. Kolompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan
mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan
diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan
obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retnsi urin.Jika infeksi berhubungan
dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam
kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).
F. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat meimbulkan infeksi saluran
kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal
dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.
G. Pencegahan
1. Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5 liter per hari
2. Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
3. Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
4. Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
5. Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan allopurinol
tergantung dari jenis batunya.
H. Penatalaksanaan
Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar dengan
sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran lebih dari 6 mm
memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang berukuran kecil yang tidak
menimbulkan gejala, dapat diobservasi selama 30 hari untuk melihat apakah dapat
keluar dengan sendirinya sebelum diputuskan untuk dilakukan intervensi bedah.
Tindakan bedah yang cepat, perlu dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai satu
ginjal, nyeri yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian.
Penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena batu ginjal
adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau dilaudid. Namun standar saat
ini untuk menghilangkan nyeri akut karena batu ginjal adalah penyuntikan ketorolak
melalui pembuluh darah.
Intervensi bedah
a. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini menggunakan getaran
gelombang untuk memecahkan batu dari luar sehingga batu menjadi serpihan kecil
yang pada akhirnya dapat keluar dengan sendirinya.
b. Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat dilakukan pada batu
ginjal yang besar atau yang mengalami komplikasi atau untuk batu yang tidak
berhasil dikeluarkan dengan cara ESWL.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Minggu 3 Obstruksi Ileus
    Askep Minggu 3 Obstruksi Ileus
    Dokumen16 halaman
    Askep Minggu 3 Obstruksi Ileus
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Fraktur
    Fraktur
    Dokumen8 halaman
    Fraktur
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • LP Paraplegia Minggu 6
    LP Paraplegia Minggu 6
    Dokumen16 halaman
    LP Paraplegia Minggu 6
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen7 halaman
    Bab Iv
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen4 halaman
    Bab Iii
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • LP R 19
    LP R 19
    Dokumen8 halaman
    LP R 19
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Farras Syafiqah Fanani
    Belum ada peringkat