Anda di halaman 1dari 30

BAB II

DASAR TEORI

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI MAMMAE

Payudara atau mammae adalah struktur kulit yang dimodifikasi,


bergrandular pada anterior thorax. Pada mammae perempuan terdapat
unsur untuk mensekresi susu sebagai makanan bayi (Kumala, 1998).
Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung kelenjar-
kelenjar yang bertanggung jawab terhadap produksi susu pada saat hamil
dan setelah bersalin. Setiap payudara terdiri dari sekitar 15-25 lobus
berkelompok yang disebut lobulus, kelenjar susu, dan sebuah bentukan
seperti kantung-kantung yang menampung air susu (alveoli). Saluran
untuk mengalirkan air susu ke puting susu disebut duktus. Sekitar 15-20
saluran akan menuju bagian gelap yang melingkar di sekitar puting susu
(areola) membentuk bagian yang menyimpan air susu (ampullae) sebelum
keluar ke permukaan.

Gambar 1. Potongan sagital mammae wanita, ilustrasi struktur anatomi mammae


(A), Anatomi mammae anterior view (B) (Ballinger, 1999)

6
Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk yang
sama. Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua tahun
setelah menstruasi pertamakali.Hamil dan menyusui akan menyebabkan
payudara bertambah besar dan akan mengalami pengecilan (atrofi) setelah
menopause.
Payudara akan menutupi sebagian besar dinding dada. Payudara
dibatasi oleh tulang selangka (klavikula) dan tulang dada (sternum).
Jaringan payudara bisa mencapai ke daerah ketiak dan otot yang berada
pada punggung bawah sampai lengan atas (latissimus dorsi).
Kelenjar getah bening terdiri dari sel darah putih yang berguna
untuk melawan penyakit. Kelenjar getah bening didrainase oleh jaringan
payudara melalui saluran limfe dan menuju nodul-nodul kelenjar di sekitar
payudara samapi ke ketiak dan tulang selangka. Nodul limfe berperan
penting pada penyebaran kanker payudara terutama nodul kelenjar di
daerah ketiak.
2.1.1. Struktur Makroskopis Mammae (Verralls, 1997) :
a. Cauda axillaris
Cauda axillaris adalah jaringan mammae yang meluas ke
daerah axilla.
b. Areola
Areola adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang
longgar yang mengalami pigmentasi dan pada masing-
masing payudara bergaris tengah kira-kira 2,5 cm. Areola
berwarna merah muda pada wanita yang berkulit cerah,
lebih gelap pada wanita berkulit coklat dan warna tersebut
akan lebih gelap pada wanita yang sedang hamil. Pada
Areola ini terdapat kira-kira 20 glandula sebacea. Pada
masa kehamilan, areola ini membesar dan disebut
tuberculum montgomery.

7
c. Papilla mammae
Papilla mammae terletak di areola mammae setinggi rusuk
(iga) keempat. Papilla mammae merupakan suatu tonjolan
yang panjangnya kira-kira 6 mm, tersusun atas jaringan
erektil berpigmen dan merupakan bangunan yang sangat
peka. Permukaan papilla mammae berlubang-lubang berupa
ostium papillare kecil-kecil yang merupakan muara ductus
lactifer.

Gambar 2. Anatomi permukaan mammae (Bontrager, 2001)

2.1.2. Stuktur Mikroskopis Mammae


Payudara terutama tersusun atas jaringan kelenjar tetapi
juga mengandung sejumlah jaringan lemak, dan ditutupi oleh kulit.
Jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 18 lobus yang
dipisahkan secara sempurna satu sama lain oleh lembaran-
lembaran jaringan fibrosa. Setiap lobus merupakan satu unit
fungsional dan tersusun atas bangun sebagai berikut (Verralls,
1997) :
a. Alveoli
Alveoli mengandung sel-sel yang mensekresi air susu.
Setiap alveolus dilapisi oleh sel-sel yang mensekresi air susu,
disebut acini yang mengektrasi faktor-faktor dari darah yang
penting untuk pembentukan air susu. Disetiap keliling alveolus

8
terdapat sel-sel mioepitel yang terkadang disebut sel keranjang.
Apabila sel-sel ini dirangsang oleh oksitosin akan berkontraksi
sehingga mengalirkan air susu kedalam ductus lactifer.
b. Tubulus lactifer
Tubulus lactifer adalah saluran kecil yang berhubungan
dengan alveoli
c. Ductus lactifer
Ductus lactifer adalah saluran sentral yang merupakan
tempat bermuaranya beberapa tubulur lactifer
d. Ampulla
Ampulla adalah bagian dari duktus lactifer yang melebar,
yang merupakan tempat penyimpanan air susu. Ampulla terletak
dibagian bawah areola.

Gambar 3. Mammae anterior view, jaringan glandular (Bontrager, 2001)

2.1.3. Jenis-Jenis Jaringan pada Mammae (Bontrager, 2001)


Terdapat tiga jenis jaringan yang menyusun mammae,
diantaranya adalah :
a. Glandular
b. Fibrous
c. Adiposa
Pada gambaran radiograf jaringan glandular dan fibrous
akan tampak sama karena kedua jaringan ini memiliki tingkat

9
densitas yang hampir sama, sedangkan jaringan adiposa memiliki
tingkat densitas yang lebih rendah sehingga akan tampak lebih
gelap jika dibandingkan dengan jaringan glandular dan fibrous.

Gambar 4. Jenis-jenis jaringan mammae (Bontrager, 2001)

2.1.4. Klasifikasi Mammae (Bontrager, 2001)


Mammae dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori
berdasarkan pada perbandingan jumlah jaringan fibro-glandular
dan jaringan lemak. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
pengklasifikasian mammae tersebut :
a Fibro-glandular
a) Biasanya pada wanita yang berusia15-30 tahun atau
pada wanita yang berusia diatas 30 tahun dan tidak
pernah memiliki anak
b) Pada wanita yang sedang hamil dan menyusui
c) Pada gambaran radiograf akan tampak putih (dens)
d) Sangat sedikit jaringan lemak

b Fibro-fatty
a) Biasanya pada wanita usia 30-50 tahun
b) Pada wanita muda yang telah hamil sebanyak 3 kali
atau lebih
c) Densitas sedang
d) Terdiri dari 50% lemak dan 50% fibro-glandular

10
c Fatty
a) Baisanya pada kelompok umur diatas 50 tahun
b) Pada wanita yang telah menopouse
c) Densitasnya rendah
d) Pada mammae anak-anak dan pria

2.1.5. Tahap Perkembangan Mammae (Ballinger, 1999)


Payudara wanita adalah salah satu struktur tubuh yang
rumit. Payudara wanita mulai tumbuh pada masa puber dan terus
berubah seiring dengan fluktuasi hormonnya. Biasanya payudara
mulai kendur pada akhir usia 40-an. Berikut ini adalah tahapan
perkembangan kondisi payudara dalam setiap tahapan usia:
a. Adolescent
Bentuk dan ukuran payudara ini terdapat pada anak-anak
dan remaja (8 –18 tahun), beberapa jaringan belum
berkembang.
b. Prepregnancy
Terdapat pada orang yang belum atau dalam masa hamil,
lobus dan kelenjar-kelenjar sudah berkembang dengan
tujuan mepersiapkan masa menyusui.
c. Reproductive
Terjadi pada masa setelah atau tidak sedang menyusui
tetapi belum menopouse. Keadaan lobus menggumpal,
terjadi pada umur 20 – 50 tahun.
d. Menopouse
Keadaan lobus-lobus yang menyatu, terjadi pada masa
reproduksi akhir.
e. Senescent
Terjadi pada masa tua atau tidak ada lagi kelenjar-kelenjar
susu yang berkembang.

11
Gambar 5. Perubahan bentuk mammae (Ballinger,1999)

2.2. Patologi Anatomi pada Mammae (Bontrager, 2001)


Indikasi patologi yang umumnya diperiksa dengan pemeriksaan
mammografi adalah sebagai berikut :
2.2.1. Breast carcinoma
2.2.2. Fibroadenoma
2.2.3. Fibrocystic disease
2.2.4. Cysts
2.2.5. Paget’s disease pada nipple
2.2.6. Mastalgia
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing indikasi patologi di atas :
2.2.1. Breast carcinoma (cancer)
Carcinoma pada mammae dibedakan menjadi dua kategori,
yakni carcinoma noninvasive dan carsinoma invasive. Carcinoma
noninvasive adalah lesi yang berbeda pada mammae yang dapat
berkembang menjadi kanker invasive. Lesi jenis ini tidak dapat
bermetastase kerena lesi ini hanya terbatas pada lumen jaringan
glandular dan tidak dapat berkembang menuju kelenjar limfe
ataupun pembuluh darah.
Carcinoma invasive dipercaya muncul pada duktus lobular
yang utama (terminal). Kanker jenis ini tidak dapat
dispesifikasikan tanpa melalui evaluasi secara histologi (jaringan).

12
2.2.2. Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan benjolan benigna yang padat
atau tumor pada jaringan fibrous dan jaringan glandular.
Fibroadenoma ini merupakan lesi yang dapat dengan mudah
dirasakan batas-batasnya selama dipalpasi. Lesi ini memiliki
tingkat densitas yang hampir sama dengan jaringan yang ada
disekitarnya.
2.2.3. Fibrocystic disease
Pada umumnya, benigna jenis ini terdapat pada kedua
mammae (kiri dan kanan) pada wanita dengan fase premenopousal.
Gejala dari adanya patologi jenis ini adalah terjadinya pelebaran
fibrosis dan adanya cysts pada duktus-duktus mammae.
2.2.4. Cysts
Cysts adalah kantung yang berisi cairan berupa benigna
yang tampilannya menyerupai massa dengan batas-batas yang
jelas. Tingkat densitas cysts ini hampir sama dengan tingkat
densitas jaringan yang ada disekitarnya, namun terkadang cysts
dapat memiliki densitas yang lebih tinggi dari jaringan sekitarnya.
2.2.5. Paget’s disease pada nipple

Gejala pertama dari patologi paget’s ini adalah terdapatnya


kerak atau nipple yang bersisik. Sedikit dari setengah pasien yang
menderita kanker yang juga memiliki benjolan pada mammae
mereka. Paget’s disease ini dapat berupa carcinimo invasive atau
carcinoma noninvasive

2.2.6. Mastalgia
Mastalgia adalah rasa sakit atau nyeri pada daerah mammae.
Penyakit mastalgia ini tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi.
Mastalgia yang terjadi pada masa selain siklus menstruasi dapat
berasal dari mammae itu sendiri atau karena penyebab yang lain,
seperti kelainan pada otot terdekat mammae atau karena gangguan

13
pada sendi yang menyebar hingga ke mammae. Intensitas nyeri
yang dirasakan pada tiap orang dapat berbeda-beda, mulai dari
yang ringan hingga nyeri yang tak tertahankan. Banyak perempuan
yang lebih khawatir dan mengaitkan rasa nyeri tersebut terhadap
kanker.

2.3. Silikon Cair pada Mammae


Silikon adalah polimer nonorganik yang bervariasi, dari cairan, gel,
karet, hingga sejenis plastik keras. Beberapa karakteristik khusus silikon:
tak berbau, tak berwarna, kedap air, serta tak rusak akibat bahan kimia dan
proses oksidasi, tahan dalam suhu tinggi, serta tidak dapat menghantarkan
listrik. Pertama kali ditemukan, digunakan untuk membuat lem, pelumas,
katup jantung buatan, hingga implan payudara. Terdapat 3 jenis silikon
yang secara medis aman :

2.3.1. Silikon padat


Bentuknya menyerupai karet penghapus. Digunakan untuk katup
jantung buatan, pengganti testis, kateter, serta persendian buatan. Dalam
dunia bedah plastik, silikon padat biasanya digunakan untuk implan
hidung, dagu, dan pipi. Beberapa tahun belakangan ini, silikon padat juga
digunakan untuk membantu penderita gangguan ereksi, dengan
menggunakan materi silikon padat yang dapat ditiup.
2.3.2. Silikon berbentuk gel dalam wadah silikon padat
Menyerupai dodol, dengan tingkat perlekatan molekul sangat baik.
Digunakan untuk implan payudara/betis. Jika dibelah, tidak akan meleleh
atau menyebar, tapi tetap mengikuti bentuk wadah penyimpannya.
2.3.3. Silikon cair
Silikon bentuk cair dalam dunia medis, menurut dr. Donny V.
Istiantoro dari Jakarta Eye Center, digunakan dalam operasi retina. Retina

14
dapat lepas dari posisinya karena berbagai faktor, sehingga perlu dibantu
perlekatannya dengan silikon cair.
Di dunia kedokteran modern, silikon dikategorikan sebagai bahan
terbaik untuk melakukan perbaikan bagian tubuh, karena penolakan
jaringan tubuh terhadap silikon tergolong rendah.
Menurut dr. Teddy O.H. Prasetyono dari Departemen Bedah
Plastik FKUI, seorang dokter ahli bedah plastik tidak dibenarkan
melakukan penyuntikan silikon cair. Penyuntikan silikon cair tidak
mengakibatkan kematian, tetapi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut terjadi karena silikon cair
yang disuntikkan langsung ke dalam tubuh — seperti sifat cairan
umumnya— akan mencari tempat yang rendah. Sebagian silikon mungkin
‘berkumpul’ di tempat- tempat tertentu sehingga membentuk benjolan.
Secara logika kedokteran, silikon cair yang telanjur disuntikkan ke tubuh,
tak mungkin dikeluarkan dengan cara dipijat-pijat. Satu-satunya cara
dengan dengan pembedahan.

2.4. Mammografi
2.4.1. Pengertian Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan radiografi untuk
memperlihatkan struktur anatomis mammae dengan film khusus baik
dengan menggunakan media kontras atau tidak.
2.4.2. Pesawat Mammografi
Pemeriksaan mammografi memerlukan seperangkat pesawat sinar-
X yang mempunyai komponen khusus. Hal ini dikarenakan organ yang
diperiksa mempunyai struktur yang khusus berupa soft tissue atau jaringan
lunak.

15
Gambar 6. Mammografi unit (Bontrager, 2001)
Adapun bagian-bagian pesawat mammografi adalah sebagai
berikut: :
a. Kapasitas pesawat
Pesawat mammografi yang digunakan mempunyaii
kapasitas tegangan tabung rendah ( 25 –35 kvp ) dan mAs
yang tinggi. Jenis-jenis mAs total pada pesawat mammografi
adalah sebagai berikut:
a) Low speed film ( 2000 mAs )
b) Intermediate non screen film ( 500 mAs )
c) Convensional non screen film (200 mAs ).
Penggunaan factor eksposi berupa kV rendah diikuti
dengan peningkatan mAs, dimaksudkan untuk mendapatkan
kontras yang tinggi dalam radiograf .
b. Ukuran focal spot
Ukuran focal spot dari pesawat mammografi antara 0,1
sampai 0,6 mm. Ukuran focal spot kecil diperlukan untuk
mendapatkan ketajaman yang baik dari organ. Pesawat
mammografi biasanya dibuat sistem anoda putar dan bahan
dari tungsten atau molybdenum untuk memungkinkan
penggunaan fokus kecil pada pembebanan arus tabung.

16
c. Pembatas sinar
Pembatas sinar pada pesawat mammografi berupa conus
yang dapat diganti-ganti sesuai dengan besarnya ukuran
payudara.
d. Filter
Filter pada pesawat mammografi dimaksudkan untuk
mendapatkan kualitas berkas yang sesuai dengan keperluan,
sehingga sinar-X yang mempunyai panjang gelombang tinggi
akan diserap oleh filter. Filter yang digunakan adalah
molybdenum dengan ketebalan 0,03 sampai 0,5 mm Al.
e. Alat kompresi
Alat kompresi pada pesawat mammografi berfuingsi
untuk menghilangkan kerutan–kerutan pada kulit, menahan
bagian payudara agar tidak bergerak, dan untuk mendapatkan
penampang payudara yang lebih luas. Alat ini dibuat dari
bahan yang intensitasnya homogen sehingga tidak memberikan
bayangan yang menganggu gambaran.
f. Grid
Grid berfungsi untuk mengurangi sinar hambur diantara
obyek dan film. Pesawat mammografi biasanya menggunakan
grid dengan ratio 3,5 : 1. Grid yang digunakan yaitu grid yang
bergerak dan pergerakannya sudah diatur oleh pesawat.
g. Film
Film yang digunakan dalam mammografi biasanya non
screen dengan emulsi tunggal (single emulsi) tanpa lembaran
penguat, diletakkan dalam suatu amplop. Film ini berukuran 15
x 20 cm.

17
Gambar 7. Mammografi unit di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Soetomo
Surabaya

Gambar 8. Control table mammografi unit di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr.


Soetomo Surabaya

2.4.3. Teknik kV rendah


Merupakan pemeriksaan radiografi dengan
menggunakan tegangan tabung (kV) rendah (45 – 50 kV).
Teknik ini bertujuan sebagai berikut :
a. Melihat jaringan lunak.
b. Mengetahui korpus alienum non opak.
c. Melihat pus atau nanah.
d. Melihat ada tidaknya robekan ligamentum.
e. Melihat adanya kalsifikasi.

18
2.5. PROSEDUR PEMERIKSAAN
2.5.1. Persiapan Pasien (Bontrager, 2001)
Sebelum pemeriksaan dimulai, radiografer harus menjelaskan
prosedur pemeriksaan mammografi dan pasien diminta untuk melepaskan
pakaiannya, aksesoris, talcum powder atau antiperspirant yang dapat
menimbulkan adanya artifact pada radiograf. Radiografer harus
menganamnesa pasien perihal riwayat kesehatannya, anamnesa tersebut
meliputi :
a. Kehamilan, berapa kali hamil
b. Riwayat keluarga yang mengalami kanker mammae
c. Medikasi (terapi hormon)
d. Pernah melakukan operasi (surgery) atau tidak
e. Pernah melakukan mammografi atau tidak, jika iya kapan
dan dimana dilakukan pemeriksaan mammografi tersebut
f. Penjelasan mengenai keluhan yang dialami, seperti
screening mammografi, benjolan, nyeri dan pengangkatan
mammae
g. Radiografer juga harus mencatat posisi luka, posisi massa
saat dipalpasi, kutil, tatto dan lain-lain.

2.5.2. Persiapan Alat


Adapun persiapan alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
mammografi adalah:
a. Mammografi unit
a) Anoda Mo
b) Kaset khusus
c) Conus
d) Filter : Al
b. Film khusus mammografi
a) Non screen

19
b) High definition

2.5.3. Indikasi Mammografi


Tujuan klinik dari pemeriksaan mammografi secara umum
adalah mendeteksi secara dini adanya kelainan pada
payudara.Pemeriksaan mammografi dilakukan apabila :
a. Screening test, pemeriksaan penyaring terutama pada
wanita yang berumur di atas 35 tahun.
b.Tiap kelainan benjolan pada payudara kemungkinan
dapat dibedakan ganas atau tidak.
c. Keluhan rasa tidak enak.
d.Keluhan kelenjar getah bening axial.
e. Mempunyai riwayat keganasan.
f. Pada pasien-pasien pasca operasi (mastektomi) payudara
yang kemungkinan kambuh atau keganasan.
g.Diagnosa klinik Paget Disease of The Nipple.

2.5.4. Kontra Indikasi Mammografi


Terdapat dua jenis kontra indikasi pada pemeriksaan
mammografi yakni kontra indiksai mutlak dan relative. Kontra
indikasi mutlak adalah pada pasien wanita yang sedang hamil
(gravid), sedangkan kontra indikasi relative adalah pada pasien
wanita yang berumur dibawah 35 tahun dan wanita yang sedang
dalam masa menstruasi dan pada wanita yang sedang menyusui.

20
2.5.5. Proyeksi Pemeriksaan
a. Proyeksi Craniocaudal (CC)
a) Phatology demonstrated
Proyeksi ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan
atau mengevaluasi adanya kalsifikasi, kista, karsinoma
atau keabnormalan lain serta perubahan yang terjadi pada
jaringan mammae. Kedua mammae difoto sebagai
perbandingan satu sama lain.
b) Technical Factors
1) Ukuran IR : 18 X 24 cm (8 x 10 inchi)
membujur atau 24 x 30 cm (10 x 12 inchi)
membujur
2) Moving grid
3) Faktor eksposi : 25 – 28 kVp dan 75 mAs
4) Waist apron
c) Posisi pasien :
Pasien dalam posisi berdiri atau duduk
d) Posisi objek :
1) Ketinggian IR tergantung pada pengangkatan
mammae agar mencapai sudut 90 derajat terhadap
dinding dada. IR setinggi batas atas lipatan infra
mammary.
2) Lengan sisi yang difoto dalam posisi relax, dan
bahu didorong ke belakang.
3) Kepala menoleh kearah yang berlawanan dengan
sumber sinar-x.
4) Lipatan dan bagian mammae yang mengkerut
harus dihaluskan (diluruskan) dan dikompresi
hingga kencang.
5) Marker dan ID pasien selalu berada pada sisi
axillary

21
Gambar 9. Proyeksi craniocaudal (Bontrager, 2001)

e) Central ray
1) Tegak lurus, dipusatkan pada dasar mammae,
dinding dada pada pinggir IR
2) SID : tetap, berkisar antara 60 cm (24 inchi)

f) Kolimasi :
Menggunakan conus pada pesawat mammografi
g) Respirasi :
Tahan nafas
h) Kriteria radiograf :
Seluruh jaringan mammae harus tampak pada
radiograf, termasuk bagian central,subareolar, dan
mammae medial (terkadang muskulus pectoralis juga
tampak).

Gambar 10. Radiograf proyeksi craniocaudal (Bontrager, 2001)

22
b. Proyeksi Mediolateral Oblique (MLO)
a) Phatology demonstrated
Proyeksi ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan
atau mengevaluasi adanya kalsifikasi, kista, karsinoma
atau keabnormalan lain serta perubahan yang terjadi pada
jaringan mammae lateral. Kedua mammae difoto sebagai
perbandingan satu sama lain.
b) Technical Factors
1) Ukuran IR : 18 X 24 cm (8 x 10 inchi)
membujur atau 24 x 30 cm (10 x 12 inchi)
membujur
2) Moving grid
3) Faktor eksposi : 25 – 28 kVp dan 85 mAs
4) Waist apron

c) Posisi pasien :
Pasien dalam posisi berdiri atau duduk
d) Posisi objek :
1) Tabung sinar-x dan IR saling berhadapan, CR
membentuk sudut sebasar 45 derajat. CR tepat
pada pertengahan mammae, tegak lurus terhadap
muskulus pectoralis.
i. Untuk mammae yang berukuran besar,
penyudutan CR sebesar 40-60 derajat
vertical.
ii. Untuk mammae yang berukuran kecil,
penyudutan CR sebesar 60-70 derajat
vertical.
2) Atur tinggi IR selevel dengan axilla pasien.

23
3) Pasien menghadap pesawat mammografi dan kaki
pasien lurus seperti pada posisi CC, posisikan
lengan dan tangan sisi yang difoto lurus kedepan.
4) Tarik mammae dan muskulus pectoralis kedepan
dan medial menjauhi dinding dada. Dorong tubuh
pasien ke depan hingga bagian inferolateral
mammae menyentur IR.
5) Kompres mammae perlahan, hingga kencang.
6) Sisi atas dari kompresi harus menyentuh bagian
bawah clavicula dan sisi bawah harus menyentuh
lipatan inframammary.
7) Lipatan dan bagian mammae yang mengkerut
harus dihaluskan (diluruskan) dan dikompresi
hingga kencang.
8) Bila diperlukan, minta pasien untuk menarik
mammae yang tidak difoto untuk menghindari
terjadinya superposisi.
9) Marker dan ID pasien selalu berada pada sisi
axillary

Gambar 11. Proyeksi mediolateral oblique (Bontrager, 2001)

e) Central ray :
1) Tegak lurus, dipusatkan pada dasar mammae,
dinding dada pada pinggir IR

24
2) SID : tetap, berkisar antara 60 cm (24 inchi)
f) Kolimasi :
Menggunakan conus pada pesawat mammografi
g) Respirasi :
Tahan nafas
h) Kriteria radiograf :
Seluruh jaringan mammae tampak, dari muskulus
pectoralis hingga nipple. Lipatan inframammary harus
tampak dan mammae tidak boleh kendur ke bawah.

Gambar 12. Radiograf proyeksi MLO (Bontrager, 2001)

c. Proyeksi Mediolateral (ML)


a) Phatology demonstrated
Dapat menampakkan patologi pada mammae,
terutama inflamasi atau patologi yang lain pada daerah
lateral mammae.
Proyeksi ini mungkin diminta oleh radiologist
sebagai proyeksi pilihan untuk mengkonfirmasi adanya
keabnormalan yang nampak pada proyeksi MLO.
b) Technical Factors
1) Ukuran IR : 18 X 24 cm (8 x 10 inchi)
membujur atau 24 x 30 cm (10 x 12 inchi)
membujur
2) Moving grid
3) Faktor eksposi : 25 – 28 kVp dan 85 mAs

25
4) Waist apron
c) Posisi pasien :
Pasien dalam posisi berdiri atau duduk
d) Posisi objek :
1) Tabung sinar-x dan IR saling berhadapan, CR
membentuk sudut sebasar 90 derajat terhadap
bidang vertikal.
2) Atur ketinggian IR pada pertengahan mammae.
3) Pasien menghadap pesawat mammografi dan kaki
pasien lurus, posisikan lengan dan tangan sisi
yang difoto lurus kedepan.
4) Tarik mammae dan muskulus pectoralis kedepan
dan medial menjauhi dinding dada. Dorong tubuh
pasien ke depan hingga bagian inferolateral
mammae menyentur IR.
5) Kompres mammae perlahan, hingga kencang.
Setelah paddle unit melewati tulang sternum,
rotasikan pasien hingga mammae pada posisi true
lateral.
6) Lipatan dan bagian mammae yang mengkerut
harus dihaluskan (diluruskan) dan dikompresi
hingga kencang.
7) Bila diperlukan, minta pasien untuk menarik
mammae yang tidak difoto untuk menghindari
terjadinya superposisi.
8) Marker dan ID pasien selalu berada pada sisi
axillary.

26
Gambar 13. Proyeksi mediolateral (Bontrager, 2001)

e) Central ray :
1) Tegak lurus, dipusatkan pada dasar mammae,
dinding dada pada pinggir IR
2) SID : tetap, berkisar antara 60 cm (24 inchi)
f) Kolimasi :
Menggunakan conus pada pesawat mammografi
g) Respirasi :
Tahan nafas
h) Kriteria radiograf :
Tampak seluruh mammae dari aspek lateral,
termasuk daerah axillary dan muskulus pectoralis.

Gambar 14. Radiograf proyeksi


mediolateral (Bontrager, 2001)

27
d. Proyeksi Laterally Exaggerated Craniocaudal (XCCL)
a) Pathology demonstated
Proyeksi ini dapat menampakkan adanya potensi
patologi pada mammae atau adanya perubahan pada
jaringan mammae. Poyeksi ini juga mampu menekan
jaringan axillary.
Proyeksi ini merupakan proyeksi yang paling sering
diminta oleh radiologist jika proyeksi CC tidak dapat
menampakkan seluruh jaringan axillary atau ketika
gambaran lesi tampak pada proyeksi MLO tapi tidak
tampak pada proyeksi CC.
b) Technical Factors
1) Ukuran IR : 18 X 24 cm (8 x 10 inchi)
membujur atau 24 x 30 cm (10 x 12 inchi)
membujur

2) Moving grid
3) Faktor eksposi : 25 – 28 kVp dan 85 mAs
4) Waist apron
c) Posisi pasien :
Pasien dalam posisi berdiri atau duduk
d) Posisi objek :
1) Posisikan pasien seperti pada proyeksi CC,
kemudian rotasikan tubuh pasien secukupnya
sehingga daerah axillary mammae masuk dalam
IR.
2) Luruskan tangan pasien ke depan dan minta
pasiem unruk merelekskan bahunya. (beberapa
sumber merekomendasikan untuk meyudutkan
CR sebesar 5 derajat mediolaterally)

28
3) Kepala pasien menoleh menjauhi sumber sinar-
x.
4) Mammae ditarik ke pertengahan IR, Lipatan
dan bagian mammae yang mengkerut harus
dihaluskan (diluruskan) dan dikompresi hingga
kencang.
5) Marker dan ID pasien selalu berada pada sisi
axillary
6)

Gambar 15. Proyeksi XCCL (Bontrager, 2001)

e) Central ray :
1) Tegak lurus, dipusatkan pada dasar mammae,
dinding dada pada pinggir IR
2) SID : tetap, berkisar antara 60 cm (24 inchi)

f) Kolimasi :
Menggunakan conus pada pesawat mammografi
g) Respirasi :
Tahan nafas
h) Kriteria radiograf :
Tampak jaringan axillary mammae, muskulus
pectoralis dan sentral serta jaringan subareolar.
2

29
Gambar 16. Radiograf proyeksi XCCL (Bontrager, 2001)

e. Proyeksi Craniocaudal Cleavage (CV)


a) Image receptor: 1 8 x 24 cm or 24 X30 cm
b) Posisi pasien :
Pasien dalam posisi berdiri menghadap penyangga
kaset atau duduk.
c) Posisi objek :
i. Atur ketinggian kaset dengan mengangkat lipatan
inframammary pada ketinggian maksimal
ii. Radiografer berdiri di belakang pasien, gunakan
kedua tangan untuk menarik kedua mammae dan
tempatkan pada pertengahan kaset, instruksikan
pada pasien untuk membusungkan dada
iii. Tarik daerah medial mammae sebanyak mungkin
dan tempatkan pada pertengahan kaset.
iv. Rotasikan kepala pasien menjauhi sumber sinar-x
v. Kedua tangan pasien berpegangan pada pesawat
mammogarfi agar dapat mempertahankan posisi
mammae pada kaset
vi. Informasikan kepada pasien bahwa mammaenya
akan dikompresi. Pastikan kompresi menyentuh

30
mammae, dan dengan perlahan kompres mammae
hingga kencang.
vii. Minta pasien memberi tanda jika telah merasa
kesakitan saat mammaenya dikompresi.

Gambar 17. Proyeksi CV (Ballinger, 1999)

d) Central ray :
Tegak lurus pada daerah di pertengahan kedua
mammae
e) Struktur yang ditampakkan :
Proyeksi ini menampakkan posisi lesi pada daerah
posteromedial mammae
f) Kriteria Radiograf :
i. Berikut ini adalah gambaran yang harus tampak pada
proyeksi CV
ii. Daerah mammae yang diduga terdapat lesi berada di
pertengahan radiograf.
iii. Jaringan mammae pada daerah medial

31
Gambar 18. Radiograf proyeksi CV (Ballinger, 1999)

f. Prosedur Implant Displaced


a) Pathology demonstated
Proyeksi ini digunakan untuk mendeteksi dan
mengevaluasi patology pada mammae dengan silikon
implant sert kemungkinan komplikasi pada mammae
akibat dari pecahnya silikon, baik pecahan intrakapsular
maupun ekstrakapsuler.
Pasien yang melakukan bedah silikon implant pada
mammae untuk memperbaiki ukuran dan bentuk mammae
mereka perlu melakukan pemeriksaan mammografi secara
rutin. Terdapat beberapa teknik yang berbeda pada
pemeriksaan mammografi dengan indikasi silikon implant
ini.

32
b) Proyeksi standar CC dan MLO
Tata laksana pemeriksaan mammografi idikasi
silikon implant dengan proyeksi CC dan MLO sama
seperti tata laksana pemeriksaan mammografi dengan
indikasi patologi yang lain. Pemeriksaaan dilakukan
sebanyak 2 kali, pemeriksaan pertama dilakukan dengan
silikon implant pada posisi standar, sedangkan pada
pemeriksaan kedua posisi silikon implant didorong
kebelakang sehingga tidak akan tampak pada radiograf.

Gambar 19. Radiograf proyeksi CC dengan implant pada posisi standar


(Bontrager, 2001)

Gambar 20. Radiograf proyeksi CC dengan implant yang didorong kebelakang


(Bontrager, 2001)

33
Gambar 21. Proyeksi CC dengan
implant didorong ke belakang
(Bontrager, 2001)

c) Eklund Method
Metode eklund atau menjepit mammae dilakukan
setelah proyeksi standar CC dan MLO. Selama prosedur
pemeriksaan ini, silikon implant didorong kebelakang
menuju dinding dada sehingga jaringan mammae yang
normal dapatdikompresi dan digmbarkan dengan baik.
Pengecualian : metode eklund dapat diterapkan pada
hampir seluruh pasien dengan silikon implant, namun
terkadang silikon tersebut pecah dan tidak menempati
kapsulnya lagi, sehingga metode eklund ini hanya dapat
dilakukan pada pasien dengan silikon implant yang masih
utuh (tidak pecah). Proyeksi tambahan seperti proyeksi
mediolateral atau proyeksi lateromedial dapat digunakan
untuk menampakkan seluruh jaringan.

34
Gambar 22. Posisi pada proyeksi metode Enklud (Bontrager, 2001)

35

Anda mungkin juga menyukai