Anda di halaman 1dari 9

A.

Cara Replikasi (siklus hidup) Herpes

Siklus pertumbuhan HSV (Herpes Simplex Virus) berlangsung


dengan cepat, memakan waktu 8-16 jam sampai selesai. Gen
alfa(dini-segera) segera timbul setelah infeksi. Gen-gen ini
ditraskripsikan pada keadaan tidak adanya sintesis protein virus dan
merupakan permulaan replikasi. Gen beta (dini) timbul kemudian;
membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu
kebanyakan berupa enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta
bertepatan dengan penurunan transkripsi gen alfa dan penghentia
sintesis protein sel inang yang ireversibel, dan dikatakan sebagai
kematian sel. Hasil-hasil gen gama(lambat) yang kemudian
dihasilkan dan mencakup sebagian besar protein struktural virus.
(Hartadi,1998)
Herpes dapat mengalami siklus litik maupun lisogenik. Siklus
lisogenik ini merupakan fase dimana virus hanya tinggal di dalam tubuh,
tapi tidak menampakkan ekspresinya.

1. Siklus Litik
 Protein spesifik di selubung virus menempel pada reseptor
membran sel
 Virus melepaskan asam nukleat ke dalam sitoplasma
 DNA virus masuk ke dalam inti
 Di dalam inti, DNA virus mengalami replikasi dan
mengadakan translasi
 Kapsid dan selubung protein terbentuk kembali
 Virus yang telah dewasa kemudian keluar melalui dan
menyebabkan lisis sel

2. Siklus Lisogenik
 HSV masuk ke dalam sel epitel dan menyusup masuk ke sel
saraf
 HSV tinggal dalam spinal ganglion dan tidak menampakkan
ekspresinya
 Ikut bereplikasi dengan sel inang
 Kembali menyerang saat imunitas penderita menurun, seperti
saat haid atau setelah operasi (Anonim,2017)

B. Transmisi/ Penularan Virus Herpes


Penularan herpes genital terjadi ketika ada sentuhan langsung
dengan orang yang sedang mengidap penyakit ini. Virus herpes
simplex tipe 1 dan 2 hampir tidak mungkin bertahan hidup di
permukaan benda mati selain kulit atau alat kelamin manusia. Ada
beberapa cara penularan dari virus ini yaitu :
a. Penetrasi seksual
Virus herpes genital sangat mudah berpindah dari alat
kelamin pengidap herpes ke alat kelamin orang yang sehat.
Karena itu, penetrasi seksual (penis ke vagina) tanpa
kondom dengan orang yang mengidap herpes bisa
meningkatkan risiko Anda tertular.Risiko ini juga semakin
tinggi bila Anda sering gonta-ganti pasangan seksual.
Semakin banyak pasangan Anda, tambah besar pula peluang
Anda tertular herpes genital dari orang lain.
b. Seks oral
Bukan cuma penetrasi seksual yang bisa menularkan herpes
genital. Seks oral (stimulasi penis, vagina, atau dubur dengan
mulut) juga dapat menyebarkan virus herpes simplex. Kalau
pasangan sedang mengidap herpes oral (di mulut) dan ia
memberikan seks oral , virus herpes di mulutnya bisa pindah
ke alat kelamin Inilah yang lantas membuat kena herpes
genital meskipun asalnya dari herpes oral yang diidap
pasangan

c. Pakai sex toy secara bergantian

Meskipun virus herpes simplex akan cepat mati bila


menyentuh permukaan benda, sex toy atau mainan seks yang
dipakai bergantian bisa menyebarkan virus ini juga.Ini
karena sex toy Anda dan pasangan mungkin sangat basah
oleh cairan tubuh seperti sperma, air liur (saliva), atau cairan
pelumas vagina. Nah, virus herpes akan lebih mudah
bertahan hidup di lingkungan yang lembap karena cairan
tubuh manusia.Jadi kalau dan pasangan langsung bergantian
pakai sex toy yang sama padahal salah satu dari Anda kena
herpes genital, maka ada kemungkinan tertular herpes. Akan
tetapi, kemungkinannya kecil.

d. Proses melahirkan normal

Dalam beberapa kasus, seorang ibu yang mengalami herpes


genital bisa menularkan virus ini pada bayinya
ketika melahirkan normal (lewat vagina). Karena itu,
bicarakan pada dokter soal berbagai kemungkinan penularan
herpes genital saat hamil.

C. Manifestasi Klinis Virus Herpes


Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada
daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan
sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya
vesikel berkelompok di atas dasar makula eritematosa. 1 Herpes
simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi Menular Seksual
(IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena penularan
wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang
terinfeksi. Jumlah yang terinfeksi meningkat sebanding dengan usia
terbanyak pada 25-39 tahun. Sedangkan, jumlah infeksi HSV-2 baru
pada kelompok usia 15-49 tahun di seluruh dunia pada tahun 2003
sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah wanita dan 10,8 juta
adalah pria.(Bonita & Murtiastutik, 2017)
Penegakan diagnosis penyakit ini dapat dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Penting untuk dapat melakukan diagnosis dengan benar serta
penatalaksanaan yang tepat pada pasien herpes simpleks genitalis.1,4
Pengobatan secara dini dan tepat dapat memberikan prognosis yang
lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih singkat dan angka
kejadian rekurensi menurun. Pemberian edukasi juga merupakan
aspek penting dalam penanganan herpes simpleks genitalis. Pasien
harus disarankan untuk kontrol ulang, disarankan untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama lesi dan gejala masih ada,
pemakaian kondom serta memeriksakan pasangan seksualnya.
Semua itu adalah upaya untuk mencegah transmisi dari penyakit ini.
(Bonita & Murtiastutik, 2017)

D. Patofisiologi (perjalanan penyakit)


perjalanan virus herpes mulai dari pertama kali masuk ke dalam
tubuh hingga timbulnya gejala.yaitu :
a. Virus Masuk ke Dalam Tubuh
Infeksi herpes simpleks tidak disebabkan oleh infeksi virus
flu, tetapi oleh virus herpes simpleks tipe 1. Seseorang dapat
tertular penyakit ini saat berhubungan dengan seorang
penderita. Hal ini dikarenakan membran mukosa pada alat
kelamin merupakan tempat masuk kuman.
b. Virus Masuk ke Dalam Sel
Setelah masuk ke dalam tubuh melalui sel-sel kulit , maka
DNA virus akan memperbanyak dirinya di dalam inti sel,
sehingga virus dapat menyebar ke dalam lebih banyak sel-sel
tubuh. Pada akhirnya, infeksi virus ini pun akan mencapai
ujung saraf dan masuk ke dasar saraf trigeminal.

c. Antibodi Terbentuk dan Menyerang Virus


Dalam fase ini, tubuh pun telah mengetahui bahwa telah
terdapat virus di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan sel-sel
tubuh yang terinfeksi virus akan mengirimkan sinyal pada
kelenjar getah bening terdekat, yang memicu pergerakan sel-
sel darah putih (limfosit) sebagai bentuk perlawanan tubuh
terhadap virus. Akan tetapi, pada saat ini limfosit hanya
mampu menampung virus dan tidak menghancurkannya.

d. Stress Membuat Daya Tahan Tubuh Melemah


Di saat merasa stress, maka kadar hormon kortisol akan
meningkat, yang dapat melemahkan kekuatan sistem
kekebalan tubuh (WHO,2017)
E. Pengendalian Lab
Herpes primer mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan
orang yang tidak memiliki riwayat lesi sebelumnya dan kontak
dengan seseorang dengan infeksi HSV yang diketahui. Penampilan
dan distribusi luka biasanya muncul sebagai ulser mulut multipel,
bulat, superfisial, disertai dengan gingivitis akut. Orang dewasa
dengan presentasi atipikal lebih sulit untuk didiagnosis. Gejala
prodromal yang terjadi sebelum munculnya lesi herpes membantu
membedakan gejala HSV dari gejala serupa gangguan lainnya,
seperti stomatitis alergi . Ketika lesi tidak muncul di dalam mulut,
herpes orofasial primer kadang-kadang disalahartikan
sebagai impetigo , infeksi bakteri. Ulkus mulut umum ( ulkus
aphthous ) juga menyerupai herpes intraoral, tetapi tidak
menunjukkan tahap vesikular.
Pengujian laboratorium Tes laboratorium sering digunakan
untuk mengkonfirmasi diagnosis herpes genital. Tes laboratorium
meliputi kultur virus, studi direct fluorescent antibody (DFA) untuk
mendeteksi virus, biopsi kulit , dan reaksi berantai polimerase untuk
menguji keberadaan DNA virus. Meskipun prosedur ini
menghasilkan diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik, biaya
tinggi dan kendala waktu menghambat penggunaan rutin dalam
praktik klinis. Sampai tahun 1980-an tes serologis untuk antibodi
terhadap HSV jarang bermanfaat untuk diagnosis dan tidak secara
rutin digunakan dalam praktik klinis.Uji serologis IgM yang lebih
tua tidak dapat membedakan antara antibodi yang dihasilkan sebagai
respons terhadap infeksi HSV-1 atau HSV-2. (Nilsen A,2000)

F. Pemeriksaan

Untuk pemeriksaan virus herpes simplex dapat dilakukan beberapa


test yaitu :
a. Tzanck Smear
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel yang masih
baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu
hematoxylin-eosin, giemsa’s, wright’s, tuloidine blue
ataupun papanicolaou’s.Dengan menggunakan
mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells.
b. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel. Hasil
pemeriksaan cepat. Membutuhkan mikroskop
fluorescense. Test ini dapat menemukan antigen virus
simplex virus Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
virus herpes simplex dengan virus varicella zoster.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat
sensitif. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai
jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila
sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat.
e. EIA ( Enzyme Immunoassay )
EIA untuk antibody biasanya merupakan pemeriksaan tidak
langsung yang bergantung pada pemakaian konjugat enzym-
antibodi anti IgG atau igM manusia. Prosedur EIA tidak
langsung memerlukan waktu 2-24 jam. Prosedur EIA yang
populer adalah inkubasi larutan spesimen pasien dengan
antigen agen infeksiun yang dilekatkan ke suatu fase padat
( misalnya, butir atau batang, plastik, atau dinding tabung
atau baki mikrotiter ).Fase padat kemudian secara berhati-
hati dibilas dan direndam dalam larutan konjugat enzym-
antibodi anti- manusia.Siklus inkubasi  bilas diulang
diikuti oleh penambahan substrat enzim.
f. Tes serologik IgM dan IgG tipe spesifik
IgM baru dapat dideteksi setelah 4-7 hari infeksi, mencapai
puncak setelah 2-4 minggu, dan menetap selama 2-3 bulan,
bahkan sampai 9 bulan. Sedangkan, IgG baru dapat dideteksi
setelah 2-3 minggu infeksi, mencapai puncak setelah 4-6
minggu, dan menetap lama, bahkan dapat seumur hidup.
Antibodi IgM dan IgG hanya memberi gambaran keadaan
infeksi akut atau kronik dari penyakit herpes genitalis.

Tidak ditemukannya antibodi HSV pada sampel serum akut dan


ditemukannya IgM spesifik HSV atau peningkatan 4 kali antibodi
IgG selama fase penyembuhan menunjukkan diagnosis HSV primer.
Ditemukannya IgG anti-HSV pada serum akut, IgM spesifik HSV
dan peningkatan IgG anti-HSV selama fase penyembuhan
merupakan diagnostik infeksi HSV rekuren.

Dapus
Bonita, L., & Murtiastutik, D. (2017). Penelitian Retrospektif : Gambaran
Klinis Herpes Simpleks Genitalis ( A Retrospective Study : Clinical
Manifestation of Genital Herpes Infection ). Periodical of
Dermatology and Venereology, 29(1), 30–35.
Hartadi & Sumaryo, S. (1998). Inveksi Virus.Di dalam : Harahap, M. (Ed).
Ilmu penyakit kulit (1 st ed.,pp:89-91). Jakarta: Penerbit
Hipokrates.
World Health Organization (WHO) 2017 article Herpes Simplex Virus.
Updated Januari 2007.Link :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs400/en/.
Nilsen A, Myrmel H (2000)."Mengubah tren infeksi virus herpes simpleks
genital di Bergen, Norwegia". Acta Obstet Gynecol Scand. 79 (8):
693-96.

Anda mungkin juga menyukai