Pembimbing
dr. Sanny Santana, SpOG
disusun oleh
Dewi Dyanwahyuni PPS
112019047
Kepaniteraan klinik
Ilmu penyakit obstetri ginekologi
Universitas kristen krida wacana
Periode 06 januari – 15 maret 2020
I. Pendahuluan
Anemia kehamilan disebut "potential danger to mother and child" (potensial
membahayakan ibu dan anak). Dampak dari anemia pada kehamilan dapat terjadi abortus,
persalinan pre¬maturitas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi
infeksi, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD), saat persalinan dapat
mengakibatkan gangguan His, kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus
terlantar, dan pada kala nifas terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan pospartum,
memudahkan infeksi puerperium, dan pengeluarkan AS1 berkurang (Aryanti dkk, 2013).1
Persentase ibu hamil yang mengalami anemia di dunia adalah 38,2% dari populasi, di
asia tenggara persentase ibu hamil yang mengalami anemia adalah 48,7%, dan sekitar 1,1%
diantaranya mengalami anemia yang berat. Di Indonesia, anemia pada ibu hamil masih
merupakan permasalahan yang serius, dilihat dari data WHO tahun 2011, persentase ibu hamil
yang mengalami anemia di Indonesia dengan kadar hemoglobin (Hb) di bawah 11 g/dl adalah
30%, dan kadar Hb dibawah 7 g/dl adalah 0,5%. Berdasarkan data WHO tersebut anemia pada
ibu hamil di Indonesia.2
II. Definisi
Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan fisiologi tubuh. Kebutuhan fisiologi tersebut berbeda-beda pada setiap orang,
berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari atas laut, dan juga berdasarkan
kehamilan. Selain anemia defisiensi besi, anemia juga dapat disebabkan oleh defisiensi B12,
asam folat, vitamin A, atau adanya inflamasi akut dan kronis, infeksi parasit, inherited atau
acquired disorders yang mempengaruhi sintesis Hb, dan permasalahan pada produksi sel darah
merah atau pada survival sel darah merah.3
Klasifikasi anemia berdasarkan nilai indeks eritrosit dibagi menjadi anemia hipokromik
mikrositer, normokromik normositer, dan makrositer. Indeks eritrosit tersebut adalah Mean
Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC). Selain menunjukkan kelainan primernya, pendekatan ini
juga dapat menunjukkan kelainan yang mendasari sebelum terjadinya anemia. Pada kehamilan
normal, terdapat peningkatan ringan MCV bahkan tanpa adanya penyebab makrositas lainnya.
Pengaplikasian hasil indeks eritrosit ini digunakan untuk mengetahui jenis anemia yang
dialami oleh ibu hamil.4
III. Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia
pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37, 1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2012
sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011 yang
sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada
ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan
dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia masih tinggi Data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKU tahun 2016 jumlah ibu dengan anemia dalam
kehamilan sebanyak 11,9 %. Sedangkan data UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2016
jumlah ibu dengan hamil sebanyak 903 orang dimana 12,4 % dengan anemia dalam
kehamilan.5
IV. Patofisiologi
Gejala anemia pada kehamilan berupa ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing,
palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat
pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limfe. Gejala anemia defisiensi zat besi dapat
digolongkan menjadi 3 yaitu: gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan
gejala penyakit dasar. Gejala umum anemia berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang- kunang, serta telinga berdenging, simptomatik apabila hemoglobin <7g/dl dengan
pemeriksaan fisik dijumpai pucat terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. 11
Gejala khas defisiensi zat besi, yaitu gejala yang dijumpai pada anemia defisiensi zat
besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lain yaitu koilonychia, atropi papil lidah, stomatitis
angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia, pica. Gejala
penyakit dasar seperti pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Contohnya pada anemia akibat cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning
seperti jerami.11
VII. Diagnosis
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi
menjadi 4 kategori yaitu :
Faktor terpenting dalam diagnosis anemia defisiensi besi adalah tes laboratorium.
Temuan laboratorium klasik anemia defisiensi besi termasuk penurunan kadar hemoglobin
(Hb), konsentrasi besi serum, saturasi transferrin serum, dan kadar feritin serum, dan
peningkatan total kapasitas pengikat besi. Faktanya, cukup untuk mempelajari hitung darah
lengkap dan serum feritin untuk diagnosis. Konsentrasi feritin serum <30 μg / L bersama-sama
dengan konsentrasi Hb <11 g / dL selama trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester
kedua, dan <11 g / dL selama trimester ketiga merupakan diagnostik untuk anemia selama
kehamilan . Dianjurkan untuk mengukur feritin serum setidaknya sekali pada awal kehamilan.
Jika ferritin dan hemoglobin menunjukkan anemia defisiensi besi, pengobatan anemia harus
dimulai (perhatikan bahwa besi intravena tidak diperlukan untuk penggunaan pada trimester
pertama); jika kadar feritin dan hemoglobin normal, terapi besi oral profilaksis harus dimulai.
Tidak perlu mengukur serum feritin lagi di akhir kehamilan kecuali gejala anemia terjadi. Di
sisi lain, Hb harus diukur pada setiap trimester karena probabilitas peningkatan kebutuhan zat
besi dan pengembangan defisiensi besi selalu mungkin, bahkan jika nilai dasar normal. Selain
itu, konsentrasi Hb selama persalinan penting karena Hb ibu yang rendah dapat menyebabkan
masalah janin, termasuk kematian.12
Gambar 1. Algoritma untuk diagnosis dan pengobatan anemia defisiensi besi selama
kehamilan12
Jika serum feritin rendah (<30 μg / L), tetapi Hb normal (≥11 g / dL selama trimester
pertama, ≥10,5 g / dL selama trimester kedua, dan ≥11 g / dL selama trimester ketiga) diagnosis
adalah defisiensi besi; Namun, jika serum feritin rendah (<30 μg / L) dan Hb juga rendah (<11
g / dL selama trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester kedua, dan <11 g / dL selama
trimester ketiga ), diagnosis adalah anemia defisiensi besi. Ketika Hb rendah (<11 g / dL selama
trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester kedua, dan <11 g / dL selama trimester ketiga),
tetapi serum ferritin adalah normal (≥30 μg / L) tambahan tes, seperti saturasi transferrin, besi
serum, kapasitas pengikatan besi total, dan protein C-reaktif (CRP), diperlukan untuk
diagnosis. Ketika serum feritin normal (≥30 μg / L), tetapi volume sel rata-rata (MCV) rendah
(<70 fL) jika tidak ada peradangan, diagnosis mungkin talasemia dan diperlukan investigasi
lebih lanjut.12
Gambar 2 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek
sampingnya 13
B. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat
(pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan,
dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-
negara Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup
tinggi di Asia. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien
yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan
pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). Defisiensi asam folat
terjadi disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan
pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. 13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar
90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare biasa terjadi. Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat
yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat
terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang kekambuhannya
dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi
akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga
hingga keempat masa gestasi. 12,13
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan
darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila
anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi
granulosit dan polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi
asam folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku
emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar
serum folat absorption test dan clearance test asam folat. 12,13
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi
oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5
mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat.
Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia
megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral
1000µg/minggu selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-
kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan
berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil. 12,13
IX. Komplikasi
Bahaya anemia pada kehamilan menurut Manuaba 2007 dapat digolongkan menjadi :
1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
a. Bahaya selama kehamilan
Dapat terjadi abortus
Persalinan prematur
Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
Mudah terjadi infeksi
Ancaman dekompensasi kordis (Hb<6gr%)
Mola hidatidosa
Hiperemesis gravidarum
Perdarahan antepartum
Ketuban pecah dini (KPD)
b. Bahaya saat persalinan
Gangguan his-kekuatan mengejan
Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar.
Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi kebidanan
Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat
atonia uteri.
Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
c. Pada masa nifas
Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum.
Memudahkan infeksi puerpurium.
Pengeluaran ASI berkurang.
Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan.
Anemia kala nifas
Mudah terjadi infeksi mammae.
2. Bahaya terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan
adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Akibat anemia
pada janin antara lain adalah:
a. Abortus
b. Kematian intrauteri
c. Persalinan prematuritas tinggi
d. Berat badan lahir rendah
e. Kelahiran dengan anemia
f. Dapat terjadi cacat bawaan8,12
X. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya
komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak
menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga
baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum.12
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa
adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir
selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa
pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan
karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik
berat dalam kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk. 7
XI. Kesimpulan
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita
hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu,
wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang
mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara
rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila
pengobatan anemia dengan zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus
ditambah dengan asam folat.
Daftar Pustaka
1. Aryanti Wardiah, Sumini Setiawati, Riyani, Riska Wandiri, Lidya Aryanti. (2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun 2013. Bandarlampung: PSIK
Universitas Malahayati.
2. WHO. The global prevalence of anaemia in 2011. Geneva: World Health
Organization;2015.h10-20.
3. WHO. Hemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity.Geneva: World Health Organization;2011.h.6-7.
4. Hoffbrand AV & Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: Kedokteran
EGC;2013.h125-140.
5. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
6. Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st edition. London : Churchill Livingstone, 2003;
32-3.
7. Helmya ME, Nabih I. Elkhoulya , Rania A. Ghalabb. Maternal anemia with pregnancy and
its adverse effects .Faculty of Medicine Menoufia University. 2018; 31(1):7-10
8. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi
T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2011; p. 775-80.
9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In: William
obstetrics. 22nd ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, 2005; p. 1143,
1145, 1148.
10. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and gynaecology. 2nd ed.
Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.
11. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In: Fortner KB,
Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The Johns Hopkins: manual of gynecology and
obstetrics. 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 216.
12. Api Olus, Breyman Christian, Cetiner Mustafa, Demir Cansun, Ecder Tevfik. Diagnosis
and treatment of iron deficiency anemia during pregnancy and the postpartum period: Iron
deficiency anemia working group consensus report. Turk J Obstet Gynecol. 2015;12(3):
173-81.
13. Amalia Ajeng, Tjiptaningrum Agustyas. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi
Besi. Majority.2016;5(5).