Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Anemi Pada Kehamilan

Pembimbing
dr. Sanny Santana, SpOG

disusun oleh
Dewi Dyanwahyuni PPS
112019047

Kepaniteraan klinik
Ilmu penyakit obstetri ginekologi
Universitas kristen krida wacana
Periode 06 januari – 15 maret 2020
I. Pendahuluan
Anemia kehamilan disebut "potential danger to mother and child" (potensial
membahayakan ibu dan anak). Dampak dari anemia pada kehamilan dapat terjadi abortus,
persalinan pre¬maturitas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi
infeksi, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD), saat persalinan dapat
mengakibatkan gangguan His, kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus
terlantar, dan pada kala nifas terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan pospartum,
memudahkan infeksi puerperium, dan pengeluarkan AS1 berkurang (Aryanti dkk, 2013).1

World Health Organization (WHO) memerkirakan sebanyak 1,62 milyar penduduk


dunia mengalami anemia dan 56,4 juta dari penderita anemia tersebut merupakan perempuan
hamil. WHO memperkirakan jumlah perempuan hamil yang menderita anemia di Asia
Tenggara sebanyak 18,1 juta. Asia Tenggara memiliki prevalensi tertinggi dibanding dengan
Afrika, Amerika, Eropa, Asia Pasifik, dan Mediterania Timur. 2

Persentase ibu hamil yang mengalami anemia di dunia adalah 38,2% dari populasi, di
asia tenggara persentase ibu hamil yang mengalami anemia adalah 48,7%, dan sekitar 1,1%
diantaranya mengalami anemia yang berat. Di Indonesia, anemia pada ibu hamil masih
merupakan permasalahan yang serius, dilihat dari data WHO tahun 2011, persentase ibu hamil
yang mengalami anemia di Indonesia dengan kadar hemoglobin (Hb) di bawah 11 g/dl adalah
30%, dan kadar Hb dibawah 7 g/dl adalah 0,5%. Berdasarkan data WHO tersebut anemia pada
ibu hamil di Indonesia.2

II. Definisi

Anemia pada kehamilan merupakan permasalahan kesehatan di negara-negara dunia,


baik negara maju maupun negara berkembang. Anemia adalah keadaan massa eritrosit dan/atau
massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh atau dapat juga disimpulkan sebagai penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, atau hitung eritrosit di bawah normal.1

Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan fisiologi tubuh. Kebutuhan fisiologi tersebut berbeda-beda pada setiap orang,
berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari atas laut, dan juga berdasarkan
kehamilan. Selain anemia defisiensi besi, anemia juga dapat disebabkan oleh defisiensi B12,
asam folat, vitamin A, atau adanya inflamasi akut dan kronis, infeksi parasit, inherited atau
acquired disorders yang mempengaruhi sintesis Hb, dan permasalahan pada produksi sel darah
merah atau pada survival sel darah merah.3

Klasifikasi anemia berdasarkan nilai indeks eritrosit dibagi menjadi anemia hipokromik
mikrositer, normokromik normositer, dan makrositer. Indeks eritrosit tersebut adalah Mean
Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC). Selain menunjukkan kelainan primernya, pendekatan ini
juga dapat menunjukkan kelainan yang mendasari sebelum terjadinya anemia. Pada kehamilan
normal, terdapat peningkatan ringan MCV bahkan tanpa adanya penyebab makrositas lainnya.
Pengaplikasian hasil indeks eritrosit ini digunakan untuk mengetahui jenis anemia yang
dialami oleh ibu hamil.4

III. Epidemiologi

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia
pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37, 1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2012
sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011 yang
sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada
ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan
dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia masih tinggi Data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKU tahun 2016 jumlah ibu dengan anemia dalam
kehamilan sebanyak 11,9 %. Sedangkan data UPTD Puskesmas Tanjung Agung tahun 2016
jumlah ibu dengan hamil sebanyak 903 orang dimana 12,4 % dengan anemia dalam
kehamilan.5

IV. Patofisiologi

Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan


volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam
sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini
terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester
pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin
sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan
pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang
diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia
defisiensi besi. 6,7
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak
hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran
darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen
dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai
darah untuk pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume
plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi
yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi
agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek
negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif
kehilangan darah saat proses melahirkan. 6,7,8
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan
bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat
semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac output meningkat. Kerja jantung akan
lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan
darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan
sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung. 6,7,8
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-
37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan
mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldosteron. 6,7,8
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu
ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume
plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin
sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”,
timbullah anemia. 6,7,8
V. Etiologi

Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :


1) Didapatkan (acquired)
 Anemia defisiensi besi
 Anemia karena kehilangan darah secara akut
 Anemia karena inflamasi atau keganasan
 Anemia megaloblastik
 Anemia hemolitik
 Anemia aplastik 9
2) Herediter
 Thalasemia
 Hemoglobinopati lain
 Hemoglobinopati sickle cell
 Anemia hemolitik herediter 9

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan


pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan,
anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi
(anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein. 10

VI. Manifestasi klinis

Gejala anemia pada kehamilan berupa ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing,
palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat
pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limfe. Gejala anemia defisiensi zat besi dapat
digolongkan menjadi 3 yaitu: gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan
gejala penyakit dasar. Gejala umum anemia berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang- kunang, serta telinga berdenging, simptomatik apabila hemoglobin <7g/dl dengan
pemeriksaan fisik dijumpai pucat terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. 11
Gejala khas defisiensi zat besi, yaitu gejala yang dijumpai pada anemia defisiensi zat
besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lain yaitu koilonychia, atropi papil lidah, stomatitis
angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia, pica. Gejala
penyakit dasar seperti pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Contohnya pada anemia akibat cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning
seperti jerami.11

VII. Diagnosis

Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi
menjadi 4 kategori yaitu :

1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%


2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
Anemia pada kehamilan dapat merupakan suatu proses fisiologis. Perubahan volume
plasma pada awal kehamilan belum signifikan . Terjadi peningkatan volume plasma sebesar
Komplikasi 40-60% pada trimester II dan sel darah merah sebesar 20-25% dan mencapai
puncaknya pada trimester III dan meningkat pada akhir kehamilan sebanyak 1000 ml.
Pertambahan sel darah merah tidak seimbang dengan pertambahan volume plasma
mengakibatkan darah menjadi encer. Pengenceran darah memberi dampak rendahnya
viskositas darah yang fungsinya untuk memudahkan peredaran oksigen ke seluruh jaringan
termasuk plasenta dan menyebabkan anemia. 3

Faktor terpenting dalam diagnosis anemia defisiensi besi adalah tes laboratorium.
Temuan laboratorium klasik anemia defisiensi besi termasuk penurunan kadar hemoglobin
(Hb), konsentrasi besi serum, saturasi transferrin serum, dan kadar feritin serum, dan
peningkatan total kapasitas pengikat besi. Faktanya, cukup untuk mempelajari hitung darah
lengkap dan serum feritin untuk diagnosis. Konsentrasi feritin serum <30 μg / L bersama-sama
dengan konsentrasi Hb <11 g / dL selama trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester
kedua, dan <11 g / dL selama trimester ketiga merupakan diagnostik untuk anemia selama
kehamilan . Dianjurkan untuk mengukur feritin serum setidaknya sekali pada awal kehamilan.
Jika ferritin dan hemoglobin menunjukkan anemia defisiensi besi, pengobatan anemia harus
dimulai (perhatikan bahwa besi intravena tidak diperlukan untuk penggunaan pada trimester
pertama); jika kadar feritin dan hemoglobin normal, terapi besi oral profilaksis harus dimulai.
Tidak perlu mengukur serum feritin lagi di akhir kehamilan kecuali gejala anemia terjadi. Di
sisi lain, Hb harus diukur pada setiap trimester karena probabilitas peningkatan kebutuhan zat
besi dan pengembangan defisiensi besi selalu mungkin, bahkan jika nilai dasar normal. Selain
itu, konsentrasi Hb selama persalinan penting karena Hb ibu yang rendah dapat menyebabkan
masalah janin, termasuk kematian.12

Gambar 1. Algoritma untuk diagnosis dan pengobatan anemia defisiensi besi selama
kehamilan12

Jika serum feritin rendah (<30 μg / L), tetapi Hb normal (≥11 g / dL selama trimester
pertama, ≥10,5 g / dL selama trimester kedua, dan ≥11 g / dL selama trimester ketiga) diagnosis
adalah defisiensi besi; Namun, jika serum feritin rendah (<30 μg / L) dan Hb juga rendah (<11
g / dL selama trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester kedua, dan <11 g / dL selama
trimester ketiga ), diagnosis adalah anemia defisiensi besi. Ketika Hb rendah (<11 g / dL selama
trimester pertama, <10,5 g / dL selama trimester kedua, dan <11 g / dL selama trimester ketiga),
tetapi serum ferritin adalah normal (≥30 μg / L) tambahan tes, seperti saturasi transferrin, besi
serum, kapasitas pengikatan besi total, dan protein C-reaktif (CRP), diperlukan untuk
diagnosis. Ketika serum feritin normal (≥30 μg / L), tetapi volume sel rata-rata (MCV) rendah
(<70 fL) jika tidak ada peradangan, diagnosis mungkin talasemia dan diperlukan investigasi
lebih lanjut.12

VIII. Pembagian Anemia Dalam Kehamilan Dan Tatalaksana


Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai
infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Sekitar 75 % anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia
megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab
anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi,
toksisitas zat kimia, dan keganasan. Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang
sering ditemukan di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.8

A. Anemia Defisiensi Besi


Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :
a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi, peningkatan
pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi),
dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. 8
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari
0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang
dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan
500 mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan
persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil
adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam
kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan
kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada
vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat
besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika
Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-
masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan
17 mg.8,12
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan
kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin
menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul
anemia mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia). 8,12
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-
ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat
ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-
ciri khas tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan
karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas
bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi
serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak
ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya
hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap
menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia
tersering dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. 13
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan
mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering
digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.13
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. Pada beberapa orang, pemberian tablet
zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi
diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut
tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. 13
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi
oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan
dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita
hanya merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan
dengan infus dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil
yang sangat memuaskan.13
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih
kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama
persalinan yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya,
walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil
yaitu seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat). 13
Protokol Iron Dextran
Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat besi secara oral.
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar, dan arthritis
rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution dan infus sekitar 15
menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30 menit untuk melihat
ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga maksimum 14mL untuk
penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution. Volume yang sering
digunakan 500mL
4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu infus yang sering
digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk 25mL yang pertama untuk mengobservasi ada
tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit (hipopigmentasi,
hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul 24-48 jam pertama
setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama
setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik dan efek samping 3-4
hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.

Gambar 2 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek
sampingnya 13
B. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat
(pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan,
dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-
negara Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup
tinggi di Asia. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien
yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan
pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). Defisiensi asam folat
terjadi disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan
pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. 13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar
90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare biasa terjadi. Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat
yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat
terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang kekambuhannya
dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi
akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga
hingga keempat masa gestasi. 12,13
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan
darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila
anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi
granulosit dan polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi
asam folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku
emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar
serum folat absorption test dan clearance test asam folat. 12,13
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi
oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5
mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat.
Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia
megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral
1000µg/minggu selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-
kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan
berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil. 12,13

IX. Komplikasi
Bahaya anemia pada kehamilan menurut Manuaba 2007 dapat digolongkan menjadi :
1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
a. Bahaya selama kehamilan
 Dapat terjadi abortus
 Persalinan prematur
 Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
 Mudah terjadi infeksi
 Ancaman dekompensasi kordis (Hb<6gr%)
 Mola hidatidosa
 Hiperemesis gravidarum
 Perdarahan antepartum
 Ketuban pecah dini (KPD)
b. Bahaya saat persalinan
 Gangguan his-kekuatan mengejan
 Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar.
 Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi kebidanan
 Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat
atonia uteri.
 Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
c. Pada masa nifas
 Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum.
 Memudahkan infeksi puerpurium.
 Pengeluaran ASI berkurang.
 Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan.
 Anemia kala nifas
 Mudah terjadi infeksi mammae.
2. Bahaya terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan
adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Akibat anemia
pada janin antara lain adalah:
a. Abortus
b. Kematian intrauteri
c. Persalinan prematuritas tinggi
d. Berat badan lahir rendah
e. Kelahiran dengan anemia
f. Dapat terjadi cacat bawaan8,12

X. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya
komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak
menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga
baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum.12
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa
adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir
selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa
pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan
karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik
berat dalam kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk. 7

XI. Kesimpulan
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap wanita
hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu,
wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta sayuran yang
mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya asam folat tidak diberikan secara
rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila
pengobatan anemia dengan zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus
ditambah dengan asam folat.
Daftar Pustaka

1. Aryanti Wardiah, Sumini Setiawati, Riyani, Riska Wandiri, Lidya Aryanti. (2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun 2013. Bandarlampung: PSIK
Universitas Malahayati.
2. WHO. The global prevalence of anaemia in 2011. Geneva: World Health
Organization;2015.h10-20.
3. WHO. Hemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity.Geneva: World Health Organization;2011.h.6-7.
4. Hoffbrand AV & Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: Kedokteran
EGC;2013.h125-140.
5. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
6. Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st edition. London : Churchill Livingstone, 2003;
32-3.
7. Helmya ME, Nabih I. Elkhoulya , Rania A. Ghalabb. Maternal anemia with pregnancy and
its adverse effects .Faculty of Medicine Menoufia University. 2018; 31(1):7-10
8. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi
T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2011; p. 775-80.
9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In: William
obstetrics. 22nd ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, 2005; p. 1143,
1145, 1148.
10. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and gynaecology. 2nd ed.
Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.
11. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In: Fortner KB,
Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The Johns Hopkins: manual of gynecology and
obstetrics. 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 216.
12. Api Olus, Breyman Christian, Cetiner Mustafa, Demir Cansun, Ecder Tevfik. Diagnosis
and treatment of iron deficiency anemia during pregnancy and the postpartum period: Iron
deficiency anemia working group consensus report. Turk J Obstet Gynecol. 2015;12(3):
173-81.
13. Amalia Ajeng, Tjiptaningrum Agustyas. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi
Besi. Majority.2016;5(5).

Anda mungkin juga menyukai