Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit sematisnya/ terpadunya,
menurut seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model
dalam merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah:
(1) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6) webbed, (7) threaded,
(8) integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Secara singkat kesepuluh cara atau model
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Terpisah (Fragmented)
Konsep–konsep
Topik-topik dalam satu utama saling
Disiplin-
mata pelajaran/disiplin terhubung,
disiplin ilmu
ilmu berhubungan satu mengarah pada
Keterkaitan/ tidak berkaitan;
sama lain.Dalam model ini pengulangan
Keterhubungan (Connected materi pelajaran
hubungan satu topik atau (review),
) tetap terfokus
antar konsep, rekonseptualisasi,
pada satu
keterampilan, atau tugas dan asimilasi
disiplin ilmu
diekspilisitkan gagasan-gagasan
dalam suatu disiplin
Berbentuk Sarang/ kumpulan Dalam model ini Memberi perhatian Pelajar dapat
Tabel 1 Ragam Model
Pembelajaran Terpadu Deskripsi Kelebihan Kelemahan
Nama Model
Membutuhkan
kolaborasi yang
terus menerus
Dalam model ini topik-
dan fleksibilitas
Dalam satu rangkaian topik diurutkan dan Memfasilitasi
yang tinggi
(Sequence) persamaan-persamaan transfer
karena guru-
yang ada dalam mata pembelajaran
guru memilki
pelajaran yang dipadukan melintasi beberapa
lebih sedikit
diajarkan secara mata pelajaran
otonomi untuk
bersamaan,
mengurutkan
(merancang)
kurikulum
Jaring laba-laba (Webbed) Model ini memadukan Dapat memotivasi Tema yang
beberapa mata pelajaran. murid-murid: digunakan
Pembelajaran dikat dengan membantu murid- harus dipilih
Tabel 1 Ragam Model
Pembelajaran Terpadu Deskripsi Kelebihan Kelemahan
Nama Model
Model pembelajaran
terpadu yang
memfokuskan pada
Murid-murid
penguasaan Disiplin-
mempelajari cara
Dalam satu alur (Threaded) keterampilan.Keterampilan disiplin ilmu
mereka belajar;
-keterampilan sosial, yang
memfasilitas
berpikir, berbagai jenis bersangkutan
transfer
kecerdasan, dan tetap terpisah
pembelajaran
keterampilan belajar satu sama lain
selanjutnya
‘direntangkan’ melalui
berbagai disiplin
ilmu/mata pelajaran
Dapat memecah
perhatian
peserta didik.,
upaya-upaya
menjadi tidak
efektif. Jika
Model ini membelaarkan
Bersifat proaktif; peserta didik
peserta didik untuk
peserta didik tidak memiliki
melakukan proses
terstimulasi oleh kemampuan
jejaring(Networked) pemaduan topik yang
informasi, mengadakan
dipelajari melalui
keterampilan, atau penafsiran
pemilihan jejaring pakar
konsep-konsep baru ulang terhadap
dan sumber daya.
pemahaman
yang
dimilikinya dan
menerap-
kannya secara
tepat
( Indrawati, 2010)
Pada Kurikulum 2013, KD mata pelajaran IPA sudah memadukan konsep dari aspek fisika,
biologi kimia dan IPBA, tetapi tidak semua aspek dipadukan karena pada suatu topik IPA tidak
semua aspek dapat dipadukan.
Dari sejumlah model pembelajaran yang dikemukakan Fogarty (1991), terdapat beberapa model
yang potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu,
yaitu connected, webbed, shared, dan integrated. Empat model tersebut dipilih karena konsep-
konsep dalam KD IPA memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model
yang sesuai agar memberikan hasil keterpaduan yang optimal.
Bagaimana cara menentukan model keterpaduan untuk penyajian suatu topic IPA?
Ada sejumlah konsep yang saling bertautan dalam suatu KD. Agar pembelajarannya
menghasilkan kompetensi yang utuh, maka konsep-konsep tersebut harus dipertautkan
(connected) dalam pembelajarannya. Pada model connected ini konsep pokok menjadi materi
pembelajaran inti, sedangkan contoh atau terapan konsep yang dikaitkan berfungsi untuk
memperkaya.
Ada KD yang mengandung konsep saling berkaitan tetapi tidak beririsan. Untuk menghasilkan
kompetensi yang utuh, konsep-konsep harus dikaitkan dengan suatu tema tertentu hingga
menyerupai jaring laba-laba. Model semacam ini disebut webbed. Karena selalu memerlukan
tema pengait, maka model webbed lazim disebut model tematik.
Ada sejumlah KD yang mengandung konsep saling beririsan/tumpang tindih, sehingga bila
dibelajarkan secara terpisah-pisah menjadi tidak efisien. Konsep-konsep semacam ini
memerlukan pembelajaran model integrated atau shared. Pada model integrated, materi
pembelajaran dikemas dari konsep-konsep dalam KD yang sepenuhnya beririsan; sedangkan
pada model shared, konsep-konsep dalam KD yang dibelajarkan tidak sepenuhnya beririsan,
tetapi dimulai dari bagian yang beririsan.
Empat model keterpaduan di atas dipilih karena konsep-konsep dalam KD IPA memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model yang sesuai agar memberikan
hasil yang optimal.
b. Belajar Bermakna
Agar proses mengingat bilangan kedua dapat bermakna, maka proses mengingat bilangan kedua
(yang baru) harus dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945
akan tetapi dengan membalik urutan penulisannya menjadi 5491-80-71.Untuk bilangan pertama,
yaitu 89.107.145. Bilangan ini hanya akan bermakna jika bilangan itu dapat dikaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu berkait dengan
nomor telepon atau nomor lain yang dapat kita kaitkan. Tugas guru adalah membantu
memfasilitasi siswa sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan
yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan yang
baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses pembelajarannya disebut
dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning).
Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel. Di
samping itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun
memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas topik baru,
sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama yang
lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.
3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap
sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-
lambang abstrak yang lain.
Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam bentuk enaktif dan ikonik selama
pembelajaran matematika adalah sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan daya tarik
siswa dalam mempelajari matematika sebelum mereka menggunakan bentuk-bentuk simbolik.