Anda di halaman 1dari 2

Ketimpangan Pendidikan Indonesia

Selama Pembelajaran Daring pada Masa


Pandemi

Pendidikan Indonesia menghadapi suatu tantangan tersendiri akibat adanya pandemi ini.


Sebagai upaya untuk mengendalikan penyebaran virus ini, pemerintah mengambil keputusan
untuk menghentikan sementara kegiatan pembelajaran di sekolah sejak pertengahan Maret
2020 karena interaksi yang terjadi secara langsung di sekolah dianggap sebagai salah satu
media penyebaran virus covid-19 (Alifia, 2020:2).

Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran daring memerlukan penunjang yaitu teknologi


digital serta jaringan internet yang stabil. Namun, kenyataannya perkembangan teknologi di
Indonesia belum siap menghadapi perubahan ini. Subiakto (2013:244) mengemukakan bahwa
sebagian besar masyarakat yang memiliki akses teknologi yang baik adalah masyarakat di
wilayah perkotaan. Sedangkan, masyarakat di wilayah pedesaan atau bahkan wilayah 3T
(tertinggal, terdepan, dan terluar) belum memperoleh akses teknologi yang baik.

Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu untuk mengetahui bentuk ketimpangan


pendidikan Indonesia yang terjadi selama pembelajaran daring pada masa pandemi, mengkaji
faktor penyebab ketimpangan pendidikan Indonesia yang terjadi selama pembelajaran daring
pada masa pandemi, serta menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi ketimpangan
pendidikan Indonesia yang terjadi selama pembelajaran daring pada masa pandemi sehingga
pendidikan bermutu bagi seluruh pelajar dapat terwujud.

Pembelajaran daring dapat dikatakan sebagai suatu cara penyampaian pembelajaran


konvensional yang memakai akses internet serta perangkat elektronik lainnya sebagai media
dalam penyampaian materi. Oleh karena itu, dalam praktiknya, pembelajaran daring ini
sangat bergantung pada perangkat elektronik dan akses internet.

Ketimpangan pendidikan merupakan keadaan di mana pendidikan yang diperoleh setiap


masyarakat tidak merata, khususnya di Indonesia. Ketimpangan pendidikan menurut Yagami
dalam Nur (2018:15) dimaknai sebagai keadaan yang diharapkan tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya terjadi. Pada dasarnya, keadaan yang menggambarkan pemerataan
pendidikan yang diterima oleh masyarakat disebut ketimpangan pendidikan.

Bentuk Ketimpangan Pendidikan di Indonesia selama Pembelajaran Daring pada Masa


Pandemi

Kualitas pendidikan tiap individu sangat bergantung pada kelas ekonomi suatu keluarga,
terutama pada masa pandemi. Berdasarkan penelitian dari SMERU Research Institute, tingkat
kemiskinan di Indonesia memiliki potensi semakin meningkat akibat pandemi covid-19 ini.
Kemungkinan terburuknya adalah tingkat kemiskinan pada tahun 2020 naik sebesar 4%
dibanding dengan tahun 2019, menjadi sekitar 12%. Terjadinya peningkatan tersebut
tentunya dapat berakibat pada sektor pendidikan, khususnya kemampuan orang tua dalam
memenuhi fasilitas belajar anak-anaknya (Santosa, 2020:2).

Selama masa pandemi covid-19 berlangsung, pemerintah menetapkan kebijakan pembelajar


daring sebagai upaya penyebaran virus covid-19. Dalam pelaksanaanya, pembelajaran daring
tidak lepas dari peran teknologi digital. Sayangnya ditemukan dua permasalahan utama yang
membuat proses pembelajaran terhambat, yaitu keterbatasan akses internet serta keterbatasan
kapabilitas tenaga pengajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SMERU, siswa yang di kelasnya mempunyai
kemampuan akademis di atas rata-rata cenderung memiliki kondisi lingkungan rumah yang
mendukung pembelajaran daring. Mayoritas dari mereka tinggal di wilayah perkotaan di
mana fasilitas maupun akses terhadap teknologi dan internet lebih mudah dijangkau.

Disparitas atau ketimpangan terhadap akses internet ini dapat dilihat dengan jelas ketika data
daerah perkotaan dan pedesaan dibandingkan. Menurut data dari BPS Susenas Maret 2020,
persentase penggunaan internet oleh siswa di daerah perkotaan adalah 68,23%. Sedangkan,
persentase penggunaan internet oleh siswa di daerah pedesaan adalah 47,76 %.

Selain itu, data hasil survei Lembaga Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI)
mengenai penerapan kebijakan belajar dari rumah di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa
Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara, dan Jawa Timur diperoleh bahwa angka
pembelajaran daring paling rendah tercatat di Provinsi NTB dan NTB dengan presentase 7%
dan 4%. Pembelajaran lebih sering dilakukan menggunakan buku maupun lembar kerja siswa
(LKS). Data tersebut memperkuat dugaan disparitas atau ketimpangan pendidikan bagi
beberapa wilayah di Indonesia selama pelaksanan pembelajaran daring pada masa pandemi.

Anda mungkin juga menyukai