Anda di halaman 1dari 62

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT DEPRESI

PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) YANG MENJALANI


TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT ISLAM
SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN 2019

Oleh:
SEPTIAN ANGGA SAPUTRA
15.14201.30.40

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keluarga merupakan dua atau lebih dari dua individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka

hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam

perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan (Salvicion & Aracelis dalam Dion & Betan, 2013).

Dukungan Keluarga sangat dibutukan dalam proses penyembuhan atau

pemulihan penderita gagal ginjal kronik yang menjali terapi hemodialisa. Orang

yang hidup dalam lingkungan yang supportif dengan adanya perhatian, kasih

sayang, motivasi kondisinya akan jauh lebih baik dari mereka yang tidak

memilikinya. Penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara

Serang pada tahun 2017 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden

yang memiliki dukungan keluarga positif (47%), sebagian besar responden

memiliki kejadian depresi minimal (64%) (Lukmanulhakim dan Lismawati,

2017).

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah

dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan

cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat

tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam
mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang

tetap kuat (Kemenkes RI, 2017).

Gagal ginjal terjadi jilka ginjal tidak mampu dalam mengangkut sampah

metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya

dielimasi di urin menumpuk di dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi

renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,

elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan

merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan

ginjal (Clevo & Margareth, 2012).

Terapi pengganti pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) untuk dapat

mempertahankan hidup adalah hemodialisa (HD), yang bertujuan menghasilkan

fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang kelangsungan hidup pada penderita

GGK. Hemodialisa merupakan suatu proses pembuangan zat-zat sisa

metabolisme yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang

mengalami kegagalan secara permanen. Penilitian yang dilakukan di unit

hemodialisa Rumah Sakit Tentara dr. Soejono Magelang pada tahun 2017

menunjukkan nilai yang signifikan sebesar 0,000 (p>0,05) yang artinya adanya

hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada pasien yang menjalani

terapi hemodialisa (Kartika B. S., 2017).

Data Global Burder of Disease Tahun 2010 menunjukkan, Penyakit

Ginjal Kronis merupakan penyebab kematian ke-27 di dunia tahun 1990 dan

meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Lebih dari 2 juta penduduk di
dunia mendapatkan perawatan dengan dialisis atau transpalantasi ginjal dan

hanya sekitar 10% yang benar-benar mengalami perawatan tersebut.

Menurut prevalensi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) >15 tahun

menunjukkan, Penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia mencapai 2.0% dan

meningkat menjadi 3.8% pada tahun 2018. Daerah yang mengalami angka

tertinggi di indonesia adalah Kalimatan Utara mencapai 2.0% pada tahun 2013

dan mengalami peningktan menjadi 6.4% pada tahun 2018. Daerah yang

mengalami angka kejadian paling sedikit di Indonesia pada tahun 2013

diantranya adalah Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Timur,

Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan Riau mencapai 1.0%.

daerah yang mengalami angka kejadian paling sedikit di indonesia adalah

Sulawesi Barat yang mencapai 2.0% pada tahun 2013 dan mengalami penurunan

angka kejadian menjadi 1.8% pada tahun 2018. Di Sumatera Selatan sendiri

Pada tahun 2013 mencapai 1.0% dan mengalami peningkatan menjadi 2.3% pada

tahun 2018.

Menurut studi awal melalui wawancara kepada 10 pasien yang

menyandang penyakit CKD yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Rumah

Sakit Islam Siti Khadijah Palembang di dapatkan 3 pasien tidak mengalami

depresi dan 7 pasien mengalami depresi pada saat awal terdiagnosa penyakit

CKD seakan-akan tidak menerima keadaannya lalu dengan seiring berjalannya

waktu menerima keadaan saat ini dan menjalani terapi hemodialisa. Di dapatkan

data di Medical Record Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Kota Palembang pada
tahun 2016 terdapat 125 pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik,

pada tahun 2017 terjadi peningkatan pasien gagal ginjal kronik menjadi 147

pasien. Pada tahun 2018 terdapat peningkatan yang begitu signifikan menjadi

335 pasien, pada awal januari sampai akhir bulan maret tercatat ada 83 pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Islam Siti

Khadijah Palembang (Medical Record RSI Siti Khadijah, 2019).

Menurut hasil penelitian (Devita J. I., 2017) menunjukkan 50% pasien

menderita depresi ringan dan 50% pasien mendapatkan dukungan keluarga baik.

Hasil uji kolerasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,010 dan

nilai koefisien korelasi sebesar -0,462. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pasien CKD yang

menjalani hemodialisa di RSD dr. Soebandi Jember. Semakin tinggi dukungan

keluarga yang didapatkan pasien maka semakin rendah tingkat depresi pasien

tersebut.

Menurut hasil penelitian (Kartika B. S., 2017) menunjukkan nilai

signifikasi sebesar 0,000 (p<0,05) yang artinya adanya hubungan dukungan

keluarga dengan tingkat depresi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa.

Ada hubungan signifikansi dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada

pasien yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa Rumah sakit

tentara dr. Soedjono Magelang.

Menurut hasil penelitian (Lukmanulhakim L., 2017) menunjukkan bahwa

hampir sebagian besar responden yang memiliki dukungan keluarga positif


(47%), sebagian besar responden memiliki kejadian depresi minimal (64%).

Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

dukungan keluarga (p=0,010) dengan kejadian depresi. Dukungan keluarga

sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan/pemulihan penderita penyakit

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukkan

penelitian tentang hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada

pasien chronic kidney disease (CKD) yang menjalani terapi hemodialisa di RSI

Siti Khadijah Kota Palembang.

1.2 Rumusan Masalah

Chronic kidney disease (CKD) kerusakan faal ginjal yang hampir selalu

tak dapat pulih dan disebabkan berbagai hal. Menurut data yang didapatkan baik

data Dunia, Indonesia, Provinsi Sumatra Selatan, maupun Kota Palembang

menunjukan bahwa chronic kidney disease (CKD) merupakan salah satu

penyakit yang pada setiap tahunnya meningkat.

Chronic kidney disease (CKD) adalah penyakit yang tidak bisa

disembuhkan. Tidak sedikit pasien yang baru terdiagnosa CKD dan menjalani

terapi hemodialisa mengalami depresi karena pasien merasa hidupnya tidak

berguna lagi. Menurut peneliti dengan adanya dukungan keluarga baik itu

dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian, dan

dukungan emosional akan mengurangi tingkat deptresi pada pasien yang

terdiagnosa penyakit CKD.


1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada

pasien chronic kidney disease (CKD) yang menjalani terapi hemodialisa di RSI

Siti Khadijah Kota Palembang.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahuinya hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi

pada pasien chronic kidney disease (CKD) yang menjalani terapi hemodialisa

di RSI Siti Khadijah Kota Palembang.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa di RSI Siti Khadijah Kota Palembang.

2. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat depresi pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa di RSI Siti Khadijah Kota Palembang.

3. Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSI Siti Khadijah

Kota Palembang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini bermanfaat menambah wawasan perawat dalam

memahami tingkat depresi pasien chronic kidney disease (CKD) yang


menjalani terapi hemodialisa, sehingga berguna dalam meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan untuk peningkatan pelayanan keperawatan.

1.5.2 Bagi STIK Bina Husada

Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi tambahan masukan

sumber informasi dalam proses pengembangan belajar dalam teori dan praktik

khususnya dibidang ilmu keperawatan mengenai penyakit gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa.

1.5.3 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai penerapan ilmu yang didapat selama proses

belajar dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan wawasan keilmuan

khususnya tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini masuk kedalam area masalah keperawatan medikal bedah.

Penelitian ini dilakukan di RSI Siti Khadijah Kota Palembang dan di rencakan

akan dilakukan pada bulan Mei 2019. Populasi pada penelitian ini adalah pasien

yang menjalani hemodialisa di RSI Siti Khadijah Kota Palembang. Pengambilan

sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria

melakukan hemodialisis minimal 2 bulan, dan kemauan untuk berpartisipasi

dalam penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 65 responden. Desain

penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional

dengan uji Chi-square.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Pengertian keluarga

Menurut Salvari (2013), mengemukakan keluarga adalah dua atau lebih

dari individu yang tergabung karena adanya hubungan darah, hubungan

perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain, dan didalam peranannya masing-masing

menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. Keluarga adalah unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah

kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan

dan emosional dan indiviu mempunyai peran masing-masing yang merupakan

bagian dari keluarga.

2.1.2 Struktur keluarga

Menurut Harmoko (2012), menjelaskan struktur keluarga terdiri dari 5

macam, diantaranya adalah:

1) Patrlineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ibu.

3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri.

4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

saudara suami.

5) Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga dan beberapa sanak.

2.1.3 Tipe/bentuk keluarga

Ada 3 tipe keluarga menurut Jhonson dan Leny (2010), diantaranya yakni:

1. inti, yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau anak-anak.

2. Keluarga konjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan

anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah

satu atau dua pihak orang tua.

3. Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis

keturunan di atas keluarga aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan

antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.

2.1.4 Fungsi keluarga

Menurut Jhonson dan Leny (2010), ada beberapa fungsi keluarga dalam

konsep keluarga adalah sebagai berikut:

1) Fungsi biologis:
a. Meneruskan keturunan

b. Memelihara dan membesarkan anak

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawatanggota keluarga

2) Fungsi psikologis:

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

d. Memberikan ientitas keluarga

3) Fungsi sosialisasi:

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga

4) Fungsi ekonomi:

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluargauntuk memenuhi

kebutuhan keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa

yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)


5) Fungsi pendidikan:

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimilikinya

b. Mempesiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

2.1.5 Tugas kesehatan keluarga

Menurut Jhonson dan Leny (2010), tugas kesehatan keluarga adalah

sebagai berikut.

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keliarga.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antar keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik

fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.


2.1.6 Dukungan keluarga

Menurut Nadirawati tahun 2018, dukungan sosial keluarga merujuk

pada dukungan sosial yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau dapat

diakses (dukungan sosial dapat atau tidak digunakan, pendukung siap

memberikan bantuan dan pertolongan jika dibutuhkan). Dukungan sosial

keluarga dapat datang dari dalam dukungan sosial keluarga, seperti dukungan

pasangan atau dukungan sibling atau dari luar dukungan sosial keluarga, yaitu

dukungan sosial berada di luar keluarga nuklir (dalam jaringan sosial

keluarga).

Ada 4 jenis dukungan keluarga menurut Hernilawati (2013), yaitu

sebagai berikut:

a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit.

b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan disseminator (penyebar informasi).

c. Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah

umpan balik, membimbing dan menengah pemecahan masalah dan

sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

d. Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman

dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan

terhadap emosi.
Menurut Widyanto (2014) dukungan merupakan keterlibatan yang

diberikan oleh keluarga dan teman kepada klien untuk mengatur dan merawat

diri sendiri. Menjelaskan bahwa konsep oprasional dari dukungan social

adalah perceived support (dukungan yang disarankan), yang memiliki dua

elemen dasar diantaranya adalah persepsi bahwa ada sejumblah orang Iain

dimana seseorang dapat mengandalkannya saat dibutuhkan dan derajat

keponan terhadap dukungan yang ada. Dukungan dapat dibagi menjadi 5

bentuk, yaitu

a. Dukungan instrumental (instrumental support) merupakan bentuk

dukungan langsung dan nyata. Dukungan yang diberikan dapat berupa

penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti

pinjaman uang. barang, makanan serta pelayanan. Dukungan ini dapat

membantu individu mengurangi tekanan karena dapat langsung

digunakan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi.

b. Dukungan informasi (informational support) adalah pemberian informasi

terkait dengan hal yang dibutuhkan individu. Sebagai makhluk sosial

manusia tidak bisa menghindar dari berhubungan dengan orang lain,

manusia mengikuti sistem komunikasi dan informasi yang ada. Sistem

dukungan informasi mencakup pemberian nasihat, saran serta umpan

balik mengenai keadaan individu. Jenis informasi yang dapat diberikan

seperti menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah yang

sedang dihadapi.
c. Dukungan Penghargaan (esteem support) bentuk dukungan penghargaan

dapat diberikan melalui dorongan atau persetujuan terhadap gagasan atau

perasaan individu dalam meningkatkan harga diri, serta membangun

harga diri dan kompetensi.

d. Dukungan emosional (emotional support) dukungan emosional yang

dapat diberikan seperti ekspresi empati dan perhatian terhadap individu.

Dukungan tersebut dapat memberikan rasa nyaman, aman, dan dicintai

agar individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini

sangat penting diberikan pada individu dalam menghadapi keadaan yang

dianggap tidak bisa dikontrol. Sumber terdekat dukungan emosional

adalah keluarga. Dukungan keluarga tersebut memiliki arti yang

signifikan dalam kehidupan seseorang

2.2 Konsep Depresi

2.2.1 Definisi Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih gejala penyertaanya. Termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrai,

anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya serta bunuh diri

(Lestari, 2015).

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,


anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri

(Manurung, 2016).

2.2.2 Teori Tentang Depresi

Menurut Lestari (2015), Ada beberapa teori yang dapatdigunakan untuk

menjelaskan munculnya gangguan depresi, dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Teori biologis

Adanya disregulasi aminobiogenik, pnurunan aktivitas serotigenik, juga

disregulasi asetilkolin.

2. Pandangan psikodinamika

Studi psikologi tentang depresi dimulai oleh freud dan karl Abraham.

Mereka menggambarkan depresi sebagai reaksi yang kompleks terhadap

kehilangan.

3. Prespektif behavioral

Perspektif ini menjelaskan bahwa yang mengalami depresi kurang

menerima penghargaan (reward) atau lebih menerima hukuman

(punishment) atau lebih menerima hukuman (punishment) dari pada orang

yang tidak mengalami depresi. Penghargaan yang rendah dan hukuman

yang tinggi tersebut mengakibatkan gangguan depresi melalui tiga cara

yaitu:

a. Sesorang yang kurang menerima penghargaan atau lebih banyak

menerima hukuman secara umum akan mengalami kehidupan kurang

menyenagkan.
b. Jika prilaku seseorang tidak menghasilkan penghargaan atau

hukuman, maka individu tersebut akan mempunyai penghargaan

yang rendah terhadap dirinya dan mengembangkan konsep diri yang

rendah.

c. Jika suatu prilaku tidak diberi penghargaan atau hukuman, maka

kemungkinan akan mengakibatkan penghargaan yang diterima juga

kurang.

4. Perspektif kognitif

Dasar teori ini adalah adanya ide bahwa pengalaman yang sama

mempengaruhi dua orang dengan cara yang berbeda. Perbedaan ini

disebabkan oleh cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa. Dari

perspektif kognitif ini muncul model distorsi dari Beck dia menyatakan

bahwa depresi digambarkan sebagai kognitif triad tentang pikiran

berkembang terhadap dirinya sendiri, terhadap situasi, dan terhadap masa

depan.

2.2.3 Etiologi Depresi

Menurut Manurung (2016), faktor penyebab depresi dapat secara buatan

di bagi menjadi faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.

a. Faktor Biologi

Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat kelainan pada amin

biogenik, seperti: 5 HIAA (5 Hidrosi indol asetic acid), HVA


(Homovanilic acid), MPGH (5 Methroxy – 0 – hydroksi phenil glikol), di

dalam darah urine dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.

b. Faktor Genetik

Penelitian genetic dan keluarga menunjukan bahwa angka resiko diantara

anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi

berat (unipolar) diperkirakan 2 – 3 kali dibandingkan dengan populasi

umum.

c. Faktor psikososial

Penyebab defresi salah satunya ialah kehilangan objek yang di cintai. Ada

faktor psikososial salah satunya kehilangan salah satunya hilangnya peran

sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau saudara penurunan

kesehatan, peningkatan isolasi diri.

2.2.4 Gejala – gejala depresi

Orang dengan gangguan depresi tidak selalu memiliki gejala yang sama

satu dengan lain. Gejala – gejala depresi antara lain:

a. Perasaan sedih yang menetap,khawatir atau perasaan kosong.

b. Perasaan putus asa dan atau psimisme.

c. Perasaan bersalah, perasaan tidak berharga dan atau putus asa.

d. Cepat marah, tidak dapat istirahat.

e. Insomnia, terjaga dipagi buta, atau tidur yang berlebihan.

f. Pikiran untuk bunuh diri, usaha bunuh diri.


g. Perasaan sakit yang menetap, sakit kepala, kram atau gangguan

pencernaan yang tidak mudah disembuhkan walaupun dengan perawatan

(Manurung, 2016).

2.2.5 Macam – macam depresi

Ada beberapa macam dari gangguan depresi, yaitu (Manurung, 2016) :

1. Major Depressive Disorder (gangguan depresi berat)

gangguan ini terdapat beberapa gejala yang mengganggu seseorang untuk

bekerja, tidur, belajar, makan dan menikmati kegiatan yang seharusnya

menyenangkan.

2. Dysthymic Disorder (dysthymia)

Adanya tanda berupa waktu yang lama (dua tahun atau lebih) tidak

terdapat gejala – gejala yang dapat mengganggu kemampuan seseorang

tetapi dapat mengganggu fungsinya secara normal seperti perasaan yang

nyaman.

Beberapa bentuk gangguan depresi menunjukan sedikit perbedaan

karakteristik dari gambaran di atas, atau mungkin saja beberapa gangguan

depresi berkembang dalam keadaan yang unik. Tidak semua ilmuansetuju

dalam hal menggolongkan dan mendefinisikan bentuk – bentuk dari

depresi ini:

a. Psycholic depression, terjadi ketika gangguan defresi dibarengi

dengan gangguan psikosis, seperti memungkiri kenyataan, halusinasi

dan delusi.
b. Postpartum depression (depresi postpartum), yang terjadi pada

seseorang ibu yang baru melahirkan.

c. Seasonal affective disorder (SAD), ditandai dengan gangguan depresi

selama musim dingin, musim panas, dimana pada musim tersebuttidak

ada cahaya matahari. Depresi ini secara umum akan menghiang selama

musim gugur dan musim semi. SAD biasanya diberi perlakuan berupa

terapi cahaya.

2.2.6 Tingkatan Depresi

Depresi menurut Lestari (2013), di bagi dalam tiga tingkatan yaitu

ringan, sedang, berat dimana perbedaan antara episode depresif ringan,

sedang, dan berat terletak pada penilaian klinis yang kompleks yng meliputi

jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan.

1. Depesi ringan

a. Sekurang kurangnya harus ada dua dari gejala – gejala utama depesi.

b. Ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala yang lain.

c. Lama seluruh episode berlangsung sekuran – kurangnya sekitar dua

minggu.

d. Tidak boleh ada gejala berat di antaranya.

2. Depresi sedang

a. Sekurang – kurangnya ada dua dari gejala utama dari deresi ringan.

b. Dan sekurang – kurangnya tiga dan sebaik – baiknya ada empat dari

gejala lain.
c. Lama seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu.

d. Mengahadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3. Depresi berat

a. Semua tiga dari tiga gejala depresi harus ada.

b. Ditambah sekurang – kurangnya empat dari gejala lainnya.

c. Bila ada gejala penting yang jelas, maka pasien tidak mau atau tidak

mampu untuk melaporkan banyak gejala.

d. Lamanya sekurang-kurangnya 2 minggu.

e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu melanjutkan kegiatan

sosial.

2.2.7 Penatalaksanaan Depresi

Menurut Lestari (2013), Depresi pada pasien dapat lebih efektif di

obati dengan kombinasi dari psikotrapi yaitu, psikoanalitik psikoterapi :

1. Psikotik yang berorientasi insight

Insight merupakan pemahaman pesan terhadap fungsi psikologis dan

kepribadian, pasien mengalami maladaptifnya dengan mengubah

perasaan.

2. Psikotik Suportif

Dukungan oleh figure authority (terapis) dengan bersikap hangat,

bersahabat, membimbng dan memuaskan.


3. Psikotrapi kelompok

Klien membuat sebuah kelompok yang terdiri dari 1 kelompok minimal 3

orang, dan maksimal 8 – 10 orang. Dan pasien belajar adaftasi dengan

kelompok.

4. Latihan relaksasi

Banyak digunakan pada kasus keluhan fisik dengan frekuensi denyut

jantung menurun, tekanan darah menurun, neuromuscular stabil seperti

yoga, hypnosis, realaksasi dengan bimbingan suara.

5. Terapi prilaku

Terapi prilaku ditunjukan untuk mengubah prilaku maladaptife dengan

Jenjang terapi untuk mengatasi depresi dengan menentukan pola tingkah

laku maladaptive.

2.3 Konsep Gagal Ginjal Kronik

2.3.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik (GGK) atau sering disebut dengan Chronic

Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tak

dapat pulih dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia telah dipakai

sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad, walaupun sekarang kita

sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik tidak seluruhnya disebabkan retensi

urea di dalam darah (Herdin. M. G, 2009). Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

yaitu penyakit ginjal atahp akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit serta

mengarah pada kematian (Padilla, 2012).

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)

merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible di mana

kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen

lain dalam darah). Gagal ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan

pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat

ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu

beberapa tahun (Haryono, 2013).

Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney (CKD).

Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu

dan tingkat fisiologis filtrasi. Berdasarkan Mc. Clellan (2006) dijelaskan

bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang

persisten (keberlangsungan >3 bulan) dengan kerusakan ginjal, kerusakan

Glomerular Rae (GFR) dengan angka GFR <60 ml/menit/1.73 m2 (Eko &

Andi, 2014).
2.3.2 Anatomi Fisiologi

https://www.google.com/amp/alamipedia.com/anatomi-fisiologi-ginjal-

gambar-menarik/amp/

Ginjal berfungsi :

1. Mengatur volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air dalam tubuh

akan dieksresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam

jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine

yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga

susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.

2. Mengatur keseimbangan osmitik dan mempertahankan keseimbangan ion

yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi

pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam

yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare,muntah) ginjal akan


meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (misal: Na, K, Cl, Ca dan

posfat).

3. Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada apa

yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak

asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein.

Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine

bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan

perubahan pH darah.

4. Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat

toksik, obat-obatan, hasil metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing

(pestisida).

5. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang

mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin

angiotensin aldesteron) membentuk eritripoiesis mempunyai peranan

penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).

Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol

(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus.

2.3.3 Etiologi

Menurut Padilla (2012), penyebab gagal ginjal kronik adalah:

1. Diabetus mellitus

2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis

4. Hipertensi tak terkontrol

5. Obstruksi saluran kemih

6. Penyakit ginjal polikistik

7. Gangguan vaskuler

8. Lesi herediter

9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

Menurut Clevo dan Margareth (2012), penyebab gagal ginjal kronik adalah:

1) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

2) Penyakit peradangan glumerulonefritis

3) Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

4) Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa, sklerosi

sistemik)

5) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal)

6) Penyakit metabolik (DM, gocit, hiperparatiroirisme)

7) Netropati toksik

8) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

Menurut Haryono (2013), Penyebab gagal ginjal kronik adalah:

1) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).


2) Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder.

Glomerulo-nefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul

pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis

utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen

berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosteron

menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis kroni,

ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan

tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan

bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,

karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan

dinding arteri.

3) Penyakit vaskulerhipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).

Merupakan penyakit primer dan menyebabkan hipertensi melalui

mekanisme. Retensi Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari sistem rennin,

angiotensin dan defisiensi prostagladin, keadaan ini merupakan salah satu

penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi bukan orang

kulit putih.

4) Gangguan jaringan penyambung (SLE, Poliarteritis nodusa, sklerosis

sitemik).

5) Penyakit kengenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal). Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista

multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun


mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat

penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan eksresi H+ dari

tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang

memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metsbolik.

6) Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).

7) Nefropati toksik.

8) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

2.3.4 Patofisiologi

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal

gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat

sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai

fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal

kronik mugkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih

fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan

filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang

tersisa menghadapi tugas yang berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut

rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya

berkaitan dengan tuntutan nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan

reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi

pembentukan jaringan parut dan aliran darah akan berkurang. Pelepasan renin

akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat


menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal,

dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi

akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut

sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal

menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang

seharusnya dikeluarkan dari sikulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia

berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.

(Muttaqin dan Sari, 2014).

2.3.5 Klasifikasi

Gagal ginjal menurut Haryono (2013), dibagi menjadi 3 stadium:

a. Stadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah

yang paling ringan, faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum

merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih

dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN

(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.

Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan

memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang

lama atau dengan mngadakan test GFR yang teliti.

b. Stadium II

Insufiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi


ginjal menurun. Pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan

cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian

obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah

ini dilakukan secepatnya dengan tepat, dapat mencegah penderita masuk

ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang

berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas

normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari

kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum mulai meningkat

melebihi kadar normal. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar

pada penyakit yang terutama menyerang tubulus meskipun poliuria

bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan

anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25%. Faal ginjal

jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan darah, tekanan

darah akan naik, aktivitas penderita mulai terganggu.

c. Stadium III

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah

jelas dan penderita masuk dalam keadaan tak dapat melakukan tugas

sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain

mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala,

air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi

penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar

90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR-nya 10% dari keadaan
normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan

sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak

sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang

dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit

mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan

gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem

dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan

meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi

ginjal atau dialisis.

2.3.6 Manifestasi Klinis

Menurut Eko dan Andi (2014), menunjukkan bahwa tanda dan gejala

klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik.

Ginjal sebagian organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang

banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis

ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.

Berikut ini adalah tanda gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis:
1) Ginjal dan gastrointestinal

Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi,mulut kering,

penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi

penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak

dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya

otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi

akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah

terjadinya penurunan urine output dengan sedimendasi yang tinggi.

2) Kardiovaskuler

Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomypati, uremic percarditis,

effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal

jantung, edema periorbital dan edema perifer.

3) Respiratory system

Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi

pleura, crackles, spuntum yang kental, uremic pleuritis, dan uremic lung,

dan sesak nafas.

4) Gastrointestinal

Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa

gastrointestinal karena stomatis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan

kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif

duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis.


Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan

vomiting.

5) Integumen

Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp. Selain

itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura ekimosis, petechiae, dan

timbunan urea pada kulit.

6) Neurologis

Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri gatal pada

lengan, dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks

kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,

iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan

adanya perubahan metabolik encephalophaty.

7) Endokrin

Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan

siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,

pemimgkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.

8) Hematopoitiec

Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah trombositopenia

(dampak dari dialisis), dan kerusakan platele. Biasanya masalah yang

serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan

(purpora, ekimosis, dan petechiae).


9) Muskuloskeletal

Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan

klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

2.3.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut Eko dan Andi (2014), menunjukkan bahwa fungsi ginjal yang

rusak sangat sulit untuk dilakukan pengembalian, maka tujuan dari

penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan

fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan kesimbangan secara maksimal

untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks,

gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksnaan terpadu dan serius, sehingga

akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh

karena itu, Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan

penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik:

1) Perawatan kulit yang baik

Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melaluipersonal hygiene

(mandi) secara rutin.

2) Jaga kebersihan oral

Lakukan perawat oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang

lembut/spon. Kurangi konsumsi gula untuk mengurangi rasa tidak

nyaman di mulut.

3) Beri dukungan nutrisi


Kolaborasi dengan nutrition untuk menyediakan menu makanan favorit

sesuai dengan anjuran diet. Beri dukunan intake tinggi kalori, rendah

natrium dan kalium.

4) Pantau adanya hiperkalemia

Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada

lengan, abdomen, dan diarea.

5) Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia

Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian

antasida (kandungan alumunium/kalsium karbonat)

6) Kaji status hidrasi dengan hati-hati

Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena jugularis, dan

crackles pada auskultasi paru.selain itu juga, status hidrasi bisa dilihat

dari keringat berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi, dan

edema perifer.

7) Kontrol tekanan darah

Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan

mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan antihipertensi.

8) Pantau ada/tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.

9) Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya

kegagalan napas akibat obstruksi.

10) Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan (pada

perawatan luka operasi).


11) Observasi adanya tanda-tanda perdarahan.

12) Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin

selama klien menjalan dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.

13) Observasi adanya gejala neurologis.

14) Atasi komplikasi dari penyakit.

15) Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda perikarditis (friction rub dan

nyeri dada).

16) Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal.

2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Padila (2012), menunjukan bahwa pemeriksaan diagnostik

sebagai berikut:

1. Urin

 Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)

 Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,

bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan

menunjukkan adanya darah, hb, mioglobin, porfirin.

 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat

 Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal

tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun


 Natrium: lebih besar dari 40mEq/L karena ginjal tidak mampu me-

reabsorbsi natrium

 Protein: derajat tinggi proteinuria secara kuat menunjukkan kerusakan

glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

2. Darah

 BUN/kreatini: meningkat, kadar kreatinin 10mg/dl diduga tahap akhir

 Hematoksit: menurun pada adanya anemia. Hemoglobin biasanya

kurang dari 7-8 gr/dl

 SDM: menurun, defisiensi eritropoitin

 GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2

 Natrium serum: rendah

 Kalium: meningkat

 Magnesium: meningkat

 Kalsium: menurun

 Protein: menurun

3. Osmolalitas serum: lebih dari 285 msOm/kg

4. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

5. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,

obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas

6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar

batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif


7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskular, masa

8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.

2.4 Konsep Dasar Hemodialisa

2.4.1 Definisi Hemodialisa

Hemodialisis berasal dari kata hemo=darah, dan dialisis=pemisahan

atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan

untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara

akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses

tersebut. Terapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang di

lengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).

Hemdialisa dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera

dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan

kematian (Muttaqin dan Sari, 2011).

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapipengganti

fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu

dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,

kreatin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai

pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses

difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Clevo & Margareth, 2012).


Hemodialisa merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien

gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk

memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi

dengan menggunakan sistem dialisa eksternal dan internal. Proses

pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya melalui membran

semi permeable sebagai pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja

dibuat dalam dializir (Andra & Yessie, 2013).

2.4.2 Indikasi dan Kontra indikasi

Indikasi terapi hemodialisa:

1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus <5 ml).

2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila

terdapat indikasi:

a. Hiperkalemia (K+ darah > 6 meq/l)

b. Asidosis

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah (ureum > 200 mg%,

kreatinin serum > 6 mEq/l

e. Kelebihan cairan

f. Mual dan muntah hebat

3) Intoksikasi obat dan zat kimia.

4) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat.


5) Sindrom hepatorenal dengan kriteria.

a. K+ pH darah < 7,10 => asidosis

b. Oliguria / an uria > 5 hr

c. GFR < 5 ml/i pada GGK

d. Ureum darah > 200 mg/dl (Andra & Yessi, 2013).

Kontra indikasi terapi hemodialisa:

1) Hipertensi berat (TD > 200 / 100 mmHg).

2) Hipotesis (TD < 100 mmHg).

3) Adanya pendarahan hebat.

4) Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2013).

2.4.3 Prinsip Hemodialisa

Pada Muttaqin dan Sari (2011), menjelaskan bahwa ada tiga prinsip

yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan

kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.

2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi

yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.

3) Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

2.4.4 Prosedur Hemodialisa

Ada 3 unsur penting untuk sirkuit HD :


a. Sirkuit darah

Dari klien mengalir darah dari jarum/kanul arteri dengan pompa darah

(200/250 ml/mnt) ke kompartemen darah ginjal buatan kemudian

mengembalikan darah melalui vena yang letaknya proksimal) terhadap

jarum arteri.

Sirkuit darah punya 3 monitor: tekanan arteri, tekanan vena dan detektor

gelembung udara.

b. Sirkuit dialisat / cairan dialisat

Cairan yang terdiri dari air, elektrolit

Air bersih, bebas dari elektrolit, mikroorganisme atau bahkan asing lain

perlu diolah dengan berbagai cara.

Konsentrat dialisat berisi komposisi elektrolit :

 Na+ : 135 - 145 meq/l

 K+ : 0 – 4,0 meq/l

 Cl- : 90 – 112

 Ca : 2,5 – 3,5 meq/l

 Mg : 0,5 -2,0 meq/l

 Dext 5% : 0 – 250 meq/l

 Acetat/bicarbonat : 33 – 45
2.4.5 Komplikasi

Menurut Clevo & Margareth (2012), menyebutkan bahwa komplikasi

dalam pelasanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi

adalah:

1. Hipotensi

2. Kram otot

3. Mual atau muntah

4. Sakit kepala

5. Sakit dada

6. Gatal-gatal

7. Demam dan menggigil

8. Kejang

2.5 Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian Lukmanulhakim dan Lismawati (2017), dengan

judul Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi pada

Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD

dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir

sebagian besar responden yang memiliki dukungan keluarga positif (47%),

sebagian besar responden memiliki kejadian depresi minimal (64%). Hasil

analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan

keluarga (p=0,010) dengan kejadian depresi. Yang artinya dukungan keluarga


sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan/pemulihan penderita penyakit

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Berdasarkan penelitian Kartika Nurmalia dkk (2017), dengan judul

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Pasien yang

Menjalani Terapi Hemodialisa di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Tentara dr.

Soedjono Magelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan jumlah sampel

46 responden dengan teknik accidental sampling. Menunjukkan nilai signifikan

sebesar 0,000 (p<0,05) yang artinya adanya hubungan dukungan keluarga dengan

tingkat depresi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa

Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang.


2.6 Kerangka Teori

Gagal Ginjal Kronik

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Hemodialisa

Dukungan Keluarga Depresi

- Dukungan Instrumental - Ringan


- Dukungan Informasional - Sedang
- Dukungan Penilaian - Berat
- Dukungan Emosional

Haryono (2013), Lestari (2013), Hernilawati (2013)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif survey analitik

dengan pendekatan desain Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara hubungan dengan efek dengan cara pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat artinya tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).

Desain ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

keluarga terhadap tingkat defresi pada pasien Choronic Kidney Disease (CKD)

yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah

Palembang 2019.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang tahun 2019.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Tahun 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan wilayah generelisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang


ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam

yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek

yang dipelajari, akan tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki

oleh objek/subjek itu (Setiadi, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien pasien CKD yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Islam Siti Khadjah Palembang dengan

jumlah penderita CKD dalam 2 bulan terakhir sebanyak 183 pasien.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain, sampel adalah

elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya

(Setiadi, 2013).

Pengambilan sampel di dalam penelitian ini adalah pasien yang

menjalani hemodialisa sebanyak 65 pasien CKD yang menjalani terapi

hemodialisa

Kriteria Inklusi penelitian ini adalah :

a. Pria/Wanita

b. Usia > 18 tahun

c. Durasi hemodialisa minimal 2 bulan

d. Pasien yang bersedia menjadi responden

Kriteria ekslusi penelitian ini adalah :


a. Gangguan kesadaran

b. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

3.3.3 Teknik Sampling Purposive Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Purposive

Sampling dengan pengambilan data secara purposive didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau

sifat – sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,(Notoatmojo,2012).

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2

N = Jumlah populasi (183)

n = Jumlah sampel

d = Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan sebesar 0.1 (10%)

maka berdasarkan rumus diatas jumlah sampel yang akan diteliti adalah :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2

183
𝑛=
1 + 183 (0,1)2

183
𝑛
1 + 183 (0,01)
183
𝑛
1 + 1.83
183
𝑛=
2.83
𝑛 = 64.6 dibulatkan menjadi 65 orang.
Maka sample yang di dapatkan adalah sebanyak 65 pasien mengalami

penyakit CKD yang menjalani terapi hemodialisa di RSI Siti Khadijah

Palembang.

3.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep

ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar

tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep

ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan dibab

tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupakan ringkasan

dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti

(Setiadi, 2013).

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan variabel terikat.

Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam bentuk skema kerangka konsep sebagai

berikut.

Skema 3.1
Kerangka Konsep penelitian

Independen (Bebas) Dependen (Terikat)

Tingkat Depresi pada pasien

CKD yang menjalani Terapi


Dukungan Keluarga
hemodialisa
3.5 Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel

diamati/diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau

“definisi operasional variable”. Definisi operasional ini penting dan di perlukan

juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen

(alat ukur) (Notoatmodjo, 2010).

Adapun definisi operasional dari penelitian adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Tingkat Kondisi Wawancara Kuesioner Dinyatakan Interval

Depresi dimana interval dalam

seseorang skor:

mengalami 1. Ringan

gangguan jika skor

mood yang di 5-8

tandai oleh 2. Sedang

hilangnya jika skor

perasaan 9-11

kendali dan 3. Berat jika


pengalaman skor 12-15

subjektif

adanya

penderitaan

berat

Dukunga Bantuan Wawancara Kuesioner 1. Adanya Ordinal

n berupa dukungan

Keluarga dukungan jika nilai >

informasi, median (34)

simpatik dan 2. Tidak

empati, cinta dukungan

dan nilai <

kepercayaan median (34)

dan (dahlan,

penghargaan 2013)

pada pasien

penyakit gagal

ginjal yang

menjalani

terapi

hemodialisa
3.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

di mana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan

(Sugiyono, 2017). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Ha :

a. Ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada pasien

Chronic Kidneu Disease (CKD) yang menjalani terapi hemodialisa di RSI Siti

Khadijah Palembang

Ho :

a. Tidak ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada pasien

Chronic Kidneu Disease (CKD) yang menjalani terapi hemodialisa di RSI Siti

Khadijah Palembang

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Sumber Data

a. Data primer

Data primer yang di perlukan penelitian ini adalah dukungan keluarga

pasien Chronic Kidney Disease yang menjalani terapi hemodialisa yang di

peroleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner

yang diberikan kepada responden

b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh Rumah Sakit Islam Siti

Khadijah Palembang. Yaitu data jumlah pasien penyakit gagal ginjal yang

tercatat di rekam medik Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang.

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan

menggunakan wawancara yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang

tingkat kecemasan dan kualitas tidur lansia penderita Reumatoid Arthritis.

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan

dan tahap pelaksanaan.

1. Tahap Persiapan

a. Pada tahap ini peneliti mengurus surat perizinan tempat penelitian

dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua

Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang yang

diajukan ke rumah sakit islam siti khadijah .

b. Setalah surat di Acc oleh pihak kampus, peneliti mengajukan surat

pemohonan izin penelitian kepada pihak rumah sakit.

c. Setelah surat atau izin dari rumah sakit, peneliti mendatangi kembali

rumah sakit islam siti khadijah.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:


a. Mengumpulkan responden terlebih dahulu dengan mengambil

responden sesuai dengan kriteria melalui wawancara dengan petugas

kesehatan rumah sakit maupun melihat data rekam medik pasien CKD

yang menjalani hemodialisa.

b. Melakukan perkenalan identitas dengan responden.

c. Memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada

responden.

d. Melakukan kesepakatan atau informed concent kepada responden dan

melakukan kesepakatan yang akan dilakukan.

e. Melakukan wawancara dan observasi kepada responden.

f. Dengan cara bertanya langsung tentang poin yang kita inginkan.

g. Ucapan terima kasih atas kerjasama antara responden dan peneliti.

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah

dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang

diperlukan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam

pengolahan data dibagi menjadi 5 tahap, yaitu (Setiadi, 2013).

1. Editing (Memeriksa)

Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data.

2. Coding (Memberi Tanda Kode)


Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dan para responden ke dalam

bentuk angka/bilangan. Biasanya klasifikasi di lakukan dengan cara memberi

tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Skoring (Pemrosesan Data)

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data

yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara

meng-entry data dan kuesioner ke paket program komputer. Ada bermacam-

macam paket program yang dapat digunakan untuk pemrosesan data dengan

masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket

program yang sudah umum digunakan untuk entry data adalah paket

program SPSS for Window.

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut

dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry data ke computer.

5. Mengeluarkan informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.


3.9 Analisa Data

3.9.1 Analisa Univariat

Pada analisa ini semua datayang terkumpul di sajikan dalam bentuk

table distribusi frekuensi gunanya untuk mendapatkan gambaran distribusi dari

responden atau variable yang di teliti. (Notoatmodjo, 2012).

3.9.2 Analisa Bivariat

Apabila telah dilakukan analisa univariat tersebut diatas, hasilnya akan

diketahui karakteristik atau destribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan

analisis bivariat. Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara

variabel independen adalah dukungan keluarga dan variabel dependen adalah

tingkat depresi. Untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variable

tersebut di gunakan uji statistik Chi Squere dengan batasan kemaknaan 0,05 <

Apabila nilai P , 0,05 maka hasil perhitungan statistic bermakna dan apabila nilai

P > 0,05 maka hasil perhitungan statistic tidak bermakna. (Notoatmodjo, 2010).

Analisi bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi pada Pasien CKD yang Menjalani

Terapi Hemodialisa di RSI Siti Khadijah Palembang.

3.10 Etika Penelitian

Dalam peneletian ini peneliti mengajukan permohonan ijin kepada

Rumah Sakit Islma Siti Khadijah Palembang sebagai tempat penelitian melalui

rekomendasi dari institusi pendidikan. Selanjutnya lembar persetujuan


disampaikan kepada responden dengan menekankan pada etika yang meliputi

(Hidayat, 2014):

1. Informed Consent

Subjek yang akan diteliti sebelumnya di beritahu tentang maksud, tujuan,

manfaat dan dampak dari tindakan yang dilakukan.

2. Anonymity

Anonymity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Kerahasian informasi yang dikumpulkan dari subyek dijamin oleh peneliti,

seluruh informasi akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan hanya

kelompok tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

penelitian.
KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT DEPRESI
PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT ISLAM
SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN 2019

Kode :

Tanggal/Waktu :

A. DATA DEMOGRAFI

Petunjuk: isilah data sesuai dengan pertanyaan, dan berikan tanda checlist (√)

pada tempat yang telah disediakan dibawah ini.

1. Umur :

2. Jenis Kelamin :

Perempuan

Laki-laki

3. Pendidikan :

SD

SMP

SMU

Diploma

Sarjana

4. Pekerjaan :

Ibu Rumah Tangga


Buruh

Pegawai Negeri

Wirawasta

Petani

Lain-lain (sebutkan)

B. DUKUNGAN KELUARGA

Isilah pernyataan di bawah dengan memberikan tanda checklist (√) pada

jawaban yang sesuai menurut anda.

Kadang- Tidak
No. Dukungan Selalu Sering
kadang pernah
Dimensi Instrumental
1 Keluarga membantu saya
dalam mengatasi masalah
perekonomian dengan
memberikan bantuan dana
2 Keluarga menyediakan
makanan dan minuman sesuai
diit gagal ginjal kronik
3 keluarga menemani dan
mengunjungi saya waktu sakit
4 keluarga membantu saya
melakukan aktivitas yang tidak
bisa saya lakukan
5 Keluarga mengingatkan saya
untuk istirahat dan mengurangi
kegiatan yang saya lakukan
Dimensi Informasional
6 keluarga memberikan kekuatan
pada saya untuk mengatasi
rasa takut saat menjalani terapi
hemodialisa
7 Saya dan anggota keluarga
lainnya berdiskusi untuk
mengatasi masalah yang
timbul karena penyakit
8 Keluarga mengingatkan saya
untuk teratur menjalani terapi
hemodialisa
9 keluarga memberi dukungan
dalam mengatasi komplikasi
akibat terapi hemodialisa
10 Keluarga memberikan
nasehat/informasi efek
samping yang timbul akibat
hemodialisis
Dimensi Emosional
11 keluarga memberikan
semangat pada saya untuk
tetap mengikuti terapi
hemodialisa secara teratur
12 Saya merasa nyaman di rumah
13 Saya merasa senang dan
bahagia tinggal dengan
keluarga
14 keluarga mengijinkan saya
untuk berinteraksi dengan
lingkungan sekitar saya
15 Keluarga memberikan
semangat pada saya untuk
mempertahankan pengobatan
hemodialisa
Dimensi Penilaian
16 Keluarga meminta pendapat
saya terhadap pelaksanaan
terapi hemodialisa
17 Keluarga mendukung saya
sharing dengan sesama
penderita gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa
18 Keluarga mendukung aktivitas
sosial yang saya lakukan
dengan sesama penderita gagal
ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa
19 Keluarga memberikan
dorongan pada saya untuk
tetap menjalani terapi
hemodialisa
20 Keluarga mengarahkan saya
pada orang yang menjalani
hemodialisa untuk
mendapatkan nasihat dan saran

C. DEPRESI

Isilah data sesuai dengan pertanyaan, dan berikan tanda checlist (√) pada

tempat yang telah disediakan dibawah ini.

No. Pertanyaan Ya Tidak


1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan
anda?
2 Apakah anda telah meninggalkan banyakkegiatan
dan minat atau kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
4 Apakah anda sering merasa bosan?
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap
saat?
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar
hidup anda?
8 Apakah anda sering merasa tak berdaya?
9 Apakah anda lebih senang tinggal dirumah daripada
keluar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah
dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan
orang?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini
menyenangkan?
12 Apakah anda tidak merasa berharga seperti perasaan
anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semngat?
14 Apakah anda merasa keadaan anda tidak ada
harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya dari anda?

Anda mungkin juga menyukai