Anda di halaman 1dari 23

1.

Tracheostomi
a. Cara Perawatan Tracheostomi
 Pemberian humidifikasi buatan yaitu melembabkan udara pernafasan
dengan alat nebulizer tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
kekeringan pada trakea,traketis,atau terbentuknya krusta.
 Pengisapan sekret secara berkala untuk menurunkan risiko sumbatan
pada kanul trakeostomi dan pengisapan dilakukan secara steril untuk
mencegah infeksi.

 Pembersihan canul dalam,dilakukan untuk mencegah adanya secret yang


menyumbat yaitu dengan cara merendam dalam air hangat kemudian disikat
kemudian dibilas dengan air hangat.Selama pembersihan kanul dalam
dipasang kanul pengganti.
 Perawatan stoma lubang pada trakeostomi karenaseringnya banyak sekret
disekitarnya yaitu dengan pemberian kassa pada stoma dilakukan setiap
hari untuk mencegah eskoriasis dan infeksi luka operasi.
b. Cara penghisapan lendir / slem
Prosedur hisap lendir ini dalam pelaksanaannya diharapkan sesuai dengan
standar prosedur yang telah ditetapkan untuk mencegah infeksi paru dan sistemik
yang membahayakan dengan selalu menjaga kesterilan dan kebersihan. Standar alat
yang harus disiapkan untuk hisab lendir adalah:
 Bak instrument berisi :pinset anatomi 2,kassa,komb
 Nacl 0,9%
 Kanul suction
 Perlak dan pengalas
 Mesin suction
 Tissue
 Sampiran
 Oksigen dan kanul
 Sarung tangan steril
 Aquades
Prosedur hisap lendir
 Lakukan kebersihan tangan sesuai SPO
 Sampaikan salam dan perkenalan diri
 Lakukan identifikasi pasien sesuai SPO
 Jelaskan maksud dan tujuan
 Jelaskan lamgkah dan prosedur tindakan
 Tanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
 Tempatkan alat didekat pasien dengan benar pasang sampiran untuk menjaga
privasi
 Lakukan kebersihan tangan sesuai spo
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien/kepala sedikit extensi
 Berikan oksigen kanul 3 liter dalam waktu 2-5 menit
 Berikan hiperoksigenasi pasien dengan pemasangan fraksi 02 100% atau set
suction preparation pada pasien yang terpasang ventilator
Sumber : http://repository.unimus.ac.id/2052/13/BAB%20II.pdf

2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit dan tanda gejalanya


a. Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam
jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif
lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan
osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk
mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang
luar biasa ini, hyponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas
pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi>
1,003). Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika <
120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas,
lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif.
b. Hipernatremia
Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut meningkatkan relatif
terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia ([Na
+]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia dapat dilihat selama
hiperglikemia ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam
plasma. Konsentrasi natrium plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil
dari intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL
pada konsentrasi glukosa plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L.
Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari
natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika
kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya sangat efektif dalam
mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering terlihat pada pasien
lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan
gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium
tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi. Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan
timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi
neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya
diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang
menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan
laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat absolut hipernatremia.
Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah dan
mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut
ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi
lebih baik berbanding dengan bentuk akut. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus,
keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Pengobatan
hipernatremia bertujuan untuk mengembalikan osmolaritas. plasma normal serta
mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya harus diperbaiki dalam 48
jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan pada volume
ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat
mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian.
Justeru pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara
umum, penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada tingkat
yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
c. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila kadar
kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal,
poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi
(alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam
(untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam
dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan
EKG, kelemahan otot yang hebat).
d. Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel serta
karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya tergantung
pada rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi kalium
intraseluler diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium ekstraseluler
biasanya sekitar 4 mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+ antara cairan
ekstraselular dan kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan perubahan
yang nyata dalam ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium tubuh.
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).3
Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan
otot rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq /
L, dan karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran
otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara berurutan
dari simetris memuncak gelombang T (sering dengan interval QT memendek) →
pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval P-R → hilangnya gelombang P →
hilangnya amplitudo R-gelombang →depresi segmen ST (kadang-kadang elevasi) →
EKG yang menyerupai gelombang sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan
detak jantung. Kontraktilitas dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam
perjalanan hiperkalemia progresif. Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis
menonjolkan efek jantunghyperkalemia.
e. Hipokalsemia
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi
kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat
dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot, pelepasan
neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang, dan kelainan
pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan derangements fisiologis yang
mendalam. Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan
kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium
juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan
independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang
dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-
rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d
ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali.
Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop
menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada
hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi
aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan
demikian menurunkan ekskresi kalsium urin. 90% kalsium terikat dalam albumin,
sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia.
Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit
D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia. Manifestasi
dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan
irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda
Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan
bronkospasme. EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT
perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat
hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung,
hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis
juga dapat terjadi.
Sumber:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7de4f855c9453d88152fbc9f442
b7a60.pdf
3. Eliminasi Urin
a. Proses Berkemih
 Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.
Cairan yang disaring disebut filtrate glomerulus.
 Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion
bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
 Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin
 Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.
Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
 Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan
urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah urine.
 Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
 Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih
dan jumlah urine yang diproduksi.
 Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan
beraktivitas.
 Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih.
Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan
dalam mengontrol buang air kecil.
 Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
 Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di
tempat tertentu.
 Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
 Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan
dalam kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.
 Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat
meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan
antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi
jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan
sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu
pengeluaran urine.
c. Karakterisitk urin normal dan tidak normal
 Volume Urin
Mengukur volume urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan faal
ginjal, kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif urin. Volume urin
dewasa normal daerah tropis untuk urin 24jam berkisar antara 750ml dan 1250ml.
Faktor yang mempengaruhi jumlah urin adalah : suhu, iklim, jenis dan jumlah
makanan, pekerjaan jasmani, banyaknya keringat yang dikeluarkan, umur dan
luas permukaan badan. (Gandasoebrata, 2006)
 Warna Urin
Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari konsentrasi dan sifat bahan yang
larut dalam urin. Warna urin dapat berubah karena: obat-obatan, makanan, serta
penyakit yang diderita. Warna urin normal: putih jernih, kuning muda atau
kuning. Warna urin berhubungan dengan derasnya diuresis (banyak kencing),
lebih besar diuresis lebih condong putih jernih. Warna kuning urin normal
disebabkan antara lain oleh urocrom dan urobilin. Pada keadaan dehidrasi atau
demam, warna urin lebih kuning dan pekat dari biasa ginjal normal.
(Gandasoebrata,2006). Adanya infeksi traktus uranius urin akan berwarna putih
seperti susu yang disebabkan oleh bakteri, lemak dan adanya silinder. Warna urin
patologis lain adalah:
 Warna kuning coklat (seperti teh) penyebabnya adalah bilirubin
 Warna merah coklat penyebabnya hemoglobinuria dan porpyrin
 Warna merah dengan kabut coklat penyebabnya darah dengan pigmen-
pigmen darah.
 Warna coklat hitam penyebabnya melanin dan warna hitam disebabkan oleh
pengaruh obat-obatan
 Kekeruhan
Urin yang baru dikemihkan biasanya jernih. Kekeruhan yang timbul bila urin
didiamkan beberapa jam disebabkan oleh berkembangnya kuman. Kekeruhan
ringan bisa disebabkan oleh nubecula. Pada infeksi traktus urinarius, urin akan
keruh sejak dikemihkan yang disebabkan lendir, sel-sel epitel dan lekosit lama-
lama mengendap.
 Bau Urin
Biasanya spesifik. Normal baunya tidak keras. Bau khusus pada urin dapat
disebabkan oleh makanan misalnya: jengkol, pete, durian dan yang disebabkan
obat-obatan, misalnya: mentol, terpentin. Pada karsinoma saluran kemih, urin
akan berbau amoniak karena adanya kuman yang menguraikan ureum dalam urin.
 Derajat keasaman Urin (pH)
Derajat keasaman urin harus diukur pada urin baru, pH urin dewasa normal
adalah 4,6 – 7,5. pH urin 24 jam biasanya asam, hal ini disebabkan karena zat-zat
sisa metabolisme badan yang biasanya bersifat asam. Penentuan pH urin berguna
pada gangguan cairan badan elektrolit serta pada infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh kuman yang menguraikan ureum. Adanya bakteriurea urin akan
bersifat alkalis.
 Berat Jenis Urin (BJ Urin)
Berat jenis urin yaitu mengukur jumlah larutan yang larut dalam urin. Pengukuran
BJ ini untuk mengetahui daya konsentrasi dan data dilusi ginjal. Normal berat
jenis berbanding terbalik dengan jumlah urin. Berat jenis urin erat hubungannya
dengan diuresis, makin rendah diuresis makin tinggi berat jenisnya dan
sebaliknya. Normal berat jenis adalah 1003-1030. Tingginya berat jenis
memberikan kesan tentang pekatnya urin, jadi bertalian dengan faal pemekat
ginjal.
d. Gangguan-gangguan eliminasi urin
 Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
 Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
 Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari
(nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
 Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
 Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
 Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
 Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine Retensi, yaitu adanya
penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung
kemih untuk mengosongkan diri.
 Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
 Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari
(nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
 Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
 Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
 Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
 Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.
Sumber : https://id.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine#download

4. SPO Pemasangan Kateter inwelling pada pria dan wanita


Prosedur Tindakan
1. Persiapan Alat
a. Kit kateter steril
 Kateter sesuai ukuran yang diperlukan klien
 Pinset
 Larutan anti septik
 Sarung tangan
 Lubrikan
 Dok berlubang
 Spuit 10 cc dan cairan steril
 Urobag
 Kom
 Bengkok
 Kas deppers dengan larutan anti septik
b. Lampu penerangan yang adekuat
c. Tirai/sketsel
d. Perlak
e. Kantong penampung bahan kotor (bisa diganti dengan bengkok)
f. Plester dan gunting
g. Baskom dan air hangat
h. Handuk
i. Selimut
2. Persiapan klien dan lingkungan
a. Jaga privasi klien
b. Jelaskan prosedur pada klien
c. Siapkan tempat tidur yang memudahkan perawat bekerja
d. Bantu klien dalam posisi supinasi
e. Berikan cahaya yang cukup pada daerah perineal
Pemasangan Kateter pada Klien Pria

No Tindakan Rasional

1 Siapkan peralatan. Berusaha efisien dalam melakukan


prosedur. Kit dari pabrik yang berbeda
Baca label pada “catheter kit” catat jika
memberikan alat berbeda pula. Kateter
kateter termasuk dalam kit dan
mungkin dikemas dalam kit atau mungkin
identifikasi dulu tipenya.
juga tidak. Sarung tangan steril dan urobag
mungkin dikumpulkan secara terpisah.

2 Berikan privasi dan jelaskan prosedur Menjalin kerja sama dan menjaga privasi
yang akan dilakukan pada klien. klien.

3 Atur tempat tidur untuk kenyamanan Menjamin keamanan klien.


bekerja.

4 Bantu klien dalam posisi supinasi Merelaksasikan otot perut dan


dengan kaki agak melebar. memberikan gambaran area untuk
memfasilitasi pemasangan kateter.

5 Kenakan kain pada daerah abdomen Berusaha membuat klien lebih nyaman
dengan posisi diamond dan paha klien dan hangat.
jika diperlukan dan pasang perlak
diantara dua paha.

6 Pastikan pencahayaan pada penis dan Memfasilitasi ketepatan pelaksanaan


daerah perineal cukup. prosedur.

7 Cuci tangan, gunakan sarung tangan Mengurangai transfer mikroorganisme.


diposable dan bersihkan daerah perineal
klien.

8 Buka sarung tangan dan cuci tangan. Mengurangai transfer mikroorganisme.

9 Buka kateter kit, gunakan teknik Memudahkan tindakan dan mencegah


aseptik letakkan di sisi tempat tidur terkontaminasinya alat-alat steril.
klien.

10 Gunakan sarung tangan steril Mencegan terkontaminasinya alat-alat


steril

11 Tutup area perineal klien dengan kain Menyiapkan tempat steril pada tempat
steril sampai sebatas tampak penis melakukan prosedur. Mencegah
terkontaminasinya area yang berdekatan

12 Jika kateter akan dimasukkan, periksa Menguji kepatenan balon kateter.


balon kateter dengan memasukkan air Pelepasan semprotan untuk mencegah
steril 5 cc, pompa dan kempiskan kesalahan pemompaan selama
kembali pemasangan kateter

13 Sambung kateter dengan urobag jika Kateter dan sistem drainase bisa saja
belum tersambung belum tersambung, kecuali jika disambung
sebelum kateterisasi. Ini untuk
menghindari penyebaran infeksi pada
ujung kateter yang terbuka

14 Lapisi bagian distal kateter dengan Memfasilitasi pemasangan kateter


water-solube. Lubrikan steril dan
tempatkan dekat tempat steril (5-7 cm)

15 Pegang penis dengan tangan yang tidak Mengangkat kotoran dan miminimalkan
dominan dengan memberi alas kain bahaya infeksi saluran kencing
kassa. Ambil kassa deppers yang telah
dibasahi dengan larutan antiseptik
mengunakn pinset, bersihkan glands
penis dengan arah memutar
16 Pegang penis dengan sedikit menarik Memfasilitasi pemasangan kateter dengan
dengan membuat sudut 90 derajat meluruskan uretra

17 Pegang kateter dengan tangan dominan Memberikan konfirmasi secara fisual


masukkan kateter ke dalam meatus bahwa kateter sudah berada pada kandung
kira-kira 8 inchi (15-17 cm) secara kemih
perlahan-lahan sampai urin masuk ke
urobag. Arahkan penis mengarah sudut
60 agar memudahkan masuknya
kateter

Catatan :

Bila beberapa cm kita masukkan ada


tahanan, anjurakn klien menarik nafas
dalam dan dorong kateter pada saat
klien menarik nafas, bila kateter tidak
dapat masuk dengan lembut segera
informasikan kepada dokter

18 Bila urin telah keluar pertahankan Memberikan metode pemompaan balon


posisi kateter dengan tangan kateter yang steril
terkontaminasi

19 Injeksikan air steril ke dalam balon Memastikan bahwa balon telah tersimpan.
pelan-pelan, bila klien merasa nyeri Kateter tersedia dengan ukuran balon yang
segera hisap kembali. Lanjutkan insersi bermacam-macam. Menggunakan kateter
kateter, setelahnya diinjeksikan kembali dengan ukuran balon yang tepat
air steril pengisi balon sebanyak 10 cc

20 Instruksikan klien untuk segera Nyeri atau tekanan mengindikasikan


melaporkan ketidaknyamanan atau pemompaan balon di uretra. Pemasangan
tekanan selama pemompaan balo. Jika yang lebih dalam akan mencegah
terjadi nyeri jangan teruskan prosedur, ketidaktepatan, nyeri atau perdarahan
kempiskan balon dan masukkan balon
lebih jauh dari kandung kemih. Jika
klien terus mengeluh nyeri, lepas katetr
dan laporkan pada dokter

21 Setelah balon dipompa, dengan hati- Meningkatkan kelanjutan pengaliran dari


hati tarik kateter sampai balon kateter kandung kemih. Mencegah terjadinya urin
berhenti di leher kandung kemih bocor di sekitar kateter

22 Jamin pemasangan kateter sesuai Mencegah terlalu banyaknya traksi akibat


dengan kebijaksanaan institusi gesekan pada leher kandung kemih,
ketidak hati-hatian dalam pemindahan
kateter dan karena erosi uretra

23 Gantungkan urobag lebih rendah Memaksimalkan pengaliran urin dari


daripada kandung kemih klien, jangan kandung kemih
diletakkan di lantai

24 Pasang plester di bagian perut bawah Memfikasasi kateter. Memberikan kondisi


(di bawah perineum) yang nyaman untuk klien

25 Rapikan semua alat dan buang alat Perawat harus mengembalikan ke posisi
yang disposible semula

26 Letakkan sarung tangn dan cuci tangan Menghindari perpindahan mikroorganisme

27 Bantu klien mengatur posisi. Berusaha membantu klien merasa aman


Rendahkan tempat tidur dan nyaman

28 Kaji dan catat waktu kateterisasi, Memonitor status urin


jumlah, warna, bau, dan kualitas urin

Pemasangan Kateter pada Klien Wanita

No Tindakan Rasional

1 Siapkan peralatan. Berusaha efisien dalam melakukan


prosedur. Kit dari pabrik yang berbeda
Baca label pada “catheter kit” catat jika
memberikan alat berbeda pula. Kateter
kateter termasuk dalam kit dan
identifikasi dulu tipenya. mungkin dikemas dalam kit atau mungkin
juga tidak. Sarung tangan steril dan urobag
mungkin dikumpulkan secara terpisah.

2 Berikan privasi dan jelaskan prosedur Menjalin kerja sama dan menjaga privasi
yang akan dilakukan pada klien. klien.

3 Atur tempat tidur untuk kenyamanan Menjamin keamanan klien


bekerja.

4 Bantu klien dalam posisi supinasi Merelaksasikan otot perut dan memberikan
dengan kaki agak melebar. gambaran area untuk memfasilitasi
pemasangan kateter

5 Kenakan kain pada daerah abdomen Berusaha membuat klien lebih nyaman dan
dengan posisi diamond dan paha klien hangat.
jika diperlukan dan pasang perlak
diantara dua paha.

6 Pastikan pencahayaan daerah perineal Memfasilitasi ketepatan pelaksanaan


cukup. prosedur.

7 Cuci tangan, gunakan sarung tangan Mengurangai transfer mikroorganisme.


diposable dan bersihkan daerah perineal
klien.

8 Buka sarung tangan dan cuci tangan Mengurangai transfer mikroorganisme.

9 Buka kateter kit, gunakan teknik aseptik Memudahkan tindakan dan mencegah
letakkan di sisi tempat tidur klien. terkontaminasinya alat-alat steril.

10 Gunakan sarung tangan steril Mencegan terkontaminasinya alat-alat steril

11 Periksa balon kateter dengan Menguji ada tidaknya sumbatan pad kateter
menggunakan air steril 5 cc dan
kempiskan kembali

12 Jika urobag dan kateter belum Menghindari adanya infeksi dari kateter
tersambung, hubungkan kateter dengan yang ujungnya terbuka (tidak tersambung
urobag dengan urobag)

13 Lumasi ujung kateter dengan Mencegah iritasi pada klien selama


gel/lubrkan steril dan tempatkan pada pemasangan kateter
daerah steril

14 Letakkan duk berlubang steril pada Menyiapkan daerah steril pada bagian yang
daerah perineal klien sehingga labia akan dilakukan tindakan. Mencegah
dapat dilihat kontaminasi dari area yang berdekatan

15 Regangkan labia minora dengan tangan Membentu identifikasi letak ostium uretra
non dominan dan amati ostium urethrae externa sehingga kateter dapt dipasang pada
externa tempat yang benar

16 Pegang labia dengan tangan non Membersihkan area dan meminimalkan


dominan, gunakan pinset untuk risiko infeksi traktus urinaria
mengambil kassa deppers yang telah
dibasahi dengan cairan antiseptik,
bersihkan labia mayora, labia minora,
serta perineum.

Satu kassa deppers untuk satu kali usap,


dari atas ke bawah

17 Pegang kateter pada tangan dominan, Memastikan bahwa ujung kateter berada
masukkan ke ostium uretra externa pada vesica urinaria
hingga urin dapat keluar dari vesica
urinaria dan masuk ke urobag 5 – 7,5
cm (2 – 3 inchi)

18 Jika urin belum keluar dari vesica Kateter perlu dimasukkan cukup dalm
urinaria dan masuk ke urobag, berarti dalam mendapatkan drainage yang
kateter belum masuk ke vesica urinaria, sempurna dari vesica urinaria, tetapi tidak
masukkan katetr lebih dalam lagi sampai menimbulkan iritasi vesica urinaria

19 Masukkan keteter lebih dalam lagi (1 – Memastikan pemasukan keteter yang


3 inchi) adekuat sebelum balon retensi
dikembangkan

20 Pegang kateter ketika vesica urinaria Pergerakan menyebabkan permukaan


kosong. Hindari memajukan dan kateter steril kontak dengan area yang tidak
menarik kateter meskipun hanya sedikit steril sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terkontaminasi

21 Pompa balon ketika kateter sudah Balon menjaga kateter tetap berada di
masuk vesica urinaria, jika kateter vesica urinaria
dimaksudkan untuk penggunaan dalam
beberapa waktu

22 Injeksikan air steril ke dalam balon


pelan-pelan, bila klien merasa nyeri
hisap kembali dan lanjutkan insersi
kateter, setelahnya injeksikan kembali
air steril pengisi balon sebanyak 10 cc

23 Keluarkan cairan jika klien merasa nyeri Memompa balon pada uretra dapat
dan tidak nyaman menyebabkan perlukaan pada membran
mukosa

24 Tarik dengan perlahan kateter setelah Adanya sedikit tekanan akan menunjukkan
balon diisi bahwa kateter telah tertambat dengan baik
di didalam vesica urinaria

25 Jika kateter tidak digunakan untuk Penarikan yang pelan-pelan membantu


penggunaan selanjutnya, tarik kateter mengurangi rasa nyeri. Penjepitan
perlahan lebih kurang 1 cm (0,5 inchi) mencegah urin tersisa dalam kateter
tiap kali tarikan sampai urin habis sehingga dapat menetes pada linen ataupun
menetes dan kemudian jepit kateter pada klien
sambil menarik ujung kateter

26 Rekatkan kateter pada paha klien Mencegah kateter tertarik atau bergeser
dibawah perineum dengan plester

27 Letakkan urobag pada posisi yang lebih Memaksimalkan drainage urin dari vesica
rendah dari vesica urinaria. Jangan urinaria. Drainage akantertahan bila urobag
biarkan berada di lantai berada di atas abdomen

28 Rapikan peralatan dan buang peralatan Perawat harus mengembalikan ke posisi


yang tidak terpakai semula

29 Lepaskan sarung tang dan cuci tangan Mencegah perpindahan mikroorganisme

30 Bantu klien dalam posisi yang nyaman Memberikan keamanan dan kenyamanan
pada klien

31 Kaji dan catat waktu kateterisasi, Memonitor status urin


jumlah, warna, bau, dan kualitas urin

32 Cuci tangan Mencegah perpindahan mikroorganisme

Sumber : https://id.scribd.com/doc/191939672/Sop-Kateter

5. Prosedur latihan rentang gerak (ROM) dan kesejajaran tubuh saat berdiri dan duduk
Persiapan Lingkungan
a. Ruangan terutup.
b. Pastikan semua jendela atau pintu dakam keadaan tertutup agar privasi terjaga.
c. Pasang sekat atau sampiran.
d. Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien
Persiapan Pasien:
a. Mengucapkan salam terapeutik.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
d. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya.
e. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
f. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi.
g. Privasi klien selama komunikasi dihargai.
h. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan.
i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
Persiapan Alat:
a. Satu bantal penopang lengan.
b. Satu bantal penopang tungkai.
c. Bantal penopang tubuh bagian belakang
Cara kerja:
1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan
melakukan mobilisasi.
2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah
bila di lakukan mobilisasi lateral.
3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a) Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat
tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau
memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien.
b) Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada
posisi tegak.
c) Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.
d) Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien.
e) Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi.
4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien
terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).
5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri
menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di
dorong.
6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk
melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan
terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan.
7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan
pada bahu klien.
8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :
a) Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan
kaki.
b) Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga
keseimbangan dan ke takstabil.
c) Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega.
9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang
penting sebagai berikut :
a) Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh
dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum.
Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada
sendi leher.
b) Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk
mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah /
membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas.
10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk
memberikan posisi yang tepat.
11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.
12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.
Prosedur Khusus:
1. Leher, spina, serfika
Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45
Ekstens : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45
Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap
bahu, rentang 40-45°
Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, rentang
180°
Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
2. Bahu
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di
atas kepala, rentang 180°
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-
60°
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala, rentang 180°
Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan
sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90°
Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas
dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360° Ulang
gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
3. Siku
Fleks : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu
dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°
4. Lengan bawah
Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke
atas, rentang 70-90°
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah,
rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
5. Pergelangan tangan
Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang
80-90°
Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah
berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°
Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin,
rentang 89-90°
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
6. jari tangan
Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang
30-60°
Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30°
Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
7. Ibu jari
Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90°
Ekstensi : menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
8. Pinggul
Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi : Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang 90-120°
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi : Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin,
rentang 30-50°
Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90°
Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
9. Lutut
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
10. Mata kaki
Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-
30°
Flantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang
45-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
11. Kaki
Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
12. Jari-Jari Kaki
Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi : Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°
Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
Sumber : https://id.scribd.com/doc/76755420/Rentang-Gerak

Anda mungkin juga menyukai