Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN REALISTIC


MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA
SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 MAKASSAR

PROPOSAL

Oleh

NURHIDAYAT

10536519915

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Juni, 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu Negara sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan

memiliki peran penting dalam hal untuk mewujudkan cita-cita suatu bangsa. Menurut

Makmum (2012:22) dalam arti yang luas pendidikan dapat mencakup seluruh proses

hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya baik secara

formal, nonformal maupun informal, dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai

dengan tahapan tugas perkembangannya secara optimal sehingga ia mencapai suatu

taraf kedewasaantertentu. Menurut Makmum (2012:23) dalam arti terbatas

pendidikan dapat merupakan salah satu proses interaksi belajar mengajar dalam

bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (instructional).

Mengingat bagaimana pentingnya pendidikan, maka dibutuhkan suatu proses

pembelajaran yang baik. Berdasar undang-undang no 20 tahun 2003

(Mudyahardjo,2014:30) tentang system pendidikan nasional menyatakan : “ jalur

pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling

melengkapi dan memperkaya (pasal 13 ayat (1)). Salah satu solusi dalam menerapkan

pembelajaran yang baik dalam pendidikan adalah melalui pendidikan formal. Dalam

1
2

pendidikan formal, banyak diajarkan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu

yang biasa kita sebut mata pelajaran.

Semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah sangatlah penting dan

bermanfaat. Salah satu mata pelajaran yang penting adalah matematika. Matematika

tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Matematika merupakan suatu mata

pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan matematika

merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa karena

matematika memiliki pengaruh yang amat penting dalam kehidupan, tidak hanya

sampai disitu dalam dunia kampus matematika juga turut andil sebagai matakuliah

dasar dalam setiap jurusan.

Dalam proses pembelajaran matematika tampak bahwa topik-topik dalam

pembelajaran matematika tersusun hierarkis mulai dari yang paling dasar hingga yang

paling sukar atau yang bersifat ilmiah hingga yang bersifat esensial. Pendidikan

matematika memiliki peran tidak hanya membekali nilai edukasi yang bersifat

mencerdaskan tetapi juga nilai edukasi yang membantu yang membantu karakter

peserta didik , termasuk pemahaman konsep dan berpikir kreatif. Pendidik mungkin

telah berupaya menekankan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif

tetapi muatan materi kurikulum yang demikian menjadikan pendidik

memprioritaskan aspek lain.

Pada pembelajaran matematika siswa tidak hanya diajarkan untuk menghafal

rumus-rumus, akan tetapi siswa juga harus memahami konsep matematika dan

memunculkan kemampuan berfikir kreatif dalam setiap materi dan dapat


3

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa terampil atau

mempunyai kemampuan dalam memahami suatu konsep dan memunculkan

kemampuan berfikir kreatif dalam matematika. Pemahaman konsep matematik

merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika, karena dengan

pemahaman konsep maka siswa akan mudah dalam menyelesaikan pemecahan

masalah matematika serta mampu mampu merangsang berpikir kreatif siswa.

Pembelajaran matematika dikelas masih banyak yang menekankan

pemahaman peserta didik tampa melibatkan kemampuan berpikir kreatif. Peserta

didik tidak diberikan kesempatan untuk menemukan jawaban ataupun cara yang

berbeda dari yang sudah diajarkan guru. Guru sering tidak membiarkan peserta didik

mengonstruksi pendapat atau pemahamannya sendiri terhadap konsep

matematika.dengan demikian, peserta didik tidak dapat mengembangkan kemmapuan

berpikir kreatifnya. Padahal pada peraturan menteri no. 22 tahun 2006 (Siswono,

2018:3) tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah

menyebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan

bekerja sama.

Davis (Siswono, 2018:4) menjelaskan enam alasan pembelajaran matematika

perlu menekankan pada kreaktivitas, yaitu:

1. Matematika sutu pengetahuan yang kompleks dan luas sehingga tidak cukup
diajarkan dengan hafalan;
2. Peserta didik dapat menemukan sendiri solusi-solusi yang asli (original) saat

memecahkan masalah sehingga memuaskan dirinya;


4

3. Guru perlu memberikan kesempatan peserta didik menunjukkan kontribusi

autentik yang menantang;

4. Pembelajaran matematika dengan hafalan dan masalah rutin membuat peserta

didik tidak termotivasi dan kemampuan serta pemahamannya menjadi rendah;

5. Dukungan ide sendiri yang asli merupakan sesuatu yang perlu diajarkan seperti

membuat pembuktian asli dari teorema-teorema;

6. Kehidupan nyata sehari-hari memerlukan matematika, banyak masalah sehari-

hari yang bukan hal rutin sehingga perlu kreaktivitas dalam menyelesaikan.

Pemikiran dan gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang

jika proses pembelajaran matematika di dalam kelas dalam suasana yang kondusif,

artinya pendidik harus mampu memilih metode, pendekatan, teknik dan media yang

tepat digunakan dalam mengajar. Oleh karena itu, penggunaan metode dan

pendekatan pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika dan dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa salah satunya adalah adalah

model kooperatif tipe think pair share (TPS) dan pendekatan realistic mathematics

education (RME).

Adapun model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) yaitu dalam

bahasa Indonesia, Think artinya berfikir, Pair artinya berpasangan, dan Share artinya

berbagi. Jadi, Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil dengan

tahap thinking (berpikir), pairing (berpasangan), dan sharing (berbagi). terdapat

menurut Shoimin (Fitriani, :2017:16) model kooperatif tipe TPS memiliki beberapa

kelabihan yaitu : Think Pair Share mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan
5

dan dalam setiap kesempatan, Menyediakan waktu berpikir untuk meningkatkan

kualitas respons siswa, Siswa menjadi lebih aktif dalam berpikir mengenai konsep

daalam mata pelajaran, dan Siswa dapat belajar dari siswa lain.

Menurut Hadi (2017:24) pendekatan Matematika Realistik adalah adaptasi

dari RME (Realitic Mathematic Education), maka prinsip Matematika Realistik

berbeda dengan RME karena konteks budaya, system sosial dan alamnya berbeda.

Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dikembangkan dengan pendekatan Realistik

Matematika karena adanya prinsip dan karakteristik Realistik Matematika yang

diterapkan dalam pembelajaran, Saefudin (siswono, 2007). Menurut Hobri (Ningsih,

2014: 83-84) Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR) memiliki kelebihan-kelebihan yaitu : RME memberikan pengertian

yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika

dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya

kepada manusia, RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, RME

memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang

juga dianggap “unggul”,RME bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan

operasional.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memilih melakukan penelitian

dengan mengkolaborasi antara model pembelajaran dengan pendekatan, penelitian

ini diharapkan dapat meningkatkan pengaruh yang signifikan dalam kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat

judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair


6

Share (TPS) dengan Pendekatan Realistik Mathematics Education (RME)

Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika

Siswa kelas XI SMK Muhammadiayah 3 Makassar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana deksripsi pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif

siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ?

2) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) berpengaruh positif

terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas XI

SMK Muhammadiyah 3 Makassar ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui deskripsi kemampuan berpikir kreatif siswa yang

diajar dengan model kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

2. Untuk mengetahui pengaruh positif model pembelajaran kooperatif tipe

think pair share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir

kreatif siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3 Makassar.


7

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa : Dapat meningkatkan semangat dan motivasi siswa dalam

mengikuti pembelajaran, serta dapat membantu meningkatkan pemahaman konsep

dan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa melalui model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan .pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME)

b. Bagi Guru : Dapat mengembangkan kualitas pembelajaran menjadi lebih

menarik, serta dapat dijadikan salah satu alternative untuk meningkatkan

pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa melalui

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan

Realistic Mathematics Education (RME)

c. Bagi Sekolah : Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk memperbaiki

atau meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran.

d. Bagi peneliti : Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau

dikembangkan lebih lanjut, serta dapat dijadikan sebagai referensi


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1) Pembelajaran Matematika

a. Pengertian pembelajaran matematika

Menurut Rahim dan Paelori (2012:22) Belajar adalah “proses untuk

mengetahui hal yang belum ditahu. Atau belajar merupakan proses membangun

makna/pemahaman oleh sipembelajar terhadap pengalaman dan informasi yang

disaring dengan perspesi, pikiran dan perasaan”. Skinner.( Mulyadi, dkk. 2017:35)

memberikan defenisi belajar sebagai “a process of progressive behavior

adaptasion”, jadi belajar merupakan suatu proses adaptasi (penyesuaian) prilaku

yang bersifat progresif.

Sedangkan morgan, dkk. (Mulyadi, dkk. 2017:35) mendefenisikan belajar

sebagai “ a relatively permanent change in behavior which occurs as a result of

practice or experience”. Penekanan dari defenisi ini adalah bahwa perubahan

prilaku itu bersifat relative permanent (tetap).

Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan:”perubahan prilaku atau performance yang relative permanen, sebagai

hasil latihan atau pengalaman.

8
9

Menurut Mulyadi, dkk. (2017:53) Pembelajaran merupakan “kegiatan

menciptakan kondisi sehingga siswa mampu mengubah dirinya sendiri baik dalam

kemampuan-kemampuannya, pola pikirnya, wawasannya kepribadiannya,

sikapnya, motivasinya, pokoknya seluruh aspek kepribadian”. Menurut Rahim dan

Paelori (2012:22) Pembelajaran adalah “upaya memberikan pengalaman kepada

siswa agar mereka mampu mengembangkan potensi diri”. Dalam defenisi

pembelajaran terkandung makna bahwa siswa bukan hanya di pandang sebagai

objek yang pasif menerima apa yang ditransfer oleh guru.tetapi sebagai subjek

yang aktif mengubah dirinya sendiri tidak hanya dengan mengembangkan

kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan tetapi juga

mengembangkan pemahaman, pengetahuannya sehingga wawasannya lebih luas

cakupannya dan lebih berkualitas.

Belajar matematika adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika

serta hubungan antara konsep dan struktur matematika. Pembelajaran matematika

harus bertumpu pada dua hal, yaitu optimalisasi interaksi semua unsur

pembelajaran dan optimalisasi keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Pembentukan sikap mental dan perilaku peserta didik tidak dapat dilepaskan dari

soal-soal penanaman nilai-nilai (transfer of value). Dengan pengajaran

matematika, diharapkan peserta didik tumbuh kesadaran dan kemauan berpikir

ilmiah terhadap kerangka konseptual dan struktur matematika serta

mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari beberapa defenisi, pembelajaran matematika adalah serangkaian

aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa agar sesuai


10

dengan target yang diinginkna dalam membangun konsep-konsep dan prinsip-

prinsip matematika dengan kemampuan sendiri secara berkesinambungan,

sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan

mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan

kemampuan berpikir kreatif siswa.

2) Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share

Secara kaffah model dimaknakan dalam suatu objek atau konsep yang

digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. sesuatu yang nyata dan dikoversi

untuk suatu bentuk yang lebih komprehensif, Meyer (Trianto, 2017:23). Joyce

(Trianto, 2017: 23) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola

yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas

atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,

dan lain-lain.

Setiap model pembelajaran mengarahkan dalam mendesain pembelajaran

sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai sesuai yang

direncanakan. Adapun Soekamto, dkk (Trianto, 2017:24) mengemukakan

maksud dari model pembelajaran, yaitu: ” kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar.”


11

Arends (Trianto, 2017:24) menyatakan “The tern teaching model refers to

particular approach to instruction that includes its goal, syntax, environment,

and management system”. Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu

pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,

lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Model pembelajaran mempunyai

makna lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur memerlukan

lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedianya meja dan kursi yang

mudah dipindahkan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka konseptual yang melukiskan

proses pembelajaran yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

a. Model kooperatif

Menurut Rusman (2016:202) Pembelajaran kooperatif merupakan “bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang

dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”. Menurut Nurulhayati

(Rusman, 2016:2013) Pembelajran kooperatif adalah “strategi pembelajarn yang

melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi”.

Savage (Rusman,2016:213) mengemukakan bahwa kooperatif (cooperative

learning) adalah “suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam

kelompok”.
12

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah sutau metode pembelajaran kelompok yang mana dalamnya terdiri atas

empat sampai enam kelompok yang bersifat heterogen diman siswa lebih aktif.

Sehingga mampu mneinggkatkan kemampuan berfikir siswa.

Nurulhayati (Rusman, 2016:204) mengemukakan lima unsur dasar model

kooperatif (cooperative learning), yaitu:

(1) Ketergantungan yang psoitif

Adalah suatu bentuk kerjasama yang sangat erat kaitannya antara anggota

dan kelompok. Kerjasama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

(2) Pertanggung jawaban individual

Maksudnya kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh

anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok

dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap

orang dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus

menerima tanpa pertolongan anggota kelompok.

(3) Kemampuan bersosialisasi

Adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam

aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak

memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan.

(4) Tatap muka

Setiap kelompok diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.

Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang

menguntungkan semua anggota


13

(5) Evaluasi dan proses kelompok.

Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bias bekerja sama

lebih efektif.

Menurut Rusman (2016:206) Ada dua komponen pembelajaran kooperatif,

yakni:

(1) Cooperative tc.sk atau tugas kerja sma dan

Berkenaan dengan suatu halyang menyebabkan anggota kelompok kerja sama

dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan

(2) Cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama.

Sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk membangkitkan kerja

sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut.

Menurut Rusman (2016:207-208) Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran

kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Pembelajarn secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim

merupakan tempat mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat

setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai

tujuan pembelajaran

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen mempunyai tiga fungsi :


14

a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif dilaksnakan sesuai dengan perencanan, dan

langkah-langkah pembelajaran yang sudah di tentukan.

b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajarn

berjalan dengan efektif.

c) Fungsi manajemen sebagai control, menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui

tes maupun non tes.

3. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara

kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu di

tekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,

pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan bekerja sama

Keterampilan bekerja sama itu di praktekan melalui aktivitas dalam kegiatan

pembelajarn secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk

mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

b. Tipe think pair share (TPS)

Menurut Trianto (2017:129-130) Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman

dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),

menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara efektif untuk membuat
15

variasi suasana diskusi kelas. Dengan asumsi semua resitasi atau diskusi

membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan,dan

prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak

waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.

Laksmi (Fitriani,2017:13) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS

memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain

sehingga mengoptimalkan partisipasi siswa. Selain itu model ini juga memberikan

siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama

lain.

Dalam bahasa Indonesia, Think artinya berfikir, Pair artinya berpasangan, dan

Share artinya berbagi. Jadi, Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran

yang memungkinkan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil

dengan tahap thinking (berpikir), pairing (berpasangan), dan sharing (berbagi).

Vitriani (Fitriani,2017:14) bahwa pembelajaran Think Pair Share (TPS)

mempunya beberapa kom ponen, diantaranya :

1) Think yang berarti berfikir, dimana siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan

atau isu yang diajukan oleh guru

2) Pair yang berarti berpasangan, dimana siswa mendiskusikan dengan

pasangannya apa yang telah mereka pikirkan pada tahap Think

3) Share yang berarti berbagi, dimana siswa diminta untuk mempresentasikan

hasil diskusi mereka di depan kelas

Menurut Arends (Trianto, 2017:130) guru menggunakan langkah- langkah

pembelajaran sebagai berikut :


16

Langkah 1 : berpikir (thingking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang di kaitkan dengan

pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir

sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau

mengerjakan bukan bagian berpikir.

Langkah 2 : berpasangan (pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa

yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat

menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan, atau menyatukan

gagasan apabila suatu maslah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru

memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3 : berbagi (sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi dengan

keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling

ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian

pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

3) Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Anita (Yossi, 2012:19-19) Rea;istic Mathematics Education adalah

“suatu pendekatan dalam pembelajaran yang berusaha memanfaatkan realitas

(segala seusatu pembelajaran disekolah”. Menurut Hobri (Ningsih, 2014:76)

Realistic Mathematics education (RME) atau pembelajaran matematika realistik

(PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori


17

RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970

oleh institute Freudenthal. RME telah diuji cobakan selama 33 tahun di Belanda dan

trebukti berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. RME adalah

suatu teori pembelajaran yang dikembvangkan khusus untuk matematika

Gunawan (Fitriani dan Maulana, 2016:42) menyebutkan bahwa RME adalah

suatu teori pembelajaran matematika yang beranggapan bahwa matematika adalah

aktivitas manusia serta matematika harus dihubungkan terhadap konteks kehidupan

sehari-hari siswa yang menggunakan proses matematisasi horizontal maupun

vertikal untuk mengembangkan konsep dan mengaplikasikannya. Pendapat lain

menurut Tarigan (Fitriani dan Maulana, 2016:42-43) pendekatan matematika

realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada penalaran

siswa dalam menyelesaikan masalah yang bersifat realistik yang ditujukan untuk

mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa, pendekatan

matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada

aktivitas pengkonstruksian pengetahuan dengan menghubungkan antar konsep

untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang

berguna untuk mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan

menggunakan konteks dari lingkungan dalam mengajarkan konsepnya. Oleh karena

itu dalam pendekatan realistik masalah yang berhubungan dengan dunia nyata siswa

diangkat sebagai titik awal pembelajaran dan siswa dituntut untuk mampu

memecahkan masalah agar dapat menemukan konsep yang diajarkan.

Hobri (Ningsih, 2014:78) mengemukakan tiga prinsip kunci PMR, yaitu:


18

1. Penemuan kembali secara terbimbing melalui matematisasi progresif (Guided

Reinvention Through Progressive Mathematizing). Menurut prinsip „Guided

Reinvention”, siswa harus diberi kesempatan mengalami proses yang sama

dengan proses yang dilalui para ahli ketika konsep-konsep matematika

ditemukan.

2. Fenomena didaktik (Didactical Phenomenology). Menurut prinsip fenomena

didaktik, situasi yang mejadi topik matematika diaplikasikan untuk diselidiki

berdasarkan dua alasan; (1). Memunculkan ragam aplikasi yang harus

diantisipasi dalam pembelajaran, dan (2). Mempertimbangkan kesesuaian

situasi dari topik sebagai hal yang berpengaruh untuk proses pembelajaran yang

bergerak dari masalah nyata ke matematika formal.

3. Pengembangan model mandiri (self developed models). Model matematika

dimunculkan dan dikembangkan sendiri oleh siswa berfungsi menjembatani

kesenjangan pengetahuan informal dan matematika formal, yang berasal dari

pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

Menurut Hobri (Ningsih, 2014:78-79) ketiga prinsip tersebut dioperasionalkan

ke dalam karakteristik PMR sebagai berikut:

1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex). Pembelajaran dimulai

dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak atau titik awal

untuk belajar. Masalah kontekstual yang menjadi topic pembelajaran harus

merupakan masalah sederhana yang dikenali siswa.


19

2. Menggunakan model (use models, bridging by verti instruments). Model disini

sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu siswa belajar

matematika pada level abstraksi yang berbeda. Istilah model berkaitan dengan

model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri

(self develop models). Peran self develop models merupakan jembatan bagi siswa

dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika

formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.

Pertama model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dari

formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut.

Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah

yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.

3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Kontribusi yang besar

pada proses belajar mengajar diharapkan datangnya dari siswa. Hal ini berarti

semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa diperhatikan.

4. Interaktivits (interactivity). Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal

yang mendasar dalam PMR. Secara eksplisit bentuk- bentuk interaksi yang

berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan

atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk

informal siswa.

5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining). Dalam PMR pengintegrasian

unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita

mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh


20

pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya

diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks.

langkah-langkah dalam pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

menurut Hobri (Ningsih, 2014:81-82) adalah :

Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami

permasalahan tersebut.

Langkah 2 : Menjelaskan masalah kontekstual

Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan

petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu

yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai siswa

mengerti maksud soal.

Langkah 3 : Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara

mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah

dengan cara mereka dengan memberikan pertanyaan/petunjuk/saran.

Langkah 4 : Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara

berkelompok. Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada

diskusi kelas.
21

Langkah 5 : Menyimpulkan

Dari diskusi, guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan suatu

prosedur atau konsep, dengan guru bertindak sebagai pembimbing.

Berikut ini beberapa Keunggulan dan Kelemahan pendekatan Realistic

Mathematics education. Menurut Hobri (Ningsih, 2014: 83-84) kelebihan-

kelebihan Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR) adalah sebagai berikut :

1. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang

keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang

kegunaan matematika pada umumnya kepada manusia.

2. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa

matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan

dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang “biasa” yang lain, tidak

hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa

cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus

sama antara orang satu dengan orang yang lain.

4. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa

dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang

utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri

proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-

materi matematika yang lain dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu

(guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran


22

yang bermakna tidak akan terjadi.

5. RME memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan

pembelajaran lain yang juga dianggap “unggul”.

6. RME bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional. Proses

pembelajaran topik-topik matematika dikerjakan secara menyeluruh,

mendetail dan operasional sejak dari pengembangan kurikulum,

pengembangan didaktiknya di kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga

secara mikro beserta proses evaluasinya.

Selain kelebihan-kelebihan seperti yang diungkapkan di atas, terdapat juga

kelemahan-kelemahan Realistic Mathematics Education (RME) menurut Hobri

(Ningsih, 2014:84-85) adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman tentang RME dan pengimplementasian RME membutuhkan

paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai

berbagai hal, misalnya seperti siswa, guru, peranan sosial, peranan kontek,

peranan alat peraga, pengertian belajar dan lain-lain. Perubahan paradigma ini

mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan karena paradigma

lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.

2. Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-syarat yang

dituntut oleh RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang

perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa

diselesaikan dengan berbagai cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap

soal juga merupakan tantangan tersendiri.


23

4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan memulai soal-soal

kontekstual, proses matematisasi horizontal dan proses matematisasi vertikal

juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme

berpikir siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu siswa

dalam menemukan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

5. Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu

proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.

6. Penilaian (assesment) dalam RME lebih rumit daripada dalam pembelajaran

konvensional.

7. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara

substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan

prinsip-prinsip RME.

4) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share


(TPS) dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
Trianto Ibni Badar Al-Tabany (201 7:29) Teori konstruktivis ini menyatakan

bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi

kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya

apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan

dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-

ide.

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi

anak dan lingkungan. Pengetahuan dating dari tindakan. Piaget yakin bahwa
24

pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan

perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi social dengan teman sebaya,

khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang

pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis Trianto Ibni Badar Al-

Tabany (Nur, 1998).

Trianto Ibni Badar Al-Tabany (Dahar,1998:125) Bruner menganggap, bahwa

belajar penemuan sesuai dengan pencarian penemuan secara aktif oleh manusia, dan

dengan sendirinya memberikan hasil yang baik. Berusaha sendiri untuk mencari

pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan

pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Menurut Trianto Ibni Badar Al-Tabany (John dewey) metode reflektif dalam

memecahkan maslah yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi

proses berpikir kearah kesimpulan yang defenitif melalui lima langkah:

a) siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.

b) Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan

menentukan masalah yang dihadapinya.

c) Lalu dia menghubungkan uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan

mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut.

Dalam bertindak ia dipimpin pengalamannya sendiri.

d) Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan

akibatnya masing-masing
25

e) Selanjutnya ia mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan pemecahan

yang dipandnag terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya

pemecahan masalah itu.

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran akan lebih

baik apabila siswa yang menemukan sendiri cara pemecahan masalahnya yang

dikaitkan dengan realita ( lingkungan sekitarnya). maka model pembelajaran

kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan pendekatan realistic mathematics

education (RME) memiliki hubungan untuk memunculkan pikiran kreatif siswa

dalam memecahkan masalah.

Model Pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu thinking, pairing, dan sharing,

yang mana Thinking berarti berpikir pada tahap ini guru mengajukan suatu

permasalahan yang merangsang kemampuan berpikir siswa. Pairing yang artinya

berpasangan, pada tahap dimana guru mengarahkan siswa untuk berpasangan dan

mendiskusikan apa yang telah dipikirkan.Sharing yang berarti berbagi, dimana

tahap dimana siswa berbagi pengetahuan yang diperoleh dari hasil diskusi di depan

kelas.

Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah suatu strategi pembelajaran

yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menyelesaikan masalah dengan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata

sehingga mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual.

Pembelajaran dengan pendekatan PMR dalam pelaksanaannya mengacu kepada


26

pembelajaran efektif. pembelajaran dengan pendekatan PMR melibatkan tiga fase,

yakni 1. Fase pengenalan, 2. Fase eksplorasi, dan 3. Fase meringkas.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran TPS dengan pendekatan RME

diuraikan sebagai berikut:

Pendekatan Realistic Mathematics


Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
Education (RME)
1. Guru memberikan masalah dan 1. Guru memberikan masalah kontekstual
memberikan waktu kepada siswa dan siswa diarahkan untuk memahami
untuk berpikir (prinsip 1/thingking) permasalahan (prinsip 1)
2. Guru memberikan penjelasan 2. Guru memberikan penjelasan
seperlunya (prinsip 1/thingking) seperlunya (prinsip 4)
3. guru meminta siswa untuk 3. Guru memberikan arahan untuk
berpasangan (prinsip ke-2/pairing) menyelesaikan masalah dengan caranya
sendiri (prinsip)
4. guru meminta siswa untuk 4. Guru memberikan arahan untuk
mendiskusikan permasalahan yang mendiskusikan permasalahan
diberikan (prinsip 2/pairing) kontekstual (prinsip 3)
5. guru meminta siswa setiap pasangan 5. Guru mengarahkan untuk menarik
untuk berbagi informasi (prinsip ke- kesimpulan
3/share)

5) Pemahaman Konsep Matematik

Pemahaman merupakan salah satu hal penting dalam tercapainya keberhasilan

belajar. Proses pemahaman dapat terjadi ketika siswa sudah melakukan tahap

pengetahuan atau mengenal. Seperti yang dilakukan Hamalik (Hasanah,

2010:14), salah satu taksonomi tujuan pendidikan adalah kompetensi kognitif


27

yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

Hamalik (Hasanah, 2010:14) pemahaman merupakan kemampuan untuk

menguasai pengertian. Sedangkan menurut Rosyada (Hasanah, 2010:14)

pemahaman adalah kemampuan untuk memahami apa yang sedang

dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tampa harus mengaitkan

dengan ide lain, dan juga tampa harus melihat ide itu secara mendalam.

Menurut Abdurrahman (Syam, 2014:12) konsep adalah suatu gugusan atau

sekelompok fakta yang memiliki makna yang terkait dengan pengelomopkkan

sesuatu menjadi kategori, sedangkan Rosser () menyatakan konsep adalah suatu

abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-

kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama.

Orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda, membentuk konsep sesuai

pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu. Konsep-konsep itu

adalah abstraksi-abstraksi berdasarkan pengalaman, karena tidak ada dua orang

yang mempunyai pengalaman yang sama persis, maka konsep-konsep yang

dibentuk orang mungkin berbeda

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kemampuan pemahaman konsep

matematika menginginkan siswa mampu memanfaatkan atau mengaplikasikan

apa yang telah dipahaminya ke dalam kegiatan belajar. Jika siswa telah memiliki

pemahaman yang baik, maka siswa tersebut siap memberi jawaban yang pasti

atas pernyataan atau masalah dalam belajar.

BSNP (Hendri, 2012:12) Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep

antara lain:
28

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya)

3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria penilaian skor untuk soal

tes kemampuan pemahaman konsep matematika dapat dilihat pada tabel II. 1

berikut:

TABEL 2. 1 PENSKORAN INDIKATOR PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIKA

Penskoran Indikator Pemahaman Konsep Matematika


0 = tidak ada jawaban
2,5 = ada jawaban tetapi salah
Indikator 3 dan 5
5 = ada jawaban tetapi benar sebagian kecil
(0%-10%)
7,5 = ada jawaban, benar sebagian besar
10 = ada jawaban benar semua
0 = tidak ada jawaban
3,75 = ada jawaban tetapi salah
Indikator 1,2,4 dan 6
7,5 = ada jawaban tetapi benar sebagian kecil
(0%-15%)
11,25 = ada jawaban, benar sebagian besar
15 = ada jawaban benar semua
0 = tidak ada jawaban
Indikator 7
5 = ada jawaban tetapi salah
(0%-15%)
10 = ada jawaban tetapi benar sebagian kecil
29

15 = ada jawaban, benar sebagian besar


20 = ada jawaban benar semua
Sumber: Cai, dkk (Hendri, 2012:12)

6) Kemampuan Berpikir Kreatif

Berpikir merupakan sesuatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila

mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.

Suryabrata (Siswono,2018:24) berpendapat bahwa berpikir merupakan “proses

yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya”. Proses

berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian,

pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan. Ruggiero (Siswono, 2018:24)

mengartikan berpikir sebagai “suatu aktivitas mental untuk membantu

memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan,

atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand)”.

The (Siswono, 2018:25) memberi batasan bahwa berpikir kreatif (pemikiran

kreatif) adalah “suatu rangkaian timdakan yang dilakukan orang dengan

menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan

ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman dan

pengetahuan”. Evans (Siswono,2018:25) menjelaskan bahwa berpikir kreatif

adalah “suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (connections)

yang terus menerus (kontinu) sehingga ditemukan kombinasi yang benar atau

sampai seseorang itu menyerah”.

Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan

ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru.ide baru
30

tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan,

Anonim (Siswono. 2018:26). Weisberg (Siswono, 2108:26) mengartikan berpikir

kreatif mengacu pada proses-proses untuk menghasilkan suatu produk kreatif yang

merupakan karya baru (inovatif) yang diperoleh dari suatu aktivitas/kegiatan yang

terarah sesuai tujuan. Jadi berdasar pendapat diatas berpikir kreatif dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau

gagasan baru.

Al-Khaili(Siswono, 2018:29) menunjukkan ciri kemampuan berpikir kreatif

yaitu kefasihan, fleksibilitas, orisinilitas, dan elaborasi.

 Kefasihan adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pertanyaan

dalam jumlah yang banyak

 Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak macam

pemikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu ke jenis

pemikiran lainnya.

 Orisinalitas adalah kemampuan untuk berpikir dengan cara baru atau dengan

ungkapan yang unik, dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-

pemikiran yang jelas diketahui

 Elaborasi adalah kemampuan untuk menambah atau memerinci hal-hal yang

detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi.

Silver (Siswono, 2018:33) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan

berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “the torrance tests

of creative thingking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam

kreaktivitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan


31

kebaruan (novelty). Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah

disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan,

maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi.

Indicator keaslian dapat ditunjukan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi

indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas, dan

kebaruan.

Silver (Siswono, 2018:126) juga memberikan indicator untuk menilai berpikir

kreatif peserta didik (kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan) menggunakan

pengajuan masalah dan pemecahan masalah. Kriteria tersebut dapat

dioperasionalkan sebagai berikut.

1. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada bermacam-macam

interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban masalah, sedangkan dalam

pengajuan masalah mengacu pada banyaknya masalah yang diajukan.

2. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta

didik pemecahan masalah dalam satu cara, kemudian dengan menggunakan

cara lain. Sedangkan fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada

kemampuan peserta didik mengajukan masalah yang cara penyelesaiannya

berbeda-beda.

3. Kebaharuan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan

peserta didik memeriksa beberapa metode penyelesaian atau jawaban,

kemudian membuat lainnya berbeda. Kebaruan dalam pengajuan masalah

mengacu pada kemampuan kemampuan peserta didik memeriksa beberapa

masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda.


32

Berbeda yang dimaksud adalah berbeda dalam konteks atau konsep

matematika yang digunakan.

Siswono (2018:40) merumuskan tingkat berpikir kreatif dalam matematika

seperti pada table berikut,

Tabel. 2.2 Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif

Tingkat Karakteristik
Peserta didik mampu menunjukka kefasihan, fleksisibilitas,
Tingkat 4
dan kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan
(sangat kreatif)
masalah
Peserta didik mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan
Tingkat 3
atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan
(kreatif)
maupun mengajukan masalah
Peserta didik mampu menunjukkan kebaruan atau
Tingkat 2
fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan
(cukup kreatif)
masalah.
Tingkat 1 Peserta didik mampu menunjukkan kefasihan dalam
(kurang kreatif) memecahkan maupun mengajukan masalah
Tingkat 0 Peserta didik tidak mampu menunjukkan ketiga aspek
(tidak kreatif) indicator berpikir kreatif

C. Penelitian Yang relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh zulfah pada tahun 2013 terhadap siswa kelas VIII

B dan VIII C MTs Negeri Naumbai yang menggunakan metode kooperatif tipe

think pair share (TPS) Dengan pendekatan Heuristik di bandingkan dengan

pembelajaran konvensional. Terlihat dari skor tes kemampuan pemecahan

masalah kelas eksperimen, dapat dilihat bahwa siswa yang menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan pendekatan Heuristik


33

adalah 65,9 lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa

yang menerapkan pembelajaran konvensional yaitu 51,1.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nirmala Puspita Sari pada tahun 2014 terhadap

kelas VII B SMP N 2 KASIHAN yang menggunakan pendekatan pendidikan

Matematika Realsitik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Dilihat dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa pada tes pratindakan yaitu

48 meningkat pada hasil tes siklus I yaitu 73.dan 80 pada siklus II. Hasil tersebut

menujukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

metamtika realistic dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Dasa Ismaimuza pada tahun 2014 terhadap

seluruh pelajar SMP dikota Palu yang sampelnya terdiri dari 200 orang pelajar (3

SMP) yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa, menunjukkan bahwa

penerapan pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir kritis dan kreatif matematis siswa. Terlihat dari kemampuan berfikir

secara kreatif matematik dalam kalangan pelajar yang memperoleh pembelajaran

PBLKK pada pencapaian sekolah tinggi, sederhana dan rendah adalah 74,66,

64,73 dan 65,16. Sedangkan pada pembelajaran konvensional meperoleh masing-

masing 66,45, 58,97 dan 55,71.

D. Kerangka Pikir

Pembelajaran yang biasanya hanya berfokus pada metode pembelajaran langsung

yang fokusnya hanya pada guru sehingga kebanyakan siswa yang bermain saat
34

pelajaran, salah satu penyebabnya karena kurangnya kolaborasi antar guru dengan

siswa. Hal ini dikarenakan oleh metode belajar yang konvensiaonal sehingga kurang

pahamnya siswa akan materi dan menyebabkan kurangnya kemampuan siswa dalam

menjawab soal apa lagi soal yang memerlukan analisis. maka salah satu alternatif

perbaikan pada model pembelajaran yang sesuai dengan gejala-gejala tersebut adalah

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan dikolaborasikan

dengan menggunakan pendekatan Realistik Mathedmatic Education (RME).

Think Pair Share (TPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi

pada kemampuan berpikir konstruktivisme, dimana fokus pembelajaran tergantung

pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep

yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan

masalah tersebut. Dan Realistik Mathematics Education (RME) merupakan

pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas pengkonstruksian

pengetahuan dengan menghubungkan antar konsep untuk memecahkan masalah yang

berhubungan dengan aktivitas manusia yang berguna untuk mengembangkan pola

berpikir kreatif, praktis, logis, kritis, dan jujur dengan menggunakan konteks dari

lingkungan dalam mengajarkan pemahaman konsepnya.

Pemahaman konsep matematik adalah proses dalam memberikan dasar dalam

mempelajari matematika dengan mengerti konsep. Beberapa indikator yang dinilai

dalam dalam meneliti pemahaman konsep siswa

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

dengan konsepnya)
35

3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berpikir kreatif matematika adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah dengan cara membuat ide-ide baru. Ide-ide baru ini bertujuan dalam

memecahkan masalah yang berbeda-beda atau dengan kata lain dengan mencari

solusi-solusi baru dalam menyelesaikan masalah. Tiga komponen kunci yang dinilai

dalam kreaktivitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan

kebaruan (novelty).
36
Pembelajaran matematika

Masalah
1. Kurangnya kemampuan analisis siswa
2. Kurangnya kemampuan siswa dalam menjawab soal yang
berbeda dengan contoh.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share


(TPS) dengan Pendekatan Realisic Mathematics Education
(RME)

Pemahaman Konsep Kemampuan Berpikir Kreatif

Kefasihan Fleksibilitas Kefasihan

tes Lembar observasi Siswa Angket Respon Siswa

Analisis

Pembelajaran matematika melalui metode kooperatif tipe think pair


share (TPS) dengan pendekatan Realistik Mathematics Education
terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa sangat berpengaruh
Gambar 2.3 Skema kerangka pikir

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara yang perlu diuji lebih dulu kebenarannya.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rata – Rata Gain


37

a) Pemahaman konsep siswa kelas IX SMK Muhammadiyah 3 Makassar

setelah penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mencapai kategori

minimal sedang

H0: 𝜇𝑔1 ≤ 0,29 melawan H1: 𝜇g1 > 0,29

Keterangan:

𝜇𝑔1 = nilai rata-rata pemahaman konsep

b) Kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IX SMK Muhammadiyah 3

Makassar setelah penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mencapai

kategori minimal sedang

H0: 𝜇𝑔2 ≤ 0,29 melawan H1: 𝜇g2 > 0,29

Keterangan:

𝜇g2 = nilai rata-rata kemampuan berpikir

2. Rata- Rata KKM

a) Skor pemahaman konsep setelah menerapkan model kooperatif tipe Thiink

Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai KKM 75

H0: 𝜇1 ≤ 74,9 melawan H1: 𝜇1 > 74,9

Keterangan : 𝜇1 = nilai rata-rata KKM pemahaman konsep


38

b) Skor kemampuan berpikir kreatif setelah menerapkan model kooperatif tipe

Thiink Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai KKM 75

H0: 𝜇2 ≤ 74,9 melawan H1: 𝜇2 > 74,9

Keterangan:

𝜇2 = nilai rata-rata KKM kemampuan berpikir kreatif

3. Ketuntasan Klasikal

a) Skor pemahaman konsep setelah menerapkan model kooperatif tipe Thiink

Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai ketuntasan klasikal 79,9%

H0: 𝜇1 ≤ 79,9% melawan H1: 𝜇1 > 79,9%

Keterangan:

𝜇1 = nilai rata-rata ketuntasan klasikal pemahaman konsep

b) Skor kemampuan berpikir kreatif setelah menerapkan model kooperatif tipe

Thiink Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai ketuntasan klasikal 79,9%

H0: 𝜇2 ≤ 79,9% melawan H1: 𝜇2 > 79,9%

Keterangan:

𝜇2 = nilai rata-rata ketuntasan klasikal kemampuan berpikir kreatif


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Pre-Eksperimental yang hanya

melibatkan satu kelas sebagai kelas eksperimen yang dilaksanakan tanpa adanya

kelompok pembanding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) terhadap pemahaman konsep dan kemampuan

berpikir kreatif siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3 Makassar

B. Satuan Eksperimen

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3

Makassar. Yang terdiri dari 4 kelas yaitu XI AP, XI AK, XI TKJ, dan XI KPW.

2. Sampel

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

tekhnik cluster random sampling. yaitu teknik pengambilan sampel dimana

pemilihan mengacu pada kelompok bukan pada individu.

39
40

C. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variable Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah Pemahaman Konsep berdasar pada

Menyatakan konsep, mengklasifikasikan konsep, memberi contoh atau non

contoh, menyajikan konsep, mengembangkan syarat konsep, menggunakan

konsep dan mengaplikasikan konsep. Serta berpikir kreatif matematika siswa

berdasar pada kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. terhadap pembelajaran

matematika dengan penerapan metode kooperatif tipe think pair share (TPS)

dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Yang mana

kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dlam merespon sebuah

perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika

merespon perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam

merespon perintah.

2. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan desain One Group Pretest-Posttest Design.

Desain tersebut berbentuk sebagai berikut :

Tabel 3.1: One Group Pretest-Posttest Design

Pretest Perlakuan Posttest


O1 X O2

Sugiyono, (2017: 74)


41

Keterangan :

X :Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu pendekatan

kontekstual.

O1 :Tes awal yang diberikan pada kelas eksperimen di awal penelitian

O2 :Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen di akhir penelitian.

D. Defenisi Operasional Variabel

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang variabel yang akan diteliti dalam

penelitian ini, maka secara operasional mempunyai bahasan sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa dalam penelitian ini adalah nilai hasil tes siswa

sebelum dan sesudah diajar melalui penerapan model kooperatif tipe think pair

share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Juga

termasuk pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif

2. Pemahaman konsep adalah kemampuan dalam memahami dan

mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar, melalui penerapan model kooperatif

tipe think pair share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME), dan merupakan bagian dari hasil belajar

3. Berpikir kreatif merupakan kemampuan dalam membuat ide-ide baru dalam

memecahkan masalah matematika melalui penerapan model kooperatif tipe think

pair share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME),

dan merupakan bagian dari hasil belajar

4. Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama mengikuti proses

pembelajaran melalui penerapan model kooperatif tipe think pair share (TPS)

dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).


42

5. Respons siswa yang positif merupakan tanggapan perasaan senang, setuju, atau

merasakan adanya kemajuan sesudah diterapkannya model kooperatif tipe think

pair share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

E. Instrument penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tes hasil belajar matematika

Tes hasil belajar adalah instrumen yang digunakan untuk mengetahui

ketetuntasan hasil belajar dan kemampuan awal siswa. Tes ini dikembangkan

dengan dalam bentuk tes uraian (essay) yang dibuat dan dikembangkan sendiri

oleh penulis berdasarkan persetujuan dosen pembimbing valisilitator serta

disetujui oleh guru matematika SMK Muhammadiyah 3 Kabupaten Makassar dan

seseuai dengan kisi-kisi tes yang meliputi materi yang diajarkan. Item tes dibuat

berdasarkan materi yang diberikan selama penelitian ini berlangsung dengan

berdasarkan rumusan idikator pembelajaran.

2. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas

siswa selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode

kooperatif tipe think pair share (TPS) dengan pendekatan realistic mathematics

education (RME). Indikator yang digunakan mendekripsikan aktivitas siswa

berdasarkan tingkah laku yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.

Adapun komponen-komponen penilaian berkaitan dengan aktivitas siswa


43

perhatian, kedisiplinan, dan keterampilan siswa diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (think)

2) Keterampilan bertanya atau meyampaikan pendapat.

3) Keterampilan mengaitkan soal dengan kehidupan sehari-hari dan

menyelesaikannya bersama pasangan(pair)

4) Keterampilan menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda .

5) Keterampilan menyelesaikan masalah dengan cara yang lengkap misal tabel,

diagram dan lain-lain

6) Keterampilan bekerjasama dengan teman.

7) Keterampilan menyelesaikan LKS secara berkelompok dan mempresentasikan

nya (share).

8) Keterampilan merangkum hasil pembelajaran.

3. Angket Respon Siswa

Angket respon siswa digunakan untuk menjawab pertanyaaan mengenai respon

siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Respon siswa adalah tanggapan

siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif

tipe Thibk Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME). Pendekatan pembelajaran yang baik dapat memberi respon positif bagi

siswa setelah mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Angket respon siswa

menyangkut suasana kelas, minat mengikuti pembelajaran berikutnya, cara-cara

guru mengajar dan saran-saran. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data
44

respon tersebut adalah dengan membagikan angket kepada siswa setelah

berakhirnya pertemuan terakhir untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang diberikan

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara antara lain :

1. Data tentang pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematika siswa,

dikumpulkan dengan menggunakan metode tes. Tes diberikan sebelum dan

setelah diberi perlakuan (pretest-posttest), pada kelas eksperimen, untuk pretest

dan posttest adalah soal yang sama. Tes yang digunakan dalam peneltian ini

adalah bentuk esay.

2. Data tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan

keterlaksaan model pembelajaran dengan pendekatan yang digunakan yaitu

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan

Realistic Mathematics Education, dikumpulkan dengan menggunakan metode

observasi.

3. Data tentang respons siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan

Realistic Mathematics Education (RME), dikumpulkan dengan menggunakan

angket yang diisi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

G. Prosedur penelitian

Pada penelitian ini, langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan
45

a. Menentukan sekolah yang akan diteliti

b. Melakukan observasi disekolah yang telah dipilih

c. Mendiskusikan dengan guru yang bersangkutan tentang masalah yang

diperoleh selama observasi

d. Mengkaji masalah yang ditemukan

e. Mempersiapkan perangkat pelajaran sesuai dengan masalah yang ditemui

f. Menyiapkan instrumen, lembar observasi, lembar tes, dan angket untuk

memperoleh data.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan pretest diawal pertemuan atau di awal pembelajaran

b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe

think pair share dengan pendekatan realistic mathematics education

c. Melaksanakan observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran

berlangsung

d. Memberikan tes sebagai bentuk evaluasi terhadap hasil belajar siswa

e. Memberikan angket respon kepada siswa untuk mendapatkan data respon

siswa terhadap pendekatan kontekstual.

3. Tahap akhir

a. Mengolah data hasil penelitian

b. Menganalisis data hasil penilitian

c. Membuat atau menarik kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh.

H. Teknik Analisis Data


46

Data yang telah dikumpulkan dengan mengunakan instrumen-instrumen yang

telah disebutkan selanjutnya dianalisis secara kuantitatif, dengan mengunakan analisis

data secara deskriptif dan analisis data secara inferensial.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan secara umum mengenai data

yang diperoleh dan sebagai dasar untuk melakukan analisis statistika inferensial.

a. Hasil Belajar Siswa

Ketuntasan belajar dapat dicapai jika nilai yang diperoleh siswa minimal

sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah

yang bersangkutan, sedangkan ketuntasan klasikal tercapai minimal 80% siswa

mencapai skor minimal 75.

jumlah siswa dengan skor ≥75


Ketuntasan belajar klasikal = x 100%
jumlah siswa

Sumber : Anggraeni (Muawiyah, 2017:36)

Selanjutnya untuk mengambil selisih antara nilai posttest dan pretest

digunakan skor gain ternormalisasi. Menurut Ibrahim (Muawiyah, 2017:36)

skor gain ternormalisasi yaitu perbandingan dari skor gain aktual dan skor gain

maksimal. Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa sedangkan

skor gain maksimal yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa.

Gain menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran

dilakukan guru. Rumus indeks gain ternormalisasi menurut Ibrahim

(Muawiyah, 2017:36) yaitu :


47

S post  S pre
g
S maks  S pre

Keterangan :
g = Gain ternormalisasi
Spre = Skor pretest
Spost = Skor postest
Smaks = Skor maksimal
Sumber: Irnadianti (Muawiyah, 2017: 36)

Sedangkan rumus dari rata-rata nilai gain ternormalisasi (Normalized Gain)

adalah:

S post  S pre
g
S maks  S pre

Keterangan:

g = Rata-rata gain ternormalisasi


S post = Rata-rata skor posttest
S pre = Rata-rata skor pretest
S maks = Skor maksimal
Sumber: Irnadianti (Muawiyah 2017: 31)

Tabel 3.2 Klasifikasi Normalisasi Gain


Koefisien Normalisasi Klasifikasi
0,0 ≤ g < 0,3 Rendah
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
0,7 ≤ g ≤ 1 Tinggi
Sumber: Jufriansyah (Muawiyah 2017: 37)
48

Hasil belajar siswa dikatakan efektif jika rata-rata gain ternormalisasi siswa

minimal berada dalam kategori sedang atau lebih dari 0,29.

1) Analisis Data Pemahaman Konsep

Analisis statistika deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan

karakteristik Pemahaman konsep matematika siswa setelah diterapkan metode

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) yang meliputi: nilai tertinggi, nilai terendah,

nilai rata-rata, dan lain-lain.

Untuk perhitungan pemahaman konsep siswa, peneliti menggunakan

kriteria sebagai dasar acuan yaitu:

Tabel 3.3 Kategorisasi Standar yang Ditetapkan Departemen Pendidikan

Nasional

Nilai Kategori
< 𝟕𝟓 Kurang
𝟕𝟓 − 𝟖𝟑 Cukup
𝟖𝟒 − 𝟗𝟏 Baik
𝟗𝟐 − 𝟏𝟎𝟎 Sangat Baik
(Sumber: Kurikulum SMK Muhammadiyah 3 Makassar)

2) Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika

Data peningkatan kemampuan Berpikir kreatif matematika siswa

diperoleh dengan menggunakan test berupa posttest. Analisis deskriptif

digunakan untuk mendeskripsikan skor kemampuan Berpikir kreatif Menurut


49

Masidjo (Arfiyani,2018:45) untuk perhitungan kemampuan berpikir kreatif

peneliti menggunakan kriteria sebagai dasar acuan yaitu sebagai berikut

Tabel 3.4 kategori kemampuan berpikir kreatif

Persentase Kriteria
90-100 % Sangat kreatif
80-89% Kreatif
65-79% Cukup kreatif
55-64% Kurang kreatif
<55% Sangat kurang kreatif
Sumber: Masidjo (Arfiyani, 2018:45)
b. Analisis Data Aktivitas Siswa

Untuk menentukan persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas

sesuai dengan indikator yang diamati, maka dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Untuk persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas tiap indikator

ke-i selama n pertemuan, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Si 
Xi
x 100 % , dengan X i 
P i

N n

Keterangan:

Si = Persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada


indikator ke-i selama n pertemuan.
Xi = Rata-rata jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada
indikator ke-i selama n pertemuan.
N = Jumlah siswa keseluruhan pada kelas eksperimen
Pi = Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas pada
indikator ke-i untuk pertemuan ke-n.
n = Banyaknya pertemuan proses pembelajaran
Sumber: Muawiyah (Irnadianti,2015: 32)
50

2) Untuk persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas semua

indikator selama n pertemuan, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Psi 
S i
x 100 %
i

Keterangan:

PSi = Persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas pada


semua indikator selama n pertemuan.
S = i
Jumlah dari seluruh Si yang diamati pada semua
indikator selama n pertemuan
i = Banyaknya i yang diamati selama n pertemuan
Sumber: Muawiyah (Irnadianti,2015: 32)

Indikator keberhasilan aktivitas siswa dalam penelitian ini ditunjukkan

dengan sekurang-kurangnya 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Tabel 3.5 Kriteria keaktifan setiap komponen pada lembar observasi aktivitas

siswa

No Komponen Yang Diamati


1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
2. Bertanya atau menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman
(problem sensitivity)
3. Menjawab soal dengan cara mengaitkan ke kehidupan sehari-hari
(Pemodelan/RME)
4. Menyelesaikan soal dengan cara yang berbeda (Originality).

5. Menyelesaikan soal dengan cara yang lengkap misal tabel, diangram dan
lain-lain (elaboration)
6. Mampu menyelesaikan soal secara berkelompok dengan tepat waktu
(Masyarakat Belajar/TPS)
7. Memberanikan diri memperesentasikan hasil kerja kelompok di depan
51

kelas
8. Menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur (Refleksi)

Kriteria aktivitas siswa dikatakan apabila untuk setiap pertemuan persentase

seluruh indikator aktivitas siswa memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yaitu

jika 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

d. Respon

Data tentang respons siswa diperoleh dari angket respons siswa terhadap

kegiatan pembelajaran. Selanjutnya dianalisis dengan mencari persentase

jawaban siswa untuk tiap-tiap pertanyaan dalam angket. Respons siswa dianalisis

dengan melihat persentase dari respons siswa yang dihitung dengan

menggunakan rumus:

f
P x 100 %
N

Keterangan:

P = Persentase respons siswa yang menjawab ya dan tidak

f = Frekuensi siswa yang menjawab ya dan tidak

N = Banyaknya siswa yang mengisi angket

Sumber: Irnadianti (Muawiyah, 2017:39)

Respon siswa dikatakan positif dalam penelitian ini jika rata-rata jawaban

siswa terhadap pernyataan aspek positif diperoleh persentase ≥80%.

2. Analisis Statistika Inferensial.


52

Statistik inferensial adalah jenis statistik yang digunakan untuk menganalisis

data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Teknik statistik ini

dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian.

Analisis inferensial dalam rangka pengujian hipotesis penelitian ini

menggunakan One sample t-test. Namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis,

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Setelah di peroleh data yang diperlukan

dalam penelitian maka dilakukan uji hipotesis yang diajukan.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data skor kemampuan

penalaran matematika siswa berasal dari populasi yang berdistribusi normal

atau tidak. Uji Shapiro-Wilk digunakan dalam penelitian ini dengan kriteria

yaitu jika 𝑃𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼 = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berasal

dari populasi yang berdistribusi normal dan jika signifikan 𝑃𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ≥ 𝛼 = 0,05

maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi

normal.

b. Hipotesis Statistik

Dalam pengujian hipotesis penelitian ini, data yang diproses yaitu skor

posttest pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan

menggunakan bantuan program SPSS versi 22. Pengujian hipotesis pada

penelitian ini menggunakan uji perbandingan rata-rata, yaitu lebih tepatnya One

Samples t-test.
53

Hipotesis yang diajukan mengenai data skor pemahaman konsep dan

kemampuan berpikir kreatif siswa dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik

yaitu:

1. Rata – Rata Gain

a) Pemahaman konsep siswa kelas IX SMK Muhammadiyah 3 Makassar

setelah penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mencapai kategori

minimal sedang

H0: 𝜇𝑔1 ≤ 0,29 melawan H1: 𝜇g1 > 0,29

Keterangan:

𝜇𝑔1 = nilai rata-rata pemahaman konsep

b) Kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IX SMK Muhammadiyah 3

Makassar setelah penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mencapai

kategori minimal sedang

H0: 𝜇𝑔2 ≤ 0,29 melawan H1: 𝜇g2 > 0,29

Keterangan:

𝜇g2 = nilai rata-rata kemampuan berpikir

2. Rata- Rata KKM


54

a) Skor pemahaman konsep setelah menerapkan model kooperatif tipe Thiink

Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai KKM 75

H0: 𝜇1 ≤ 74,9 melawan H1: 𝜇1 > 74,9

Keterangan :

𝜇1 = nilai rata-rata KKM pemahaman konsep

b) Skor kemampuan berpikir kreatif setelah menerapkan model kooperatif tipe

Thiink Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) mencapai nilai KKM 75

H0: 𝜇2 ≤ 74,9 melawan H1: 𝜇2 > 74,9

Keterangan:

𝜇2 = nilai rata-rata KKM kemampuan berpikir kreatif

3. Ketuntasan Klasikal

a) Skor pemahaman konsep setelah menerapkan model kooperatif tipe Thiink

Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) mencapai nilai ketuntasan klasikal 79,9%

H0: 𝜇1 ≤ 79,9% melawan H1: 𝜇1 > 79,9%

Keterangan:

𝜇1 = nilai rata-rata ketuntasan klasikal pemahaman konsep

b) Skor kemampuan berpikir kreatif setelah menerapkan model kooperatif tipe

Thiink Pair Share (TPS) dengan pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) mencapai nilai ketuntasan klasikal 79,9%


55

H0: 𝜇2 ≤ 79,9% melawan H1: 𝜇2 > 79,9%

Keterangan:

𝜇2 = nilai rata-rata ketuntasan klasikal kemampuan berpikir kreatif


DAFTAR PUSTAKA

Fitriani. 2017. Penerapan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 3
Cabang Makassar.skripsi tidak diterbitkan.Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Fitriani Kartika, Maulana.2016. Meningkatkan kemampuan pemahaman dan


pemecahan masalah matematis siswa sd kelas v melalui pendekatan
matematika realistic. Sumedang:Mimbar

Hadi,Sutarto.2017. Pendidikan Matematika Realistik. Jakarta:PT Raja Grafindo


Persada.

Hendri, Yossi Lovita.2012. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Struktural


Think Pair Share (TPS) dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII SMPN 23
Pekan Baru”.Skripsi. Skripsi.Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Kasim
Riau

Ismaimuza, Dasa. 2013. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa SMP melalui
pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif. UTM Press.

Makmum, Abin Syamsuddin. 2012. Psikologi Kependidikan.Bandung:PT Remaja


Rosda Karya

Muawiyah.2017.Efektivitas Pendekatan Kontekstual Terhadap Pembelajarn


Matematika Pada Kelas X Mia 3 SMA Negeri 10 Kabupaten Gowa.skripsi
tidak diterbitkan.Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.

Mudyahardjo,Redja. 2014.Pengantar Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Mulyadi,Setyo dkk.2017. Psikologi Pendidikan (dengan pendekatan teori-teori baru


dalam psikologi).Depok:Pt RajaGrafindo Persada.

Ningsih,Sari.2014. Realistic Mathematich Education: Model alternative


pembelajaran sekolah. JPM IAIN Antasar, 01:73-94
Paelori,Thamrin dan Rahim,Rahman.2012.Bunga Rampai Pembelajaran (Aplikasi
Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).Makassar:Membumi
Publishing

Rusman.2016.Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme


Guru).Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Sari Nurmala Puspita. 2014. Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif


melalui pendekatan pendidikan matematika realsitik Indosnesia (PMRI).
Yogyakarta:Artikel.

Siswono.2018.pembelajaran Matematika (berbasis pengajuan dan pemecahan


masalah).Bandung:PT Remaja Rosda Karya

Sugiyono.2017.Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif,dan R&D).Bandung: Alfabeta,cv.

Trianto.2017. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual.


Jakarta:Kencana.

Witri Nur Anisa.2014. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi


matematik melalui pembelajaran pendidikan matematika realistik untuk siswa
smp negeri di kabupaten garut.Garut:Jurnal Pendidikan dan Keguruan

Zulfah. 2017. Pengaruh Penerapan Model Pembelajran Kooperatif Tipe Think Pair
Share dengan Pendekatan Herustik terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa MTs Negeri Naumbai Kecamatan Kampar.Riau:
Jurnal Cendekia.

Anda mungkin juga menyukai