Anda di halaman 1dari 3

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UTS)

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
==================================================================
==
Nama Mahasiswa : M. Wafi Firdaus
NPM : 1814201110040
Mata Ajar : Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja
Dalam Keperawatan
Semester : Semester III

Kasus 1:
Seorang Perawat RSUD Gunung Jati positif difteri
Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, Kota Cirebon, diketahui positif difteri pasca
menangani pasien yang menderita penyakit yang sama.
CIREBON - Seorang Perawat di RSUD Gunung Jati, Kota Cirebon, diketahui positif difteri
pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat tersebut diduga tertular pasca
menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri tersebut, perawat yang
terkena difteri berinisial RU dan bertugas di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Gunung Jati. RU diketahui merupakan perawat pertama yang menangani pasien pertama
difteri yang masuk Rumah Sakit tersebut.

 Kasus 1 termasuk kedalam hazard Biologis yaitu perawat tertular penyakit Difteri dari
pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri.
 RS menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dll
Alasan: meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit/ infeksi yang dapat terjadi
terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai pelindung diri. Dengan
kasus diatas dapat dihindari jika perawat menggunakan APD lengkap mengingat cara
penularan Difteri melalui terpaparnya cairan ke pasien.
Kasus 2:
Ribuan Perawat di Indonesia tertular Hepatitis B
Jakarta, HanTer - Data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan, menunjukkan sebanyak 7.000 tenaga kesehatan (Nakes) terinfeksi hepatitis B.
Sebanyak 4.900 di antaranya disebabkan karena tertusuk jarum suntik, dan hanya 2.200 yang
terinfeksi dari populasi. Hal ini menunjukkan jika tenaga kesehatan menjadi profesi yang
paling rawan tertular hepatitis B.
Penularan virus hepatitis B terjadi dalam insiden ‘kecelakaan’. Kecelakaan berupa tertusuk
jarum terjadi saat Nakes mencoba menutup jarum suntik terutama saat selesai melakukan
tindakan seperti setelah selesai melakukan pemberian obat atau pengambilan sampel darah.
Dengan metode penutupan yang salah dan kurang hati-hati, banyak Nakes yang akhirnya
tertusuk jarum.“Rata-rata empat dari tindakan menutup jarum suntik bekas pakai, satu
diantaranya tertusuk jarum,” Peneliti Hepatitis dari Universitas Indonesia, dr Lukman Hakim
Tarigan MMedSc, ScD, di Jakarta, kemarin.
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa Indonesia bagian barat tercatat
9,4 persen atau 1 dari 10 penduduk Indonesia mengidap hepatitis B. “Jadi total penduduk
Indonesia yang mengidap virus hepatitis B ada 22,3 juta orang, dimana separuhnya
membutuhkan pengobatan. Jika tidak diobati, maka dalam 10 tahun ke depan akan berubah
menjadi sirosis hati yang membutuhkan transplantasi hati,” tandasnya. (Tryas).
 Kasus ke 2 termasuk kedalam hazard Fisik terinfeksi hepatitis B akibat tertusuk jarum
suntik saat menutup jarum suntik setelah digunakan dari pasien.
 Memberikan imunisasi hepatitis pada semua tenaga kesehatan yang bekerja dan
belum mendapat imunisasi hepatitis sebelumnya, terlebih pada tenaga kesehatan yang
mempunyai resiko tinggi tertular. Mereka harus diberi perlindungan khusus misalnya
dengan memberikan dalam tiga dosis vaksinasi.

Alasan: Dengan memberikan imunisasi pada semua tenaga kesehatan dapat dapat
menjadi pencegahan awal / preventif agar tenaga kesehatan bebas tertular penyakit
akibat kerja seperti tertular virus hepatitis B, dan prinsip mencegah lebih baik dari
pada mengobati.

Kasus 3:
Risiko dan beban HIV/AIDS pada petugas layanan kesehatan
Di AS, Centers for Disease Control (CDC) melaporkan bahwa pada 31 Desember 2000,
24.844 orang dewasa yang dilaporkan dengan AIDS di AS pernah bekerja di layanan
kesehatan. Kasus tersebut mewakili 5,1% dari 486.826 kasus AIDS yang dilaporkan pada
CDC yang tidak memiliki informasi tentang pekerjaannya.
Khusus di AS, hanya ada 57 kasus penularan HIV yang dikonfirmasi terjadi setelah terpajan
HIV waktu bekerja dan 139 kasus yang tidak melaporkan faktor risiko lain selain riwayat
terpajan darah, cairan tubuh terkait pekerjaan atau terinfeksi HIV akibat alat laboratorium.
Di seluruh dunia, diperkirakan sedikit di atas 4% penularan HIV pada petugas layanan
kesehatan adalah pajanan melalui luka karena benda tajam waktu sedang bekerja. Walaupun
sebagian besar penularan HIV akibat pajanan dalam pekerjaan diyakini terjadi di Afrika sub-
Sahara, hal itu tetap berarti bahwa sebagian besar infeksi HIV pada petugas layanan
kesehatan ditularkan melalui komunitas.

 Kasus ke 3 termasuk kedalam hazard : terpajan darah


 Ruangan perawatan pasien HIV AIDS pada rumah sakit harus memberikan fasilitas
alat pelindung diri yang safety untuk tenaga kesehatan
Alasan: supaya perawat tidak terpapar langsung oleh segala macam bentuk cairan
pasien HIV/AIDS dan agar tidak tertular passion HIV/AIDS

Kasus 4:
Cedera anda bukanlah masalah kita
Seorang pasien yang memiliki badan lumayan besar baru saja melakukan operasi caesar, dan
Cawthorn membantu memindahkannya dari brankat ke tempat tidur. Hal tersebut bisa
dilakukan ribuan kali olehnya setiap hari, dan itu kerap kali dilakukannya seorang diri. Begitu
juga dengan perawat-perawat lainnya. Hampir setiap memidahkan pasien, secara tidak
langsung ia juga menjadi tumpuan beban bagi pasiennya tersebut. Karena ia selalu menjaga
pasiennya agar tidak terjatuh.

 Kasus 4 termasuk kedalam hazard : Ergonomi


 Kontrol Secara Teknis
Bila membeli peralatan, rumah sakit seharusnya bekerja sama dengan Komite
K3/Ergonomi RS/Vendor untuk menyesuaikan dan memadukan peralatan dengan
tugas-tugas umum perawat. Termasuk juga para perawat harus dilibatkan dalam
proses pembelian untuk menjamin bahwa peralatan mudah digunakan dan sesuai
dengan kondisi perawat. Contohnya seperti kerekan langit-langit otomatis dan tempat
tidur otomatis jadi perawat tidak perlu lagi menunduk untuk mengatur posisi pasien.
Alasan :Karena tanpa adanya bantuan alat-alat tersebut bisa berdampak negatif bagi
perawat apalagi bagi mereka yang sudah bekerja bertahun-tahun. Keluhan yang biasa
muncul adalah nyeri punggung, nyeri leher dan bahkan bisa menyebabkan cidera
tulang belakang, seperti pada kasus Terry Cawthorn.

Kasus 5:
Beban stres dan frustrasi akibat pekerjaan pada staf layanan kesehatan
Berdasarkan sebuah proyek penelitian yang melibatkan 20 LSM AIDS di Kanada, “bekerja di
bidang HIV/AIDS yang demikian rumit dan tidak berperikemanusiaan” itulah yang
menyulitkan untuk mempertahankan tenaga kerja secara efektif. Hal ini muncul karena staf
itu harus terus menghadapi masalah komunikasi, keletihan, depresi, duka yang tidak
terselesaikan, banyaknya pergantian staf dan frustrasi.Pengamatan yang serupa juga
dilaporkan dalam sejumlah survei terhadap petugas kesehatan di Afrika.
“Frustrasi terhadap pekerjaan dan perwujudannya (misalnya, patah semangat, tidak mampu
memberi layanan, berpendapat bahwa mustahil untuk membuat perubahan) harus dicegah
dengan segala cara,” Profesor Alta Van Dyk dari University of South Afrika (UNISA)
menulis.
Topik kunci yang sebenarnya terjadi: petugas layanan kesehatan “bergumul dengan beban
kehilangan yang berlebihan, terlalu mengenal pasiennya, takut terhadap pajanan HIV sewaktu
bekerja, dan kesulitan untuk menangani diri sendiri dan stigmatisasi pasien dan masalah
kerahasiaan. Pada umumnya perawat berpendapat bahwa mereka belum dilatih secara
memadai untuk memberikan konseling terkait HIV; sebagian besar mereka merasa tidak
didukung oleh atasan, keluarga dan teman mereka; dan mereka sering marah tentang
lambatnya kinerja pemerintah serta pesan kesehatan yang salah.
Beberapa pengamatan menonjol di dalam penelitian itu – salah satunya adalah lebih dari
separuh perawat merasa kesulitan untuk mempertahankan batas hubungan secara profesional
dengan pasien, dan kurang lebih empat dari lima (khususnya perawat) “mengakui bahwa
mereka merasa perlu untuk ‘menyelamatkan’ pasien, sering menyatakan rasa frustrasi mereka
dalam bentuk karangan karena tidak mampu menyelamatkan pasien.” Prof. Van Dyk
mencatat bahwa banyak penelitian melaporkan bahwa perawat yang tidak membuat jarak
hubungan emosional secara tepat akan lebih menderita akibat stres dan frustrasi terhadap
pekerjaannya.
Walaupun sebagian besar peserta dalam penelitian UNISA melaporkan memakai mekanisme
‘positif’ untuk bertahan dengan stres, banyak orang yang benar-benar frustrasi belum
menemukan mekanisme untuk mampu bertahan secara positif. Setelah bekerja di bidang ini
sejak awal 1990-an, secara pribadi penulis sudah mengamati banyak kasus stres berat
dan/atau frustrasi pada perawat yang mengarah pada perilaku yang merugikan diri sendiri,
termasuk kecanduan alkohol dan narkoba serta tidak sedikit kasus HIV yang tertular dari
komunitas.

 Kasus ke 5 termasuk kedalam hazard Ergonomis dan psikososial


 Memberikan ruangan isolasi khusus untuk pasien yang menderita HIV AIDS
Alasan: Sehingga perawat tidak langsung terpapar setiap hari dia bekerja

Anda mungkin juga menyukai