Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

HIPERTENSI URGENSI + DIABETES MELITUS TIPE 2 +


SINUS ARITMIA

Oleh :
Ninis Ilmi Octasari, S. Ked
K1A1 15 095

Pembimbing:
dr. Adry Leonardy Tendean, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ninis Ilmi Octasari, S. Ked

Nim : K1A1 15 095

Judul referat : Hipertensi Urgensi + Diabetes Melitus Tipe 2 + Sinus


Aritmia

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Desember 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Adry Leonardy Tendean, Sp.PD


BAB I

KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. W
Umur : 54 Tahun
Alamat : Jl. Usaha Tani, Kel.Purirano, Kec.Kendari Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Suku : Muna
Tanggal Masuk : 12 Oktober 2019
Lama Perawatan : 12 Oktober 2019 – 15 Oktober 2019

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sakit Kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan sakit kepala yang
dirasakan tiba-tiba. Sakit kepala dirasakan pada bagian belakang kepala sejak
2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sakit kepala terasa seperti tetindis beban
dan dirasakan tidak membaik atau bertambah berat dengan perubahan posisi.
Sakit kepala disertai dengan pusing terasa berputar tidak disertai telinga
berdenging, penglihatan kabur tiba-tiba tanpa nyeri dan gatal pada mata, dan
tegang di bagian leher. Pasien mual dan disertai muntah dengan frekuensi 3
kali. Muntah berupa sisa makanan. Keluhan lain demam (-), batuk (-), pilek (-
), sesak (-), nyeri dada (-), bengkak (-), kelemahan anggota gerak (-), rasa
kesemutan (-), lidah pelo (-), buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa
keluhan. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi sejak ± 10 tahun yang
lalu tahun dan tidak rutin minum obat.
 Riwayat Dispepsia (+)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti
pasien. Kakak pasien menderita hipertensi
Riwayat Kebiasaan Sosial : Tidak pernah berolahraga, merokok (-),
minum alkohol (-)

C. Status Generalis
1. Keadaan Umum
Keadaan umum: Sakit berat
Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6
2. Tanda vital
Tekanan darah : 230/110 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.8oC
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephal
Mata : Exoftalmus (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran kelenjar (-/-), JVP dalam batas normal
Thoraks : Inspeksi : simetris kanan=kiri, deformitas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kanan=kiri
Auskultasi : pernapasan vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak nampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising
(-), batas jantung kesan normal
Abdomen : Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Thympani (+)
Ekstremitas : Edema (-/-), varises (-/-)
Refleks : Fisiologis (+/+), patologis (-/-)

D. Diagnosis
Hipertensi Urgensi

E. Penatalaksanaan
1. IVFD RL 16 tpm
2. Amlodipin tab 10 mg 1 x 1
3. ISDN tab 5 mg 1 x 1
4. Injeksi Omeprazol/12 jam
5. Injeksi Ondansetron/8 jam
6. Alprazolam tab 0,5 mg 1 x 1

F. Resume
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan sakit kepala yang
dirasakan tiba-tiba. Sakit kepala dirasakan pada bagian belakang kepala sejak
2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sakit kepala terasa seperti tetindis beban
dan dirasakan tidak membaik atau bertambah berat dengan perubahan posisi.
Sakit kepala disertai dengan pusing terasa berputar tidak disertai telinga
berdenging, penglihatan kabur tiba-tiba tanpa nyeri dan gatal pada mata, dan
tegang di bagian leher. Pasien mual dan disertai muntah dengan frekuensi 3
kali. Muntah berupa sisa makanan. Riwayat adanya hipertensi diakui pasien
sejak ± 10 tahun yang lalu, tidak rutin minum obat. Riwayat Kebiasaan Sosial
yaitu pasien tidak pernah berolahraga. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum sakit berat, kesadaran: composmentis, TD: 230/110 mmHg, N:
86x/menit, S: 36,8oC, P: 20x/menit. Diagnosis pasien ini adalah Hipertensi
Urgensi. Penatalaksanaan di IGD diberikan IVFD RL 16 tpm, Injeksi
Omeprazol/12 jam, Injeksi Ondansetron/8 jam, Amlodipin tab 10 mg 1 x 1,
ISDN tab 5 mg 1 x 1, Alprazolam tab 0,5 mg 1 x 1 dan konsul dokter Spesialis
Penyakit Dalam.

G. Follow Up
Hari/
Perjalanan Penyakit Planning
Tanggal
Sabtu, S : Sakit kepala terasa seperti tertindis P:
12/10/2019 beban disertai penglihatan kabur,  IVFD RL 16
Jam 23.55 mual dan muntah dengan frekuensi 3 tpm
kali  Injeksi
O : KU: Composmentis, GCS E4V5M6 Omeprazsol/12
TD: 230/110 mmHg jam
N: 86x/menit  Injeksi
P: 20x/menit Ondansetron/8
S: 36,8oC jam
A : Hipertensi Urgensi  Amlodipin tab
10 mg 1 x 1
 ISDN tab 5 mg
1x1
 Alprazolam tab
0,5 mg 1 x 1
 Konsul dokter
Penyakit
Dalam
 Cek Darah
Lengkap,
Ureum,
Kreatinin,EKG
Minggu, S : Sakit kepala terasa seperti tertindis P:
 Ekstra
13/10/2019 beban disertai pusing terasa berputar,
Furosemide 1
Jam 06.38 penglihatan kabur (+), mual (+)
Amp/IV
Perawatan O : KU: composmentis, GCS E4V5M6
Hari 2 TD: 190/110 mmHg  Cek Darah

N: 72x/menit Lengkap,

P: 20x/menit Ureum,
Kreatinin,
S: 36,2oC
EKG
A : Hipertensi Urgensi
Jam 14.21 S : Sakit kepala namun sudah berkurang, P:
Perawatan penglihatan membaik, mual (+),  IVFD NS 14
Hari 2 muntah (-) tpm/mnt
O : KU: composmentis, GCS E4V5M6  Amlodipin tab
TD: 170/90 mmHg 10 mg 1 x 1
N: 64x/menit  Candesartan
P: 20x/menit tab 8 mg 1 x 1
S: 35,9oC  Furosemide tab
GDS: 319 mg/dL 40 mg 1-0-0
Ureum: 28,4 mg/dl  Injeksi
Creatinin: 0,7 mg/dl Omeprazole/12
WBC: 11,0 mg/dl jam
HGB: 11,4 g/dl  Injeksi
A : Hipertensi Grade II + DM Tipe 2 Ondansetron/ 8
jam
 Injeksi
Novorapid 3 x
6 IU/Subkutan
Senin, S : Sakit kepala namun sudah berkurang P:
14/10/2019 O : KU: composmentis, GCS E4V5M6
 IVFD NS 14
Jam 09.00 TD: 170/90 mmHg
tpm/mnt
Perawatan N: 84x/menit
 Amlodipin tab
Hari 3 P: 20x/menit
10 mg 1 x 1
S: 36,5oC
 Candesartan
A : Hipertensi Grade II + DM Tipe 2
tab 8 mg 1 x 1
 Furosemide tab
40 mg 1-0-0
 Injeksi
Omeprazole/12
jam
 Ondansetron
STOP
 Injeksi
Novorapid 3 x
6 IU/Subkutan
 Cek GDS,
EKG lead II
Selasa S : Sakit kepala namun sudah berkurang P:
15/10/2019 O : KU: composmentis, GCS E4V5M6
 IVFD NS 14
Jam 09.42 TD: 160/90 mmHg
tpm/mnt
Perawatan N: 84x/menit
 Amlodipin tab
Hari 4 P: 20x/menit
10 mg 1x1
S: 36,0oC
 Candesartan
GDS: 203 mg/dL
tab 16 mg 1x1
EKG Kesan Sinus Aritmia
 Amiodaron tab
A : Hipertensi Grade II + DM Tipe 2 +
3 x 200 mg
Sinus Aritmia
 Injeksi
Novorapid 3 x
6 IU/Subkutan
 Rawat jalan
 Kontrol poli

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Darah rutin (13/10/2019)


Hasil Nilai Rujukan
RBC 3,59 x 106/uL 3,50–5,00 x 106/uL
WBC 11 x 106/uL 4,0 – 10,0 x 106/uL
HB 11,4 g/dl 11,0 – 15,0 g/dL
HCT 30,7% 40-54
Kimia Darah (13/10/2019)
Hasil Nilai Rujukan
GDS 319 mg/dL < 140 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
Ureum 28,4 mg/dL 10-50 mg/dL

2. Pemeriksaan EKG

Irama : sinus
Regularitas : Irreguler
Gelombang P : normal
Interval PR : normal
Kompleks QRS : normal
Segmen ST : normal
Gelombang T : normal
Kesan : Sinus Aritmia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Krisis Hipertensi
Pada kasus ini, pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan sakit
kepala yang dirasakan tiba-tiba. Sakit kepala dirasakan pada bagian belakang
kepala sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sakit kepala terasa seperti
tetindis beban dan dirasakan tidak membaik atau bertambah berat dengan
perubahan posisi. Sakit kepala disertai dengan pusing terasa berputar tidak
disertai telinga berdenging, penglihatan kabur tiba-tiba tanpa nyeri dan gatal
pada mata, dan tegang di bagian leher. Pasien mual dan disertai muntah
dengan frekuensi 3 kali. Muntah berupa sisa makanan. Keluhan lain demam (-
), batuk (-), pilek (-), sesak (-), nyeri dada (-), bengkak (-), kelemahan anggota
gerak (-), rasa kesemutan (-), lidah pelo (-), buang air kecil dan buang air besar
lancar tanpa keluhan. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma. Riwayat
adanya hipertensi diakui pasien sejak ± 10 tahun yang lalu, tidak rutin minum
obat.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kesadaran:
composmentis, TD: 230/110 mmHg, N: 86x/menit, S: 36,8oC, P: 20x/menit.
Pada pemeriksaan thoraks yaitu paru didapatkan bunyi napas vesikuler (+),
bunyi napas tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-). Pada jantung tidak
ditemukan kelainan, Pada pemeriksaan abdomen peristaltik (+) kesan normal,
tidak terdapat nyeri tekan pada perut. Pada pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan darah rutin tanggal 13 Oktober 2019 didapatkan WBC 11 x
106/uL, RBC 3,59 x 106/uL, HB 11,4 g/dL.
Berdasarkan teori, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
adanya tanda dan gejala yang dapat menyebabkan terjadinya krisis hipertensi.
Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan sakit kepala yang dirasakan tiba-
tiba lalu pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan darah 230/110
mmHg. Peningkatan tekanan darah ini terjadi secara tiba-tiba dan terdapat
riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak ±10 tahun, pasien tidak patuh
minum obat. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan atau
kerusakan organ yang terjadi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa diagnosis dari kasus adalah krisis hipertensi (hipertensi urgensi).
Berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019, hipertensi
urgensi umumnya tidak memerlukan rawat inap dan dapat diberikan obat oral.
Pada hipertensi urgensi penurunan tekanan darah dilakukan dalam beberapa
jam dengan target tekanan darah normal dalam waktu 1-2 hari menggunakan
antihipertensi oral.
Tabel 5. Jenis dan Profil Antihipertensi pada Hipertensi Urgensi
Obat Dosis Awitan Durasi Aturan Penggunaan
Kerja Kerja
Captopril 12,5-25 15 menit 4-6 jam dapat diulang dalam 15 menit.
mg Captopril menjadi obat pilihan
karena keamanannya dan
penurunan tekanan darah yang
cepat.
Klonidin 75-150 30 6-8 jam dapat diulang setiap jam
µg menit-2
jam
Propanolol 10-40 15-30 3-6 jam dapat diulang setiap 30 menit
mg menit

Setelah tekanan darah mencapai normal, dapat dilakukan identifikasi


penyebab hipertensi urgensi dan pemberian regimen antihipertensi dalam
jangka panjang untuk kontrol tekanan darah.
Pada pasien ini di berikan terapi oral dan di rencanakan rawat inap
disebabkan karena usia pasien 60 tahun, riwayat hipertensi 10 tahun yang lalu
dan tidak patuh minum obat perlu dikaji lebih lanjut. Usia 60 tahun
merupakan lanjut usia dan ditakutkan ada komplikasi dari hipertensi yang
sudah diderita sejak lama, oleh sebab itu perlu diperiksa lebih lanjut penyebab
hipertensinya untuk memastikan tidak ada kerusakan target organ.
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Prevalensi diabetes yang terjadi
di seluruh dunia diperkirakan 2,8% pada tahun 2000 dan 4,4% pada 2030.
Jumlah penderita diabetes diproyeksikan meningkat dan dapat mencapai 366
juta di tahun 2030. Di Indonesia prevalensi penduduk yang berumur > 15
tahun dengan DMT2 pada tahun 2013 adalah sebesar 6,9% dengan perkiraan
jumlah kasus adalah sebesar 12.191.564 jiwa.
Faktor risiko diabetes melitus antara lain kelompok dengan berat
badan lebih (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau
lebih faktor risiko berikut: aktivitas fisik yang kurang, terdapat faktor
keturunan DM, kelompok etnik/ras tertentu, perempuan dengan riwayat
melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau memiliki riwayat DM gestasional,
hipertensi, HDL <35 mg/dL atau trigliserida >250 mg/dL, dan memiliki
riwayat penyakit kardiovaskular.
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila terdapat gejala klasik DM
yaitu poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Terdapat keluhan lain seperti lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada wanita.

Gambar 3. Kriteria Diagnosis DM


Pada kasus ini, dari hasil anamnesis didapatkan pasien memiliki dua
dari gejala klinis Diabetes Melitus yaitu pasien sering terbangun tengah
malam untuk Buang air kecil, menurut pasien makan dan minum biasa, dan
untuk penurunan Berat Badan, pasien merasakan pakaian yang dikenakan
terasa longgar. Keluhan lain pasien merasakan penglihatan kedua mata kabur
tiba-tiba seiring dengan sakit kepala yang dirasakan. Pasien tidak memiliki
riwayat Diabetes Melitus dan tidak pernah memeriksa kadar glukosa
darahnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kesadaran:
composmentis, TD: 230/110 mmHg, N: 86x/menit, S: 36,8oC, P: 20x/menit.
Pada pemeriksaan thoraks yaitu paru didapatkan bunyi napas vesikuler (+),
bunyi napas tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-). Pada jantung tidak
ditemukan kelainan, Pada pemeriksaan abdomen peristaltik (+) kesan normal,
tidak terdapat nyeri tekan pada perut. Pada Pemeriksaan Kimia darah tanggal
13 Oktober 2019 didapatkan GDS 319 mg/dL, Kreatinin 0,7 mg/dL, Ureum
28,4 mg/dL. Pemeriksaan Kimia darah tanggal 14 Oktober 2019 didapatkan
GDS 203 mg/dL.
Berdasarkan teori, dari anamnesis dan pemeriksaan glukosa darah
didapatkan salah satu dari 3 keluhan klasik DM. Pasien mengeluhkan sering
terbangun tengah malam untuk buang air kecil. Menurut pasien makan dan
minum biasa, dan untuk penurunan Berat Badan, pasien merasakan pakaian
yang dikenakan terasa longgar. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu
didapatkan glukosa sewaktu 319 mg/dL. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa diagnosis lain dari kasus adalah Diabetes Melitus tipe 2.
Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah Injeksi Novorapid 6
IU/subkutan. Novorapid merupakan insulin aspart yang merupakan Insulin
kerja cepat (Rapid-acting insulin). Pasien ini diberikan Insulin kerja cepat
karena pasien ini juga menderita krisis hipertensi dan Diabetes melitus tipe 2,
sehingga diharapkan penurunan gula darah yang cepat agar tidak terjadi
komplikasi-komplikasi.
Pengobatan diabetes melitus menurut Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, antara lain:
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
c. Menggunakan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus secara
aman dan teratur
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan hasil
pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan
2. Terapi Nutrisi Medik
3. Latihan jasmani
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
1) Pemacu sekresi insulin; sulfonilurea, glinid.
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin; metformin, tiazolindindion
3) Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan; penghambat
alfa glukosidase (acarbose)
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV); sitagliptin dan
linagliptin
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-Transporter 2);
canagliflozin, empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin.
Gambar 4. Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia

Gambar 5. Obat Antihiperglikemia Oral


b. Obat Antihiperglikemia Suntik
1) Insulin, diperlukan pada keadaan :
a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
b) Penurunan berat badan yang cepat
c) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d) Krisis hiperglikemia
e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
g) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan lama kerja Insulin;
a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c) Insulin kerja menegah (Intermediate-acting insulin)
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin;
a) Hipoglikemia
b) Reaksi alergi terhadap insulin
Gambar 6. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu
Kerja
C. Sinua Aritmia
Sinus aritmia adalah variasi irama sinus normal yang biasa dijumpai.
Sinus aritmia secara khas menunjukkan kecepatan yang tidak teratur di mana
variasi interval R-R lebih dari 0,12 detik. Selain itu, gelombang P biasanya
monoform dengan pola yang konsisten dengan aktivasi atrium yang berasal
dari nodus SA. Sinus aritmia ini normal dan dapat ditemukan pada individu
yang lebih muda dengan prevalensi yang lebih tinggi. Sinus aritmia
merupakan tanda penyakit kronis yang mendasarinya namun masih
membutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut.
Seringkali temuan sinus aritmia asimptomatik dan normal, evaluasi
sinus aritmia juga terbatas. Pemeriksaan lain dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab aritmia lainnya termasuk atrium fibrilasi, flutter atau takikardia
atrium multifokal. Sinus aritmia ini dianggap variasi normal yang ditemukan
pada orang dewasa muda yang sehat. Setelah mengkonfirmasikan diagnosis
sinus aritmia pada EKG, tidak ada rekomendasi lebih lanjut mengenai
pengobatan.
Pada kasus ini pasien tidak memiliki gejala khas untuk aritmia. Pasien
tidak mengeluhkan nyeri dada, sesak napas, ataupun berdebar-debar. Pasien
tidak memiliki riwayat trauma pada kepala atau leher melalui jatuh atau
mekanisme lain, tidak memilikiriwayat penggunaan antikoagulan, tidak
memiliki riwayat Diabetes Melitus, dan tidak memiliki riwayat penyakit
jantung.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kesadaran:
composmentis, TD: 230/110 mmHg, N: 86x/menit, S: 36,8oC, P: 20x/menit.
Pada pemeriksaan thoraks yaitu paru didapatkan bunyi napas vesikuler (+),
bunyi napas tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-). Pada jantung tidak
ditemukan kelainan, Pada pemeriksaan abdomen peristaltik (+) kesan normal,
tidak terdapat nyeri tekan pada perut. Pada pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan darah rutin tanggal 13 Oktober 2019 didapatkan WBC 11 x
106/uL, RBC 3,59 x 106/uL, HB 11,4 g/dl. Pemeriksaan Kimia darah tanggal
13 Oktober 2019 didapatkan GDS 319 mg/dL, Kreatinin 0,7 mg/dL, Ureum
28,4 mg/dL. Pemeriksaan Kimia darah tanggal 14 Oktober 2019 didapatkan
GDS 203 mg/dL. Pemeriksaan EKG didapatkan Sinus Aritmia.
Berdasarkan teori, Pasien dengan sinus aritmia kadang kala tidak
menunjukkan gejala. Jika ada, gejala seperti sesak napas, edema ekstremitas
bawah, dispnea saat aktivitas, atau neuropati perifer kemungkinan disebabkan
oleh beberapa penyebab mendasar dan bukan sinus aritmi. Riwayat trauma
pada kepala atau leher melalui jatuh atau mekanisme lain, terutama dalam
penggunaan antikoagulan, dapat meningkatkan kecurigaan perdarahan
intrakranial yang mendasarinya. Selain itu, pemeriksaan EKG dilakukan awal
untuk menyingkirkan AV blok derajat 3 sebagai penyebab sinus. Tidak ada
temuan pemeriksaan fisik yang berkorelasi langsung dengan diagnosis sinus
aritmia. Setelah mengkonfirmasikan diagnosis sinus aritmia pada EKG, tidak
ada rekomendasi lebih lanjut mengenai pengobatan.
Pada Pasien ini diberikan terapi farmakologi berupa Amiodarone Tab
200 mcg. Menurut Pedoman Tata Laksana Aritmia 2019, Obat-Obat Anti
Aritmia didefinisikan sebagai suatu substansi/bahan yang digunakan untuk
mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah
penyakit. Obat Golongan III Bekerja dengan memperlambat repolarisasi dan
memperpanjang potensial aksi serta periode rerfrakter pada semua jaringan
jantung Efek antiaritmia Amiodaron merupakan hasil interaksinya dengan
sistem konduksi jantung. Penggolongan obat antiaritmia dibagi menjadi empat
kelas berdasarkan mekanisme ionik dan reseptor obat pada proses potensial
aksi di sistem konduksi jantung. Amiodaron termasuk golongan III, yaitu obat
aritimia yang terutama bekerja di saluran K+ sehingga memperpanjang durasi
potensial aksi dan interval QT. Mekanisme kerja amiodaron juga meliputi
aktivitas obat aritmia kelas I, II, dan IV sehingga disebut sebagai obat aritmia
dengan spektrum luas dan cukup efektif digunakan pada berbagai macam
aritmia. Di antaranya adalah paroksismal supraventrikuler aritmia sebagai
agen pilihan kedua setelah adenosin dan calcium channel blocker
nondihidropiridin, sebagai obat kardioversi untuk fibrilasi atrium, dan sebagai
pilihan utama untuk takiaritmia ventrikuler.
Amiodaron direkomendasi-kan untuk beberapa keadaan, antara lain:
terapi pada VT tanpa nadi atau VF yang refrakter terhadap defibrilasi; terapi
VT polimorfik atau takikardia dengan QRS kompleks yang lebar yang tidak
diketahui sebabnya; kontrol VT dengan hemodinamik stabil apabila
kardioversi tidak berhasil, sangat berguna terutama bila fungsi ventrikel kiri
menurun; sebagai obat tambahan pada kardioversi supraventrikular takikardia
atau paroksismal supraventrikular takikardi; dapat digunakan untuk terminasi
takikardia atrial multifokal atau ektopik dengan fungsi ventrikel kiri yang
masih baik; dapat digunakan untuk kontrol denyut jantung pada atrial fibrilasi
atau atrial flutter bila terapi lain tidak efektif.
Sinus aritmia biasanya muncul sebagai indikator kesehatan
kardiovaskular, paling sering ditemukan pada pasien muda yang sehat. Sinus
aritmia tidak berkorelasi dengan penurunan harapan hidup atau komorbiditas
lainnya. Namun, dapat juga dikaitkan dengan penyakit kronis seperti diabetes
mellitus dan gagal jantung.

D. Komplikasi
Komplikasi dari krisis hipertensi adalah tergantung dari kerusakan
organ target. Karena pada pasien ini tidak ditemukan kerusakan organ target
sehingga tidak ada komplikasi.

E. Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena tidak ada
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019. 2019. Perhimpunan Dokter


Hipertensi Indonesia
Nurkhalis. 2019. Penanganan Krisis Hipertensi. Idea Nursing Journal 6(3).
Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran.
Universitas Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin Banda
Aceh. Aceh
Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia
Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 2015.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
Rendayu. I., Sukohar. A. 2018. Pemilihan Jenis Obat Antiaritmia yang Tepat
untuk Penyembuhan Pasien Aritmia. Jurnal Majority 7(3). Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Lampung
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., Syam, A.F.,
2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Interna Publishing. Jakarta
Soos, M.P., McComb, D. 2019. Sinus Arrhythmia. StatPearls Publishing LLC

Anda mungkin juga menyukai