Oleh:
Ninis Ilmi Octasari, S. Ked
K1A1 15 095
Pembimbing :
dr. Zida Maulina Aini, M.Ked.Trop
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Pada Karyawan PT.Kalla
Kakao Industri ini sebagai tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
dan Kedokteran Komunitas Bagian Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua
pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya
sangat penulis harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Zida
Maulina Aini, M.Ked.Trop atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai
masalah dan kendala dalam proses penyusunan laporan ini dapat teratasi dan
terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga Laporan Okupasi Gangguan Pendengaran Akibat
Kebisingan Pada Karyawan PT.Kalla Kakao Industri ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya. Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga,
pikiran dan materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan
ini penulis mengucapkan terima kasih.
Kendari, 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................2
C. Manfaat...............................................................................................2
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN
A. Gambaran Singkat Tentang PT. Kalla Kakao Industri.......................3
B. Analisis Potensi Bahaya......................................................................8
C. Pengendalian Bahaya...........................................................................9
D. Upaya Kesehatan Kerja.......................................................................9
BAB III. LAPORAN KASU
A. Data Identitas Pasien..........................................................................11
B. Anamnesis Klinis................................................................................11
C. Anamnesis Okupasi............................................................................12
D. Pemeriksaan Fisik...............................................................................15
E. Pemeriksaan Penunjang......................................................................16
F. Reseuma..............................................................................................16
G. Diagnosis Okupasi..............................................................................17
H. Penatalaksanaan..................................................................................18
BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebisingan............................................................................19
B. Anatomi Telinga.................................................................................19
C. Fisiologi Pendengaran........................................................................21
D. Jenis-Jenis Kebisingan........................................................................23
iv
E. Dampak Kebisingan...........................................................................24
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kebisingan..............27
G. Nilai Ambang Batas Kebisingan........................................................28
H. Pengendalian Kebisingan...................................................................29
I. Pengukuran Intensitas Kebisingan......................................................31
J. Penilaian Gangguan Pendengaran......................................................31
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................35
B. Saran....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan manusia dalam sebuah pekerjaan harus di
perhatikan. Undang-Undang No.13 tahun 2003 pada pasal 86 tentang
ketenagakerjaan menyatakan bahwa tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama. Salah satu upaya keselamatan kesehatan kerja (K3) adalah memelihara
faktor-faktor lingkungan kerja agar senantiasa dalam batas-batas yang aman
dan sehat sehingga tidak terjadi penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan
tenaga kerja dapat menikmati derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Pajow dkk, 2016).
Pembangunan industri di Indonesia terus berkembang sampai tingkat
industri maju. Hampir semua jenis industri mempergunakan mesin-mesin atau
teknologi yang dapat menjadikan sumber kebisingan. Selanjutnya dengan
berkembangnya industri di Indonesia maka akan semakin besar pula jumlah
tenaga kerja (Budiono, 2003). Penggunaan mesin dan alat kerja yang
mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan suara kebisingan,
sehingga menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di
Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Di berbagai industri di Indonesia
presentase penyakit akibat kebisingan ini berkisar antara 30%-50% (Diniari
dkk, 2017).
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes
No.1405/MENKES/SK/XI/2002). Intensitas kebisingan yang tinggi dapat
berdampak pada telinga yaitu kerusakan permanen pada sel-sel rambut di
kokhlea sehingga akan mengurangi kemampuan mendengar (Rahayu dan
Permana, 2016). Dampak kebisingan pada manusia dapat dibedakan menjadi
dua golongan yaitu dampak auditori (auditory effects) dan dampak non-
auditori (non auditory effects). Dampak auditori akibat bising yaitu terjadinya
1
2
B. Tujuan
Untuk mengetahui pendekatan diagnosis kedokteran okupasi penyakit
akibat kerja pada karyawan PT. Kalla Kakao Industri (KKI)
C. Manfaat
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi, mampu
melakukan penilaian bahaya potensial, dan mampu melakukan pendekatan
diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) maupun penyakit akibat hubungan
kerja (PAHK).
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
A. Gambaran Singkat Tentang PT. Kalla Kakao Industri
1. Profil Perusahaan
Visi
Menjadi suatu perusahaan terkemuka di Indonesia untuk pengolahan
coklat dan kakao
Misi
Adapun misi dari PT. Kalla Kakao Industri antara lain sebagai
berikut:
a. Membangun bisnis kakao dan coklat yang menguntungkan untuk pasar
domestik dan ekspor yang memenuhi permintaan konsumen dan pasar
b. Menjadikan customer sebagai partner untuk tumbuh bersama
c. Menggandeng para petani dan supplier yang ada di Indonesia sebagai
bagian dari pembukaan lapangan kerja dan program kakao
berkelanjutan
d. Menjadi perusahaan yang dicintai oleh seluruh karyawan
3
4
3. Struktur Organisasi
Aktifitas pengelolaan biji kakao di bawah koordinasi divisi-divisi.
Adapun unit kerja tersebut adalah:
a. Maintenance Manager Division
Suatu departemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan terhadap seluruh peralatan, proses
penggunaan alat sampai dengan utilitasnya.
d. Administrasi
Suatu departemen yang bertugas memeriksa hasil produksi
untuk dipasarkan.
8
C. Pengendalian Bahaya
Tabel 2. Pengendalian Bahaya
Hierarki Pengendalian Upaya Pengendalian
Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi
Substitusi Pengerjaan telah menggunakan mesin
Redesain Penggunaan troli untuk memindahkan
bahan baku
Administratif Terdapat standar operasional yang baku
untuk setiap proses produksi
Terdapat rambu-rambu peringatan
Alat Pelindung Diri Helmet untuk melindungi kepala
Penggunaan sepatu pada saat bekerja
karena lantai yang licin
Penggunaan sarung tangan untuk
mencegah alat yang dipegang melukai
pekerja
Masker
Earplug/Earmuff
2. Pelayanan Preventif
10
3. Pelayanan Kuratif
Pelayanan pengobatan untuk pasien yang mengeluhkan gangguan
kesehatan dianjurkan oleh pihak PT. Kalla Kakao Industri (KKI) untuk
berobat ke Puskesmas Ranomeeto.
4. Pelayanan Rehabilitatif
Belum terdapat pelayanan rehabilitatif. Pasien yang sakit akibat
pekerjaannya di pindahkan tugasnya ke bagian yang faktor resikonya
minimal.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Data Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Ranooha
Status : Menikah
Kedudukan dalam Keluarga :Anak ke 3 dari 5 bersaudara
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan PT. Kalla Kakao Industri (KKI)
Maintenance Manager Division
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kehilangan pendengaran, telinga berdenging, susah tidur
11
12
2. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-),
konsumsi karbohidrat berlebih (-), berolahraga rutin (-), riwayat merokok
(-).
3. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah melakukan pengobatan untuk keluhan yang
sedang dialami.
C. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Tabel 3. Jenis Pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat Kerja Masa Kerja
Mengawasi PT. Kalla Kakao 2010 - sekarang
pelaksanaan pekerjaan Industri
13
2. Uraian Tugas
a. Tugas
Pekerjaan Tn. R yakni mengawasi pelaksanaan pekerjaan-
pekerjaan, pemeliharaan terhadap seluruh peralatan.
b. Jadwal kerja
Perusahaan PT. Kalla Kakao Industri menerapkan
sistem shift kerja. Shift pertama pukul 08.00-15.00, shift kedua pukul
15.00-23.00, dan shift ketiga pukul 23.00-08.00. Tn. R bekerja setiap
hari dengan durasi 8 jam kerja setiap harinya. Waktu istirahat kerja
mulai pukul 12.00-13.00 WITA. Terkadang apabila ada tamu datang,
Tn. R mendapat jadwal lembur.
3. Bahaya Potensial
Tabel 5. Bahaya potensial di Lingkungan Kerja Pasien
Departemen Bahaya Potensial Gangguan Kesehatan Risiko
Kecelakaan
Fisika Kimia Biologi Ergonomis Psikososial
Health, Safety, - Kebisingan - - Lantai licin - - Gangguan Tergelincir
Environment - Suhu Panas pendengaran akibat
(HSE) kebisingan
- Heat stroke
Maintenance - Kebisingan - Bahan - -Lantai licin Pekerjaan - Penyakit tuli akibat -
Manager Division - Suhu Panas kimia yang -Posisi kerja monoton kebisingan
digunakan statis (posisi - Heat stroke
berdiri)
Administrasi - - - Posisi Kerja - - -
(posisi
duduk)
Production Unit -Kebisingan - - Lantai licin - - Tergelincir
Division -Suhu Panas
-Debu
15
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak baik, kesadaran compos mentis
2. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
b. Frekuensi Nadi : 72 kali per menit
c. Frekuensi Napas : 22 kali per menit
d. Suhu : 35oC
3. Status Generalisata
a. Kepala : Normosefal, rambut dalam batas normal
b. Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-)
c. Mata : Pupil iskor
d. Telinga : Otore (-)
e. Hidung : Rinore (-)
f. Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
h. Thorax : Simetris, pernapasan thoracoabdominal
i. Cor :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis
Sinistra
3) Perkusi :
a) Batas kiri atas, ICS II Linea para sternalis sinistra
b) Batas kanan atas, ICS II Linea para sternalis dekstra
c) Batas kiri bawah, ICS V linea midclavicularis sinistra
16
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
F. Resume
Tn. R merupakan Karyawan PT. Kalla Kakao Industri menderita
kehilangan pendengaran di kedua telinganya sejak 3 tahun yang lalu.
Lingkungan kerja Tn. R di bagian managerial dikelilingi oleh mesin unit
produksi yang memiliki intensitas kebisingan yang tinggi >85 dB, dimana
setiap hari Tn. R bekerja 8 jam selama 9 tahun terakhir. Sehari-hari Tn. R
menggunakan Alat Pelindung Diri berupa Masker, sarung tangan, dan earplug.
Terkadang pasien merasa tidak nyaman menggunakan earplug sehingga sering
dilepas. Selain itu, pasien kadang-kadang merasa telinganya berdengung dan
merasa nyeri kepala dan juga pusing. Pasien merasa terganggu dengan
keadaan ini karena harus meminta kepada orang yang berbicara untuk
mengulang perkataannya, dan setiap nonton televise pasien harus dekat atau
17
G. Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan pendengaran akibat bising
atau noise induced hearing loss (NIHL).
7. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan pada uraian di atas, diagnosis okupasi Gangguan
pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
(Penyakit Akibat kerja (PAK).
F. Penatalaksanaan
Penurunan pendengaran akibat bising bersifat permanen/irreversible
tidak dapat disembuhkan sehingga tidak memerlukan terapi medika mentosa.
Yang dapat dilakukan adalah mencegah perburukan penurunan pendengaran
dan melakukan rehabiltasi pada orang yang telah terkena NIHL. Penanganan
hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan
hingga tahap rehabilitatasi.
Tn. R dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising yaitu dari Manager
Maintenance Division ke Administrasi division yang mengurusi bagian
pemasaran. Pekerja lain dibagian manager maintenance di haruskan selalu
memakai earplug ketika bekerja.
19
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebisingan
B. Anatomi Telinga
Telinga terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga
bagian tengah dan telinga bagian dalam
1. Telinga luar
Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral
dari membran timpani, terdiri dari Aurikulum, Meatus Akustikus
Eksternus dan Membran Timpani.
a. Aurikulum merupakan tulang rawan fibroelastis yang dilapisi kulit,
berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang
temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri heliks,
antiheliks, tragus, antitragus dan konka.
b. Meatus Akustikus Eksternus dibagi menjadi dua bagian yaitu pars
cartilago yang berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang
berada di dua pertiganya. Pars cartilago berjalan ke arah posterior
superior, merupakan perluasan dari tulang rawan daun telinga,
tulang rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit
yang merupakan perluasan kulit dari daun telinga, kulit tersebut
mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar
sebasea. Pars osseus berjalan ke arah antero inferior dan
menyempit di bagian tengah membentuk ismus.
c. Membran Timpani berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut
umbo, dasar membran timpani tampak sebagai bentukan oval.
Membran timpani dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga
lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan
fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial yang
membentuk dan mempengaruhi konsistensi membran timpani. Pars
flasida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan
lapisan mukosa (Nugroho dan Wiyadi, 2009).
2. Telinga tengah
Telinga tengah disebut juga kavum tympani atau tympanic
cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial
dibatasi oleh promontorium, lateral oleh membran timpani, anterior
oleh muara tuba eustachius, posterior oleh aditus ad antrum dari
21
3. Telinga dalam
Struktur dari duktus kokhlea dan ruang periotik membentuk
suatu sistem dengan tiga ruangan yaitu skala vestibuli, skala media
dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala tympani berisi cairan
perilimfe sedangkan skala media berisi endolimfe. Skala vestibuli dan
skala media dipisahkan oleh membran vestibuli, skala media dan skala
timpani dipisahkan oleh membran basilar.
Organo corti terletak di atas membran basilaris dari basis ke
apeks, terdiri dari tiga bagian sel utama yaitu sel penunjang, selaput
gelatin penghubung dan sel - sel rambut yang dapat membangkitkan
impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara (Nugroho dan
Wiyadi, 2009).
C. Fisiologi Pendengaran
Gelombang suara yang datang dari luar melewati meatus auditorius
eksternus menuju membran timpani sehingga akan menyebabkan getaran
disana. Getaran dari membran timpani akan menuju ke cairan telinga dalam.
Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil atau osikulus
(maleus, inkus, stapes). Tulang maleus melekat ke membran timpani dan
stapes melekat ke jendela oval yaitu pintu masuk ke dalam kokhlea yang berisi
cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons terhadap
22
D. Jenis–Jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma’mur
(1999) dalam Ramdan (2015) adalah sebagai berikut :
1. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai misalnya
pada mesin-mesin produksi, dan lain-lain.
2. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narow band noise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai pada
gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitent). Kebisingan jenis ini dapat
ditemukan misalnya pada lalu-lintas darat, suara kapal terbang dan lain-
lain.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Jenis kebisingan seperti
ini dapat ditemukan misalnya pada pukulan mesin kontruksi, tembakan
senapan, atau suara ledakan.Kebisingan impulsive berulang. Jenis
kebisingan ini dapat dijumpai misalnya pada bagian penempaan besi di
perusahaan besi.
24
E. Dampak Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
yang terpapar dan dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai berikut:
1. Gangguan Fisiologis
Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) menjelaskan bahwa
kebisingan terutama jika tidak diinginkan maka akan menyebabkan reaksi
fisiko-psikologis. Berkaitan dengan gangguan sistem muskuloskeletal,
pengaruh bising terjadi melalui respon tubuh terhadap bising (sebagai
stress) dengan diproduksinya nor adrenalin oleh kelenjar medulla adrenal.
Nor adrenalin menyebabkan timbulnya penyempitan pembuluh darah
menyeluruh (vasokonstriksi general), termasuk pada otot yang
dipergunakan untuk bekerja. Akibatnya pasokan oksigen dan nutrisi
jaringan terganggu, sehingga orang menjadi mudah lelah. Pada kondisi
lelah, maka proses metabolisme yang lebih dominan adalah proses anaerob
yang akan menyebabkan penimbunan asam laktat di jaringan, sehingga
menimbulkan rasa nyeri otot. Kondisi ini apabila berlangsung terus
menerus tanpa diberi kesempatan untuk pemulihan akan mengakibatkan
kerusakan otot (muscular damage).
25
2. Gangguan Psikologis
Pada gangguan psikologi, manusia menginterpretasikan bunyi yang
ditangkapnya pada proses terakhir pendengaran, bila terjadi kerusakan
penerimaan dipusat pendengaran dibagian otak oleh syaraf pendengaran,
manusia menginterpretasikan bunyi bising sebagai kondisi yang
mengancamnya. Bila ada tuntutan atau ancaman, pertama-tama adalah
reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
dalam tubuh, antara lain meningkatnya hormone cortical, ketegangan
meninggi, emosi bertambah dan sebagainya (Yulianto, 2013).
Menurut Tarwaka (2015), stres merupakan tekanan psikologis atau
gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan baik secara fisik aupun mental.
Definisi fisiologis stres adalah stres dapat menyebabkan deregulasi
sistem imun, dimediasi oleh HPA axis dan sympatheticadrenal- medullary
axis. Sebagai respon terhadap berbagai stimuli stres, terjadi inisiasi
sekuens kejadian. Ketika situasi tertentu diinterpretasikan sebagai keadaan
stres, hal ini akan memicu aktivasi hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA)
axismelepaskan hormon corticotropin releasing hormone (CRH).
Pelepasan CRH memicu sekresi dan pelepasan hormon lain, yaitu
adrenocorticotropin hormone (ACTH) dari kelenjar pituitary, yang juga
terletak di otak. Ketika ACTH disekresi oleh kelenjar pituitary, hormon ini
mengikuti aliran darah dan mencapai kelenjar adrenal, yang berada di atas
ginjal, dan memicu sekresi hormon stres. Ada dua macam hormon stres
utama, yaitu glukokortikoid (kortisol pada manusia) dan katekolamin
(adrenalin dan nor adrenalin) (Larasati, 2016).
26
3. Gangguan Komunikasi
Pemaparan kebisingan yang berulang dapat mengakibatkan
kerusakan pendengaran dan komunikasi. Gangguan komunikasi dapat
disebabkan oleh masking effect dari kebisingan maupun gangguan
kejelasan suara (intelligibility). Gangguan komunikasi ini dapat
menyebabkan seseorang harus berbicara kuat-kuat untuk berkomunikasi
dengan orang lain, bahkan untuk menyatakan sesuatu terkadang
diperlukan pengulangan hingga beberapa kali. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan
karena tidak dapat mendengar isyarat atau tanda bahaya (Yulianto, 2013).
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di
ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual (Andriani dkk,
2017).
5. Ketulian
Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yakni trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat
bising yang berlangsung sementara, dan perubahan ambang pendengaran
akibat bising yang berlangsung permanen (Lintong, 2009).
a. Trauma akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat
adanya energi suara yang sangat besar. Cedera cochlea terjadi akibat
rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga
merusak sel-sel rambut. Pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya
sematamata akibat proses fisika, tetapi juga proses kimiawi berupa
rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel rambut
sehingga terjadi disfungsi sel-sel tersebut. Akibatnya terjadi gangguan
27
getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di
ukur dengan logaritma dalam desible (dB).
2. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara
16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz.
3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan
dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.
4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,
berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi
bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.
H. Pengendalian Kebisingan
Menurut PERMENAKER (1996) tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), pengendalian risiko kebisingan
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Engineering Control (teknik/rekayasa)
Suatu upaya pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi
bahaya dengan melakukan rekayasa enginering. Pengendalian ini dapat
dilakukan dengan cara:
a. Eliminasi (penghilangan) merupakan proses penghilangan atau
pemusnahan sama sekali baik material, proses/teknologi yang
berbahaya agar menjadi lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
b. Substitusi (penggantian) merupakan proses penggantian
material/teknologi yang tingkat bahayanya lebih rendah agar menjadi
lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
30
3. Personal Control
Upaya pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi dampak
bahaya dengan cara pemberian Alat Pelindung Diri (APD) untuk
digunakan para pekerja agar terhindar dari bahaya sewaktu bekerja. Alat
Pelindung Diri (APD) yang digunakan merupakan alternatif terakhir yang
dilakukan apabila alternatif-alternatif yang diberikan sebelumnya belum
dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul (Depnaker RI
1999).
I. Pengukuran Intensitas Kebisingan
Alat yang dipergunakan adalah Sound Level Meter (SLM) (Tambunan,
2005). Metode pengukuran kebisingan :
1. Melakukan kalibrasi sebelum alat sound level meter digunakan untuk
mengukur kebisingan, agar menghasilkan data yang valid. Alat dikalibrasi
dengan menempatkan kalibrator suara (pistonphon) pada mikrofon sound
31
level meter pada frekuensi 1 kHZ dan intensitas 114 dB, kemudian
aktifkan dengan memencet tombol ’’ON’’, kemudian putar sekerup (ke
kanan untuk menambah dan kekiri untuk mengurangi) sampai didapatkan
angka 114.
2. Mengukur kebisingan bagian lingkungan kerja yaitu alat diletakkan
setinggi 1,2 sampai 1,5 meter pada suatu titik yang ditetapkan.
3. Angka yang terlihat pada display dicatat setiap 5 detik dan dilakukan
selama 10 menit untuk setiap titik lingkungan kerja.
4. Setelah selesai alat di matikan dengan menekan tombol ”OFF”.
5. Setelah data di dapat kemudian diambil rata-rata
Gambar 3. Sound Level Meter Tipe SL-814 beserta CD dan USB Kabel
Untuk menilai ruangan tes, sebaiknya salah satu sisi atau sudut
menyudut ruangan harus ada 6 meter. Ruangan harus bebas dari
kebisingan dan untuk menghindari gema sebisa mungkin membuat
ruangan menjadi kedap suara.
b. Pemeriksa
Pemeriksa harus mengucapkan kata-kata dengan menggunakan
ucapan kata-kata sesuda ekspirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan
terdiri dari 2 suku kata (bissylabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-
hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama dan
diantara dua suku kata bissylabic “Gajah Mada P.B List” karen telah
ditera keseimbangan fonemnya untuk bahasa indonesia.
c. Penderita
Telinga yang akan dites dihadapkan kepada pemeriksa dan
telinga yang tidak sedang diperiksa harus ditutup dengan kapas atau
oleh tangan si penderita sendiri. Pernderita tidak boleh melihat gerakan
mulut pemeriksa.
Sebelum melakukan pemeriksaan, penderita harus diberi
instruksi jelas misalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata
yang didengar harus diulangi dengan suara keras. Kemudian dilakukan
tes sebagai berikut
1) Mula-mula penderita berdiri pada jarak 6 meter dibisiki beberapa
kata bissylabic. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5
meter dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya
sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata
yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10
kata yang diucapkan disebut jarak pendengaran. Adapun beberapa
contoh kata-kata yang diucapkan adalah (Gajah Mada) :
a) Sadar c) Hendak
b) Bintang d) Timbang
33
e) Senang h) Simpan
f) Sabar i) Lembar
g) Sakit j) Tukar
a. Uji rinne
Uji rinne digunakan untuk membandingkan hantaran udara dan
hantaran tulang pada satu telinga penderita.
34
B. Saran
1. Menyarankan pihak PT. Kalla Kakao Industri melakukan peninjauan
bahaya potensial berkala
2. Melakukan pertemuan berkala untuk membahas masalah-masalah yang
dihadapi dalam kesehatan dan keselematan kerja
3. Memperbaharui Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan karyawan
guna menjaga kesehatan, meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan
kenyamanan karyawan PT. Kalla Kakao Industri
4. PT. Kalla Kakao Industri melakukan perbaikan upaya kesehatan kerja
khususnya dalam pelayanan promotif dan preventif yaitu penyuluhan
tentang manfaat APD dan dampak bila tidak menggunakan APD, serta
pemeriksaan kesehatan berkala terkait gangguan pendengaran ke dokter
spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Diniari, Hanif Rizqi., Dkk. 2017. Noise Risk Assessment At Air Separation Plant
PT. X Surabaya (Nitrogen, Oxygen, And Argon Plant). Journal Of
Vocational Health Studies. 1(2) : 71.
Larasati, ADL., Fihir, IM. 2013. Hubungan Pajanan Kebisingan Dengan Efek
Kesehatan Non-Auditory Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT. Tokai
Dharma Indonesia Pada Tahun 2013.
Lintong, Fransiska. 2009. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Jurnal
Biomedik. 1(2): 83-85
Nugroho, PS., Wiyadi, HMS. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Pendengaran Perifer.
Jurnal THT-KL. 2(2): 77-81.
Pajow, DA., Soundakh, RC., Lampus, BS. 2016. Hubungan Antara Beban Kerja
Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di PT. Timur Laut Jaya
Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(2): 145-148.
Rahayu, EP., Permana, I. 2016. The Effect of Noise Intensity in Working Area to
Fatigue of Worker at PLTD/G Pekanbaru. International Journal of
Science and Applied Technology. 1(1): 22.
Ramdan, MI. 2015. Higiene Industri. Penerbit Bimotry. Yogyakarta.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Ed.6. EGC.
Jakarta.
Suma’mur . 2009. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Sagung
Seto. Jakarta.
37
LAMPIRAN