Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN PADA


KARYAWAN PT.KALLA KAKAO INDUSTRI

Oleh:
Ninis Ilmi Octasari, S. Ked
K1A1 15 095

Pembimbing :
dr. Zida Maulina Aini, M.Ked.Trop

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KEDOKTERAN KOMUITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Ninis Ilmi Octasari, S. Ked


NIM : K1A1 15 095
Judul Laporan : Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Pada
Karyawan PT.Kalla Kakao Industri

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus Gangguan Pendengaran Akibat


Kebisingan Pada Karyawan PT.Kalla Kakao Industri dalam rangka kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Bagian Kedokteran
Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Mei 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Zida Maulina Aini, M.Ked.Trop


NIP. 19850806 201012 2 006

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Pada Karyawan PT.Kalla
Kakao Industri ini sebagai tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
dan Kedokteran Komunitas Bagian Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua
pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya
sangat penulis harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Zida
Maulina Aini, M.Ked.Trop atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai
masalah dan kendala dalam proses penyusunan laporan ini dapat teratasi dan
terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga Laporan Okupasi Gangguan Pendengaran Akibat
Kebisingan Pada Karyawan PT.Kalla Kakao Industri ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya. Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga,
pikiran dan materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan
ini penulis mengucapkan terima kasih.
Kendari, 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................2
C. Manfaat...............................................................................................2
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN
A. Gambaran Singkat Tentang PT. Kalla Kakao Industri.......................3
B. Analisis Potensi Bahaya......................................................................8
C. Pengendalian Bahaya...........................................................................9
D. Upaya Kesehatan Kerja.......................................................................9
BAB III. LAPORAN KASU
A. Data Identitas Pasien..........................................................................11
B. Anamnesis Klinis................................................................................11
C. Anamnesis Okupasi............................................................................12
D. Pemeriksaan Fisik...............................................................................15
E. Pemeriksaan Penunjang......................................................................16
F. Reseuma..............................................................................................16
G. Diagnosis Okupasi..............................................................................17
H. Penatalaksanaan..................................................................................18
BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebisingan............................................................................19
B. Anatomi Telinga.................................................................................19
C. Fisiologi Pendengaran........................................................................21
D. Jenis-Jenis Kebisingan........................................................................23

iv
E. Dampak Kebisingan...........................................................................24
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kebisingan..............27
G. Nilai Ambang Batas Kebisingan........................................................28
H. Pengendalian Kebisingan...................................................................29
I. Pengukuran Intensitas Kebisingan......................................................31
J. Penilaian Gangguan Pendengaran......................................................31
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................35
B. Saran....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1 Analis Potensi Bahaya 8
Tabel 2 Pengendalian Bahaya 9

Tabel 3 Jenis pekerjaan pasien 12


Tabel 4 Urutan Kerja Pasien 13
Tabel 5 Bahaya potensial di Lingkungan Kerja 14
Pasien
Tabel 6 Bahaya potensial 17
Tabel 7 Nilai Ambang Batas Kebisingan 29

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 1 Alur Proses PT. Kalla Kakao Industri 5
Gambar 2 Anatomi Telinga 19
Gambar 3 Sound Level Meter Tipe SL-814 beserta 31
CD dan USB Kabel

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan manusia dalam sebuah pekerjaan harus di
perhatikan. Undang-Undang No.13 tahun 2003 pada pasal 86 tentang
ketenagakerjaan menyatakan bahwa tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama. Salah satu upaya keselamatan kesehatan kerja (K3) adalah memelihara
faktor-faktor lingkungan kerja agar senantiasa dalam batas-batas yang aman
dan sehat sehingga tidak terjadi penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan
tenaga kerja dapat menikmati derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Pajow dkk, 2016).
Pembangunan industri di Indonesia terus berkembang sampai tingkat
industri maju. Hampir semua jenis industri mempergunakan mesin-mesin atau
teknologi yang dapat menjadikan sumber kebisingan. Selanjutnya dengan
berkembangnya industri di Indonesia maka akan semakin besar pula jumlah
tenaga kerja (Budiono, 2003). Penggunaan mesin dan alat kerja yang
mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan suara kebisingan,
sehingga menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di
Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Di berbagai industri di Indonesia
presentase penyakit akibat kebisingan ini berkisar antara 30%-50% (Diniari
dkk, 2017).
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes
No.1405/MENKES/SK/XI/2002). Intensitas kebisingan yang tinggi dapat
berdampak pada telinga yaitu kerusakan permanen pada sel-sel rambut di
kokhlea sehingga akan mengurangi kemampuan mendengar (Rahayu dan
Permana, 2016). Dampak kebisingan pada manusia dapat dibedakan menjadi
dua golongan yaitu dampak auditori (auditory effects) dan dampak non-
auditori (non auditory effects). Dampak auditori akibat bising yaitu terjadinya

1
2

gangguan pendengaran, sedangkan dampak non-auditori akibat bising yaitu


penurunan konsentrasi, penurunan kualitas kerja, gangguan komunikasi dan
penurunan tingkat produktivitas karena kelelahan (Siregar, 2017). Sehubungan
hal tersebut diperlukan evaluasi upaya pencegahan gangguan pendengaran
oleh pajanan bising pada pekerja industri.

B. Tujuan
Untuk mengetahui pendekatan diagnosis kedokteran okupasi penyakit
akibat kerja pada karyawan PT. Kalla Kakao Industri (KKI)

C. Manfaat
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi, mampu
melakukan penilaian bahaya potensial, dan mampu melakukan pendekatan
diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) maupun penyakit akibat hubungan
kerja (PAHK).
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
A. Gambaran Singkat Tentang PT. Kalla Kakao Industri
1. Profil Perusahaan
Visi
Menjadi suatu perusahaan terkemuka di Indonesia untuk pengolahan
coklat dan kakao
Misi
Adapun misi dari PT. Kalla Kakao Industri antara lain sebagai
berikut:
a. Membangun bisnis kakao dan coklat yang menguntungkan untuk pasar
domestik dan ekspor yang memenuhi permintaan konsumen dan pasar
b. Menjadikan customer sebagai partner untuk tumbuh bersama
c. Menggandeng para petani dan supplier yang ada di Indonesia sebagai
bagian dari pembukaan lapangan kerja dan program kakao
berkelanjutan
d. Menjadi perusahaan yang dicintai oleh seluruh karyawan

PT. Kalla Kakao Industri (KKI) merupakan salah satu perusahaan


yang bergerak di bidang agroindustri dalam memproduksi dan mengolah
produk-produk berbahan dasar buah coklat. PT. Kalla Kakao Industri
(KKI) yang merupakan salah satu anak perusahaan Kalla Group yang
diresmikan tahun 2013 dan aktif berproduksi pada tahun 2015. PT. Kalla
Kakao Industri (KKI) berlokasi di poros bandara Jl. Wolter Monginsidi
No. 86, Desa Ranooha Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara. PT. Kalla Kakao Industri (KKI) memiliki luas
lahan ±5 Ha, dan luas bangunan sepertiga dari luas lahan. PT. Kalla Kakao
Industri (KKI) merupakan cabang dari Kalla Group Perusahaan ini sudah
bertahap internasional. Adapun hasil olahan perusahaan ini biasanya juga
di ekspor di berbagai Negara. Pabrik ini mengelola biji kakao melalui
proses yang dijalankan menggunakan system full automatic dengan mesin

3
4

kualitas terbaik dan memenuhi standar internasional yang berasal dari


Jerman, Belanda dan Italia. Pabrik ini mampu mengolah biji kakao 35 ribu
ton/tahun. Bahan baku biji cokelat diperoleh dari petani cokelat di wilayah
Sulawesi dan di impor dari Ghana. Hasil pengelolaan yang dihasilkan
nantinya berupa bubuk coklat (cake dan powder), coklat cair (liquor) dan
butter. Hasil pengelolaan PT. Kalla Kakao Industri (KKI) ini sebagian
besar akan dikirim ke Brazil, Bulgaria, Jerman, Belanda, Spanyol, Iran,
Cina, Jepang dan Rusia. Sudah ada pula perusahaan pengelolaan yang
bekerjasama seperti Brownies Amanda, Godiva, Nestle. Kraff dan Mars.
PT. Kalla Kakao Industri (KKI) memiliki Sumber Daya Manusia
(SDM) sebanyak 125 orang dengan kelompok usia 21-30 tahun sebanyak
54 orang, 31-40 tahun sebanyak 49 orang, 41-50 tahun sebanyak 15 orang
dan 51-60 tahun sebanyak 7 orang.
PT. Kalla Kakao Industri (KKI) menyediakan 4 lantai dengan
beberapa ruang produksi. Setiap bulannya PT. Kalla Kakao Industri (KKI)
melakukan perawatan mesin secara berkala. Bahan kimia yang digunakan
oleh PT. KKI berada di dalam mesin produksi sehingga lingkungan tidak
terkontaminasi dengan bahan kimia. Sedangkan untuk pengolahan limbah,
PT. KKI bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Kendari.
PT. Kalla Kakao Industri (KKI) masih memiliki potensi bahaya
ditinjau dari faktor fisik, kimiawi, biologis, ergonomis, maupun faktor
psikososial.
5

2. Alur Proses Produksi/


Alur proses produksi PT. Kalla Kako Industri dijelaskan pada
gambar 3.

Gambar 1. Alur Proses PT. Kalla Kakao Industri


6

3. Struktur Organisasi
Aktifitas pengelolaan biji kakao di bawah koordinasi divisi-divisi.
Adapun unit kerja tersebut adalah:
a. Maintenance Manager Division
Suatu departemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan terhadap seluruh peralatan, proses
penggunaan alat sampai dengan utilitasnya.

b. Health, Safety, Environment (HSE) Division


Suatu departemen yang bertugas untuk Kesehatan Keselamatan
Kerja (K3) perusahaan PT. Kalla Kakao Industri (KKI). Adapun
kegiatan pokok dari departemen HSE antara lain:
1) Memfasilitasi semua karyawan PT.Kalla Kakao Industri untuk
berdiskusi masalah keadaan tempat kerja, faktor dan potensi yang
ada serta kelengkapan APD yang dibutuhkan karyawan
2) Melakukan pencegahan kecelakaan akan kondisi yang tidak aman
dan tindakan yang tidak pada setiap karyawan
3) Mengadakan inspeksi terhadap bangunan dan peralatan
keselamatan kerja mulai dari konstruksi, letak, penyusunan, dan
penyimpanan barang, alat keselamatan yamh harus tersedia serta
rambu-rambu yang harus dipasang
4) Meningkatkan SDM baik dari segi pengetahuan tentang K3 dengan
mengadakan training
5) Mengadakan kegiatan yang bias meningkatkan kesadaran tentang
K3 serta mengajak karyawan turut berperan aktif dalam
mensosialisasikan K3
6) Melaksanakan statistic kecelakaan kerja yaitu berupa perhitungan
tentang rata-rata frekuensi waktu kerja yang hilang
7) Melakukan kegiatan inisiatif yang dilakukan berdasarkan faktor
dan potensi bahaya yang diamati sebagai langkah preventif atas
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK)
7

8) Memberlakukan surat izin mengenai segala sesuatu aktivitas


berbahaya yang ada

c. Production Unit Division


1) Melaksanakan administrasi Bidang Produksi
2) Mengontrol jalannya produksi
3) Melaksanakan penyusunan program dan rencana kerja Bidang
Produksi
4) Memastikan Production Planning yang tepat dan akurat untuk
produksi cocoa liquar, cocoa powder, cocoa cake dan cocoa butter,
guna memenuhi kebutuhan marketing maupun kebutuhan produksi
yang bersifat rutin serta memastikan perhitungan Lot Sizing
material yang akurat
5) Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan Seksi Perencanaan
Produksi (Planning and Inventory Control/PPIC)
6) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja lain.

d. Administrasi
Suatu departemen yang bertugas memeriksa hasil produksi
untuk dipasarkan.
8

B. Analisis Potensi Bahaya


Tabel 1. Analisis Potensi Bahaya
Departemen Bahaya Potensial Gangguan Kesehatan Risiko
Kecelakaan
Fisika Kimia Biologi Ergonomis Psikososial
Health, Safety, - Kebisingan - - Lantai licin - - Gangguan Tergelincir
Environment - Suhu Panas pendengaran akibat
(HSE) kebisingan
- Heat stroke
Maintenance - Kebisingan - Bahan - -Lantai licin Pekerjaan - Penyakit tuli akibat -
Manager Division - Suhu Panas kimia yang -Posisi kerja monoton kebisingan
digunakan statis (posisi - Heat stroke
berdiri)
Administrasi - - - Posisi Kerja - - -
(posisi
duduk)
Production Unit -Kebisingan - - Lantai licin - - Tergelincir
Division -Suhu Panas
-Debu
9

C. Pengendalian Bahaya
Tabel 2. Pengendalian Bahaya
Hierarki Pengendalian Upaya Pengendalian
Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi
Substitusi Pengerjaan telah menggunakan mesin
Redesain Penggunaan troli untuk memindahkan
bahan baku
Administratif  Terdapat standar operasional yang baku
untuk setiap proses produksi
 Terdapat rambu-rambu peringatan
Alat Pelindung Diri  Helmet untuk melindungi kepala
 Penggunaan sepatu pada saat bekerja
karena lantai yang licin
 Penggunaan sarung tangan untuk
mencegah alat yang dipegang melukai
pekerja
 Masker
 Earplug/Earmuff

D. Upaya Kesehatan Kerja


Upaya kesehatan kerja yang dilakukan oleh PT. Kalla Kakao Industri
berupa upaya promotif dan preventif pada saat melakukan kunjungan dan
wawancara kepada pekerja.
1. Pelayanan promotif
PT. Kalla Kakao Industri telah melakukan upaya edukasi untuk
meningkatkan produktivitas kerja pegawainya dengan bekerjasama dengan
Puskesmas Ranomeeto melakukan penyuluhan minimal sekali dalam 6
bulan. Pemeliharaan tempat dan lingkungan kerja terlihat bersih walaupun
masih ada sisa produksi coklat yang membuat kondisi lantai menjadi licin,
tempat istrahat dan tempat makan terlihat bersih.

2. Pelayanan Preventif
10

Perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses gangguan


kerja telah dilakukan. Dimulai dari Skrining calon karyawan sebelum
diterima bekerja di Laboratorium Prodia, kemudian pemeriksaan
kesehatan berkala pada karyawan PT. Kalla Kakao Industri (KKI) setiap 6
bulan sekali. Karyawan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti
helmet, sarung tangan, dan earplug namun tidak terdapat pengawasan
terhadap pekerja yang tidak menggunakan APD.

3. Pelayanan Kuratif
Pelayanan pengobatan untuk pasien yang mengeluhkan gangguan
kesehatan dianjurkan oleh pihak PT. Kalla Kakao Industri (KKI) untuk
berobat ke Puskesmas Ranomeeto.

4. Pelayanan Rehabilitatif
Belum terdapat pelayanan rehabilitatif. Pasien yang sakit akibat
pekerjaannya di pindahkan tugasnya ke bagian yang faktor resikonya
minimal.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Data Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Ranooha
Status : Menikah
Kedudukan dalam Keluarga :Anak ke 3 dari 5 bersaudara
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan PT. Kalla Kakao Industri (KKI)
Maintenance Manager Division

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kehilangan pendengaran, telinga berdenging, susah tidur

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. R merupakan Karyawan PT. Kalla Kakao Industri menderita
kehilangan pendengaran di kedua telinganya sejak 3 tahun yang lalu.
Lingkungan kerja Tn. R di bagian managerial dikelilingi oleh mesin unit
produksi yang memiliki intensitas kebisingan yang tinggi >85 dB, dimana
setiap hari Tn. R bekerja selama 8 jam dalam waktu 9 tahun terakhir.
Sehari-hari Tn. R menggunakan Alat Pelindung Diri berupa Penutup
kepala, Masker, sarung tangan, dan earplug. Selain itu, pasien kadang-
kadang merasa telinganya berdengung dan merasa nyeri kepala dan juga
pusing. Pasien merasa terganggu dengan keadaan ini karena harus
meminta kepada orang yang berbicara untuk mengulang perkataannya, dan
setiap nonton televisi pasien harus dekat atau mengencangkan volume
televisi.

3. Riwayat Penyakit Terdahulu

11
12

a. Riwayat menderita penyakit serupa sebelumnya tidak ada


b. Riwayat penurunan berat badan, keringat malam, batuk darah
sebelumnya tidak ada
c. Riwayat menderita tumor atau operasi tidak ada
d. Riwayat trauma tidak ada
e. Riwayat hipertensi (+)
f. Riwayat dispepsia (+)
g. Riwayat diabetes mellitus tidak ada

2. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-),
konsumsi karbohidrat berlebih (-), berolahraga rutin (-), riwayat merokok
(-).

3. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah melakukan pengobatan untuk keluhan yang
sedang dialami.

4. Riwayat Sosial Ekonomi


Aspek ekonomi keluarga Tn. R masuk dalam kategori menengah ke
atas. Saat ini Tn. R bekerja sebagai Karyawan di PT. Kalla Kakao
Industri (KKI). Tn. R tinggal bersama istri dan 3 orang anak. Keuangan
keluarga Tn. R bersumber dari penghasilannya dan istri yang bekerja
sebagai wiraswasta.

C. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Tabel 3. Jenis Pekerjaan Pasien
Jenis Pekerjaan Tempat Kerja Masa Kerja
Mengawasi PT. Kalla Kakao 2010 - sekarang
pelaksanaan pekerjaan Industri
13

2. Uraian Tugas
a. Tugas
Pekerjaan Tn. R yakni mengawasi pelaksanaan pekerjaan-
pekerjaan, pemeliharaan terhadap seluruh peralatan.

b. Jadwal kerja
Perusahaan PT. Kalla Kakao Industri menerapkan
sistem shift kerja. Shift pertama pukul 08.00-15.00, shift kedua pukul
15.00-23.00, dan shift ketiga pukul 23.00-08.00. Tn. R bekerja setiap
hari dengan durasi 8 jam kerja setiap harinya. Waktu istirahat kerja
mulai pukul 12.00-13.00 WITA. Terkadang apabila ada tamu datang,
Tn. R mendapat jadwal lembur.

Tabel 4. Urutan Kerja Pasien


Waktu (WITA) Kegiatan
05.00-06.00 Bangun, sholat
06.00-07.00 Sarapan pagi
07.00-07.30 Mandi dan bersiap menuju tempat kerja
07.30-08.00 Berangkat kerja
08.00-12.00 Mengikuti apel pagi, memakai Alat Pelindung
Diri berupa masker, penutup kepala lalu mulai
bekerja
12.00-13.00 Istrahat sholat dan makan siang
13.00-15.00 memakai Alat Pelindung Diri berupa masker dan
penutup kepala
15.00 Pulang kerja
14

3. Bahaya Potensial
Tabel 5. Bahaya potensial di Lingkungan Kerja Pasien
Departemen Bahaya Potensial Gangguan Kesehatan Risiko
Kecelakaan
Fisika Kimia Biologi Ergonomis Psikososial
Health, Safety, - Kebisingan - - Lantai licin - - Gangguan Tergelincir
Environment - Suhu Panas pendengaran akibat
(HSE) kebisingan
- Heat stroke
Maintenance - Kebisingan - Bahan - -Lantai licin Pekerjaan - Penyakit tuli akibat -
Manager Division - Suhu Panas kimia yang -Posisi kerja monoton kebisingan
digunakan statis (posisi - Heat stroke
berdiri)
Administrasi - - - Posisi Kerja - - -
(posisi
duduk)
Production Unit -Kebisingan - - Lantai licin - - Tergelincir
Division -Suhu Panas
-Debu
15

4. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami


a. APD yang digunakan yaitu earplug yang berfungsi mengurangi
kebisingan, namun kurang memberikan perlindungan daripada
earmuff.
b. Pekerjaan yang sudah dilakukan selama ±9 tahun dengan jam kerja 8
jam/hari menunjukkan besarnya paparan.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak baik, kesadaran compos mentis
2. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
b. Frekuensi Nadi : 72 kali per menit
c. Frekuensi Napas : 22 kali per menit
d. Suhu : 35oC
3. Status Generalisata
a. Kepala : Normosefal, rambut dalam batas normal
b. Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-)
c. Mata : Pupil iskor
d. Telinga : Otore (-)
e. Hidung : Rinore (-)
f. Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
h. Thorax : Simetris, pernapasan thoracoabdominal
i. Cor :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis
Sinistra
3) Perkusi :
a) Batas kiri atas, ICS II Linea para sternalis sinistra
b) Batas kanan atas, ICS II Linea para sternalis dekstra
c) Batas kiri bawah, ICS V linea midclavicularis sinistra
16

d) Batas kanan bawah, ICS IV linea para sternalis dekstra


4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bunyi
jantung tambahan (-)
j. Pulmo :
1) Inspeksi : Normal, pengembangan dada kanan sama dengan
dada kiri
2) Palpasi : Fremitus raba kiri sama dengan kanan
3) Perkusi : Sonor/sonor
4) Auskultasi : BP : Bronkovasikuler, BT : Rh-/- Wh : -/-
k. Abdomen :
1) Inspeksi : Sejajar dinding dada, massa (-)
2) Auskultasi : Bising usus normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
baik
4) Perkusi : Timpani

E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

F. Resume
Tn. R merupakan Karyawan PT. Kalla Kakao Industri menderita
kehilangan pendengaran di kedua telinganya sejak 3 tahun yang lalu.
Lingkungan kerja Tn. R di bagian managerial dikelilingi oleh mesin unit
produksi yang memiliki intensitas kebisingan yang tinggi >85 dB, dimana
setiap hari Tn. R bekerja 8 jam selama 9 tahun terakhir. Sehari-hari Tn. R
menggunakan Alat Pelindung Diri berupa Masker, sarung tangan, dan earplug.
Terkadang pasien merasa tidak nyaman menggunakan earplug sehingga sering
dilepas. Selain itu, pasien kadang-kadang merasa telinganya berdengung dan
merasa nyeri kepala dan juga pusing. Pasien merasa terganggu dengan
keadaan ini karena harus meminta kepada orang yang berbicara untuk
mengulang perkataannya, dan setiap nonton televise pasien harus dekat atau
17

mengencangkan volume televisi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda


vital dalam batas normal, pemeriksaan jantung, abdomen, paru dalam batas
normal.

G. Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan pendengaran akibat bising
atau noise induced hearing loss (NIHL).

2. Bahaya Potensial Dasar


Tabel 6. Bahaya potensial
Hazard Bentuk Bahaya
Fisika Bising

3. Hubungan Antara Pajanan Dengan Penyakit


Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing
loss/NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam
jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang
paling sering dijumpai setelah presbikus.
Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat
menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam.
Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua
telinga.
Cacat pendengaran akibat kerja (occupational deafness/nois
indued) adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang
yang besdifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang
disebabkan oleh bising terus menerus di lingkungan tempat kerja. Dalam
lingkungan industry, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin
lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja,
18

semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja


tersebut.

4. Penentuan Kecukupan Pajanan


Masa kerja 9 tahun dengan durasi kerja 8 jam setiap harinya (6 hari
kerja dalam sepekan).

5. Penentuan Faktor Individu


Pasien terkadang melepas earplug yang digunakan karena merasa
kurang nyaman menyumbat telinga.

6. Kemungkinan Lain Yang Dapat Menyebabkan Penyakit Di Luar


Pekerjaan
Tidak ada

7. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan pada uraian di atas, diagnosis okupasi Gangguan
pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
(Penyakit Akibat kerja (PAK).

F. Penatalaksanaan
Penurunan pendengaran akibat bising bersifat permanen/irreversible
tidak dapat disembuhkan sehingga tidak memerlukan terapi medika mentosa.
Yang dapat dilakukan adalah mencegah perburukan penurunan pendengaran
dan melakukan rehabiltasi pada orang yang telah terkena NIHL. Penanganan
hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan
hingga tahap rehabilitatasi.
Tn. R dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising yaitu dari Manager
Maintenance Division ke Administrasi division yang mengurusi bagian
pemasaran. Pekerja lain dibagian manager maintenance di haruskan selalu
memakai earplug ketika bekerja.
19

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebisingan

Definisi kebisingan menurut Kepmennaker (1999) dalam Tarwaka


(2004) adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.
Sementara itu menurut Suma’mur (1999), bunyi atau suara didengar
sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga yang
ditimbulkan oleh gelombang longitudinal getaran dari sumber bunyi atau
suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar
lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena
mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan,
makabunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan.

B. Anatomi Telinga

Telinga terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga
bagian tengah dan telinga bagian dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga


20

1. Telinga luar
Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral
dari membran timpani, terdiri dari Aurikulum, Meatus Akustikus
Eksternus dan Membran Timpani.
a. Aurikulum merupakan tulang rawan fibroelastis yang dilapisi kulit,
berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang
temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri heliks,
antiheliks, tragus, antitragus dan konka.
b. Meatus Akustikus Eksternus dibagi menjadi dua bagian yaitu pars
cartilago yang berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang
berada di dua pertiganya. Pars cartilago berjalan ke arah posterior
superior, merupakan perluasan dari tulang rawan daun telinga,
tulang rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit
yang merupakan perluasan kulit dari daun telinga, kulit tersebut
mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar
sebasea. Pars osseus berjalan ke arah antero inferior dan
menyempit di bagian tengah membentuk ismus.
c. Membran Timpani berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut
umbo, dasar membran timpani tampak sebagai bentukan oval.
Membran timpani dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga
lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan
fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat melingkar dan radial yang
membentuk dan mempengaruhi konsistensi membran timpani. Pars
flasida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan skuamosa dan
lapisan mukosa (Nugroho dan Wiyadi, 2009).

2. Telinga tengah
Telinga tengah disebut juga kavum tympani atau tympanic
cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial
dibatasi oleh promontorium, lateral oleh membran timpani, anterior
oleh muara tuba eustachius, posterior oleh aditus ad antrum dari
21

mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior oleh


bulbus vena jugularis. Batas superior dan inferior membran timpani
membagi kavum timpani menjadi epitimpanium atau atik,
mesotimpanum dan hipotimpanum. Telinga tengah terdapat tiga tulang
pendengaran, susunan dari luar ke dalam yaitu maleus, incus dan
stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak
tingkap lonjong atau foramen ovale yang berhubungan dengan kokhlea
(Nugroho dan Wiyadi, 2009).

3. Telinga dalam
Struktur dari duktus kokhlea dan ruang periotik membentuk
suatu sistem dengan tiga ruangan yaitu skala vestibuli, skala media
dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala tympani berisi cairan
perilimfe sedangkan skala media berisi endolimfe. Skala vestibuli dan
skala media dipisahkan oleh membran vestibuli, skala media dan skala
timpani dipisahkan oleh membran basilar.
Organo corti terletak di atas membran basilaris dari basis ke
apeks, terdiri dari tiga bagian sel utama yaitu sel penunjang, selaput
gelatin penghubung dan sel - sel rambut yang dapat membangkitkan
impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara (Nugroho dan
Wiyadi, 2009).

C. Fisiologi Pendengaran
Gelombang suara yang datang dari luar melewati meatus auditorius
eksternus menuju membran timpani sehingga akan menyebabkan getaran
disana. Getaran dari membran timpani akan menuju ke cairan telinga dalam.
Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil atau osikulus
(maleus, inkus, stapes). Tulang maleus melekat ke membran timpani dan
stapes melekat ke jendela oval yaitu pintu masuk ke dalam kokhlea yang berisi
cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons terhadap
22

gelombang suara, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan


frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran dari membran timpani
ke jendela oval. Tekanan yang terjadi pada jendela oval akan menimbulkan
gerakan cairan telinga dalam mirip gelombang dengan frekuensi yang sama
seperti gelombang suara asal. Namun diperlukan tekanan yang lebih besar
untuk menggetarkan cairan. Sistem osikulus memperkuat tekanan yang
ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar
cairan di kokhlea bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani
jauh lebih besar daripada luas jendela oval maka terjadi peningkatan tekanan
ketika gaya yang bekerja pada membran timpani disalurkan oleh osikulus ke
jendela oval (tekanan=gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus juga
menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan
gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika
gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Penambahan tekanan ini
sudah cukup untuk menggetarkan cairan di kokhlea.
Kokhlea mengandung organ corti yaitu organ indera pendengaran. Di
sebagian besar panjangnya kokhlea dibagi menjadi tiga kompartemen
longitudinal berisi cairan. Duktus kokhlearis yang juga dikenal sebagai skala
media, membentuk kompartemen tengah. Kompartemen atas yaitu skala
vestibuli mengikuti kontur dalam spiral, dan skala timpani yaitu komparternen
bawah, mengikuti kontur luar. Cairan di dalam duktus kokhlearis disebut
endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang sedikit
berbeda yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus kokhlearis yaitu tempat
cairan kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala
vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat
melekatnya stapes sedangkan jendela bundar menutup skala timpani dari
telinga tengah. Membran vestibularis yang tipis membentuk atap duktus
kokhlearis dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris
membentuk lantai duktus kokhlearis, memisahkannya dari skala timpani.
Sepanjang organ corti yang terletak di atas membran basilaris
mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara. Sebanyak 16.000 sel
23

rambut di dalam kokhlea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh


panjang membran basilaris: satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel
rambut luar. Dari permukaan masing-masing sel rambut menonjol sekitar 100
rambut yang dikenal sebagai stereosilia yaitu mikrovilus yang dibuat kaku
oleh adanya aktin. Ketika terjadi getaran pada membran basilaris, maka
sterosilia ini akan menekuk dan berkontak dengan membran tektorium yang
bersifat stasioner diatasnya. Penekukan sterosilia ini akan membuka saluran
berpintu mekanis menyebabkan perpindahan ion yang menimbulkan potensial
reseptor. Perubahan potensial berjenjang ini mengakibatkan perubahan
frekuensi potensial aksi yang dihasilkan oleh saraf auditorius sehingga terjadi
perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporalis otak untuk
persepsi suara (Sherwood, 2012).

D. Jenis–Jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma’mur
(1999) dalam Ramdan (2015) adalah sebagai berikut :
1. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai misalnya
pada mesin-mesin produksi, dan lain-lain.
2. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narow band noise). Jenis kebisingan seperti ini dapat dijumpai pada
gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitent). Kebisingan jenis ini dapat
ditemukan misalnya pada lalu-lintas darat, suara kapal terbang dan lain-
lain.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise). Jenis kebisingan seperti
ini dapat ditemukan misalnya pada pukulan mesin kontruksi, tembakan
senapan, atau suara ledakan.Kebisingan impulsive berulang. Jenis
kebisingan ini dapat dijumpai misalnya pada bagian penempaan besi di
perusahaan besi.
24

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas


(Ramdan, 2015):
1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Jenis bising ini mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise). Bising ini merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat
atau tanda bahaya tenggelam dari bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise) adalah bunyi yang
melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan
fungsi pendengaran.

E. Dampak Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
yang terpapar dan dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai berikut:
1. Gangguan Fisiologis
Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) menjelaskan bahwa
kebisingan terutama jika tidak diinginkan maka akan menyebabkan reaksi
fisiko-psikologis. Berkaitan dengan gangguan sistem muskuloskeletal,
pengaruh bising terjadi melalui respon tubuh terhadap bising (sebagai
stress) dengan diproduksinya nor adrenalin oleh kelenjar medulla adrenal.
Nor adrenalin menyebabkan timbulnya penyempitan pembuluh darah
menyeluruh (vasokonstriksi general), termasuk pada otot yang
dipergunakan untuk bekerja. Akibatnya pasokan oksigen dan nutrisi
jaringan terganggu, sehingga orang menjadi mudah lelah. Pada kondisi
lelah, maka proses metabolisme yang lebih dominan adalah proses anaerob
yang akan menyebabkan penimbunan asam laktat di jaringan, sehingga
menimbulkan rasa nyeri otot. Kondisi ini apabila berlangsung terus
menerus tanpa diberi kesempatan untuk pemulihan akan mengakibatkan
kerusakan otot (muscular damage).
25

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap sistem jantung


dan juga peredaran darah melalui mekanisme hormonal yang
diproduksinya, yaitu hormon adrenalin yang dapat meningkatkan frekuensi
detak jantung dan tekanan darah (Bathesda, 2013).

2. Gangguan Psikologis
Pada gangguan psikologi, manusia menginterpretasikan bunyi yang
ditangkapnya pada proses terakhir pendengaran, bila terjadi kerusakan
penerimaan dipusat pendengaran dibagian otak oleh syaraf pendengaran,
manusia menginterpretasikan bunyi bising sebagai kondisi yang
mengancamnya. Bila ada tuntutan atau ancaman, pertama-tama adalah
reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
dalam tubuh, antara lain meningkatnya hormone cortical, ketegangan
meninggi, emosi bertambah dan sebagainya (Yulianto, 2013).
Menurut Tarwaka (2015), stres merupakan tekanan psikologis atau
gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan baik secara fisik aupun mental.
Definisi fisiologis stres adalah stres dapat menyebabkan deregulasi
sistem imun, dimediasi oleh HPA axis dan sympatheticadrenal- medullary
axis. Sebagai respon terhadap berbagai stimuli stres, terjadi inisiasi
sekuens kejadian. Ketika situasi tertentu diinterpretasikan sebagai keadaan
stres, hal ini akan memicu aktivasi hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA)
axismelepaskan hormon corticotropin releasing hormone (CRH).
Pelepasan CRH memicu sekresi dan pelepasan hormon lain, yaitu
adrenocorticotropin hormone (ACTH) dari kelenjar pituitary, yang juga
terletak di otak. Ketika ACTH disekresi oleh kelenjar pituitary, hormon ini
mengikuti aliran darah dan mencapai kelenjar adrenal, yang berada di atas
ginjal, dan memicu sekresi hormon stres. Ada dua macam hormon stres
utama, yaitu glukokortikoid (kortisol pada manusia) dan katekolamin
(adrenalin dan nor adrenalin) (Larasati, 2016).
26

3. Gangguan Komunikasi
Pemaparan kebisingan yang berulang dapat mengakibatkan
kerusakan pendengaran dan komunikasi. Gangguan komunikasi dapat
disebabkan oleh masking effect dari kebisingan maupun gangguan
kejelasan suara (intelligibility). Gangguan komunikasi ini dapat
menyebabkan seseorang harus berbicara kuat-kuat untuk berkomunikasi
dengan orang lain, bahkan untuk menyatakan sesuatu terkadang
diperlukan pengulangan hingga beberapa kali. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan
karena tidak dapat mendengar isyarat atau tanda bahaya (Yulianto, 2013).

4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di
ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual (Andriani dkk,
2017).

5. Ketulian
Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yakni trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat
bising yang berlangsung sementara, dan perubahan ambang pendengaran
akibat bising yang berlangsung permanen (Lintong, 2009).
a. Trauma akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat
adanya energi suara yang sangat besar. Cedera cochlea terjadi akibat
rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga
merusak sel-sel rambut. Pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya
sematamata akibat proses fisika, tetapi juga proses kimiawi berupa
rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel rambut
sehingga terjadi disfungsi sel-sel tersebut. Akibatnya terjadi gangguan
27

ambang pendengaran sementara. Kerusakan sel-sel rambut juga dapat


mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.

b. Noise-induced temporary threshold shift


Pada keadaan ini terjadi kenaikan ambang pendengaran
sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali seperti semula.
Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan
sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang
sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi apabila
pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang sementara
akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan
lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang
pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama
tergantung sensitivitas masing-masing individu.

c. Noise-induced permanent threshold shift


Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar
kebisingan terutama pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling
banyak ditemukan dan bersifat permanen. Kenaikan ambang
pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun
terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram.

F. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kebisingan


Menurut WHO (2015) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kebisingan antara lain:
1. Intensitas
Intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding
langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan
28

getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di
ukur dengan logaritma dalam desible (dB).

2. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara
16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz.

3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan
dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.

4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,
berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi
bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.

G. Nilai Ambang Batas Kebisingan


Berdasarkan NAB (Nilai Ambang Batas) yang diizinkan
(KEPMENAKER No.:Kep.51/ MEN/1999) dalam Gunara (2011), besarnya
rata-rata adalah 85 dB untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8
jam/hari atau 40 jam seminggu. Selanjutnya apabila pekerja menerima
pemaparan kebisingan lebih dari ketetapan tersebut, maka harus dilakukan
pengurangan waktu atau harus berhenti beberapa saat, baru kemudian
melanjutkan kembali pekerjaan.
29

Tabel 7. Nilai Ambang Batas Kebisingan


Batas Waktu Pemaparan Satuan Intensitas Kebisingan (dB)
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7.5 103
3.75 106
1.88 109
0.94 112
28.12 Detik 115
14.06 118
7.03 121
3.52 124
1.76 127
0.88 130
0.44 133
0.22 135
0.11 139
Sumber : KEPMENAKER No.:Kep.51/ MEN/1999

H. Pengendalian Kebisingan
Menurut PERMENAKER (1996) tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), pengendalian risiko kebisingan
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Engineering Control (teknik/rekayasa)
Suatu upaya pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi
bahaya dengan melakukan rekayasa enginering. Pengendalian ini dapat
dilakukan dengan cara:
a. Eliminasi (penghilangan) merupakan proses penghilangan atau
pemusnahan sama sekali baik material, proses/teknologi yang
berbahaya agar menjadi lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
b. Substitusi (penggantian) merupakan proses penggantian
material/teknologi yang tingkat bahayanya lebih rendah agar menjadi
lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
30

c. Minimalisasi (pengurangan), merupakan proses pengurangan jumlah


material bahaya yang disimpan atau digunakan pada proses produksi.

2. Administrative Control (Pengendalian Administratif)


Administrative Control merupakan suatu upaya pengendalian yang
dilakukan untuk mengurangi bahaya melalui kegiatan atau aktivitas yang
bersifat administrasi. Efektifitas pengendalian ini tergantung peran aktif
dari pihak manajeman dan pekerja. Semua elemen yang terlibat dalam
proses kerja ini harus memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan
program yang ada. Program-program pengendalian yang bersifat
administrasi adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan pelatihan (training)
b. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus
c. Penghargaan dan motivasi diri
d. Evaluasi melalui internal audit dan inspeksi
e. Standard Operating Procedure (SOP)/Instruksi Kerja (IK)
f. Pengaturan jadwal kerja, dan lain sebagainya

3. Personal Control
Upaya pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi dampak
bahaya dengan cara pemberian Alat Pelindung Diri (APD) untuk
digunakan para pekerja agar terhindar dari bahaya sewaktu bekerja. Alat
Pelindung Diri (APD) yang digunakan merupakan alternatif terakhir yang
dilakukan apabila alternatif-alternatif yang diberikan sebelumnya belum
dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul (Depnaker RI
1999).
I. Pengukuran Intensitas Kebisingan
Alat yang dipergunakan adalah Sound Level Meter (SLM) (Tambunan,
2005). Metode pengukuran kebisingan :
1. Melakukan kalibrasi sebelum alat sound level meter digunakan untuk
mengukur kebisingan, agar menghasilkan data yang valid. Alat dikalibrasi
dengan menempatkan kalibrator suara (pistonphon) pada mikrofon sound
31

level meter pada frekuensi 1 kHZ dan intensitas 114 dB, kemudian
aktifkan dengan memencet tombol ’’ON’’, kemudian putar sekerup (ke
kanan untuk menambah dan kekiri untuk mengurangi) sampai didapatkan
angka 114.
2. Mengukur kebisingan bagian lingkungan kerja yaitu alat diletakkan
setinggi 1,2 sampai 1,5 meter pada suatu titik yang ditetapkan.
3. Angka yang terlihat pada display dicatat setiap 5 detik dan dilakukan
selama 10 menit untuk setiap titik lingkungan kerja.
4. Setelah selesai alat di matikan dengan menekan tombol ”OFF”.
5. Setelah data di dapat kemudian diambil rata-rata

Gambar 3. Sound Level Meter Tipe SL-814 beserta CD dan USB Kabel

J. Penilaian Gangguan Pendengaran


Dalam menilai ada tidaknya gangguan pendengaran yang dialami
pasien maka dilakukan beberapa tes fungsi pendengaran, tes yang biasa
dilakukan di klinik adalah tes bisik dan tes garpu tala (Sudarman, 2014).

1. Tes Suara Bisik


Tes ini penting bagi dokter umum terutama yang bertugas di
puskesmas, dimana peralataan masih sangat terbatas untuk keperluan tes
pendengaran. Syarat dalam melakukan tes ini adalah:
a. Ruangan Tes
32

Untuk menilai ruangan tes, sebaiknya salah satu sisi atau sudut
menyudut ruangan harus ada 6 meter. Ruangan harus bebas dari
kebisingan dan untuk menghindari gema sebisa mungkin membuat
ruangan menjadi kedap suara.
b. Pemeriksa
Pemeriksa harus mengucapkan kata-kata dengan menggunakan
ucapan kata-kata sesuda ekspirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan
terdiri dari 2 suku kata (bissylabic) yang terdiri dari kata-kata sehari-
hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama dan
diantara dua suku kata bissylabic “Gajah Mada P.B List” karen telah
ditera keseimbangan fonemnya untuk bahasa indonesia.
c. Penderita
Telinga yang akan dites dihadapkan kepada pemeriksa dan
telinga yang tidak sedang diperiksa harus ditutup dengan kapas atau
oleh tangan si penderita sendiri. Pernderita tidak boleh melihat gerakan
mulut pemeriksa.
Sebelum melakukan pemeriksaan, penderita harus diberi
instruksi jelas misalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata
yang didengar harus diulangi dengan suara keras. Kemudian dilakukan
tes sebagai berikut
1) Mula-mula penderita berdiri pada jarak 6 meter dibisiki beberapa
kata bissylabic. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5
meter dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya
sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata
yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10
kata yang diucapkan disebut jarak pendengaran. Adapun beberapa
contoh kata-kata yang diucapkan adalah (Gajah Mada) :

a) Sadar c) Hendak
b) Bintang d) Timbang
33

e) Senang h) Simpan
f) Sabar i) Lembar
g) Sakit j) Tukar

2) Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain


sampai ditemukan satu jarak pendengaran.
a) 6 meter : normal
b) 5 meter : dalam batas Normal
c) 4 meter : tuli ringan
d) 2-3 meter : tuli sedang
e) 1 meter : tuli berat

Dengan tes suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa


secara kasar derajat ketulian (kuantitas). Bila sudah berpengalaman tes
suara bisik dapat pula secara kasar memeriksa jenis ketulian misalnya:
1. Tuli konduktif, sukar mendengar huruf lunak seperti n,m,w (meja
dikatakan becak, gajah dikatakan kaca dan lain-lain)
2. Tuli sensorineural sukar mendengar huruf tajam yang umumnya
berfrekuensi tinggi seperti s,sy,c dan lain-lain (cicak dikatakan tidak,
kaca dikatakan gajah dan lain-lain)

4. Tes Garpu Tala


Terdapat beberapa tes untuk mengetahui fungsi pendengaran
individu secara kualitatif yaitu dengan tes garpu tala. Uji garputala dasar
meliputi uji rinne, uji weber, uji schwabach, uji batas atas & batas bawah.
Pada uji pendengaran digambarkan sebagai berikut (Putra dan Tirtayasa,
2014):

a. Uji rinne
Uji rinne digunakan untuk membandingkan hantaran udara dan
hantaran tulang pada satu telinga penderita.
34

b. Uji weber ini


Tes Weber bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga penderita
c. Uji Schwabach
Tes Schwabach bertujuan untuk membandingkan hantaran
tulang antara pemeriksa dengan pasien.
d. Tes Batas Atas & Batas Bawah
Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar
kita dapat menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien
dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara kita
melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu semua garpu tala kita
bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala
berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling
tinggi atau sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan merupakan isu yang penting
dalam pelaksanaan kesehatan kerja karena akibat sakit tersebut
menyebabkan penurunan kapasitas kerja, kehilangan produktifitas, dan
kerugian ekonomis
2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penilaian bahaya potensial
di lingkungan kerja pasien maka dapat disimpulkan bahwa Gangguan
Pendengaran Akibat Kebisingan yang di deritanya saat ini termasuk ke
dalam penyakit akibat kerja (PAK)

B. Saran
1. Menyarankan pihak PT. Kalla Kakao Industri melakukan peninjauan
bahaya potensial berkala
2. Melakukan pertemuan berkala untuk membahas masalah-masalah yang
dihadapi dalam kesehatan dan keselematan kerja
3. Memperbaharui Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan karyawan
guna menjaga kesehatan, meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan
kenyamanan karyawan PT. Kalla Kakao Industri
4. PT. Kalla Kakao Industri melakukan perbaikan upaya kesehatan kerja
khususnya dalam pelayanan promotif dan preventif yaitu penyuluhan
tentang manfaat APD dan dampak bila tidak menggunakan APD, serta
pemeriksaan kesehatan berkala terkait gangguan pendengaran ke dokter
spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan

35
36

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Karina Wahyu. 2016. Hubungan Umur, Kebisingan Dan Temperatur


Udara Dengan Kelelahan Subjektif Individu Di PT. X Jakarta. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. 5(2): 118.
Budiono, S.A.M, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Eds 2. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Depkes. 2011. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa.
Gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-praktis-stat-gizi-
dewasa.doc. 28 Februari 2019. (13.05).

Diniari, Hanif Rizqi., Dkk. 2017. Noise Risk Assessment At Air Separation Plant
PT. X Surabaya (Nitrogen, Oxygen, And Argon Plant). Journal Of
Vocational Health Studies. 1(2) : 71.

Gunara, Muhammad. 2011. Bahaya Kebisingan Di Lingkungan Kerja Pada


Industri Penarikan Kawat Dan Metode Pengendaliannya. Rekayasa
Teknologi. 2(2).

Larasati, ADL., Fihir, IM. 2013. Hubungan Pajanan Kebisingan Dengan Efek
Kesehatan Non-Auditory Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT. Tokai
Dharma Indonesia Pada Tahun 2013.
Lintong, Fransiska. 2009. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Jurnal
Biomedik. 1(2): 83-85
Nugroho, PS., Wiyadi, HMS. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Pendengaran Perifer.
Jurnal THT-KL. 2(2): 77-81.
Pajow, DA., Soundakh, RC., Lampus, BS. 2016. Hubungan Antara Beban Kerja
Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di PT. Timur Laut Jaya
Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(2): 145-148.
Rahayu, EP., Permana, I. 2016. The Effect of Noise Intensity in Working Area to
Fatigue of Worker at PLTD/G Pekanbaru. International Journal of
Science and Applied Technology. 1(1): 22.
Ramdan, MI. 2015. Higiene Industri. Penerbit Bimotry. Yogyakarta.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Ed.6. EGC.
Jakarta.
Suma’mur . 2009. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Sagung
Seto. Jakarta.
37

Tambunan, STB. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occopational Noise). Andi


offset. Yogyakarta.

Tarwaka., Bakri, S.H.A., Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan,


Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Pers.

Yulianto, Ardian Risky. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Gangguan Nonauditory Akibat Kebisingan Pada Musisi Rock. 2(1): 6-7.
38

LAMPIRAN

Gambar 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pad Tn. R

Anda mungkin juga menyukai