Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PASIEN GASTRITIS

Oleh :

Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked

K1A1 15 123

Pembimbing :

dr. Ruslan Duppa, M.Kes, Sp.Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Wa Ode Siti Rahayu Fathanah,

S.Ked. NIM : K1A1 15 123

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Referat : Gambaran Radiologi Pada pasien Gastritis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2020


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ruslan Duppa, M.Kes, Sp.Rad(K)


NIP. 19730610 200212 1 005

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan referat yang berjudul “Gambaran Radiologi Pada Pasian
Gastritis” dapat dirampungkan dengan baik. Shalawat dan salam juga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan laporan ini disusun untuk
melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis persembahkan
ucapan terima kasih kepada dr. Ruslan Duppa, M.Kes, Sp.Rad(K) sebagai
pembimbing referat saya. Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa dalam
penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan.Penulis
mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan
dan penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Kendari, Maret 2020

Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN.............................................................. 1
II. DEFENISI GASTRITIS ..................................................... 2
III. EPIDEMIOLOGI ............................................................... 2
IV. ETIOLOGI ......................................................................... 3
a. Bakteri Helicobacter pylori........................................... 3
b. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (NSAID) .................... 3
c. Penyebab Lainnya ........................................................ 4
V. KLASIFIKASI ................................................................... 5
a. Gastritis Akut ............................................................... 5
b. Gastritis Kronik ............................................................ 6
c. Gastritis Bentuk Khusus................................................ 6
VI. ANATOMI & HISTOLOGI GASTER ............................... 7
VII. PATOFISIOLOGI ............................................................. 12
VIII. DIAGNOSIS ...................................................................... 13
a. Gejala Klinis................................................................. 13
b. Endoskop dan Histopatologi ......................................... 14
c. Gambaran Radiologi ..................................................... 16
IX. DIAGNOSIS BANDING.................................................... 30
X. PENGOBATAN ................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 34
GASTRITIS
Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, Ruslan Duppa
(Subdivisi Gastrointestinal Bagian Radiologi FK UHO)

I. PENDAHULUAN
Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai
pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang
.
dewasa. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi
lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga
menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit
pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional,
yaitu mencapai 70- 80% dari seluruh kasus. Gastritis fungsional merupakan sakit
yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih
sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan kecemasan.
(1,2)

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik


atau ruangan penyakit dalam pada umumnya. Gastritis merupakan salah satu
masalah kesehatan pencernaan yang paling sering terjadi. Sekitar 10% orang
yang datang di unit gawat darurat pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
nyeri tekan di daerah epigastrium. Hal ini mengarahkan para dokter kepada suatu
diagnosa gastritis, dimana untuk memastikannya dibutuhkan untuk pemeriksaan
penunjang lainnya seperti endoscopi.(3)
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap
beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, diantaranya inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada
35% dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari
jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia tenggara

1
sekitar 583,635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya, prevalensi gastritits
dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar
17,2% yang secara substansial lebih tinggi daripada populasi di barat yang
berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. (3) Berdasarkan uraian diatas, mahasiswa
melakukan pembahasan referat mengenai gastritis.

II. DEFENISI GASTRITIS


Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Kata gastritis seyogianya digunakan untuk peradangan mukosa lambung yang
terbukti secara histologis. Gastritis bukanlah eritema mukosa yang terlihat pada
endoskopi dan tidak dapat dipertukarkan dengan “dispepsia”. Faktor etiologik
yang menyebabkan gastritis sangat luas dan beragam. Gastritis dapat
diklasifikasikan berdasarkan perjalanan waktu (akut dan kronik), gambaran
histologik, dan distribusi anatomik atau perkiraan mekanisme patogenik.(3,4)

III. EPIDEMIOLOGI
Di Negara berkembang prevalensi infeksi HP pada orang dewasa
mendekati 90 %. Sedangkan pada anak-anak prevalensi infeksi HP lebih tinggi
lagi. Hal ini menjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia,
prevalensi infeksi kuman HP yang dinilai dengan urea breath test pada pasien
dispepsia dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara maju, prevalensi
infeksi kuman HP pada anak sangat rendah. Diantara orang dewasa prevalensi
infeksi kuman HP lebih tinggi daripada anak-anak tetapi lebih rendah dari pada
di Negara Berkembang yakni sekitar 30 %.(3)
Pada populasi negara barat, terdapat bukti penurunan insidensi gastritis
infeksius yang disebabkan oleh H. pylori dan peningkatan prevalensi gastritis
autoimun.Gastritis autoimun paling sering terjadi pada perempuan dan lanjut
usia. Prevalensinya diperkirakan hampir 2-5%. Namun, data yang ada belum
cukup reliabel.(5,6)
Gastritis kronik masih menjadi penyakit yang relatif umum terjadi di
negara berkembang. Prevalensi infeksi H. pylori pada anak-anak di negara barat
hampir mencapai 10% tetapi 50% di negara berkembang. Pada negara
berkembang, keseluruhan prevalensi H. pylori bervariasi tergantung pada kondisi
geografis dan sosial ekonomi. Sosial ekonomi dan higienitas lingkungan
merupakan faktor terpenting transmisi infeksi H. pylori di dunia. Faktor ini
termasuk higienitas keluarga, kepadatan rumah tangga, dan kebiasaan memasak.
Infeksi H. pylori yang berasal dari anak-anak saat ini dipertimbangkan menjadi
determinan utama gastritis terkait H. pylori di dalam suatu komunitas.(7,8,9)

IV. ETIOLOGI
Penyebab umum gastritis termasuk infeksi dengan bakteri Helicobacter
pylori dan menggunakan obat penghilang rasa sakit anti-inflamasi yang dikenal
sebagai NSAID.(10)
a. Bakteri Helicobacter pylori
Bakteri Helicobacter pylori mengganggu keseimbangan produksi asam
lambung. Akibatnya, terlalu banyak asam dibuat. Ini bisa merusak lapisan dan
dinding perut. Tetapi infeksi Helicobacter pilory jarang menyebabkan
gastritis: Meskipun diperkirakan 40 dari 100 orang di Jerman memiliki
Helicobacter pylori di perut mereka, hanya sekitar 4 sampai 8 di antaranya
yang mengalami gastritis atau tukak peptik (lambung atau duodenum). Bakteri
dapat menyebar melalui air liur (ludah), muntah, tinja, air minum atau
makanan. Diperkirakan bahwa sebagian besar orang sudah terinfeksi di masa
kecil, melalui kontak dekat dengan anggota keluarga.
b. Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
Kelompok obat ini termasuk asam asetilsalisilat (obat dalam obat-obatan
seperti aspirin), diklofenak, ibuprofen, dan naproxen. Efek samping jarang
terjadi ketika obat penghilang rasa sakit ini diambil hanya untuk waktu
singkat untuk mengobati rasa sakit akut. Tetapi jika mereka digunakan untuk
waktu yang lebih lama - seperti beberapa minggu atau bulan - mereka dapat
mempengaruhi fungsi perlindungan dari lapisan perut karena mereka
memblokir produksi hormon prostaglandin. Salah satu hal yang dilakukan
prostaglandin adalah mengatur produksi lendir (lambung) lambung dan zat
yang menetralkan asam lambung. Jika prostaglandin tidak cukup, dinding
lambung tidak lagi memiliki perlindungan yang cukup terhadap asam
lambung. Menggabungkan obat penghilang rasa sakit dengan steroid dapat
membuat efek merusak ini lebih buruk.
c. Penyebab lainnya
Merokok, stres jangka panjang, dan jenis makanan tertentu (seperti
makanan berlemak, manis atau pedas) juga dapat menyebabkan masalah
perut. Minum terlalu banyak alkohol dapat menyebabkan gastritis akut juga.
Penyebab lain yang kurang umum dari gastritis adalah suatu kondisi yang
disebut empedu refluks. Di sinilah empedu mengalir ke atas dari usus kecil
dan ke perut, di mana empedu merusak lapisan.Infeksi kuman Helycobacter
pylori (HP) merupakan kausa gastritis yang amat penting.
Namun selain infeksi kuman HP, beberapa literatur juga menjelasakan
mengenai penyebab gastritis yaitu penggunaan antibiotika, terutama untuk
infeksi paru, autoimun (autoantibodi terhadap sel parietal/faktor intrinsik),
infeksi virus misalnya enteric rotavirus, calcivirus, dan cytomegalovirus serta
infeksi jamur candida, Histoplasma capsulatum, dan Mukonaceae pada pasien
immunocompromised. (3)
V. KLASIFIKASI
Tabel 1. Klasifikasi gastritis (4)
Chronic Atrophic Uncommon forms of
Acute Gastritis
Gastritis Gastritis
A. Acute H.pilory A. Type A : autoimmune, A. Lymphocytic
infection body-predominant B. Eosinophilic
B. Other acute B. Type B : H.pylori- C. Chron’s Disease
infectious gastrides related, antral- D. Sarcoidosis
1. Bacterial (other predominant E. Isolated
than H.pilory) C. indeterminant granulomatous
2. H.Helmanni gastritis
3. Phlegmonous
4. Mycobacterial
5. Syphilitic
6. Viral
7. Parasitic
8. Fungal

a. Gastritis Akut
Penyebab gastritis secara umum adalah infeksi. Infeksi akut oleh bakteri
HP dapat memicu gastritis. Selain infeksi HP, infeksi lain seperti
Helicobacter helmanni, flegmonosa, streptokokus, stafilokokus, Escherichia
coli, Proteus, Haemophilus sp., sifilis, virus, parasit, dan jamur juga dapat
memicu gastritis. Orang berusia lanjut, peminum alkohol, dan AIDS
(terutama gastritis herpetik (Herpes simpleks) atau CMV oleh karena
gangguan imunitas) beresiko terkena gastritis akut. Sedangkan kausa
iatrogenik yang mungkin adalah polipektomi.(4)
Gastritis ini dilaporkan bermanifestasi sebagai nyeri epigastrium
mendadak, mual, dan muntah. Berdasarkan hasil histologik mukosa
menunjukan adanya sebukan mencolok neutrofil disertai edema dan
hiperemia.(4)
b. Gastritis Kronik
Sejak dikembangkan gastroskop, maka para gastroenterolog membuat
klasifikasi yang secara histologis ditandai oleh infiltrat sel radang yang
terutama terdiri dari sel limfosit dan sel plasma sebagai berikut : (4)
1) Gastritis superfisialis : Peradangan terbatas pada lamina propria mukosa
permukaan, dengan edema dan sebukan sel memisahkan kelenjar-kelenjar
lambung yang utuh. Temuan lainnya berkurangnya mukus di sel mukus
dan berkurangnya gambaran mitotic di sel-sel kelenjar.
2) Gastritis atrofikans : Infiltrat peradangan meluas ke lapisan mukosa
yang lebih dalam, disertai distorsi dan kerusakan progresif kelenjar.
3) Atrofi Lambung : Struktur kelenjar hilang, dan infiltrat peradangan
minimal. Secara endoskopi mukosa mungkin sangat tipis sehingga
pembuluh darah di bawahnya dapat terlihat jelas.
Gastritis kronik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat
keterlibatan predominan. (1) tipe A merujuk kepada bentuk predominan
korpus (autoimun), (2) tipe B bentuk predominan antrum (terkait H. pylori).
(4)

c. Gastritis Bentuk Khusus


1) Gastritis limfositik
Secara histologis ditandai oleh infiltrat limfositik di epitel permukaan.
Terutama terjadi di daerah korpus lambung dan terdiri dari sel T matang
dan plasmosit. Gejala tidak spesifik, sebagian menmeprlihatkan
penebalan mukosa pada endoskopi. Etiologi tidak diketahui namun
pernah dilaporkan pada pasien dengan celiac sprue. (4)
2) Gastritis Eosinofilik
Infiltrat eosinofilik dan mengenai lapisan apa saja di lambung
(mukosa, muskularis propria, serosa). Pasien sering mengalami
eosinofilia disertai manifestasi klinis alergi sistemik. Lesi terutama di
antrum. Pasien mungkin dating dengan rasa tidak nyaman epigastrium,
mual, muntah. Tetapi dengan glukokortikoid dilaporkan memberi hasil
yang baik. (4)
3) Gastritis Granulomatosa
Keterlibatan lambung dapat dijumpai pada penyakit chron, kelainan
dapat berupa infiltrat granulomatosa hingga ulserasi nyata dan
pembentukan striktur. Proses infeksi seperti hiostoplasmosis, kandidiasis,
sifilis, dan tuberkulosis dapat menyebabkan gastritis granulomatosa
namun jarang. Kausa tak lazim lainnya untuk bentuk gastritis ini adalah
sarkoidosis, idiopatik, dan gastritis eosinofilik yang mengenai lambung. (4)

VI. ANATOMI & HISTOLOGI GASTER


Gaster adalah bagian terbesar dari traktus digestivus, mempunyai bentuk
yang sesuai dengan usia, jenis kelamin dan fase pencernaan, tetapi pada umumnya
mempunyai bentuk seperti huruf “J” (lihat pada Gambar 1). Bagian-bagian dari
gaster adalah sebagai berikut: (11)
a. Curvatura minor yang merupakan tepi kanan dari gaster, letaknya hampir
vertikal.
b. Curvatura major yang merupakan tepi kiri, yang dapat berubah sesuai dengan
kondisi.
c. Fundus yang merupakan bagian di sebelah kiri dari muara oesophagus, yang
dapat dianggap sebagai puncak dari gaster.
d. Pylorus yang merupakan ujung caudal dari gaster yang makin mengecil dan
melanjutkan diri menjadi duodenum.
Secara keseluruhan gaster terletak di sebelah kiri dari linea mediana,
berada dalam regio hypochondrium sinister dan regio epigastrium dan berbatasan
dengan diafragma, hepar, lien, ren sinister, pancreas, intestinum tenue, dan dinding
lateral abdomen.Muara oesophagus ke dalam gaster disebut cardia, tidak
diperlengkapi dengan sphincter, sedangkan ujung caudal pylorus terdapat M.
sphincter pylori sehingga terbentuk suatu Sphincter pylori. Mukosa gaster di
dalamnya terdapat banyak kelenjar memproduksi getah lambung (asam lambung =
hydrochloric acid). (11,12)

Gambar 1. Bagian-bagian Gaster (Putz R, dkk, 2006)

Suplai darah gaster berasal dari lima arteri memasok darah ke lambung. Arteri
gastrik kiri berasal dari aksis celiac dan memasok bagian kardia. Arteri gastrik kanan
(yang memasok kurvatura minor) dan arteri gastro epiploika kanan (yang memasok
kurvatura mayor) berasal dari arteri hepatika. Arteri gastroepiploika kiri dan arteri
gastrik pendek berasal dari arteri splenika dan juga mensuplai kurvatura mayor.
Semua pembuluh darah ini beranastomosis dengan bebas, baik dilapisan subserosal
lambung maupun muskularis propria, dengan pembentukan pleksus yang luas pada
submukosa. Banyaknya suplai darah ini menjelaskan mengapa infark gaster tidak
biasa ditemui. Arteri mucosal berasal dari pleksus submukosa tetapi merupakan ujung
arteri dan mensuplai daerah mukosa yang sebagian besar tidak tergantung pada arteri
mucosal yang berdekatan.(13)
Gambar 2. Dinding perut: A) Pandangan anterior daerah perut dan lapisan otot.
B) Epitel transisi antara kerongkongan dan perut. Stratified
squamous epithelium (SSE) di kerongkongan menjadi simple
columnar ephitelium (SCE) di perut proksimal. Lamina propria
(LP) mendasari epitel dan mukosa muskularis (MM) jauh ke dalam
LP dengan esophageal cardiac gland (EKG) dalam gambar.
(Wilson PL dkk, 2016)
Gambar 3.(C) simple columnar ephitelium (SCE) dari mukosa lambung
mengandung lubang lambung yang mengarah ke kelenjar
lambung dengan berbagai jenis sel. Lapisan tambahan
dinding perut diilustrasikan. (D) Bagian histologis mukosa
lambung yang menggambarkan hubungan gastric pits (P)
yang mengarah ke gastric gland (GG) inferior berbatasan
dengan muscularis mukosa (MM). ((Wilson PL dkk, 2016)
Gambar 4. Gastric gland (GG): A) GG yang panjang dan melingkar
menembus seluruh ketebalan mukosa, dari gastric pits (GP)
ke muscularis mucosae (MM). B) Di leher kelenjar
lambung, di bawah permukaan sel mukosa (SM) yang
melapisi lubang lambung, mucosa necks cells (NM) yang
kecil, tersebar secara individual atau berkerumun di antara
sel-sel parietal (P) dan stem sel yang berkembang menjadi
semua sel epitel dari kelenjar. Sel-sel parietal yang banyak
adalah sel-sel khas besar yang sering menonjol dari tubulus,
dengan inti pusat dikelilingi oleh sitoplasma yang sangat
eosinofilik dengan ultrastruktur yang tidak biasa. Chief cells
(C) mulai muncul di daerah leher. Di sekitar kelanjar tubular
ini berbagai sel dan mikrovaskulatur dalam jaringan ikat. C)
Di dekat MM, basis kelenjar ini mengandung lebih sedikit
parietal sel (P) tetapi lebih banyak zymogenik chief cells (C).
Chief cells ditemukan dalam berkelompok, dengan nukleus
basal dan sitoplasma basofilik. Dari ujung apikal chief cells
mengeluarkan pepsinogen, prekursor zymogen untuk
protease pepsin utama. Granul zymogen sering hilang atau
pewarnaan yang kurang pada preparat rutin. (Keduanya
x200; Pewarnaan H&E) D) Diagram menunjukkan
morfologi umum dan fungsi-fungsi utama sel kelenjar
lambung (Wilson PL dkk, 2016).
VII. PATOFISIOLOGI
Gatritis yang disebabkan oleh infeksi H .pylori menular secara feko-oral.
H. pylori mempunyai beberapa faktor virulensi yang memfasilitasi adhesi sel
yang dikenal sebagai BabA/B, sabA, OipA, kerusakan sel dan gangguan taut
erat yaitu Ure A/B, dan menghindari respon imun yaitu LPS. Secara khusus,
gen yang terkait cytotoxin A (CagA) merupakan penginduksi terjadinya
inflamasi dan berkorelasi dengan perkembangan Ca gaster (15)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap efek patogenik H. pylori adalah
faktor host. Faktor host yang rentan seperti gen polimorfisme yang mengkode
seluruh reseptor atau sitokin spesifik. Infeksi H. pylori memicu IL-8 yang
menarik neutrofil dan melepaskan oxiradikal dan mengakibatkan kerusakan sel.
Infiltrasi limfosit juga terlihat pada infeksi H. pylori. Gastritis kronik sebagian
besar berasal dari infeksi H. pylori dan muncul dalam bentuk nonatrofi atau
atrofi. (16)
Perkembangan dari gastritis akut menjadi gastritis kronik dimulai dari
masa kanak-kanak sebagai inflamasi mononuclear superfisial kronik dari
mukosa gaster yang berkembang dalam kurun tahunan atau dekade hingga
menjadi gastritis atrofik yang ditandai dengan hilangnya kelenjar mukosa
(17)
normal antrum, corpus, fundus atau keduanya. Dispekulasikan bahwa di
masa lalu, karena kekurangan gizi, vitamin C dan zat besi rendah, seringnya
terjadi infeksi pada anak, kondisi hidup yang buruk dan faktor lainnya, episode
dari hipoklorhidria terjadi. Ini memungkinkan Hp berulang mendapatkan akses
ke corpus lambung, menyebabkan peradangan, kerusakan kelenjar dan atrofi
korpus yang cepat di usia dewasa muda. (18)
Faktor-faktor yang menentukan progresifitas menjadi gastritis atrofik dan
gejala sisa (sequel) seperti ulkus peptik atau Ca gaster belum dimengerti secara
jelas tidak dapat diprediksi. Namun, Epstein-Barr virus (EBV) dan human
cytomegalovirus (HCMV) telah diidentifikasi pada tumor gaster. DNA dari H.
pylori, EBV, dan HMCV ditentukan melalui PCR pada hasil biopsi dari pasien
dengan Ca gaster komplikasi dari gastritis kronik. Beberapa peneliti telah
mengkonfirmasi keterlibatan EBV dan H. pylori di dalam pembentukan kanker
gaster pada pasien dengan gastritis kronik. Dan tidak ditemukan peran human
papillomavirus (HPV) pada tumorigenesis gaster. (16,19)
OAINS menyebabkan gastritis melalui inhbisi sintesis prostaglandin.
Prostaglandin bertanggung jawab dalam mempertahankan mekanisme protektif
mukosa gaster dari trauma yang disebabkan oleh asam klorida. (17)
Patogenesis gastritis autoimun berfokus pada 2 teori. Berdasarkan teori
pertama, suatu respon imun melawan antigen H. pylori menjadi terpicu, reaksi
silang antigen dengan antigen di dalam protein pompa proton atau faktor
intrinsik menyebabkan perubahan kaskade selular dan kerusakan sel parietal
dan menghentikan sekresi asam klorida oleh karenanya sel secara bertahap
menjadi atrofi dan tidak berfungsi. (17)
Teori kedua mengasumsikan bahwa gangguan autoimun membentuk
infeksi tetiba H. pylori, dan menyebabkan dirinya melawan protein pompa
proton. Sebagaimana kedua teori ini, gastritis autoimun merupakan hasil
interaksi kompleks antara kerentanan genetik dan faktor lingkungan yang
menghasilkan disregulasi imonologik yang melibatkan limfosit T tersensitisasi
dan autoantibodi yang peka terhadap sel parietal dan faktor intrinsik. (20)

VIII. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Gejala gastritis akut meliputi sakit perut, merasa penuh, mulas, mual dan
terkadang muntah, bersendawa, kurang nafsu makan dan perut kembung.
Beberapa gejala ini mungkin juga merupakan tanda-tanda kondisi lain seperti
penyakit refluks gastro-esofagus (GERD), irritable stomach atau bowel
syndrom, dan gastroenteritis. Orang dengan gastritis kronis seringkali hanya
memiliki gejala ringan, atau tidak ada sama sekali. Tetapi mereka mungkin
memiliki gejala seperti yang berhubungan dengan gastritis akut.(10)
2. Endoskopi dan Histopatologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan
updated sydney system yang mengharuskan mencantumkan topografi.
Gambaran endoskopi yang dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion,
raised-erosion, perdarahan, dan edematosa yang dapat diamati pada Gambar 5
dan Gambar 6.(3)
Secara histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering
juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya proses autoimun
atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa
degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrophil, inflamasi sel
mononuclear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel
endokrin, kerusakan sel parietal (Gambar 7, 8 & 9). Pemeriksaan histopatologi
sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman HP.(3)

Gambar 5. B) dan C) Mukosa gaster normal. D) gastritis superfisial


kronik,tampak hiperemis yang berat E) gastritis erosif, erosi
hiperemis dapat dilihat pada bagian antrum. (Sun-Young Lee, 2016)
Gambar 6. Endoskopi gaster . B) Endoskopi korpus lambung di seorang pasien
dengan gastritis autoimun stadium akhir. C). Gastritis nodular pada
bagian anterior dari antrum proximal. Nodul terdiri dari elevasi lesi
submukosa, D). Tampak hemoragic spot pada fundus gaster E)
Hipertrofi dari lipatan gaster, penebalan rugae gaster dengan
keputihan, sticky exudat menandakan bahwa infeksi aktif h.pylori.
(Sun-Young Lee, 2016)

Gambar 7.Histopatologis khas gastritis atrofi autoimun. A) Mukosa antral


menunjukkan sedang hiperplasia foveolar (gastropati reaktif) tanpa
peradangan atau metaplasia. B) Mukosa corpus menunjukkan tidak
adanya sel parietal, metaplasia usus (panah) dan metaplasia
pseudopyloric (tanda bintang). hematoxylin-eosin, perbesaran asli
20. (Neumann WL dkk, 2013)
Gambar 8.Helicobacter pylori terkait gastritis atrofi. A, Kronis gastritis aktif
yang melibatkan mukosa oxyntic lambung dengan atrofi kelenjar,
menunjukkan neutrofil langka masuk ke epitel kelenjar (panah
putih). B, pewarnaan Immunohistokimia untuk H pylori
menunjukkan area kecil dengan organisme yang menempel pada
permukaan epitel. hematoxylin-eosin, perbesaran asli 20.
(Sepulveda AR. dkk, 2008).

Gambar 9. Gastritis limfositik. A, epitel permukaan mukosa lambung bertabur


limfosit kecil intraepitel (B, Imunohistokimia menyoroti banyak
limfosit T positif CD3 yang diwarnai coklat gelap Limfosit
sebagian besar menyusup ke permukaan dan epitel foveolar.
hematoxylin-eosin, perbesaran asli 20. (Sepulveda AR. dkk, 2008).

3. Gambaran Radiologi
a. Oesophagus Maag Duodenum (OMD)
Upper Gastro Intestinal Tract terdiri dari esofagus, gaster/maag dan
duodenum (OMD). Untuk mendapatkan gambaran OMD, kita tidak dapat
menggunakan foto polos karena akan terlihat hitam semua sehingga
diperlukan bahan kontras. Esofagografi (barium swallow) merupakan suatu
teknik radiografis untuk pemeriksaan esophagus dengan menggunakan
media kontras (biasanya adalah barium sulfat). (23)
Pemeriksaan bisa dilakukan dengan single kontras (hanya barium
sulfat saja) serta bisa juga double kontras dengan barium dan udara di mana
pasien diberi kristal baking-soda (mirip dengan Alka-Seltzer) untuk lebih
meningkatkan kualitas gambar. Barium sulfat merupakan senyawa metalik
yang muncul pada sinar-X dan digunakan untuk membantu melihat kelainan
pada esofagus dan lambung. Sinar-X diperlukan untuk melihat jalur dari
sistem pencernaan yang sudah dipenuhi oleh kontras.(23)
Gambaran radiologis pada pasien dengan gastritis akut, setidaknya
terdapat 4 tanda radiologis yang bermakna pada penyakit ini yaitu: lipatan
tebal (thick folds), nodul inflamasi (inflammatory nodules), erosi (erosions),
dan area gastrika yang kasar (coarse areae gastricae).(24)

Gambar 10. Gaster normal. Doubble contrast spot image dari lambung
dengan posisi supine menujukkan dstal gaster (B), dan antrum
(A), curvatura mayor (panah putih) dan curvatura minor (panah
hitam) dilapisi oleh barium. Lipatan rugae pada dinding posterior
gaster digambarkan sebagai tubular, sedikit bergelombang,
radiolusen filling defect (Panah hitam) pada genangan barium
yang diminum. Barium yang padat Pada outline kontur (panah
putih) dari fundus lambung (F). Permukaan mukosa dan lipatan
fundus tampak kabur oleh karena barium pool, dan antrum tidak
memiliki lipatan rugae. (Rubesin SE, dkk, 2008)
Gambar 11. Double contrast spot image dari fundus lambung dengan
pasien dalam right-side-down postion menunjukkan kardia
lambung normal dengan lipatan halus yang menyebar ke titik
pusat (panah putih) di persimpangan gastroesophageal yang
tertutup, juga dikenal sebagai Cardiac rosette. Lipatan panjang,
lurus (panah) membentang dibagian inferior dari kardia
sepanjang curvatura minor. Panah hitam menunjukkan kesan
ekstrinsik normal oleh limpa yang berdekatan. (Rubesin SE, dkk,
2008)

Gambar 12. Doubble contrast spot dari lambung, dengan pasien dalam
posterior oblique position menunjukkan pola gaster normal di
antrum dengan rumbai-rumbai mukosa yang tampak radiolusent
berbentuk poligonal ukuran 2–3-mm yang diuraikan oleh
barium. Area gastricae sedikit lebih besar di corpus lambung
distal daripada di antrum. (Rubesin SE, dkk, 2008)
Thick folds didefinisikan sebagai lipatan gaster lebih dari 5 mm yang
diukur pada ambilan radiografik dengan lambung moderately distended.
Lipatan dapat berlokasi pada area tertentu lambung atau seluruh lambung.
Meskipun lipatan tebal dapat terlihat pada gastritis dengan berbagai
penyebab, pada pasien yang datang dengan gejala paling sering berkaitan
dengan infeksi H. pylori. (24)

A. B.

Gambar 13.A). Double-contrast spot image dari corpus gaster, pasien


dalam posisi supine menunjukkan penebalan lipatan
mukosa karena gastritis H.Pylori kronis (Rubesin SE, dkk,
2008) B). Antrum menunjukkan penebalan lipatan mukosa
(panah). Gelfand DW, dkk, 1999)

Inflammatory nodules merupakan tanda kedua gastritis akut atau


subakut. Namun asalnya masih belum pasti. Beberapa nodul dapat tampak
seperti edema yang mengelilingi erosi dan terlalu dangkal untuk menangkap
barium, oleh karena itu secara radiologi tidak dikenali sebagai erosi. (24)
Pada kasus lain tampak erosi yang telah mengalami epitelialisasi tetapi
masih memiliki edema. Dibandingkan dengan polip neoplasma jinak,
kebanyakan nodul inflamasi yang disebabkan oleh gastritis lebih kecil dan
tidak menonjol tajam ke dalam lumen. Nodul-nodul ini biasanya berukuran
dengan diameter < 1,0 cm dan paling sering terlihat pada distal lambung.
Tepinya kurang berbatas tegas dibandingkan dengan polip neoplastik dan
cenderung menonjol ke permukaan mukosa terdekat. (24)

Gambar 14. Gambaran radiologi kompresi pada lambung menunjukkan


nodul multiple (anak panah) dan penebalan mukosa antrum
Gelfand DW, dkk,1999)

Enlarged areae gastricae adalah tanda gastritis yang tidak berhubungan


erat dengan penyebab spesifik. Area gastrika, ketika terlihat biasanya
berukuran 1 – 3 mm. Besar, kasar, ireguler, atau abnormal prominen area
gastrika biasanya sering berkaitan dengan gastritis dan berkaitan dengan
hilangnya lapisan mukus yang secara normal melindungi mukosa gaster;
hilangnya lapisan mukosa membuat suspensi barium mengisi sepenuhnya
lekukan-lekukan yang terkena. Pembesaran area gastrika dapat muncul
sebagai pembengkakan radang dan dapat berkaitan dengan hipersekresi
gaster. Untuk melihat pembesaran area gastrika memerlukan pemeriksaan
double contrast (DC) dengan suspensi barium densitas tinggi (high-
density). (24)
Gambar 15. Double-contrast spot image of stomach dengan pasien posisi
supine memperlihatkan pembesaran area gaster pada pasien
dengan gastritis h.pilory. area gaster pada antrum (panah putih)
lebih besar dibanding corpus gaster bagian distal (panah hitam).
(Rubesin. S.E., dkk, 2008)

Gastric erosions merupakan tanda paling spesifik gastritis. Pada gastritis


akibat OAINS, erosi dapat berbentuk linear atau serpiginosa dan dapat
terlihat pada atau di dekat curvatura major. Pada kasus tersering, erosi gaster
dapat disertai dengan gundukan yang mengelilingi atau halo edema.Dua
tanda tambahan radiologis gastritis seperti penyempitan antrum (antral
narrowing) dan krenasi distal curvatura minor (crenation of the distal lesser
curvature) merupakan indikator gastritis yang kurang reliabel. (24)
A. B.
Gambar 16. A) antrum lambung distal dengan left posterior oblique position
menunjukkan erosi yang diinduksi OAINS pada antrum gaster.
Beberapa erosi varioliform adalah yang terlihat belang-belang
(panah putih kecil) dan linier (panah putih besar) koleksi barium
dikelilingi oleh gundukan edema radiolusen (hitam panah). Pasien
ini menggunakan aspirin. B) Gambar menunjukkan erosi linear
dan serpiginous yang diinduksi NSAID (panah). Pasien ini
menggunakan aspirin. Klip bedah di kuadran kanan atas adalah
dari kolesistektomi sebelumnya. (Rubesin. S.E., dkk, 2008)

b. Endoscopic Ultrasonografi (EUS)


Gastroskopi adalah alat diagnostik mapan untuk penyakit perut.
Prosedur ini memberikan informasi tentang lesi permukaan mukosa, seperti
bisul, polip dan sebagian besar kanker. Gastroskopi tidak memberikan setiap
informasi tentang kedalaman lesi mukosa atau tentang lesi di bawah mukosa.
(27)

Ultrasonografi Endoskopi (EUS) menggabungkan endo-fotokopi


dengan ultrasonografi frekuensi tinggi untuk disediakan gambar endoskopi
dari mukosa lambung dan gambar ultrasonografi terperinci dari dinding
lambung. Dimungkinkan untuk mengkarakterisasi jaringan dan memperoleh
informasi tentang kedalaman, luas dan vaskularisasi lesi.(27)
Sistem ultrasonografi endoskopi dengan frekuensi 7,5 dan 12 MHz
menggabungkan endo- view endo-lingkup dan sektor mekanik USG real-
time transduser digunakan (GF-UM2 / EU-M2 dan GF-UM3 / EU-M3,
Olympus Corp, Tokyo, Jepang).(27)

Gambar 17. Struktur lima lapis dinding lambung normal dicitrakan dengan
7,5 MHz (a) dan 12 MHz (b). Lapisan 1 dan 2 yang
menghubungakan antara water dan mukosa dan mukosa,
lapisan 3 terutama untuk submukosa, lapisan 4 ke muscularis
propria, dan lapisan 5 ke serosa dan lemak subserosal.
Transduser (U), water in lumen (W). (Odegaard, S. 1990)

Gambar 18. Chronic gastritis (Menetrier’s diseases) yang ditandai dengan


penebalan lapisan kedua. Pada EUS, gastritis dan hyperrugosity
sederhana adalah yang paling sering menyebabkan pembesaran
hypoechoic pada layer 2. Menetrier’s disease mungkin salah
satu entitas patologis yang mungkin menyebabkan lipatan besar
pada tubuh lambung. Pada EUS, lapisan kedua (mukosa dalam)
menebal, dengan anechoic kecil area di dalam, sugestif dari
kista. (Luca, L.D., 2000)
Diagnosis dapat didukung oleh adanya hipoalbuminemia; lambung
rendah sekresi setelah stimulasi; dan temuan histologis kelenjar atropi dan
hiperplasia foveolar. Temuan ini bisa jadi terkait dengan kehilangan protein
serum melalui mukosa dan rendah output asam. (28)

a) b).

Gambar 19. a).Keterlibatan lapisan muscularis propia oleh massa


heterogenous (panah putih) b). Massa Heterogenous
submukosa dengan cystic internal (panah putih).
(Machicado J dkk, 2013).

Pada gastritis ciystic profunda (Gambar 19) inflamasi kronik dan


iskemia adalah faktor yang paling penting dalam patogenesisnya.
Patogenesis gastritis cystica profunda telah digambarkan sebagai gangguan
pada mukosa muskularis yang disebabkan oleh erosi mukosa lambung di
gastritis kronis dan iskemia, atau oleh efek pembedahan dan adanya jahitan
materi, yang memungkinkan elemen epitel untuk bermigrasi ke submucosa.
Pada EUS, ketebalan lapisan ketiga dengan beberapa area anechoic dapat
diamati, yang mengindikasikan adanya kista submukosa. (29)

c. Transabdominal Ultrasonography (TAUS)


Transabdominal ultrasonography (TAUS) adalah alat uang mudah dan
tersedia untuk mengevaluasi dinding gaster dan duodenum dengan
menggunakan high frequency linea transducers. Khususnya di aplikasikan
pada anak-anak karena dinding abdomen mereka masih tipis.(30)
Sebagai alat diagnostik, sonografi merupakan pencitraan lambung
yang noninvasif, aman, lebih murah, dan merupakan pilihan yang praktis. (31)
Lima lapisan dalam dinding saluran pencernaan yang bisa dinilai secara
sonografi . Bermacam studi menunjukkan ada 5 lapisan pada gambar
sonografi yaitu ; (27)
1. Outer hyperechoic layer – serosa interface to the serosa
2. Outer hypoechoic layer – muscularis propia
3. Middle hyperechoic layer – submucosa
4. Inner hypoechoic layer – mucosa
5. Inner hyperechoic layer – superficial mucosal interface

Gambar 20. Dinding gaster, a) cross section, b) zoomed longitudinal


section pada antrum gaster menunjukkan lapisan dinding
yang berbeda . (sif ; serosal interface, mp; muscularis
propria, sm; submucosa, m;mucosa, mif ; mucosal
interface, l; lumen.(Hollerwerger A dkk)

Helicobacter pylori telah terlibat sebagai penyebab utama gastritis dan


penyakit tukak lambung. Antrum biasanya adalah lokasi peradangan yang
paling umum, dan lapisan submukosa sering disukai oleh H.pylori. Secara
radiologis, penebalan dinding lambung adalah salah satu tanda paling
penting dari penyakit gastrointestinal. Karena untuk erosi mukosa yang
disebabkan oleh proliferasi H.pylori, lapisaan mukosa tsb menjadi lebih tebal
(Gambar 21). Demikian pula halnya dengan lapisan submukosa baik sebagai
lapisan mukosa (bersama dengan mukosa muskularis) mungkin
mendapatkan ketebalan secara paralel dengan tingkat dan keparahan
peradangan perubahan. (31)

Gambar 21.a) Sonogram Gambar 21.b) Sonogram


transabdominal pada pasien tanpa transabdominal pada pasien dengan
gejala dan temuan endoskopik: gejala dan temuan endoskopik serta
lapangan midline oblik parasagittal infeksi H. pylori setelah biopsi
menunjukkan udara meluas dari endoskopik: lapangan midline oblik
distal antrum dan zona antropilorik parasagittal. Pada distal antrum
(segitiga) lambung ke lumen lambung menunjukkan peningkatan
lambung. Panah menunjukkan rasio hipoechoic penebalan lapisan
perluasan secara linear echogenik mukosa (bulat) terhadap penebalan
lapisan mukosa bersama-sama seluruh dinding antrum (Cakmakci E
dengan perluasan secara linear dkk, 2014)
hipoechoic muscularis mukosa tepat
dibawahnya adalah submukosa
echogenik, muskularis propria
hipoechoic, dan serositis/lapisan
adventitia pada lapisan terluar
menunjukkan seluruh lapisan dinding
antrum (Cakmakci E dkk, 2014)
d. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
CT scan bukan modalitas utama pada pasien dengan suspect peptic
ulcer diseases. Namun sering digunakan pada pasien dengan keluhan yang
non spesifik seperti nyeri perut dan nausea. Hal yang umum ditemukan pada
pasien gastritis adalah penebalan lipatan dan dinding gaster (Gambar 22 dan
Gambar 23). Pada kasus berat, dinding gaster menunjukkan sedikit penipisan
dengan edema submucosal dan inflamasi. Pada keadaan yang sama, terjadi
enhance mucosa karena hyperemia. Enhacement mukosa memberikan
gambaran layered appearance yang biasa diseburt dengan arterial phase
imaging. Layering atau “halo” akan membantu membedakan gastritis dari
kondisi lain yang menyebabkan dinding gaster menebal. Misalnya karena
neoplasma.(32)
Kemajuan terbaru dalam teknologi komputer tomografi (CT) dan
perangkat lunak pencitraan tiga dimensi (3D) telah memicu minat baru
dalam menggunakan CT untuk mengevaluasi penyakit lambung.
Multidetector row CT scanner memungkinkan collimation lebih tipis, yang
meningkatkan visualisasi tumor halus serta kualitas set data 3D. Ketika
water digunakan sebagai agen kontras oral, penyakit yang tidka mudah
dilihat lebih mudah divisualisasikan, terutama ketika bolus bahan kontras
(32)
cepat diberikan secara intravena. Gambar 22 b) menunjukkan kemajuan
terbaru dalam teknologi komputer tomografi (CT) dan perangkat lunak
pencitraan tiga dimensi (3D).
Gambar 22.a)Coronal b) Endoluminal (contrast-enhanced 3D volume-
rendered CT Scans memperlihatkan lipatan sedang dan
penebalan dinding yang sesuai dengan gastritis.(Horton, KM
dkk, 2003)

Gambar 23.Seorang wanita berusia 26 tahun dengan gastritis yang tidak


terobati dan penurunan berat badan: CT Scan gambar (a)
menunjukkan penebalan dan peningkatan lipatan lambung
difus. Peripancreatic massa juga divisualisasikan (bintang),
terbukti sebagai gastrinoma. Gambar gastroskopi virtual (b)
menunjukkan penebalan lipat lambung yang parah (panah)
konsisten dengan gastritis hypertrhopic (Nagpal P, dkk 2016)
e. Magnetic Resonance Imagining (MRI)
Semua pasien disarankan memiliki perut kosong setidaknya 4 jam
sebelum pemeriksaan MRI. Distensi lambung yang cukup dicapai oleh
minum 600 mL air setiap 20 menit selama 2 jam sebelum pemeriksaan dan
dengan minum 400 mL air segera sebelum pemeriksaan. Scopolamine (20
mg) disuntikkan secara intramuskular ke semua pasien di Indonesia untuk
mengurangi peristaltik lambung dan untuk mendapatkan kualitas tinggi
gambar di DWMRI.(34)

Gambar 24. Gastritis. Penebalan dinding yang simetris di daerah antrum


perut (panah) terlihat pada gambar aksial T2-weighted.
Edema dinding dan gastritis diverifikasi dengan
pemeriksaan endoskopi dan histopatologis. (Onur dkk,
2012)
Pada pemeriksaan MRI (Gambar 24 & 25), Gastritis hipertrofik
menunjukkan penebalan dinding lambung dengan enhancement sedang
hingga intens, sedangkan gastritis atrofik menunjukkan atrofi rugae lambung
dengan enhancement normal.(35)
Gambar 25. Pasien laki-laki usia 70 tahun dengan gastritis
atrofik. Pencitraan T2-weigthed coronal.
Dinding gaster (panah) terlihat menipis dan
featureless, konsisten dengan atrofik rugae
gaster (Marcos HB, dkk 1999)

IX. DIAGNOSIS BANDING (36)


1. Gastritis infeksius
2. Gastritis non infeksius
3. Penyakit ulkus peptik
4. Kanker gaster
5. Kolesistitis
6. Zollinger-Ellison syndrome
7. Dispepsia
8. Penyakit batu empedu
9. Pankreatitis
10. Gastritis autoimun
11. Iskemia miokard
12. Inflammatory bowel disease (IBD), terutama penyakit crohn
13. Penyakit Menetrier
14. Limfoma
15. Celiac disease
16. Multiple endocrine neoplasias.

X. PENGOBATAN
Jika pasien merasa bahwa makanan tertentu, stres, alkohol atau nikotin
memperburuk masalah perut, pasien harus mengubah pola makan, menghindari
alkohol, berhenti merokok dan atau mengurangi stres dalam kehidupan sehari-
hari Anda. Jika perubahan gaya hidup ini tidak cukup untuk meringankan gejala,
pengobatan dipertimbangkan. Gastritis biasanya diobati dengan obat penurun
asam. Tergantung pada jenis dan tingkat keparahan gejalanya, obat-obatan
berikut dapat digunakan: (10)
 Proton Pump Inhibitor (PPI) seperti omeprazole atau pantoprazole
mengurangi produksi asam lambung.
 H2 blocker seperti ranitidine dan famotidine juga mengurangi produksi asam.
 Antasida seperti aluminium hidroksida atau magnesium hidroksida
menetralkan asam yang sudah ada dalam perut Anda.
Jika gastritis disebabkan oleh infeksi Helicobacter, inhibitor pompa
proton dikombinasikan dengan dua atau tiga antibiotik. Jika itu disebabkan oleh
obat penghilang rasa sakit, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter Anda tentang
beralih ke obat lain atau menggabungkan obat penghilang rasa sakit dengan obat
penurun asam. Jika NSAID harus diminum secara teratur, mungkin diminum
bersamaan dengan obat penurun asam sejak awal, sebagai tindakan pencegahan.
(10)

1. Pengobatan Akibat Infeksi Kuman HP


Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotik dan proton
pump inhibitor (PPI). Antibiotik yang dianjurkan adalah klaritromisin,
amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi 2 antibiotika
gagal dianjurkan ditambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.(3)
Tabel 2. Contoh Regimen untuk Eradikasi Infeksi H. pylori (3)
Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4
PPI Dosis Ganda Klaritromisin Amoksisilin
(2 x 500 mg) (2 x 1000 mg)
PPI Dosis Ganda Klaritromisin Metronidazol
(2 x 500 mg) (2 x 500 mg)
PPI Dosis Ganda Tetrasiklin Metronidazol Subsalisilat/
(4 x 500 mg) (2 x 500 mg) Subsitral

2. Pengelolaan Gastritis Autoimun


Pengeloaan gastritis autoimun ditujukan pada 2 hal yakni defisiensi
kobalamin dan lesi pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan
keadaan yang ireversibel. Kuman sering bersama-sama dengan penyakit
autoimun yang lain, sebaiknya penyakit yang menyertai tersebut diterapi.
Memperbaiki defisiensi kobalamin sering dapat memperbaiki komplikasi yang
timbul akibat defisiensi tersebut. Komplikasi yang berupa kelainan patologik
memang lebih sukar diatasi. Dipikirkan untuk melakukan surveilans terhadap
kemungkinan kanker dengan pemeriksaan gastroskopi secara periodik. (3)
3. Gastritis Limfositik
Sering ada hubungannya dengan infeksi HP, bila hal itu terbukti, eradikasi
dapat dilakukan dan sering kali membawa perbaikan. Belum ada terapi khusus
untuk gastritis limfositik idiopatik. PPI dosis standar dapat dicoba dan sering
kali memberikan perbaikan. Sedangkan gastritis limfositik yang menyertai
penyakit lain misalnya enteropati gluten, pengelolaan ditujukan kepada
penyakit primer. (3)
4. Gastrtis Akibat OAINS
Sebagian besar gastritis OAINS ringan dapat sembuh sendiri walaupun
OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat
mengatasi rasa sakit dengan baik. AHR2 ternyata mampu mencegah timbulnya
komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas. (3)
Pasien yang dapat menghentikan OAINS, obat-obat anti tukak seperti
golongan sitoprotektif, ARH2, PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik.
Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai
pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor
risiko untuk mendapat komplikasi berat sebaiknya diberikan terapi pencegahan
menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah analog prostaglandin
pemberiannya dapat meingimbangi penurunan produksi prostaglandin akibat
OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat mengganggu, sehingga
penggunaannya terbatas. (3)
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahma M, Ansar J, Rismayanti. Faktor Risiko Kejadian Gastritis di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Megawati A, Nosi H, Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Gastritis Pada Pasien yang Di Rawat di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagosis, 2014 4 :2302-1721
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Cetakan 2. Jilid 2. Jakarta: Interna
publishing, 2015; p. 1770-3.
4. Longo DL, Fauci AS. Harrison gastroenterologi & haepatologi. Jakarta: EGC-
McGraw hill education, 2010; p. 134-6 .
5. Coati I, Fassan M, Farinati F, Graham DY, Genta RM, Rugge M.
Autoimmune gastritis: pathologist's viewpoint. World j. gastroenterol, 2015
21(42): 12179-89.
6. Carmel R. Prevalence of undiagnosed pernicious anemia in the elderly. Arch.
intern. med, 1996 156(10): 1097-100.
7. Mana F, Vandebosch S, Miendje, Deyi V, Haentjens P, Urbain D. Prevalence
of and risk faktors for H. pylori infection in healthy children and young adults
in belgium anno 2010/2011. Acta gastroenterol. belg, 2013 76(4): 381-5.
8. Goh KL, Chan WK, Shiota S, Yamaoka Y. Epidemiology of helicobacter
pylori infection and public health implications. Helicobacter. suppl, 2011 1: 1-
9.
9. Sipponen P, Maaroos HI. Chronic gastritis. Scand. j. gastroenterol, 2015
50(6): 657-67.
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK310265/
11. Basri MI, dkk. Buku ajar anatomi biomedik 2. Makassar: Departemen
anatomi fakultas kedokteran universitas hasanuddin, 2015; p. 77-9
12. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas of human anatomy. 14 th Edition. Volume 2.
Munich: Elsevier, 2006; p. 130.
13. Kusumawati IGA. Lambung. Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi
Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar September 2014.
14. Wilson RL, Stevenson CE. Anatomy and Phisiology of the Stomach. Chapter
56.
15. Azuma T. Correlation between variation of the 3' region of the caga gene in
helicobacter pylori and disease outcome in japan. J. Infect, 2002 186(11):
1621-30.
16. Dixon MF, Genta RM, Yardley JH, Correa P. Classification and grading of
gastritis. The updated sydney system. international workshop on the
histopathology of gastritis, houston 1994. Am. J. Surg. Pathol, 1996 20(10):
1161-81.
17. Kanazawa H, Utano K, Sugimoto H, Shimotsuke JP. Unique features of
gastritis due to helicobacter pylori infection on T2WI acquired using 3.0-
Tesla MRI with negative oral contrast agent. Europian society of radiology,
2017:1-10
18. Wirth HP, Yang M. Different Pathophysiology of Gastritis in East and West?
A Western Perspective. Inflammatory Intestinal Diseases. 2016 1 : 113-122
19. Del Moral-Hernández O. Multiple infections by ebv, hcmv and helicobacter
pylori are highly frequent in patients with chronic gastritis and gastric cancer
from southwest mexico: an observational study. Medicine (Baltimore), 2019
(3): 1-8
20. Rugge M, Genta RM. Staging and grading of chronic gastritis. Human
pathology, 2005 36:228-33.
21. Lee SY. Endoscopic gastritis, Serum Pepsinogen Assay, and Helicobacter
pylori Infection. Korean J Intern Med. 2016 31 :835-844.
22. Neumann WL. Coss E, Rugge M, Genta RM. Autoimmune Atrropic Gastritis-
Pathogenesis, Pathology And Management. Nature Reviews Gastroenterology
& Hepatology. 2013.
23. Wisye YPR. Esofagografi. Kepaniteraan Klinik Radiologi Fakultas
Kedokteraan Universitas Tarumanegara. Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang. 2011.
24. Gelfand DW, Ott DJ, Chen YM. Radiologic evaluation of gastritis and
duodenitis. AJR, 1999 173: 357-61.
25. Rubesin SE, Levine MS, Igor L. Double Contrast Upper Gastrointestinal
Radiography : A Pattern Approach for Diseases of the Stomach. Radiology.
2008. 246 : 33-38
26. Odegaard S, Kimmey MB, Borkje B, Hausken T. Endoscopic Ultrasound
Findings in Benign and Malignant Diseases of the Stomach. Europan Journal
of Radiology. 1990 : 175-179.
27. Hollerweger A, Dirks K, Szopinski K. Transabdominal Ultrasound of the
Gastrointestinal Tract. EFSUMB_Europan Course Book
28. Luca LD, Fockens P. Endosonography of Large Gastric Folds. Techniques in
Gastrointestinal Endoscopy. 2000 2:79-83.
29. Machicado J, Shroff J, Quesada A, Jelinek K, Spiin MP, Scott LD, Gastritis
Cystica Profunda : Endoscopic Ultrasound Findings and Review of the
Literature. Endoscopic Ultrasound. 2013 3:131-132
30. Mehdizadeh M, Khanali F, Bozorg SMV, Esfe ARG. Ultrasonographic
Evaluation for Prediction of Gastritis and Helicobacter Pylori Infection.
Europen Society of Radiology. 2010 :1-9.
31. Cakmakci E, Ucan B, Colak B, Cinar HG. Novel sonographic clues for
diagnosis of antral gastritis and helicobacter pylori infection. J ultrasound
med, 2014 33: 1605-10.
32. Horton KM, Fishman EK, Current Role of CT in imaging of the Stomach.
Radiographics. 2003 23 :75-87
33. Nagpal P, Prakash A, Pradhan G, Vidholia A, Nagpal N, Saboo SS, dkk.
MDCT Imaging of the Stomach : Advances and Applications. British Institute
of Radiology. 2016.
34. Onur MR, Otzurk F, Aygun C, Poyraz AK, Ogur E. Role of the Apparent
Diffusion Coefficient in the Differential Diagnosis of Gastric Wall
Thickening. Journal of Magnetic Resonance Imaging. 2012 36 : 672-677.
35. Marcos HB, Semelka RC. Stomach diseases: MR evaluation using combined
T2-weighted single-shot echo train spin-echo and gadolinium-enhanced
spoiled gradient-echo sequences. Journal of magnetic resonance imaging,
1999 10:950-60.
36. Azer SA, Akhondi H. Gastritis. Statpearls treasure island (fl): StatPearls
Publishing, 2019; p. 1-7.

Anda mungkin juga menyukai