Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di
dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering diusul
kematian dalam waktu singkat1. Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun
penyakit di luar jantung. Sehingga di bagi menjadi edema paru kardiogenik dan non
kardiogenik.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998 dengan
Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,7%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Angka kematian edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan
karena gagal jantung mencapai 30%. Dari keterangan di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
dunia kesehatan masih mengalami keterpurukan dalam mengatasi masalah saluran pernafasan
ini. Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa
penderita. Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi2.
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari
yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena
tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal
di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh
darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe2.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Paru


a) Anatomi Paru
Merupakan alat pernafasan utama, berbentuk kerucut dengan apeks diatas dan muncul sedikit
lebih tinggi dari klavikula. Sebagian besar paru terdiri dari alveoli yang terbentuk dari sel
endotel dan epitel, dibagian inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
keluar dari darah. Paru dibagi menjadi dua bagian yaitu paru kanan dan kiri. Paru kanan dibagi
menjadi tiga lobus dan paru kiri menjadi dua lobus. Antara lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh
satu fisura. Paru-paru dilapisi oleh suatu selaput yang disebut pleura, dimana pleura dibagi
menjadi dua bagian :
 Pleura Viseralis : selaput paru yang langsung membungkus paru.
 Pleura Parietalis : selaput paru yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut kavum pleura. Kavum pleura ini
hampa udara dan terdapat sedikit cairan yang meminyaki permukaannya untuk menghindarkan
gesekan antara paru dengan dinding dada pada saat bernafas11.

Gambar 1 : Anatomi Paru

b) Fisiologi Paru
Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Pernafasan paru-paru atau pernafasan eksterna
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu bernafas, oksigen masuk melalui

2
trakea dan sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary.
Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh
sel darah merah, dibawa ke jantung dan dipompakan tubuh. Empat proses yang
berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
 Ventilasi Pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
 Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan CO2
dari tubuh masuk ke paru.
 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang
tepat bisa mencapai seluruh bagian.
 Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih
mudah berdifusi dari pada oksigen.
b) Pernafasan jaringan atau pernafasan interna
Darah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke jaringan
akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan,
mengambil karbondioksa untuk dibawa ke paru-paru dan di paru terjadi pernafasan
internal11.

B. Edema Paru
a) Definisi Edema Paru
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru 3. Edema
paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah
berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh
yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru4.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Cairan
ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru, sehingga sulit untuk bernafas. Edema,
pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam
pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah ke dalam jaringan-jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan
dalam pembuluh darah atau tidak cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan
cairan dalam plasma.

3
b) Klasifikasi Edema Paru
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi dua, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema paru
kardiogenik disebabkan oleh adanya payah jantung kiri apapun sebabnya. Edema paru
kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya payah jantung kiri akut. Tetapi dengan adanya
faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri kronik.
Edema paru-paru kardiogenik timbul bila tekanan vena pulmonalis meningkat di atas 24
sampai 25 mmHg (tekanan osmotik plasma). Mula-mula, edema terbatas pada jaringan intestinal
paru, tetapi jika menjadi lebih parah juga akan terkumpul di dalam alveolus. Edema paru
interstisial dan alveolar dapat dikenal pada film thorax polos5.

C. Cardiogenic Pulmonary Edema


a) Definisi Cardiogenic Pulmonary Edema
Edema paru kardiogenik (CPE) didefinisikan sebagai edema paru akibat peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler sekunder terhadap tekanan vena pulmonalis. CPE mencerminkan akumulasi
cairan dengan kandungan rendah protein dalam interstitium paru-paru dan alveoli sebagai akibat
dari disfungsi jantung.

Gambar 2 : Edema paru akut dengan infark miokard akut anterior. Terdapat redistribusi
vaskular, hilus tidak jelas, dan infiltrat alveolar.
Edema paru dapat disebabkan oleh mekanisme patofisiologis berikut :
 Ketidakseimbangan Starling Forces, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan
tekanan onkotik plasma, peningkatan tekanan interstitial negatif.
 Kerusakan barrier alveolar – kapiler
 Obstruksi limfatik
4
 Mekanisme Idiopatik atau tidak diketahui
Peningkatan tekanan hidrostatik yang mengarah ke edema paru dapat disebabkan oleh banyak
penyebab, termasuk volume intravaskular yang berlebihan, obstruksi vena pulmonalis misalnya
stenosis mitral atau kiri atrium (LA myxoma), dan kegagalan LV sekunder untuk disfungsi
sistolik atau diastolik ventrikel kiri. CPE menyebabkan kerusakan progresif dalam pertukaran
gas alveolar dan kegagalan pernafasan. Tanpa pengenalan dan pengobatan yang tepat, kondisi
pasien dapat memburuk dengan cepat.
Komplikasi utama yang terkait dengan CPE adalah kelelahan dan gagal pernapasan.
Diagnosis dan pengobatan biasanya mencegah komplikasi ini, tetapi dokter harus siap
untuk memberikan bantuan ventilasi jika pasien mulai menunjukkan tanda-tanda
kelelahan pernapasan (misalnya lesu, kelelahan, diaphoresis). Kematian jantung
mendadak juga merupakan kekhawatiran lain, dan pemantauan terus menerus dari irama
jantung sangat membantu dalam diagnosis yang tepat.
b) Tingkatan Cardiogenic Pulmonary Edema
Perkembangan akumulasi cairan di CPE dapat diidentifikasi sebagai tiga tahap fisiologis
yang berbeda yaitu :
a) Tahap 1
Tekanan yang meningkat pada Left Atrium menyebabkan distensi dan membuka
pembuluh darah kecil paru. Pada tahap ini, pertukaran darah gas tidak memburuk.
b) Tahap 2
Cairan dan koloid bergeser ke dalam interstitium paru-paru dari kapiler paru.
Berlanjutnya filtrasi cairan dan zat terlarut dapat mengalahkan kapasitas drainase
limfatik. Dalam hal ini, cairan awalnya terkumpul relatif di kompartemen interstitial,
yang umumnya di jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar. Akumulasi cairan
dalam interstitium dapat membahayakan saluran udara, yang mengarah ke hipoksemia
ringan. Hipoksemia pada tahap ini jarang merangsang terjadinya takipnea.
c) Tahap 3
Filtrasi cairan terus meningkat dan mengisi ruang interstitial. Ruang interstitial dapat
berisi sampai 500ml cairan. Dengan akumulasi lebih lanjut, fluida melintasi epitel
alveolar ke alveoli, menyebabkan banjir alveolar. Pada tahap ini, kelainan dalam
pertukaran gas terlihat, kapasitas vital dan volume pernapasan lainnya secara
substansial berkurang, dan hipoksemia menjadi lebih parah.

5
c) Pemeriksaan Fisik Cardiogenic Pulmonary Edema
Pasien dengan edema paru kardiogenik (CPE) biasanya datang dengan klinis gagal jantung
kiri. Pasien tiba-tiba mengalami sesak napas ekstrim, kecemasan, dan perasaan seperti
tenggelam. Manifestasi klinis dari CPE akut mencerminkan bukti hipoksia dan peningkatan
tonus simpatis. Pasien paling sering mengeluh sesak napas dan diaforesis berlebih. Pasien
dengan gejala onset bertahap (misalnya, lebih dari 24 jam) sering melaporkan dyspnea saat
aktivitas, ortopnea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Batuk adalah keluhan yang sering dan dapat memberikan petunjuk awal memburuknya
edema paru pada pasien dengan disfungsi LV kronis. Sputum berbusa dan warna pink mungkin
muncul pada pasien dengan penyakit parah. Kadang-kadang, suara serak muncul sebagai hasil
dari berulangnya kelumpuhan saraf laring dari stenosis mitral atau hipertensi paru (Ortner
tanda). Nyeri dada harus waspada terjadinya miokard iskemia akut atau infark atau diseksi aorta
dengan regurgitasi aorta akut, yang nantinya cepat terjadi edema paru.
Temuan fisik pada pasien dengan CPE terkenal karena takipnea dan takikardi. Pasien
mungkin duduk tegak, menjadi gelisah dan bingung. Pasien biasanya muncul cemas dan
mengeluarkan keringat. Hipertensi sering hadir, karena keadaan hyperadrenergic. Hipotensi
menunjukkan disfungsi sistolik LV parah dan kemungkinan syok kardiogenik. Auskultasi paru-
paru biasanya menunjukkan baik-baik saja, tapi ronki atau mengi juga dapat hadir. Rales
biasanya terdengar di dasar pertama, seperti kondisi memburuk, dan berkembang sampai ke
apeks. Auskultasi murmur dapat membantu dalam diagnosis gangguan katup akut dengan edema
paru.
d) Pemeriksaan Penunjang Cardiogenic Pulmonary Edema
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa cardiogenic pulmonary edema, antara lain dapat
dilakukan:
a) Pemeriksaan Laboratorim
 Hitung darah lengkap (CBC), membantu dalam menilai untuk anemia berat
dan mungkin sepsis atau infeksi jika ada peningkatan sel darah putih (WBC).
 Pengukuran elektrolit serum, pasien dengan CHF kronis sering menggunakan
diuretik dan karena itu cenderung untuk adanya kelainan elektrolit, terutama
hipokalemia dan hipomagnesemia, pasien dengan gagal ginjal kronis beresiko tinggi
untuk hiperkalemia, terutama ketika mereka tidak patuh dengan sesi hemodialisis.

6
 Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin, tes ini membantu dalam menilai
pasien untuk gagal ginjal dan respon diuretik. Penurunan BUN dan kadar kreatinin
mungkin sekunder terhadap hipoperfusi ginjal.
 Pulse oximetry, berguna dalam menilai hipoksia dan tingkat keparahan CPE.
Selain itu berguna untuk memantau respons pasien terhadap oksigenasi tambahan
dan terapi lain.
 Arterial blood gas analysis, tes ini lebih akurat daripada pulse oximetry untuk
mengukur saturasi oksigen dan keputusan untuk memulai ventilasi mekanis.
b) Elektrokardiografi
Pembesaran left atrium dan hipertrofi left ventrikel, meskipun tidak spesifik dan sebagai
indikator disfungsi LV kronis. Elektrokardiogram (EKG) mungkin menyarankan
tachydysrhythmia akut atau bradydysrhythmia atau iskemia miokard akut atau infark
sebagai penyebab CPE.
c) Radiografi
Foto thorax sangat membantu dalam membedakan CPE dari penyebab paru-paru lainnya
dengan gejala dyspnea berat. Gambaran yang menyarankan CPE daripada NCPE dan
patologi paru-paru lainnya meliputi berikut ini :
 Pembesaran jantung
 Aliran darah terbalik
 Garis Kerley
Bila menebal oleh edema, maka septa yang terletak perifer mungkin terlihat sebagai
bayangan garis. Garis ini dikenal sebagai garis Kerley B (dinamakan menurut orang yang
pertama kali melukiskannya), merupakan garis horizontal yang terlihat di lateral pada zona
bawah, tidak pernah lebih panjang 2 cm. Mereka mencapai tepi paru, sehingga mudah
dibedakan dari pembuluh darah, yang tak pernah meluas ke sentimeter luar paru. Septum
lain menyebar ke arah hilum di zona atas dan tengah (Garis Kerley A). Ia jauh lebih tipis
daripada pembuluh darah berdekatan dan panjangnya 3-4 cm. Ssedangkan Garis Kerley C
adalah garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru 5. Garis Kerley D
merupakan garis-garis pendek horizontal, letaknya retrosternal, hanya tampak pada foto
lateral10.
 Tidak adanya air bronchogram.
 Adanya efusi pleura (efusi pleura terutama bilateral dan simetris)

7
Gambar 3: Edema interstisial, kardiomegali dan efusi pleura pada stadium awal edema
pulmo

Gambar 4 : Kardiomegali, efusi pleura bilateral, dan opasitas alveolar

Gambar 5 : Lateral Chest menunjukkan edema interstisial dan efusi pleura

8
Gambar 6 : Pembesaran jantung, dilatasi pembuluh darah, dan Kerley A, B, dan C.

Keterangan Gambar 6 : Garis Kerley A (panah) adalah kekeruhan linear membentang dari
pinggiran ke hilus, mereka disebabkan oleh distensi saluran anastomosis antara limfatik
perifer dan sentral. Garis Kerley B ini (panah putih) adalah garis horizontal pendek
terletak tegak lurus ke permukaan pleura di dasar paru-paru, mereka mewakili edema septa
interlobular. Garis Kerley C (panah hitam) adalah kekeruhan retikuler di dasar paru-paru,
yang mewakili garis Kerley B yang en face. Tanda-tanda radiologis dan temuan fisik
menunjukkan edema paru kardiogenik.

Gambar 7 : Pulmonary Edema dengan Gagal Jantung Ventrikel Kiri

9
Gambar 8 : Kerley B, horizontal line
d) Echocardiography
Sebuah echocardiogram pada pasien dengan CHF dekompensasi adalah alat diagnostik
yang penting dalam menentukan etiologi edema paru. Echocardiography dapat digunakan
untuk mengevaluasi LV sistolik dan fungsi diastolik, serta fungsi katup, dan untuk menilai
penyakit perikardial. Hal ini sangat membantu dalam mengidentifikasi etiologi mekanis
untuk edema paru, seperti berikut :
 Ruptur otot papilaris akut
 Defek septum ventrikel akut
 Tamponade jantung
 Regurgitasi aorta
e) Pulmonary Arterial Kateter
Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dapat diukur dengan kateter arteri paru
(Swan - Ganz kateter). Metode ini membantu dalam membedakan CPE dari NCPE (Non
Cardiac Pulmonary Edema). Syok kardiogenik adalah hasil dari depresi berat dalam fungsi
miokard. Syok kardiogenik adalah hemodinamik ditandai dengan tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mm Hg, indeks jantung kurang dari 1,8 l/min/m 2, dan PCWP lebih dari 18
mmHg. Bentuk shock dapat terjadi dari hasil miokardium (besar MI akut, kardiomiopati
parah) atau dari masalah mekanis yang menguasai kapasitas fungsional miokardium
(regurgitasi mitral akut parah, defek septum ventrikel akut).

10
e) Penatalaksanaan
Pada Cardiogenic Pulmonary Edema penatalaksanaannya dapat dilakukan, sebagai berikut:
 Posisi ½ duduk.
 Oksigen 40-50% sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien
makin sesak, takipnea, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan >60 mmHg
dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.
 Infus emergensi, monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
 Nittrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5-10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mm Hg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
 Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
 Diuretik. Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
 Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
 Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
 Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil
dengan oksigen.
 Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
 Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi. VSD dan ruptur
dinding ventrikel atau corda tendinae.

11
D. Noncardiogenic Pulmonary Edema
a) Definisi
Edema paru noncardiogenic (NPE) disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran
kapiler paru akibat langsung atau tidak langsung dari patologis. Banyak penyebab NPE,
termasuk yang berikut :
 Tenggelam
 Glomerulonefritis akut
 Overload cairan
 Aspirasi
 Inhalation injury
 Edema paru neurogenik
 Reaksi alergi
 Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
 High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang lebih dari 10.000 feet.
 Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak
 Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS), integritas dari alveoli menjadi
terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini
menerus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah9.
Peningkatan awal dan cepat dalam tekanan pembuluh darah paru akibat vasokonstriksi paru
atau aliran darah paru dapat menyebabkan cedera mikrovaskuler paru. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah akibatnya menyebabkan pembentukan edema. Dua komponen
utama berkontribusi pada patogenesis NPE yaitu tekanan intravaskular meningkat dan
kebocoran kapiler paru. Oleh karena itu, hemodinamik komponen kardiogenik dan
noncardiogenic ada. Untuk menghindari komplikasi yang mengancam jiwa, penggunaan
radiografi dada dan tes lainnya adalah kunci untuk menegakkan diagnosis dan untuk
membedakan antara dua jenis edema paru.
MRI agen kontras berbasis gadolinium telah dikaitkan dengan beberapa efek samping,
beberapa di antaranya bisa serius. Ini memiliki komplikasi yang mengancam jiwa, yaitu yang

12
dapat menyebabkan bronkospasme, reaksi hipersensitivitas, dan penghentian kardiovaskular.
Demirhan et al menggambarkan kasus edema paru noncardiogenic terkait dengan kontras pada
seorang pria 37 tahun dilaporkan setelah injeksi intravena gadobutrol selama MRI6.
b) Pemeriksaan
 Edema paru noncardiogenic menyajikan dengan berbagai tingkat
gangguan pernapasan yang dapat berkembang pesat menjadi kegagalan pernapasan.
Tanda klinis awal adalah peningkatan kerja pernapasan dibuktikan oleh takipnea dan
dyspnea. Rales yang jelas pada auskultasi paru-paru dan tidak bisa dibedakan dari orang-
orang mendengar edema paru kardiogenik . Temuan lain yang sesuai dengan kardiogenik
seperti edema perifer, distensi vena jugularis, dan ventrikel gallop tidak ditemukan pada
NPE.
 Rontgen dada awalnya normal, dengan perkembangan difus infiltrat interstitial atau
alveolar bilateral dalam pola homogen, yang menunjukkan proses penyakit memburuk.
Ukuran bayangan jantung normal.
 Infiltrat edema paru kardiogenik biasanya menyebar, dan bronchograms udara jarang
terjadi. Infiltrat di edema paru neurogenic secara klasik digambarkan seperti ”bat –
wing”. Kehadiran bronchograms udara juga cukup spesifik untuk cedera paru-paru.
Tanda-tanda awal edema paru (edema interstitial) adalah garis septal (garis Kerley B),
yang merupakan garis horizontal yang terlihat lateral di zona yang lebih rendah. Garis
septum muncul dari permukaan pleura dan biasanya 1 mm tebal dan 10 mm panjang,
tidak seperti pembuluh darah, ini mencapai tepi paru-paru. Sebagai edema berlangsung,
edema alveolar diamati dalam pola kupu-kupu ditandai dengan dominasi pusat bayangan,
dengan zona bening di lobus pinggiran. Dalam tahap awal, ARDS mungkin menyerupai
edema paru jantung. Namun, selama 24-48 jam setelah timbulnya takipnea, dyspnea, dan
hipoksia, ARDS menjadi lebih luas dan seragam. Karakteristik berguna untuk
membedakan edema paru jantung dari NPE, serta dari pneumonia dan eksudat luas
lainnya. Jika peningkatan substansial terjadi dalam waktu 24 jam, ini hampir diagnostik
edema paru jantung.

13
Gambar 9 : Bilateral alveolar opacities yang berkembang menjadi neurogenic pulmonary
edema.

Gambar 10 : Non Cardiogenic Edema Pulmonum


 Nilai laboratorium mewakili kelainan yang berhubungan dengan proses penyakit yang
mendasari, dan tidak ada pola khas untuk identifikasi noncardiogenic edema paru.
Pulmonary capillary wedge pressure measurements, yang meningkat pada edema paru
kardiogenik, umumnya normal atau mendekati normal pada noncardiogenic paru
edema.
 Dalam salah satu studi, Arif dan rekan menyarankan bahwa tingkat protein serum
mungkin berguna untuk membedakan edema paru permeabilitas-induced
(noncardiogenic) dari edema paru kardiogenik. Pasien dengan noncardiogenic
edema paru tampaknya memiliki hypoproteinemia yang reversibel selama pemulihan8.
 CT scan jarang digunakan dalam menilai pasien dengan NPE dan ARDS, terutama
karena masalah dalam transportasi dan pemantauan orang-orang sakit parah. Selain

14
itu, edema kardiogenik dapat menimbulkan penampilan mirip dengan NPE pada CT
scan. CT scan dari NPE digambarkan pada gambar di bawah. Temuan CT scan di
NPE mirip dengan ARDS. Resolusi tinggi CT (HRCT) scanning menunjukkan
konsolidasi wilayah udara luas, yang mungkin memiliki distribusi yang dominan di
daerah paru-paru tergantung. Sebuah pola reticular dengan distribusi anterior
mencolok adalah temuan sering tindak lanjut CT scanning selamat ARDS dan yang
paling sangat terkait dengan durasi tekanan-dikendalikan, terbalik-rasio ventilasi7.

Gambar 11 : CT Scan Axial menunjjukkan edema pulmonary dan interstitial

 Ultrasonografi, secara umum, ultrasonografi memiliki peran yang terbatas.


Echocardiography juga mungkin memainkan peran dalam diferensiasi edema paru
kardiogenik dari NPE.
c) Penatalaksanaan
Pengobatan sebagian besar mendukung dan bertujuan untuk memastikan adanya ventilasi dan
oksigenasi. Tidak ada pengobatan spesifik untuk memperbaiki yang mendasari masalah
permeabilitas membran alveolar-kapiler, di luar manajemen penggunaan ventilator dan
dukungan perawatan intensif.

15
E. Skema

16
F. Diagnosa Banding
Beberapa fitur mungkin membedakan CPE dari NCPE. Dalam CPE, sejarah dari suatu
peristiwa jantung akut biasanya hadir. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan aliran rendah,
sebuah gallop S3, distensi vena jugularis, dan ronki pada auskultasi. Pasien dengan NCPE
memiliki periferal yang hangat, denyut nadi bounding, dan tidak ada gallop S3 atau distensi
vena jugularis. Diferensiasi pastinya didasarkan pada pengukuran tekanan kapiler pulmonal
(PCWP). PCWP umumnya > 18 mm Hg di CPE dan < 18 mm Hg di NCPE.
Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari CPE meliputi berikut
ini :
 Iskemia miokard
 Pneumotoraks
 High-altitude pulmonary edema
 Emboli paru
 gagal napas
Dan diagnosis banding dari edema paru, antara lain
 Acute Respiratory Distress Syndrome
 Asma
 Kardiogenik Syok
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
 Emfisema
 Myocardial Infarction
 Pneumonia bakteri dan virus

17
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
 Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Disebabkan oleh ketidakseimbangan Starling forces, perubahan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler (ADRS), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang tidak dikteahui atau
tidak jelas.
 Edema paru dibedakan menjadi dua sebab yaitu kardiogenik dan non kardiogenik.
 Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.
 Diagnosa penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik,
radiography, pemeriksaan laboratorium, pulmonary arteri catheter (Swan Ganz),
ekokardiografi.
 Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru disesuaikan dengan gejala yang
timbul.

18
DAFTAR PUSTAKA

a) Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru Dalam, Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku
I. Jakarta :EGC.
b) Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika.
c) Amstrong, Peter. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik, Ed. 2. Jakarta : EGC.
d) Demirhan A, Yasar Tekelioglu U, Akkaya A, Dagistan E, Suzi Ayhan S, Ozturk S.
Magnetic resonance imaging contrast agent related pulmonary edema: a case report. Eur
Rev Med Pharmacol Sci. Oct 2012;16 Suppl 4:110-2.
e) Goodman LR, Fumagalli R, Tagliabue P, et al. Adult respiratory distress syndrome due to
pulmonary and extrapulmonary causes: CT, clinical, and functional correlations.
Radiology. Nov 1999;213(2):545-52.
f) Arif SK, Verheij J, Groeneveld AB, Raijmakers PG. Hypoproteinemia as a marker of acute
respiratory distress syndrome in critically ill patients with pulmonary edema. Intensive
Care Med 2002;28:310–7.
g) Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
h) Malueka, Rusdy G. 2006. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press.
i) Radiology for Education. 2013. Anatomi dan Fisologi Paru, (Online),
(http://radiology.web.id/2013/06/anatomi-dan-fisiologi-paru/, diakses 25 Februari 2014).

19

Anda mungkin juga menyukai