PROPOSAL
Disusun oleh:
CHRISA MEILA PRATAMA
CMR0160068
PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(saverely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
Kesehatan (2015) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD / standar deviasi
Ancaman permasalahan gizi di dunia ada 165 juta anak dibawah 5 tahun dalam kondisi
pendek dan 90% lebih berada di Afrika dan Asia. Target global adalah menurunkan stunting
sebanyak 40% pada tahun 2025 Untuk itu dibutuhkan penurunan 3,9% per tahun. Target global
yang tercapai adalah menurunkan stunting 39,7% dari tahun 1990 menjadi 26,7% pada tahun
2010, dalam jangka waktu 20 tahun tersebut dapat diturunkan 1,6% per tahun. Penurunan yang
sangat kecil terjadi di Afrika (40% menjadi 38%). Sedangkan penurunan yang sangat besar
terjadi di Asia (dari 49% menjadi 28%), sekitar 2,9% per tahun. Penurunan yang terbesar ada
di Tiongkok, pada tahun 1990 sebesar 30% menjadi 10% pada tahun 2011 (WHA, 2012).
Anak balita yang mengalami stunting di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 juta) dan di
seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar.
Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat
kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di
masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas
stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan
Jawa Barat sebagai provinsi prioritas dalam penanganan masalah kekerdilan (stunting).
Upaya penurunan angka stunting di Jawa Barat dinilai masih jauh dari target yang ditetapkan
pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020. Berdasarkan data
Riskesdas Kemenkes RI, angka prevalensi stunting di Jawa Barat sebesar 29,2%. Angka ini
hampir menyerupai angka prevalensi di tingkat Nasional, yakni 30,8% (Kemenkes, 2019).
Angka stunting di Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan. Pada tahun 2018 kasus
stunting sebesar 8,68%, sedangkan pada tahun 2019 naik menjadi 9,01%. Menurut data
(Dinkes Kabupaten Cirebon) stunting merupakan keadaan anak gagal tumbuh sejak dalam
kandungan sampai usia 2 tahun. Akibatnya karena kekurangan gizi, sehingga menyebabkan
tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya. Ada tiga upaya yang dilakukan guna menangani
kasus stunting yakni melalui pola asuh, pola makan, dan sanitasi air bersih. Jumlah balita di
Kecamata Sedong sebanyak 2823 balita. Prevalensi stunting di Kecamatan Sedong Kabupaten
Cirebon sebanyak 269 balita yang mempunyai status gizi indeks TB/U pendek, dan sebanyak
51 balita yang mempunyai status gizi indeks TB/U sangat pendek. Prevalensi stunting tertinggi
di Kecamatan Sedong adalah di Desa Kertawangun sebanyak 10 balita yang mempunya status
gizi indeks TB/U sangat pendek dan 29 balita yang mempunyai status gizi indeks TB/U pendek.
Jadi di Desa Kertawangun sebanyak 39 balita yang mengalami stunting (Dinkes Kab.Cirebon,
2019).
Stunting dapat terjadi karena faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung
stunting adalah nutrisi ibu saat hamil, penyakit infeksi, dan nutrisi balita sendiri. Sedangkan
untuk faktor tidak langsung dapat terjadi dari berbagai aspek. Salah satu faktor tidak langsung
penyebab stunting adalah water, sanitation, and hygiene (WASH), yang terdiri dari sumber air
minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan jamban dan hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan.
Sumber air minum tidak lepas dari kualitas fisik air minum. Berdasarkan Peraturan Menteri
kualitas air minum, air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisik,
mikrobiologi, kimiawi dan radioaktif. Parameter yang digunakan untuk melihat kualitas fisik
air yang baik yaitu memenuhi syarat tidak keruh tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna
(Sinatrya, 2019).
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal
karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Dalam tubuh manusia itu sebagian besar
terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-
anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO
di negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter perhari. Sedangkan di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang memerlukan air antara 30-60 liter
perhari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
perlindungan berganda, mulai dari penampungan air hingga konsumen, untuk mencegah
kontaminasi air minum atau untuk mengurangi kontaminasi hingga ketingkat yang tidak
membahayakan kesehatan. Pada umumnya, risiko terbesar terhadap mikroba diakibatkan oleh
konsumsi air yang terkontaminasi dengan kotoran manusia atau hewan (termasuk burung).
Kotoran tersebut dapat menjadi sumber patogen bakteri, virus, protozoa, dan cacing
Penularan bawaan air E. Coli patogenik terdokumentasi dengan baik untuk sarana air
rekreasi dan air minum yang terkontaminasi. Dalam WSP, tindakan pengendalian yang dapat
dan perlindungan air secara memadai selama distribusi. Tidak ada indikasi yang menunjukan
bahwa respons jenis mikroba (strain) entropatogenik E. Coli terhadap prosedur pengolahan
dan disinfeksi air berbeda dengan strain lain E. Coli (Widyastuti & Apriningsih, 2011).
Hygiene dan sanitasi yang rendah dapat menyebabkan faktor kejadian stunting pada
balita. Anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi rendah lebih rawan terkontaminasi
bakteri. Status ekonomi yang rendah pada kelompok stunting juga berdampak pada hygiene
dan sanitasi yang rendah. Anak yang tinggal dilingkungan dengan sanitasi rendah lebih rawan
Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon menyatakan bahwa angka stunting sebanyak 320
balita, diantaranya sebanyak 269 balita yang mempunyai status gizi indeks TB/U pendek dan
sebanyak 51 balita yang memiliki status gizi indeks TB/U sangat pendek. Dari 10 desa yang
ada di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon yang memilki angka stunting paling tinggi yaitu
di Desa Kertawangun sebanyak 39 balita. Desa Kertawangun sebanyak 3.730 jiwa, diantaranya
laki-laki sebanyak 1.901 jiwa dan perempuan sebanyak 1.829 jiwa. Jumlah kartu keluarga (KK)
sebanyak 1.113 jiwa, jumlah rumah sebanyak 285 dan jumlah masyarakat yang menggunakan
Penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (PAMSIMAS) sebanyak 488 rumah.
PAMSIMAS di Desa Kertawangun ada tiga titik, yang pertama program PAMSIMAS tahun
2014 di dusun 2, kedua program dana alokasi khusus (DAK) tahun 2017 di dusun 3, ketiga
program pemerintah dari sumber dana desa tahun 2018 di dusun 2. Desa Kertawangun ada tiga
dusun, tetapi dusun 1 tidak ada PAMSIMAS karena wilayah daerahmya ada di bawah jadi
cakupannya ada di PAMSIMAS dusun 2 dan dusun 3. Desa Kertawangun sudah Open
Defecation Free (ODF) pada tahun 2013 jadi mayoritas masyarakat di Desa Kertawangun
mengkonsumsi air minum, mandi, dan mencuci dari PAMSIMAS, sumur gali, dan galon.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti dan menganalisis lebih jauh
hubungan kadar bakteri E. Coli pada air minum dengan kejadian stunting pada balita. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Antara Bakteri Escherechia Coli
pada Air Minum dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Sedong Kabupaten
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah “Hubungan
Antara Bakteri Escherechia Coli pada Air Minum dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja
Untuk mengetahui Hubungan Antara Bakteri Escherechia Coli pada Air Minum dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Sedong Kabupaten Cirebon Tahun 2020.
2. Menganalisis hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada
3. Menganalisis hubungan antara bakteri escherchia coli pada air minum dengan
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dan gizi
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sedong Kabupaten Cirebon Tahun 2020.
1. Bagi Puskesmas
melakukan upaya pencegahan berupa penyuluhan tentang stunting pada balita dan
sanitasi air bersih sehingga dapat menurunkan prevalensi stunting pada balita di
2. Bagi Masyarakat
dalam upaya pencegahan stunting pada balita dengan meningkatkan hygiene dan
Hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai bahan ajar peserta
didik dan dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya dengan variabel
yang berbeda.
1.5 Keaslian Penelitian
No Penelitian
1. Judul Hubungan Karakteristik Balita, Orangtua, Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Terhadap
Stunting Pada Balita.
Subyek Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Kelurahan Kampung Melayu pada bulan
Desember 2016 sampai dengan Januari 2017. Populasi berjumlah 1.348 orang dan banyak
sampel = 76 orang.
Metode Metode penelitian ini termasuk jenis deskriktif dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan dengan mengisi kuesioner hygiene dan sanitasi lingkungan.
Analisis data dalam penelitian ini univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-
square.
Hasil Ditemukan 3 Variabel (Karakteristik Balita, Karakteristik Orang tua, dan Higiene) yang
tidak memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting pada balita yaitu p-value >
0,05, Namun terdapat 1 variabel (Sanitasi Lingkungan) memiliki hubungan signifikan
terhadap kejadian stunting yaitu p-value < 0,05. Sanitasi lingkungan yang tidak baik
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita, Oleh karena itu perlu adanya
peningkatan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada
balita yang dapat mempengaruhi status gizi balita.
2. Judul Hubungan Faktor Water, Sanitation, And Hygiene (WASH) Dengan Kejadian Stunting Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon, Kabupaten Bondowoso.
Subyek Populasi balita berusia 24 hingga 59 bulan yang diasuh oleh ibu yang tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Kotakulon Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan data bulan timbang
Puskesmas Kotakulon pada Februari tahun 2018, populasi balita tercatat sebanyak 1.570,
dengan balita stunting sebayak 69 balita dan balita non stunting sebanyak 1.501. Dalam
pengambilan sampel dan diperoleh besar sampel 66 balita, yaitu 33 pada kelompok kasus
dan 33 balita pada kelompok kontrol.
Metode Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain case-control dengan
metode simple random sampling.
Hasil Kebiasaan cuci tangan (p<0,001; OR=0,12) adalah faktor risiko dari stunting pada balita
dengan besar risiko 0,12 kali lebih tinggi bagi ibu yang memiliki kebiasaan cuci tangan
kurang baik, sedangkan sumber air minum (p=0,415), kualitas fisik air minum (p=0,58),
kepemilikan jamban (p=0,22) bukan merupakan faktor risiko dari stunting.
3. Judul Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24-59 Bulan) Di Sumatera.
Anak bawah lima tahun atau sering disingkat anak balita adalah anak yang berusia
diatas satu tahun atau dibawah lima tahun atau dengan perhitungan bulan 12-59 bulan
(Kemenkes RI ,2015). Balita didefinisikan sebagai anak dengan usia dibawah lima tahun
dimana pertumbuhan tubuh dan otak sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya.
Masa balita sering disebut sebagai golden age karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan
sosial, emosional, dan intelegensia yang berjalan sangat cepat dan merupakan dasar
Balita mempunyai karakteristik yang digolongkan menjadi dua yaitu anak usia 1-3
tahun yang disebut balita dan anak usia prasekolah (Kemenkes RI, 2015). Toodler adalah
anak berusia 12-36 bulan dimana masa ini yang paling penting untuk pertumbuhan intelektual
dan perkembangan kepandian anak (Sufyanti, 2009). Anak usia dibawah lima tahun
khususnya pada usia 1-3 tahun merupakan masa pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga
memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibanding masa-masa berikutnya. Anak akan
mudah mengalami gizi kurang diusia ini apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan
Faktor genetik merupakan faktor bawaan yang diturunkan oleh orangtua. Faktor
genetik antara lain jenis kelamin dan suku bangsa. Gangguan pertumbuhan di
yang kurang memadai, seperti asupan gizi, infeksi penyakit, dan kekerasan pada
anak.
2. Faktor lingkungan
bayi lahir yang didalam faktor tersebut terdapat kebutuhan nutrisi yang penting
perkembangan janin, yaitu gizi pada ibu sewaktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia,
a. Lingkungan biologis terdiri dari ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,
b. Faktor fisik terdiri dari cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah,
hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih
d. Faktor adat dan istiadat terdiri dari pekerjaan dan pendapatan keluarga,
pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga,
stabilitas rumah tangga, kepribadian ibu dan ayah, dan adat istiadat.
Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui
defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi
internasional. Stunting adalah masalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi terjadi mulai dari kandungan dan baru terlihat saat anak
berusia dua tahun (WHO, 2013). Stunting didefinisikan sebagai presentase anak-anak usia
0-59 bulan, dengan tinggi dibawah minus (stunting sedang dan berat) dan tiga minus (stunting
kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO (UNICEF, 2019).
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering
dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada lima
utama faktor penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan
terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan
Masalah kurang gizi atau stunting merupakan dua masalah yang saling berhubungan.
Stunting merupakan dampak dari defisiensi nutrien selama seribu hari pertama kehidupan.
Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga
menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja.
Anak stunting memiliki rata-rata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelah poin lebih rendah
dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat
kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa.
Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan status kesehatan pada anak.
Studi terkini menunjukan anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah
yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah pada saat dewasa.
Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu
Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan anak terhadap
penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular (PTM) serta peningkatan
risiko overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat
meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Kasus stunting pada anak dapat dijdikan prediktor
rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara. Keadaan stunting menyebabkan
keadaan dimana balita mengalami masalah gizi yang di sebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita. Menurut Jusuf (2017), secara leih
detail beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut :
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan. Serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukan bahwa 60% dari anak
usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat
3. Masalah kurangnya akses rumah tangga / keluarga kemakanan bergizi. Hal ini
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh dilapangan
menunjukan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB)
diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum
bersih.
Menurut MCA Indonesia (2014) dalam ebook yang berjudul stunting dan masa depan
indonesia, menyatakan bahwa stunting dapat di cegah dengan cara, sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan
yang cukup gizi, suplemen zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau
kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah
kehamilan.
2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.
Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena
air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003), penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan yaitu
sebagai berikut :
a. Syarat fisik : persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening, tidak
c. Syarat kimia : air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam
jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam
Penyediaan air minum adalah kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang
harus dipenuhi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Ketersediaan air minum ini menjadi salah
satu penentu dalam peningkatan kesehatan, kesejahteraan dan produktifitas masyarakat dalam
bidang ekonomi. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah
satu kunci dalam pengembangan ekonomi didaerah (Ernawati & Aji, 2018).
Salah satu target Millenium Development Goals (MDG’s) yang dicetuskan pada tahun
2000 oleh PBB adalah pengurangan setengah dari jumlah penduduk bumi yang belum
memiliki akses yang layak terhadap air minum. Hal ini sangat penting karena air minum
sangat dibutuhkan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan terkait dengan ketahanan
sosial, derajat kesehatan dan pengurangan tingkat kemiskinan. Pelayanan air minum sendiri
merupakan salah satu sektor yang saat ini menjadi prioritas pemerintah karena terkait dengan
peningkatan pelayanan sektor lainnya, diantaranya ialah sektor sanitasi. Salah satu upaya
dalam pencapaian target pelayanan dibidang sanitasi adalah terpenuhinya kebutuhan dasar air
minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang melalui syarat dan dapat langsung diminum. Air minum harus terjamin dan aman bagi
kesehatan, air minum yang aman bagi kesehatan harus memenuhi persyaratan fisika,
mengalami stunting dibandingkan balita dari keluarga yang memiliki sumber air minum
terlindungi. Studi membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum dengan
kejadian stunting balita. Balita yang berasal dari keluarga yang memiliki sumber air minum
tidak terlindungi 1.35 kali lebih berisiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita dari
keluarga dengan sumber air terlindungi. Beberapa penelitian di berbagai negara menunjukan
bahwa kualitas sumber air minum memiliki hubungan positif dengan pengurangan kejadian
Personal hygiene adalah semua perilaku yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga
anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif
Menurut Tartowo dan Wartonah (2011) menyatakan bahwa personal hygiene adalah
kebersihan dan kesehatan diri yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri
sendiri atau oranglain. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah
sebagai berikut :
1. Dampak fisik
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan mulkosa mulut, gangguan pada mata dan
2. Dampak psikososial
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.
Menurut Perry dan Potter (2008) faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan
1. Citra tubuh
orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan
fisikinya. Citra tubuh ini dapat sering berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara
mempertahankan hygiene. Citra tubuh dapat berubah akibat adanya pembedahan atau
penyakit fisik maka harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.
2. Praktik sosial
mendapatkan praktik hygiene dari orangtua mereka, kebiasaan keluarga, jumlah orang
dirumah, dan ketersediaan air panas dan atau air mengalir hanya merupakan beberapa
4. Pengetahuan
5. Kebudayaan
hygiene.
6. Pilihan pribadi
Kebiasaan individu untuki memilih waktu perawatan diri, memilih produk yang
7. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang sehingga
Sanitasi adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang
berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. Banyak sekali
permasalahan lingkungan yang harus dicapai dan sangat mengganggu terhadap tercapainya
kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa bersifat positif terhadap kondisi elemen-
elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah
elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut.
Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan
Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah konsis fisik, kimia, dan
dan pemukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka
Ilmu sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan meliputi cara
dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup
eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian, internal dan
eksternal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu keadaan yang dinamis dan seimbang
lingkungan diluar tubuh manusia yang terdiri dari tiga komponen, antara lain :
1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah,
cuaca, makanan, rumah, dan lain-lainnya. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara
konstan dengan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta memegang
2. Lingkungan biologis
tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit serangga, dan lain-lainnya yang
dapat berperan sebagai agent penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit, dan
3. Lingkungan sosial
sosial dan politik. Manusia di pengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai
media seperti radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu dan sebagainya. Bila
manusia tidak menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan terjadi konflik
kejiwaan dan menimbulkan gejala psikomatik seperti stres, insomnia, depresi, dan
lain-lain.
Hygiene dan sanitasi yang rendah dapat menyebabkan faktor kejadian stunting pada
balita. Anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi rendah lebih rawan terkontaminasi
bakteri. Status ekonomi yang rendah pada kelompok stunting juga berdampak pada hygiene
dan sanitasi yang rendah. Anak yang tinggal dilingkungan dengan sanitasi rendah lebih rawan
patogen, berjumlah lebih banyak pada anak yang malnutrisi. Penelitian lain di India
Nutrisi ibu saat hamil merupakan salah satu faktor utama kesehatan ibu dan janin.
Kurangya asupan nutrisi selama kehamilan dan gaya hidup yang kurang baik, membuat janin
berisiko lebih tinggi mengalami gangguan, seperti berat badan lahir kurang, hambatan
asupan zat gizi yang tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat pada masa bayi dan anak-anak, serta seringnya terkena infeksi selama masa awal
kehidupan dan anak memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir. Anak yang lahir BBLR
disebabkan karena asupan ibu yang kurang pada saat kehamilan sehingga terjadi
penghambatan pertumbuhan pada anak dan sering terkena penyakit infeksi (Sukmawati,
2018).
Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti
virus, bakteri, jamur, dan parasit. Meski beberapa jenis organisme terdapat di tubuh dan
kematian.
Timbulnya status gizi stunting tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Kejadian penyakit infeksi berulang tidak hanya berakibat pada menurunnya
berat badan atau akan tampak pada rendahnya nilai indikator berat badan menurut umur, akan
tetapi juga indikator tinggi badan menurut umur. Hal tersebut bisa dijelaskan bahwa status
gizi stunting disebut sebagai gizi kurang kronis yang menggambarkan adanya gangguan
pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung pada kurun waktu cukup lama. Sebagian besar
balita pada kelompok stunting menderita penyakit ISPA. Memburuknya keadaan gizi anak
akibat penyakit infeksi dapat menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat gizi
berkurang padahal anak jurstu memerlukan zat gizi yang lebih banyak (Welasasih &
Wirjatmadi, 2012).
Kebutuhan nutrisi balita merupakan prioritas utama meskipun balita tidak bertumbuh
sepesat saat masa bayi. Di masa ini, nutrisi balita memegang peranan penting dalam
Status gizi balita berpengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan
kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat
gizi yang diterima. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status
gizi dan kesehatan anak. Balita mempunyai risiko yang sangat tinggi dan harus mendapatkan
perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko yang berlaku terhadap balita tersebut maka
akan semakin besar kemungkinan balita menderita gangguan nutrisi. Nutrisi yang tidak ade
kuat merupakan salah satu penyebab gangguan gizi pada balita, dimana balita yang nutrisinya
tidak cukup akan berdampak pada gangguan gizi seperti kependekan atau stunting.
2.5.1 Definisi
Bakteri adalah makhluk bersel tunggal yang tidak mempunyai inti sel , hidup di semua
kolom air dan tanah, beberapa bersifat aerobik (memerlukan oksigen) dan ada yang anaerobik
(tidak memerlukan oksigen). Beberapa bakteri hidup bebas sendiri (free living) dan ada yang
hidup bersama-sama (symbionts). Bakteri E. Coli adalah salah satu jenis bakteri yang sering
dibicarakan. Cukup banyak masyarakat yang mengetahui tentang E. Coli walaupun terbatas
bahwa bakteri ini adalah penyebab infeksi saluran pencernaan. E. Coli biasa hidup di alam
terbuka seperti tanah. Jika terjadi pencemaran (umumnya pencemar organik yang ditandai
dengan BOD yang tinggi), tanah menjadi media pertumbuhan yang baik untuk bakteri ini dan
Enterobacteriaceae. Kuman berbentuk batang pendek (koko basil), ukuran 0,4-0,7 µm x 1,4
µm, sebagian bergerak positif dan beberapa galur berkapsul. Sifat biokimiawi dari kuman
enterik kompleks dan bervariasi. Reaksi fermentasi terjadi pada suasana anaerob atau kadar
O2 rendah terjadi reaksi fermentasi dan pada keadaan aerob atau kadar O2 cukup terjadi siklus
asam karbosilat dan transport elektron untuk pembentukan energi (Widiasih & Budiharta,
2012).
Bakteri E. Coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun
hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini
adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan
dan oportunis. Ditjenak (1982) melaporkan bahwa E. Coli keluar dari tubuh bersama tinja
dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa minggu. Kelangsungan hidup dan
replikasi E. Coli di lingkungan membentuk koliform. E. Coli tidak tahan terhadap keadaan
kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini akan mati pada suhu 60˚C selama 30 menit (Songer
E. Coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan.
Seorang bakteriologi yaitu Theodor Escherich, mengidentifikiasi E. Coli dari babi yang
menderita enteritis. Enteritis merupakan peradangan usus yang bisa menyebabkan sakit perut,
mual, muntah, dan diare baik manusia maupun hewan. E. Coli merupakan bakteri yang bisa
hidup pada lingkungan yang berbeda. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman,
Menurut Widyastuti & Apriningsih (2011) penularan bawaan air E. Coli patogenik
terdokumentasi dengan baik untuk sarana air rekreasi dan air minum yang terkontaminasi.
KLB penyakit bawaan air yang disebabkan oleh E. Coli O157:H7 (Campylobacter jejuni)
terjadi dalam komunitas pertanian di Walkerton, Ontario, Kanada. KLB itu berlangsung pada
Mei 2000 dan mengakibatkan 7 kasus kematian serta lebih dari 2.300 kasus kesakitan.
Persediaan air minum terkontaminasi oleh aliran air hujan yang mengandung kotoran ternak
sapi. Dalam Water Safety Plan (WSP), tindakan pengendalian yang dapat diterapkan untuk
mengelola risiko potensial akibat E. Coli enteropatogenik mencakup perlindungan terhadap
persediaan air mentah dari kotoran manusia dan hewan, pengelolaan dan perlindungan air
secara memadai selama distribusi. Tidak ada indikasi yang menunjukan bahwa respons strain
entropatogenik E. Coli terhadap prosedur pengolahan dan disinfeksi air berbeda dengan strain
minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang melalui syarat dan dapat langsung diminum. Air minum harus terjamin dan aman bagi
kesehatan, air minum yang aman bagi kesehatan harus memenuhi persyaratan fisika,
Sekitar tiga perempat tubuh manusia terdiri dari air, menjadikan air sebagai zat
terpenting untuk kebutuhan dasar agar keberlangsungannya kehidupan. Air selain bermanfaat
bagi manusia juga merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri. Bakteri ini di
bedakan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri non-patogen. Bakteri patogen dapat
menyebabkan penyakit dengan keluhan diare seperti disentri, tipus, dan kolera, melalui air
yang diminum. Air yang aman untuk diminum adalah air bersih yang harus memenuhi
persyaratan secara fisika, kimia, radioaktif dan mikroba yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Secara mikrobiologi, salah satu syarat air bersih yang dapat dikonsumsi adalah
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, jenis air minum meliputi :
1. Air yang di distribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga
3. Air kemasan
4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan
Air minum harus steril (tidak mengandung hama penyakit apapun) dan harus memenuhi
syarat agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Di Indonesia standar air minum yang
berlaku dapat dilihat pada Permenkes RI No. 492/ Menkes/Per/IV/2010 yang meliputi
menetapkan persyaratan kualitas air minum dengan pertimbangan agar agar air minum yang
Kepala (Perka BPOM) juga menetapkan 6 parameter persyaratan cemaran mikroba, dan 4
parameter cemaran logam berat untuk air minum dalam kemasan (AMDK).
Menurut Notoatmodjo (2014) agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air
tidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai
a. Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna),
tidak berasa, suhu dibawah suhu udara di luarnya. Cara mengenal air yang
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama
bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh
bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Apabila
dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut
c. Syarat Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan
Menurut Notoatmodjo (2014) menyatakan bahwa pada prinsipmya semua air dapat
a. Air Hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Akan tetapi air hujan
ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum
Menurut asalnya sebagai dari air sungai air danau ini juga dari air hujan yang
mengalir melalui saluran-saluran kedalam sungai atau danau. Kedua sumber air
ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah
terkontaminasi atau tercemr oleh berbagai macam kotoran maka bila akan
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang muncul
secara alamiah. Oleh karena itu, air dan mata air ini bila belum tercemar oleh
Air ini keluar dari dalam tanah, juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan
air didalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah
dan tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5
sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini
belum begitu sehat, karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada.
Air ini berasal dari lapisan air kedua didalam tanah. Dalamnya dari permukaan
tanah biasanya diatas 15 meter. Oleh karena itu sebagian besar besar air sumur
kedalaman seperti ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung
Air minum dalam tubuh manusia berfungsi untuk menjaga keseimbangan metabiolisme
dan fisiologi tubuh. Setiap waktu, air perlu dikonsumsi karena setiap saat tubuh berkerja dan
berproses. Di samping itu, air juga berguna untuk melarutkan dan mengolah sari makanan
agar dapat dicerna. Tubuh manusia terdiri dari berjuta-juta sel dan komponen terbanyak sel-
sel itu adalah air. Jika kekurangan air maka sel tubuh akan menciut dan tidak dapat berfungsi
Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh darah yang ada disekitar
alveoli. Begitu juga dengan zat-zat makanan hanya dapat diserap apabila dapat larut dalam
cairan yang meliputi selaput lender usus. Di samping itu, transportasi zat-zat makanan dalam
tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Air juga berguna untuk
mempertahankan suhu badan karena dengan penguapannya suhu dapat menurun (Walangitan
et al 2016).
Adapun parameter kualitas air minum yang digunakan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Kadar
No. Parameter Satuan Maksimum Keterangan
yang
Diperbolehkan
A. FISIKA
yang
Diperbolehkan
yang
Diperbolehkan
1 Chlorinate alkanes -
2 Carbon tetrachloride (µg/liter) 2 -
3 Dichlorimethane (µg/liter) 20 -
4 1,2-dichloroethane (µg/liter) 30 -
5 1,1,1-tricholoethane (µg/liter) 2000 -
6 Chlorinated ethenes -
7 Vinyl chloride (µg/liter) 5 -
8 1,1-dichloroethene (µg/liter) 30 -
9 1,2-dichloroethene (µg/liter) 50 -
10 Trichloroethene (µg/liter) 70 -
11 Tetrachloroethene (µg/liter) 40 -
12 Benzene (µg/liter) 10 -
13 Toluene (µg/liter) 700 -
14 Xylenes (µg/liter) 500 -
15 benzo[a]pyrene (µg/liter) 0,7 -
16 Chlorinated benzene -
17 Monochlorobenzene (µg/liter) 300 -
18 1,2-dichlorobenzene (µg/liter) 1000 -
19 1,4-dichlorobenzene (µg/liter) 300 -
20 etedic acid (EDTA) (µg/liter) 200 -
Kadar
No. Parameter Satuan Maksimum Keterangan
yang
Diperbolehkan
a. Air Minum -
Jumlah per
1 E. coli atau fecal coli 100 0
ml sampel -
b. Air yang masuk -
sistem distribusi
Jumlah per
1 E. coli atau fecal coli 100 0 -
ml sampel
Jumlah per
2 Total Bakteri Coliform 100 0 -
ml sampel
distribusi -
Kadar
No. Parameter Satuan Maksimum Keterangan
yang
Diperbolehkan
Jumlah per
1 E. coli atau fecal coli 100 0 -
ml sampel
Jumlah per
2 Total Bakteri Coliform 100 0 -
ml sampel
D. RADIOAKTIFITAS -
Gross alpha activity (Bq/liter) 0,1 -
Gross beta activity (Bq/liter) 1 -
Metode pengambilan sampel air untuk uji bakteriologis adalah serangkaian kegiatan
untuk mengambil air minum sebagai sampel yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium, guna mengetahui jumlah bakteri escherchia coli per 100ml sampel. Adapun
berikut :
a) Siapkan botol yang volumenya paling sedikit 100ml dan telah disterilkan pada
b) Ambil sampel dengan cara memegang botol steril bagian bawah dan celupkan
b) Ikat botol dengan tali dan pasang pemberat dibagian dasar botol
c) Buka pembungkus kertas dibagian mulut botol dan turunkan botol perlahan-
3. Air tanah pada sumur gali, tahapan pengambilan sampel sama dengan pengambilan
c) Sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar uap air
Antropometri berasal dari “antrho” yang berarti manusia dan “metron” yang berarti
ukuran. Secara definitif antropometri dinyatakan sebagai suatu studi yang menyangkut
pengukuran dimensi tubuh manusia dan aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik,
massa, kekuatan dan karakteristik tubuh manusia yang berupa bentuk dan ukuran. Manusia
pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran tinggi dan berat yang berbeda satu dengan yang
Dengan pengukuran antropometri akan diketahui tinggi badan, berat badan, dan ukuran
badan aktual seseorang. Selanjutnya, tinggi badan, berat badan dan ukuran tubuh seseorang
dapat digunakan untuk tujuan menilai pertumbuhan dan distribusi tubuh seseorang, serta
dapat berguna sebagai data referensi. Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap
pada tulang, otot dan lemak yang menentukan tipe-tipe tubuh manusia, dan mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan tubuh seseorang. Salah satu pengukuran antropometri ini
antara lain pengukuran tinggi dan berat badan, panjang lengan dan tungkai, lingkar lengan
1. Antropometri statis, dimana pengukuran dilakukan pada saat tubuh dalam keadaan
Menurut Anisa (2012) ukuran antropometri yang sering dipakai antara lain sebagai
berikut :
1. Umur
Untuk menentukan status umur gizi seseorang faktor umur sangat penting,
penentuan umur yang salah bisa menyebabkan interpretasi status gizi yang tidak
tepat. Batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (completed year).
2. Berat Badan
otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Berat badan merupakan ukuran antropometri
yang terpenting. Dipakai pada setiap pemeriksaan kesehatan anak pada setiap
kelompok umur.
3. Tinggi Badan
maupun keadaan yang lalu, apabila umur tidak diketahui dengan tepat. Selain itu,
menghubungkan berat badan menurut tinggi badan, faktor umur dapat ditiadakan.
4. Indeks Antropometri
terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut umur (BB/U). Untuk mengetahui balita stunting atau tidak
indeks yang digunakan adalah indeks tinggi badan menurut umur (TB/U).
Tabel 2.7 Indeks Antropometri
Tinggi > 2 SD
Gemuk > 2 SD
Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan, maka disusun suatu kerangka teori yaitu,
sebagai berikut :
PAMSIMAS,
Nutrisi ibu hamil Sumber air
sumur gali,
minum
galon
Mencuci
Penyakit infeksi Personal hygiene tangan dan Keberadaan
pola asuh bakteri E.Coli
Pertumbuhan
balita
Stunting pada
Balita
Kerangka Teori
HIPOTESIS
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel satu dengan variabel lain dari
masalah yang ingin di teliti (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah
diuraikan pada BAB II dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
stunting pada balita yaitu faktor internal dan faktor ekstenal. Faktor internaldiantaranya yaitu
nutrisi ibu pada saat hamil, penyakit infeksi, dan nutrisi balita. Sedangkan faktor eksternal
diantaranya yaitu sumber air minum, personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Berdasarkan
hal tersebut diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
Faktor Eksternal :
Variabel Pengganggu
Faktor Internal :
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
Menurut Badriah (2012) menyatakan bahwa definisi operasional adalah proses apa
yang dilakukan agar variabel yang didefinisikan terjadi. Untuk membatasi ruang lingkup
ataupun pengertian variabel-variabel yang diteliti, perlu diberi batasan yang bermanfaat untuk
bersangkutan.
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Bebas Ukur
Sumber air Air minum adalah air Wawancara Kuesioner 1= air isi Nominal
minum yang melalui proses ulang (isi
pengolahan atau tanpa ulang dari
proses pengolahan yang depot air
melalui syarat dan dapat 2= air non isi
langsung diminum ulang (air dari
(Permenkes RI No. sumur/bor
492/Menkes/Per/IV/2010 pompa yang
tentang persyaratan di masak
kualitas air minum). terlebih
dahulu)
Pemeriksaan Pemeriksaan air minum Uji bakteri Uji 0= negatif Ordinal
bakteri pada balita yang escherchia Laboratorium atau tidak
escherchia mengalami stunting dan coli adanya
coli pada air yang tidak mengalami keberadaan
minum stunting. bakteri
escherchia
coli
1= positif atau
adanya
keberadaan
bakteri
escherchia
coli
Personal Personal hygiene adalah Wawancara Kuesioner 1= baik : Ordinal
Hygiene semua perilaku yang >75%
dilakukan atas dasar 2= sedang :
kesadaran sehingga 40% -75%
anggota keluarga dapat 3= kurang :
menolong dirinya sendiri <40%
dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan
kesehatan di masyarakat
(Anik Maryunani, 2013)
Variabel
Terikat
Stunting Keadaan gizi balita, yang Mengukur Alat ukur 1 = tidak Ordinal
pada balita diukur dengan Tinggi tinggi badan stunting, jika
membandingkan usia Badan menggunakan
dengan tinggi badan strature -2 SD sampai
menggunakan standar meter. dengan 2SD.
WHO 2 = stunting,
jika <-3 SD
sampai
dengan <-2
SD
3.3 Hipotesis
harus diuji secara empiris (Badriah, 2012). Hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita di
2. Terdapat hubungan antara bakteri escherchia coli pada air minum dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sedong Kabupaten Cirebon tahun
2020.
3. Terdapat hubungan antara hygiene dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
4. Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada balita di
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan case
control. Studi case control digunakan untuk tujuan mengetahui hubungan antara suatu paparan
terhadap penyakit tertentu. Dalam studi ini di perlukan kelompok berpenyakit dan dengan
perbandingan dari suatu sup tidak berpenyakit (Heriana. 2018). Penelitian ini dilakukan untuk
melihat hubungan antara kadar bakteri Escherenchia Coli pada air minum dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sedong Kabupaten Cirebon tahun 2020.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimilki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo,
2012). Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain (Nursalam, 2017).
Variabel bebas dalam penelitian ini sumber air minum, Pemeriksaan bakteri escherchia coli
Variabel terikat adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain (Nursalam,
2017). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian stunting pada balita.
4.2.3 Variabel Pengganggu
variabel yang sedang diteliti tetapi tidak dapat dilihat, diukur dan dimanipulasi (Nursalam,
2017). Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah nutrisi ibu hamil, penyakit infeksi,
4.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada kasus ini adalah balita stunting dan populasi kontrol pada
penelitian ini adalah balita yang tidak stunting. Populasi balita di wilayah kerja Puskesmas
Sedong sebanyak 2.823 balita, populasi balita yang diukur antropometri nya sebanyak 2.823
balita, dan populasi balita stunting sebanyak 320 balita, balita yang status gizi indeks TB/U
pendek sebanyak 269 balita, dan balita yang status gizi indeks TB/U pendek sebanyak 51
balita.
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian
dan dipilih melalui suatu teknik pengambilan sampel. Sampel harus representatif yaitu sampel
yang dapat mewakili populasi yang ada. Semakin banyak sampel maka hasil penelitian akan
semakin representatif dan mendekati jumlah populasi (Nursalam, 2017). Adapun sampel
1. Sampel manusia
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 39 balita yang mengalami
stunting dan 39 balita yang tidak stunting di Desa Kertawangun Kecamatan Sedong
Sampel air minum yang digunakan berasal dari Penyediaan air minum dan
peralatan dan bahan untuk mengambil sampel air, langkah kedua yaitu menuju
titik pengambilan sampel air minum yang telah ditentukan. Titik pengambilan
sampel yaitu pada air minum yang menggunakan PAMSIMAS, sumur gali, dan
menganalisis hasil pengujian air minum dalam kategori memenuhi syarat dan
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi
(Nursalam, 2017). Pada penelitian ini dengan cara non probability sampling yaitu apabila
besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih sebagai sempel tidak diketahui (Badriah,
2012). Pada kelompok kasus pemilihan sampel menggunakan total sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiono, 2015).
kelompok kontrol yaitu 1:1. Sampel kontrol pada penelitian ini yaitu 39 balita. Sampel kontrol
pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel
Kelompok kontrol pada penelitian ini akan diambil pada saat responden datang ke posyandu
sampai sampel terpenuhi. Dan jika sampel belum tercapai maka peneliti akan melakukan
kunjungan kerumah.
kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
oleh setiap anggota populasi yang akan diambil sebagai sempel. Sedangkan kriteria ekslusi
adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel.
1. Kriteria inklusi :
2. Kriteria ekslusi :
Instrumen adalah alat pengumpulan data yang telah baku atau alat pengumpulan data
yang memiliki standar validitas dan reabilitas (Badriah, 2012). Dalam penelitian ini instrumen
penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data untuk variabel, sumber air minum, bakteri
escherechia coli pada air minum, personal hygiene, dan sanitasi lingkungan menggunakan
lembar observasi atau kuesioner dan melakukan uji laboratorium mengenai bakteri escherechia
coli. Adapun untuk mengukur variabel kejadian stunting menggunakan strature meter untuk
Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting yaitu valid dan reliabel.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesehihan
suatu instrumen, suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
Hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak sangat tergantung pada akrusi dan
kecermatan data yang diperoleh oleh tingkat validitas dan reliabilitas instrumen sebagai alat
ukur data tersebut (Heriana, 2015). Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji validitas
dan reliabilitas karena instrumen yang digunakan sudah baku. Adapun alat ukur untuk menilai
tinggi badan balita menggunakan strature meter yang baru sehingga masih bisa digunakan
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat langsung dan subyek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek
sebagai sumber informasi yang dicari (Badriah, 2012). Data primer pada
penelitian ini diperoleh dengan mendapatkan data pengukuran tinggi badan balita
2. Data Sekunder
Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang didapat melalui pihak
lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti atau subyek penelitiannya (Badriah,
2012). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Puskesmas Sedong
Kabupaten Cirebon.
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
observasi untuk mendapatkan data. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu lembar kuesioner dan lembar uji laboratorium bakteri e.coli pada air minum. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
1. Tahap persiapan
menjelaskan kepada responden mengenai bakteri e.coli pada air minum dan
oleh responden
b) Pengisian kuesioner
peneliti.
Melakukan pengujian bakteri e.coli pada air minum yang dilakukan oleh
3. Tahap pendokumentasian
penelitian, data tersebut dimasukan kedalam komputer (input) untuk diolah dan
dibuat hasil penelitian dalam bentuk tabel dan dilampirkan pada bab hasil
penelitian dan disusun menjadi sebuah laporan hasil penelitian yang digunakan
Makna pengelolaan data penelitian yang telah diperoleh dimaksud sebagai suatu cara
mengorganisasikan data sedemikian rupa agar data tersebut dapat dibaca dan dapat ditafsirkan
(Badriah, 2012).
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian penelitian setelah kegiatan
pengumpulan data (Heriana, 2015). Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang
benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengelolaan data yang harus dilalui, yaitu :
1. Editing
kuesioner. Dalam hal ini peneliti melakukan penyuntingan terhadap kelengkapan isian
kuesioner.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah data yang terbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan. Dalam hal ini peneliti memberi kode untuk setiap variabel
penelitian.
3. Processing
Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukan data dari kuesioner ke paket
program yang dapat digunakan untuk pemrosesan data dengan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket program yang akan digunakan untuk
memasukan data adalah dengan paket program software pengolahan statistik berbasis
windows.
4. Cleaning
sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak. Pada tahap ini, data yang sama
dikelompokan engan teliti dan teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan, lalu
Analisis data dilakukan dengan pengolahan statistik yang terdiri dari analiss univariat
1. Analisis univariat
Analisis data dilakukan untuk melihat tiap variabel dan hasil penelitian. Pada
umumnya hasil analisis ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel
(Badriah, 2012). Pada penelitian ini, analisis univariatnya menggunakan data jenis data
kategorik untuk variabel bebas sumber air minum, personal hygiene dan sanitasi
lingkungan.
2. Analisis bivariat
digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung jenis
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan satu sama
lain, dapat dalam dudukan yang sejajar (pada pendekatan komperasi) dan kedudukan
Pada analisis tingkat bivariat, tiap variabel independen akan ditabulasi silangkan
dengan variabel dependen dalam tabulasi silang. Pada tabulasi silang 2X2 akan dicari
nilai OR (Odds Ratio) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Selain itu, akan dilakukan uji statistik menggunakan
uji Chi-Square dipilih sesuai dengan kegunaanya, yaitu untuk menguji independen
diantara dua variabel, menguji perbedaan proporsi atau persentase anatara beberapa
kelompok data dan juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
Interpretasi nilai OR :
Bila nilai OR = 1, berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada
1. Bila nilai OR > 1 dan rentan interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti
2. Bila nilai OR < 1 dan rentan interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti
3. Bila nilai interval kepercayaan OR mencakup angka 1, berarti pada populasi yang
(𝐹𝑜 − 𝐹𝑒)2
𝑥2 = ⅀
𝐹𝑒
Keterangan :
Variabel dependen digunakan derajat kemaknaan alpha (α) = 0,05. Bila nilai ρ value ≤
alpha (0,05) taraf signifikan artinya ada hubungan antara dua variabel yang
diteliti/hubungan bermakna, sedangkan bila nilai ρ value ≥ alpha (0,05) artinya tidak ada
hubungan antar dua variabel yang diteliti/hubungan tidak bermakna (Notoatmodjo, 2012)
Penelitian kesehatan pada umumnya dan penelitian kesehatan masyarakat pada khusunya
menggunakan manusia sebagai peneliti dan objek yang diteliti. Dalam pelaksanaan penelitian
harus diperhatikan hubungan antara kedua belah pihak secara etika dan masing-masing
keduanya memiliki hak dan kewajiban. Hak-hak dan kewajiban harus diakui dan dihargai oleh
masing-masing pihak tersebut. Peneliti sebagai pihak yang memerlukan informasi semestinya
menempatkan diri lebih rendah dari pihak yang memberikan informasi. Sebagai perwujudan
hak-hak responden, maka sebelum dilakukan pengambilan data atau wawancara terlebih
Menurut Notoatmodjo (2014) ada beberapa hak dan kewajiban responden yang harus
1. Hak Responden
yang diberikan
2. Kewajiban Responden
Menurut Notoatmodjo (2014) selain hak kewajiban responden, peneliti juga memiliki
hak dan kewajiban ketika melakukan penelitian. Adapun hak dan kewajiban tersebut
1. Hak Peneliti
dari responden.
2. Kewajiban Peneliti
4.8.1 Waktu
4.8.2 Lokasi
2020.