Oleh:
Arvionita Utami
1112103000037
Pembimbing
dr. Supiyanti, SpM
Puji dan syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah referat ini. Shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada Rasullah SAW yang telah memberi teladan bagi penulis
untuk menjalani kehidupan di dunia ini.
Makalah referat ini mengenai Trauma Tumpul Mata. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik Departemen Mata di Rumah Sakit
Umum Daerah Bekasi.
Makalah ini terselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Supiyanti, SpM selaku pembimbing
dan juga pengajar bagi penulis dalam menjalani stase ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada dr. Ria, SpM; dr. Irsad, SpM; dan dr. Sri S. Lukman, SpM selaku staf pengajar SMF
Mata RSUD Bekasi. Penulis juga ucapkan terima kasih pada rekan-rekan kepaniteraan klinik
Mata RSUD Bekasi periode 23 Mei – 19 Juni 2016 dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya pembuatan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Demikian referat ini
penulis susun, semoga dapat bermanfaat untuk banyak pihak.
Arvionita Utami
2
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma mata sering didapatkan dari kecelakaan di rumah, kekerasan, dan cedera yang
berhubungan dengan olahraga. Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral
pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda dan laki-laki merupakan kelompok paling sering
mengalami trauma karena berkaitan dengan kegiatan sehari-hari yang berisiko. Taruma mata
yang berat dapat menyebabkan trauma multipel pada palpebra, bola mata, dan jaringan lunak
orbita.1
Disini akan dibahas lebih lanjut beberapa kelainan yang diakibatkan oleh trauma
tumpul pada bola mata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mata memiliki bentuk anatomi dan sistem imunologi yang berfungsi untuk
melindungi bola mata dari paparan lingkungan yang bersifat merusak. Sistem ini menjaga
integritas permukaan bola mata yang berkaitan dengan fungsi penglihatan. Sistem pertahanan
tersebut dijelaskan dibawah ini:1
Rima (rongga) orbita merupakan rongga tempat bola mata yang disusun oleh 7 tulang,
yaitu os. lakrimal, os. etmoid, os. sfenoid, os. frontal, os. maksila, os. palatinum, dan os.
zigomatikum. Rima orbita yang terbentuk dari tulang ini melindungi bola mata dari
benturan objek berbentuk besar. Jaringan lemak di sekitar orbita juga ikut menjaga
dengan cara meredam benturan.1,2
Kelopak mata atau palperbra merupakan lapisan kulit tipis di bagian depan orbita.
Palpeba ini mempunyai fungsi melindungi orbita secara fisik dan melalui refleks
berkedip, serta berfungsi mengeluarkan sekresi kelenjar lakrimal yang kemudian
emmbentuk film air mata di depan kornea. 1,2
Merupakan pelapis paling luar orbita. Lapisan air mata di permukaan kornea juga
merupakan bagian dari media refraksi sehingga penting untuk menjaga mutu dan
stabilitas air mata. Air mata menyediakan lingkungan dengan kelembaban yang sesuai
dengan kebutuhan sel epitel permukaan bola mata, melubrikasi permukaan bola mata dan
menyingkirkan zat-zat berbahaya. Lapisan air mata menyediakan nutrien esensial dan
oksigen bagi kornea, juga merupakan tempat berkumpulnya leukosit apabila dibutuhkan
oleh kornea. 1,2
Air mata tersusun atas 3 lapisan. Lapisan lipid di superfisial setebal 0,1 m, akuos di
tengah, dan lapisan musin di dasarnya yang melekat pada permukaan kornea. Lapisan
lipid diproduksi oleh kelenjar meibom, fungsinya mencegah penguapan air mata dan
menjaga stabilitasnya. Disfungsi kelenjar meibom dapat mengganggu kestabilan air mata
dan menimbulkan berbagai gangguan pada permukaan mata. Lapisan aquos diproduksi
oleh kelenjar lakrimal, Krouse dan Wolfring. Aquos bertugas membawa nutrien yang
larut dalam air. Kekurangan aquos paling banyak menyebabkan mata kering (dry eye).
Lapisan musin dihasilkan oleh sel goblet konjungtiva dan epitel permukaan mata.
Gangguan produksi musin seperti pada pasien sindroma Steven Johnson akan mengalami
gangguan berat pelapisan air mata pada kornea yang dapat mengakibatkan kerusakan
epitel kornea. 1,2
4
Kandungan air mata antara lain lactoferrin, imunoglobulin, lysozyme, dan β-lysin
yang berfungsi sebagai bakterisida.
Epitel konjungtiva dan kornea merupakan barier permukaan mata pertama terhadap
masuknya mikroorganisme dan zat asing.selain berfungsi sebagai barier fisik epitel juga
menahan bakteri melalui proses fagositosis, menangkap dan mencerna bakteri di dalam
fagosom intraseluler. Perputaran pergantian epitel kornea menciptakan pengelupasan
berkala permukaan sel skuamosa. Proses ini membantu melepaskan mikroba apapun
yang melekat atau mengganggu lapisan permukaan sel. Epitel kornea dan konjungtiva
juga dapat mensekresi interleukin-1 atau berbagai sitokin inflamator sebagai respon atas
serangan virus atau mediator inflamasi lainnya. 1,2
2.2 Anamnesis
Pada anamnesis trauma mata, perlu ditanyakan benda apa yang mengenai mata,
proses terjadinya, bagaimana arah datang benda mengenai mata, dan kecepatan dari benda
tersebut menghantam mata, serta waktu terjadinya. Juga perlu ditanyakan seberapa besar
benda yang mengenai mata dan komposisi dari benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi,
atau yang lain. Kemudian ditanyakan mengenai keluhan penderita setelah mengalami trauma.
Jika terdapat penurunan penglihatan, pastikan apakah penurunan penglihatan terjadi sebelum
atau sesudah terjadi trauma. Ditanyakan pula, penanganan yang telah diberikan pada
penderita.3
Awalnya diperiksa keadaan umum penderita, karena 0,3 – 0,5 kejadian trauma mata
dibarengi dengan trauma lain selain mata. Dilakukan penilaian BAC, tanda vital, status
mental, da status neurologis jika diperlukan. Selanjutnya dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan lokalis mata, sebagai berikut: 2,3
− Menilai visus, jika visus sangat terganggu dapat diperiksa proyeksi cahaya,
diskriminasi dua titik, dan defek pupil aferen
− Pemeriksaan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, lakukan palpasi untuk
mencari defek pada tepi tulng orbita
− Pemeriksaan permukaan kornea: benda asing, luka, dan abrasi
− Inspeksi konjungtiva: perdarahan/ tidak
− Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, dan perdarahan
− Pupil: ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya
− Iris: lihat apakah ada iridoplegia atau iridodialisis
− Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus,diskus optikus, dan retina
5
Trauma pada mata dapat mnegenai tiap jaringan secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat megenai jaringan: kelopak,konjungtiva,
kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Beberapa hal yang dapat kita
perhatikan untuk menilai trauma tumpul mata antara lain:1
− Farktur orbita: sakit terutama saat mata digerakkan, penglihatan ganda, sakit,
penglihatan terganggu, hifema
− Perdarahan subkonjungtiva: terdapat meta merah masif, tidak sakit, dan visus normal
− Abrasi kornea: mata berair, sakit
Gambar 1. Contoh terjadinya taruma tumpul mata (a), gambar A-B: faktur orbita (b)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keterbatasan gerak bola mata pada mata yang
cedera.
Terapi yang dapat diberikan pada keadaan hematoma palpebra adalah kompres dingin
untuk menghetikan perdarahan dan mengurangi rasa sakit. Jika sudah lama, dapat
6
diberikan kompres dingin untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan absorpsi
darah. 1
Disebut juga sebagai kemotik. Selain pada trauma tumpul, kemotik juga dapat
ditemukan di setiap kelainan pada konjungtiva. Kemotik konjungtiva yang berat dapat
mengakibatkan palpebra tidak bisa menutup. 1
Terapi pada edema konjungtiva ringan dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Tetapi pada kasus kemotik
berat, dapat dilakukan insisi untuk mengeluarkan cairan kemotik tersebut. 1
Pada trauma tumpul, pastikan bahwa tidak ada robekan di bawah jaringan konjungtiva
dan sklera. Hematoma subkonjungtiva ini dapat menutupi kelainan di dalamnya seperti
perforasi orbita. Pemeriksaan funduskopi selalu diperlukan pada hematoma
subkonjungtiva akibat trauma. 1
Edema kornea
Gambar 3. Gambaran edema kornea potongan melintang (a), gambaran kornea keruh pada
pemeriksaan slit lamp (b). (sumber: http://www.google.com/search/...)
Akan didapatkan keluhan mata kabur dan terlihat pelangi di sekitar cahaya (halo).
Pada pemeriksaan kornea keruh, dengan uji plasido positif. Edema kornea yang berat
dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam
jaringan stroma kornea. Penyulit trauma kornea yang berat adlaah adanya membran
7
descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan
mengakibatkan keluhan sakit dan penurunan visus akibat astigmatisme irreguler.1
Terapinya diberikan larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik
2 – 8%, glukose 40%, dan larutan albumin. Jika terdapat peningkatan TIO (tekanan
intraokular) maka diberikan asetazolamid.1
Erosi kornea
Keadaan dimana terkelupasnya epitel kornea. Dapat terjadi tanpa cedera pada
membran basal. Keluhan pasien adalah rasa sakit pada mata, mata berair, blefarospasme,
lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
Pada pemeriksaan fluoresein akan berwarna hijau.1
Terapi diberikan untuk mencegah infeksi berupa antibiotik topikal (tetes mata)
sprektum luas. Juga diberikan siklopegik aksi pendek seperti tropikamida. Selain itu
dilakukan terapi nonfarmakologi dengan bebat tekan selama 24 jam. Erosi kecil biasanya
tertutup dalam waktu 48 jam.1
Iridoplegia
Iridodialisis
Gambar 4. Iridodialisis 4
Merupakan keadaan robeknya pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah.
Pasien akan mengeluh melihat bayangan ganda dengan satu matanya, pupil berbentuk
lonjong. Biasanya keadaan ini bersamaan dengan adanya hifema. Terapinya bisa
dilakukan pembedahan untuk reposisi pangkal iris yang terlepas.1
2.4.6 Hifema
8
Gambar 5. Hifema (sumber: http://www.google.com/search/...)
Hifema merupakan keadaan adanya darah di bilik mata depan akibat robeknya arteri
irs atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit disertai epifora dan blefarospasme.
Visus akan turun dan bila pasien duduk atau berdiri, akan terlihat darah terkumpul di
bagian bawah bilik mata depan.1
Hifema kadang akan timbul lagi setelah hifema hilang atau 7 hari pasca trauma yang
disebut hifema sekunder. Keadaan ini akan memberi pengaruh yang lebih sulit karena
perdarahan lebih sulit hilang. Zat besi dalam bola mata dapat menyebabkan siderosis
bulbi yang dapat berlanjut menjadi fitsis bulbi dan kebutaan. 1
Dislokasi lensa
Subluksasi lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa erpindah tempat.
Subluksasi lensa ini dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
9
Keadaan jika seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk ke
dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di bilik mata depan, sehingga terjadi
gangguan pengaliran keluar aquos humor yang mengakibatkan glaukoma kongestif akut.
Terjadi karena terputusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus postreior fundus
okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandang dan gejala afakia.
Penglihatan normal dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jauh.
Katarak trauma
Katarak ini muncul setelah beberapa hari ataupun tahun pasca trauma. Pada trauma
tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa
menyebabkan katarak seperti bintang dan dapat seperti tercetak (imprinting) yang disebut
cincin Vossius.
Pada katarak trauma apabila tidak ada penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Jika terdapat penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lainnya lakukan
segera ekstrasi lensa.
Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat
jaringan koroid melalui retina yang edema. Pada trauma tumpul ditakutkan terjadi edema
makula atau edema Berlin. Pada keadaan ini edema luas sehingga seluruh polus posterior
fundus okuli berwarna abu-abu dan pembuluh darah diatasnya terlihat lebih jelas
beberapa jam setelah trauma. Ditemukan penurunan penglihatan yang tidak sesuai
dengan kekeruhan kornea.
Ablasi retina
10
Gambar 8. Lapang pandang pasien ablasio retina (a), funduskopi terlihat retina abu-abu (b)
Merupakan keadaan lepasnya retina dari koroid. Biasanya ini terjadi pada pasien yang
telah memiliki bakat untuk menjadi ablasi retina seperti retinatipis akibat retinitis semata,
miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Keluhan berupa adanya selaput seperti tabir
yang mengganggu lapang pandang. Jika terjadi di daerah makula, akan didapatkan
penurunan visus. Pada funduskopi didapatkan retina berwarna abu-abu dengan pembuluh
darah yang terangkat dan berkelok-kelok. Terapi keadaan ini adalah pembedahan.
Ruptur koroid
Ruptur ini biasanya terjadi di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di
sekitar papil saraf optik. Ruptur koroid dapat merupakan penyebab terjadinya perdarahan
subretina.
Terjadinya kompresi pada saraf optik akibat trauma itu sendiri, perdarahan atau
edema sekitar saraf optik. Visus akan menurun, adanya kelainan pada retina, ditemukan
gangguan penglihatan warna dan lapang pandang. Papil saraf optik dapat normal
beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Terapi pada fase akut adalah dengan pemberian steroid. Bila penglihatan memburuk
setelah pemberian steroid, dapat dipikirkan tindakan pembedahan.
11
BAB III
KESIMPULAN
Walaupun mata memiliki sistem pelindung yang baik seperti rima orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar serta refleks memejam, mata masih sering mengalami trauma.
Trauma dapat menyebabkan kerusakan bola mata dan kelopak, saraf mata, dan rongga orbita.
Perawatan yang tepat dapat mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat dan kebutaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S dan Rahayu SY. Ilmu penyakit mata edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI. 2014. P.279-290.
2. Eva RP. Oftalmologi umum vaughan & asbury edisi 17. Jakarta: EGC. 2010.
P.372-380.
3. Ilyas S, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran,
edisi kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2002. 263-8
4. Galloway, et all. Common eye diseases and their management. third edition. London:
Springer-Verlag. 2006. 130
13