Anda di halaman 1dari 14

Fisiologi Haid

Ovarium sebagai organ reproduksi primer wanita, melakukan tugas ganda, yaitu
menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon-hormon seks wanita, yaitu
estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini bekerja bersama untuk mendorong fertilisasi
ovum dan mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Estrogen pada
wanita betanggung jawab untuk berbagai fungsi yang serupa dengan yang dilakukan oleh
testosteron pada pria, misalnya pematangan dan pemeliharaan seluruh sistem reproduksi
wanita serta pembentukan karakteristik seks sekunder wanita. Secara umum, efek
estrogen penting untuk pematangan dan pengeluaran ovum, pembentukan berbagai
karakteristik fisik yang menarik perhatian pria secara seksual, dan mengangkut sperma
dari vagina ke tempat fertilisasi di tuba fallopi. Selain itu estrogen ikut berperan dalam
perkembangan payudara sebagai laktasi. Steroid ovarium lain, progesteron, penting untuk
mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk merawat mudigah/janin yang sedang
tumbuh dan berperan dalam kemampuan payudara menghasilkan ASI. Seperti pada pria,
kemampuan reproduktif mulai terbentuk saat pubertas pada wanita, tetapi tidak seperti
pria, yang memiliki potensi reproduksi seumur hidup, potensi reproduksi wanita berhenti
pada usia pertengahan.
Setelah pubertas, ovarium secara terus menerus berada dalam dua fase secara
bergantian, yaitu fase folikel yang didominasi oleh adanya folikel matang, dan fase luteal,
yang ditandai dengan adanya korpus luteum. Siklus ini dalam keadaan normal diinterupsi
hanya oleh kehamilan dan akhirnya berakhir pada menopause. Siklus ovarium rata-rata
berlangsung selama dua puluh delapan hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan
di antara siklus pada seorang wanita. Folikel bekerja pada separuh pertama siklus untuk
menghasilkan sebuah telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus. Korpus
luteum mengambil alih peran ada paruh kedua siklus untuk mempersiapkan saluran
reproduksi wanita untuk kehamilan apabila terjadi pembuahan terhadap telur yang
dikeluarkan.
Pada setiap saat sepanjang siklus, sebagian dari folikel primer mulai tumbuh. Namun,
folikel-folikel tersebut hanya tumbuh selama fase folikel, pada saat lingkungan hormonal
tepat untuk mendorong pematangan mereka, melanjutkan diri melewati fase awal
perkembangan. Folikel-folikel lain, karena tidak mendapat bantuan hormon, mengalami
atresia. Selama perkembangan folikel, sewaktu oosit primer sedang melaksanakan
sintesis dan menyimpan berbagai bahan untuk digunakan kemudian jika dibuahi, terjadi
perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi oosit reaktif sebagai persiapan
untuk pelepasan telur dari ovarium. Pertama, selapis sel-sel granulosa di folikel primer
berproliferasi untuk membentuk beberapa lapisan mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa
ini mengeluarkan bahan kental mirip gel yang membungkus oosit dan memisahkannya
dari sel-sel granulosa di sekitarnya. Membran penghalang ini dikenal sebagai zona
pelusida. Pada saat yang sama, sel-sel jaringan ikat khusus di ovarium di tepi folikel yang
sedang tumbuh berproliferasi dan berdiferensiasi untuk membentuk suatu lapisan
luar, yaitu sel-sel teka. Sel teka dan granulosa, yang secara kolektif disebut sel folikel
berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mensekresikan estrogen. Dari tiga estrogen yang
penting secara fisiologis, estradiol, estron, dan estriol; estradiol adalah estrogen utama
dari ovarium.

Gambar 1. Siklus ovarium

Lingkungan hormonal yang terdapat selama fase folikel mendorong pembesaran


dan perkembangan kapasitas sekretorik sel-sel folikel, mengubah folikel primer menjadi
folikel sekunder, atau antrum, yang mampu menghasilkan estrogen. Stadium
perkembangan folikel ini ditandai oleh pembetukan antrum yang berisi cairan di bagian
tengah sel-sel granulosa. Cairan folikel sebagian besar berasal dari transudasi (melewati
pori-pori kapiler) plasma dan sebagian dari sekresi sel folikel. Sewaktu sel-sel folikel
mulai menghasilkan estrogen, sebagian dari hormon ini disekresikan ke dalam darah
untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Akan tetapi, sebagian estrogen berkumpul di cairan
antrum yang kaya akan hormon.
Oosit telah mencapai ukuran maksimum pada saat antrum mulai terbentuk.
Pergeseran menjadi folikel memicu periode pertumbuhan folikel yang cepat. Selama
waktu ini, ukuran folikel meningkat dari garis tengah kurang dari 1 mm menjadi
12- 16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian pertumbuhan folikel ini disebabkan
oleh proliferasi terus-menerus sel-sel granulosa dan teka, tetapi sebagian besar
disebabkan oleh ekspansi antrum yang drastis. Sewaktu folikel tumbuh, jumlah
estrogen yang diproduksi juga meningkat. Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih
cepat daripada folikel-folikel lain, berkembang menjadi folikel matang (preovulasi
tersier atau de Graaf) dalam waktu sekitar empat belas hari setelah permulaan
perkembangan folikel. Antrum menempati sebagian besar ruang di folikel matang.
Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel granulosa, tergeser secara
asimetris ke salah satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil
yang menonjol ke dalam antrum.
Folikel matang yang sangat berkembang tersebut menonjol dari permukaan
ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang pecah untuk mengeluarkan oosit pada
saat ovulasi. Ruptur folikel dipermudah oleh pengeluaran emzim-enzim dari sel-sel
folikel yang mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Dengan demikian, dinding
yang menonjol diperlemah seningga semakin menonjol sampai suatu saat ketika
dinding tidak lagi dapat menahan isinya yang tumbuh pesat.
Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis
pertamanya. Ovum (oosit sekunder), yang masih dikelilingi oleh zona pelusida dan
sel-sel granulosa (disebut korona radiata), disapu keluar folikel yang pecah ke
dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor. Ovum yang dikeluarkan
dengan cepat disedot ke dalam tuba fallopi, tempat pembuahan mungkin atau tidak
terjadi.
Folikel-folikel lain yang sedang berkembang namun gagal mencapai
kematangan dan berovulasi mengalami degenarasi dan tidak pernah direaktivasi.
Kadang-kadang pada saat yang sama dua (atau mungkin lebih) folikel mencapai
kematangan dan berovulasi. Apabila keduanya dibuahi, terjadi kembar fraternal
(kembar saudara). Karena kembar fraternal berasal dari ovum yang berbeda yang
dibuahi oleh sperma yang berbeda mereka tidak memiliki persamaan melebihi dua
saudara kandung, kecuali tanggal lahir yang sama. Kembar identik, dipihak lain
berkembang dari satu ovum yang telah dibuahi dan secara sempurna terbagi
menjadi dua mudigah yang terpisah tetapi secara genetis identik pada tahap
perkembangan paling awal.
Ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berahkirnya fase folikel dan mulainya
fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium setelah ovum keluar
mengalami perubahan cepat. Sel-sel granulosa dan teka yang terdapat di folikel
tersebut mula-mula kolaps ke dalam ruang antrum yang sebagian terisi oleh bekuan
darah. Sel-sel folikel tua ini kemudian mengalami trasnformasi struktural drastis
untuk membentuk korpus luteum dalam suatu proses yang disebut luteinisasi. Sel-
sel folikel yang berubah menjadi sel luteal mengalami hipertrofi dan diubah
menjadi jaringan steroidegenik (penghasil hormon steroid) yang sangat aktif.
Banyaknya simpanan kolesterol, yaitu molekul prekursor steroid, di butir-butir
lemak di dalam korpus lutein menyebabkan jaringan ini tampak kekuningan.
Korpus luteum mengalami peningkatan vaskularisasi karena pembuluh-pembuluh
darah dari daerah teka menginvasi granulosa yang mengalami luteinisasi.
Perubahan-perubahan ini sesuai dengan fungsi korpus luteum, yaitu mengeluarkan
progesteron dalam jumlah besar bersama dengan estrogen dalam jumlah yang lebih
sedikit ke dalam darah. Sekresi estrogen di fase folikel, yang diikuti oleh sekresi
progesteron di fase luteal, sangat penting untuk mempersiapkan uterus agar dapat
menerima implantasi ovum yang dibuahi. Korpus luteum mulai berfungsi penuh
dalam empat hari setelah ovulasi, tetapi terus membesar sampai empat atau lima
hari berikutnya. Jika ovum yang dilepaskan tidak dibuahi dan tidak tertanam,
korpus luteum berdegenerasi dalam empat belas hari setelah pembentukannya. Sel-
sel luteal berdegenerasi dan difagositosis, pembuluh darah berkurang, dan jaringan
ikat dengan cepat terisi oleh massa jaringan fibrosa yang dikenal sebagai kopur
albikans. Fase luteal sudah berakhir, dan satu siklus ovarim selesai. Gelombang
baru perkembangan folikel, yang dimulai saat degenerasi kopus luteum lama
selesai, menandai mulainya fase folikel yang baru.
Apabila terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum terus tumbuh serta
menghasilkan progesteron dan estrogen dalam jumlah yang semakin meningkat.
Struktur ovarium yang sekarang disebut kopus luteum kehamilan ini menetap
sampai akhir kehamilan. Struktur ini menghasilkan hormon-hormon yang esensial
untuk memelihara kehamilan sampai plasenta dapat mengambil alih fungsi penting
ini.
Siklus ovarium diatur oleh interaksi kompleks berbagai hormon dari
hipotalamus, hipofisis anterior, dan ovarium. Ovarium memiliki dua unit endokrin
terkait-folikel penghasil estrogen selama paruh pertama siklus, dan korpus luteum
yang mengeluarkan progesteron dan estrogen selama paruh terakhir siklus. Unit-
unit ini secara sekuensial dipicu oleh hubungan hormonal siklis yang rumit antara
hipotalamus, hipofisis anterior, dan kedua unit endokrin ovarium.
Seperti pada pria, fungsi gonad pada wanita secara langsung dikontrol oleh
hormon-hormon gonadotropik hipofisis anterior, follicle-stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon ini, pada gilirannya, diatur
oleh gonadotropin-releasing hormone (GnRH) hipotalamus yang sekresinya
pulsatif serta efek umpan-balik hormon-hormon gonad. Namun, berbeda dengan
pria, kontrol gonad wanita diperumit oleh fungsi ovarium yang sifatnya siklis.
Sebagai contoh, efek FSH dan LH pada ovarium bergantung pada stadium siklus
ovarium. Juga berbeda dengan pria FSH tidak semata-mata bertanggung jawab
untuk gametogenesis dan LH juga tidak hanya bertanggung jawab atas sekresi
hormon gonad. Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra-antrum dan pematangan
oosit tidak memerlukan stimulasi gonadotropik. Namun, bantuan hormon
diperlukan untuk membentuk antrum perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi
estrogen.
Estrogen, FSH, dan LH semuanya diperlukan. Pembentukan antrum diinduksi
oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa.
Baik FSH maupun LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel,
tetapi hormon-hormon ini bekerja pada sel-sel yang berbeda dan pada tahapan jalur
pembentukan estrogen yang berbeda pula. Baik sel granulosa maupun sel teka
berpartisipasi dalam pembentukan estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen
memerlukan sejumlah langkah berurutan dengan langkah terakhir adalah
perubahan androgen menjadi estrogen. Sel-sel teka banyak menghasilkan androgen
tetapi kapasitas mereka mengubah androgen menjadi estrogen terbatas. Sel-sel
granulosa, di pihak lain, mudah mengubah androgen menjadi estrogen, tetapi tidak

mampu membentuk sendiri androgen. LH bekerja pada sel-sel teka untuk


merangsang pembentukan androgen, sementara FSH bekerja pada sel-sel granulosa
yuntuk meningkatkan perubahan androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel
granulosa dan sel teka) menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah
sudah cukup untuk mendorong perubahan menjadi estrogen ini, kecepatan sekresi
estrogen oleh folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus
meningkat selama fase folikel. Selain itu, sewaktu folikel terus tumbuh, estrogen
yang dihasilkan juga meningkat karena bertambahnya jumlah sel folikel penghasil
estrogen.
Sebagian dari estrogen yang dihasilkan oleh folikel yang tumbuh
disekresikan ke dalam darah dan menjadi penyebab meningkatnya kadar estrogen
plasma selama fase folikel. Sisa estrogen tetap berada di dalam folikel dan ikut serta
membentuk cairan antrum dan merangsang proliferasi lebih lanjut sel-sel
granulosa.

Gambar 2. Produksi estrogen melalui folikel ovarium

Estrogen yang disekresikan, selain bekerja pada jaringan spesifik seks seperti
uterus, juga menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui mekanisme
umpan-balik negatif. Kadar estrogen yang rendah tetapi meningkat pada fase folikel
bekerja secara langsung pada hipotalamus umtuk menghambat sekresi GnRH,
sehingga pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis anterior yang dipicu oleh GnRH
juga tertekan. Namun, efek primer estrogen adalah langsung pada hipofisis itu
sendiri. Estrogen menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama sel
penghasil FSH, terhadap GnRH.
Perbedaan kepekaan sel-sel penghasil FSH dan LH yang diinduksi oleh
estrogen ini paling tidak ikut berperan pada kenyataan bahwa kadar FSH plasma,
tidak seperti kadar LH plasma, menurun selama fase folikel seiring dengan
peningkatan kadar estrogen. Faktor lain yang menyebabkan turunnya FSH selama
fase folikel adalah sekresi inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin cenderung
menghambat sekresi FSH dengan bekerja pada hipofisis anterior, seperti yang
terjadi pada pria. Penurunan sekresi FSH menyebabkan atresia semua folikel yang
sedang berkembang kecuali satu yang paling matang.
Berbeda dengan FSH, sekresi LH terus meningkat secara perlahan selama
fase folikel walaupun terjadi inhibisi terhadap sekresi GnRH (dan dengan demikian
secara tidak langsung, LH). Hal yang tampak paradox ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa estrogen sendiri tidak dapat secara total menekan sekresi LH
tonik (terus- menerus, dengan kadar rendah); untuk menghambat secara total
sekresi LH tonik tersebut diperlukan baik estrogen maupun progesteron. Karena
progesteron belum muncul sampai fase luteal siklus tersebut, kadar LH basal secara
perlahan meningkat selama fase folikel di bawah inhibisi estrogen.
Ovulasi dan luteinisasi selanjutnya folikel yang ruptur dipicu oleh
peningkatan sekresi LH yang masif dan mendadak. Lonjakkan LH ini menimbulkan
empat perubahan utama pada folikel:
1. Lonjakan tersebut menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel
2. Lonjakan tersebut memulai kembali meiosis di oosit pada folikel yang
sedang berkembang, tampaknya dengan menghambat pengeluaran oocyte
maturation-inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa. Zat
ini diperkirakan menjadi penyebab terhentinya meiosis di oosit primer
setelah oosit terbungkus di dalam sel-sel granulosa pada ovarium janin
3. Lonjakan tersebut memicu pembentukan prostaglandin spesifik yang bekerja
lokal. Prostaglandin tersebut menginduksi ovulasi dengan mendorong
perubahan-perubahan vaskuler yang menyebabkan pembengkakan folikel
dengan cepat sementara menginduksi pencernaan dinding folikel oleh
enzim- enzim. Efek-efek tersebut bersama-sama menyebabkan rupturnya
dinding yang membungkus folikel
4. Lonjakan tersebut menyebabkan diferensiasi sel-sel folikel menjadi sel
luteal. Karena lonjakan LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan
korpus luteum secara otomatis mengikuti ovulasi. Dengan demikian,
lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus adalah titik dramatis dalam
siklus; lonjakan tersebut menghentikan fase folikel dan memulai fase luteal.

Dua cara sekresi LH yang berbeda—sekresi tonik LH yang menyebabkan


sekresi hormon ovarium dan lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi—tidak hanya
berlangsung pada saat yang berbeda dan menimbulkan efek yang berlainan pada
ovarium tetapi juga dikontrol oleh mekanisme yang berbeda. Sekresi LH tonik
ditekan secara parsial oleh estrogen kadar rendah selama fase folikel dan ditekan
secara total oleh pregesteron yang kadanya meningkat selama fase luteal. Karena
sekresi LH tonik merangsang sekresi estrogen dan progesteron, hal ini adalah khas
untuk sistem umpan-balik begatif.
Sebaliknya lonjakan LH dipicu oleh efek umpan-balik positif. Kadar estrogen
yang rendah dan meningkat pada awal fase folikel menghambat sekresi LH, tetapi
kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel
merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Dengan demikian, LH
meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan konsentrasi estrogen puncak
merangsang sekresi LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung
pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga
meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada
hipofisis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH
terhadap GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang
jauh lebih besar daripada sekresi FSH pada pertengahan siklus. Karena hanya
folikel praovulasi matang, bukan folikel-folikel pada tahap awal perkembangan,
yang mampu mengeluarkan estrogen dalam junlah cukup untuk memicu lonjakan
LH, maka ovulasi tidak terjadi sampai sebuah folikel mencapai ukuran dan tingkat
kematangan yang sesuai. Dengan cara ini, folikel memberi tahu hipotalamus kapan
ia siap dirangsang untuk berovulasi. Lonjakan LH hanya berlangsung satu atau dua
hari pada pertengahan siklus, sesaat sebelum ovulasi.
Gambar 3. Kontrol lonjakan LH saat ovulasi

LH mempertahankan korpus luteum; yaitu, setelah memicu perkembangan


korpus luteum, LH merangsang struktur ovarium ini untuk terus mengeuarkan
hormon steroid. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron
dan estrogen, dengan jumlah progesteron jauh lebih besar. Kadar progesteron
plasma meningkat untuk pertama kalinya selama fase luteal. Selama fase folikel
tidak terjadi sekresi progesteron (kecuali sedikit dari folikel yang akan pecah di
bawah pengaruh lonjakan LH). Oleh karena itu, fase folikel didominasi oleh
estrogen sedangkan fase luteal oleh progesteron.
Penurunan sesaat kadar estrogen dalam darah terjadi pada pertengahahn siklus
sewaktu folikel penghasil estrogen mati. Kadar estrogen kembali baik selama fase
luteal karena aktivitas korpus luteum, walaupun tidak mencapai puncak yang sama
seperti fase folikel. Progesteron mencegah kadar estrogen yang cukup tinggi selama
fase luteal memicu kembali lonjakan LH. Walaupun estrogen kadar tinggi
merangsang sekresi LH, progesteron, yang mendominasi fase luteal, dengan kuat
menghambat sekresi LH dan sekresi FSH. Inhibisi FSH dan LH oleh progesteron
mencegah pematangan folikel dan ovulasi baru selama fase luteal. Di bawah
pengaruh progesteron, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang ovum
yang baru dilepaskan, jika ovum tersebut dibuahi, dan tidak mempersiapkan
pengeluaran ovum baru. Sel-sel luteal tidak mengeluarkan inhibin.

Gambar 4. Kontrol umpan balik selama fase luteal

Korpus luteum berfungsi selama dua minggu kemudian berdegenerasi jika


tidak terjadi pembuahan. Mekanisme yang bertanggung jawab menyebabkan
degenerasi korpus luteum belum sepenuhnya dipahami. Penurunan kadar LH dalam
darah, yang disebabkan oleh efek inhibisi progesteron jelas berpengaruh dalam
kemunduran korpus luteum. Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel-
sel luteal itu sendiri mungkin juga berperan. Kematian korpus luteum mengkahiri
fase luteal dan menandai dimulainya fase folikel yang baru. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, kadar progesteron dan estrogen plasma turun dengan cepat karena
kedua hormon ini tidak lagi diproduksi. Lenyapnya efek inhibitorik dari kedua
hormon ini pada hipotalamus menyebabkan sekresi FSH dan LH-tonik kembali
meningkat. Di bawah pengaruh hormon-hormon gonadotropik ini, sekelompok
folikel baru kembali mengalami proses pematangan seiring dengan dimulainya fase
folikel baru.
Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang
terjadi selama siklus ovarium menyebabkan perubahan-perubahan yang mencolok
di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus uterus (siklus
menstruasi). Karena mencerminkan perubahan-perubahan hormon yang terjadi
selama siklus ovarium, daur haid berlangsung rata-rata dua puluh delapan hari
seperti siklus ovarium, walaupun dapat terjadi variasi yang cukup besar bahkan
pada orang dewasa normal. Variabilitas tersebut terutama mencerminkan perbedaan
lamanya fase folikel; lama (durasi) fase luteal hampir konstan. Manifestasi nyata
perubahan siklis yang terjadi di uterus adalah perdarahan haid yang berlangsung
sekali setiap daur haid (yaitu sekali sebulan). Namun selama siklus tersebut terjadi

perubahan- perubahan yang kurang nyata, ketika uterus dipersiapkan


Gambar 5. Kontrol umpan balik FSH dan sekresi LH tonik selama fase folikel
untuk menerima implantasi ovum yang dibuahi dan kemudian lapisannya
dilepaskan jika tidak terjadi pembuahan (haid), hanya untuk memperbaiki dirinya
kembali dan mulai mempersiapkan diri untuk ovum yang akan dikeluarkan pada
siklus berikutnya.
Uterus terdiri dari dua lapisan, yaitu miometrium, lapisan otot polos di
sebelah luar, dan endometrium, lapisan bagian dalam yang mengandung banyak
pembuluh darah dan kelenjar. Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium, dan
endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di
endometrium. Demgan demikian, progesteron mampu mempengaruhi
endometrium hanya setelah endometrium “dipersiapkan”oleh estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk
mengubahnya menjadi lapisan yang ramah dan mengandung banyak nutrisi bagi
ovum yang sudah dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat
endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat penimbunan eletrolit dan air
yang mempermudah implantasi ovum yang dibuahi. Progesteron juga
mempersiapkan endometrium untuk menampung mudigah yang baru berkembang
dengan merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan
menyimpan glikogen dalam jumlah besar dan dengan menyebabkan pertumbuhan
besar-besaran pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan
kontraktilitas uterus agar lingkungan di uterus tenang dan kondusif untuk
implantasi dan pertumbuhan mudigah.
Daur haid terdari tiga fase: fase menstruasi (haid), fse proliferasi, dan fase
sekresi atau progestasional. Fase menstruasi adalah fase yang paling jelas karena
ditandai oleh pengeluaran darah dan debris endometrium dari vagina. Berdasarkan
perjanjian, hari pertama haid dianggap sebagai awal siklus baru. Fase ini bersamaan
dengan berakhirnya fase luteal ovarium dan permulaan fase folikel. Sewaktu korpus
luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan implantasi ovum yang
dikeluarkan dari siklus sebelumnya, kadar estrogen dan progesteron di sirkulasi
turun drastis. Karena efek netto estrogen dan progesteron adalah mempersiapkan
endometrium untuk implantasi ovum yang dibuahi, penarikan-kembali kedua
hormon steroid tersebut menyebabkan lapisan endometrium yang kaya akan nutrisi
dan pembuluh darah itu tidak lagi ada yang mendukung secara hormonal.
Penurunan kadar hormon-hormon ovarium itu juga merangsang pengeluaran
prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh
endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium terganggu. Penurunan
penyaluran O2 yang terjadi menyebabkan kematian endometrium, termasuk
pembuluh-pembuluh darahnya. Perdarahan yang timbul melalui disintegrasi
pembuluh darah itu membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen
uterus. Pada setiap kali haid, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali suatu
lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel-sel epitel dan kelenjar yang akan
menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang
kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi-kontraski itu membantu
mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yaag kuat akibat pembentukan prostaglandin
berlebihan merupakan penyebab kejang haid (dismenore) yang dialami oleh
sebagian wanita.
Jumlah rata-rata darah yang keluar setiap kali haid adalah 50-150 ml. Darah
yang mengalir lambat melalui endometrium akan membeku di dalam rogga uterus.
Fibrinolisin, suatu pelarut fibrin yang menguraikan fibrin yang membentuk jalinan
bekuan, akan bekerja pada bekuan ini. Dengan demikian, darah haid biasanya tidak
lagi membeku karena darah tersebut sudah membeku dan sudah dicairkan sebelum
keluar dari vagina. Namun, apabila darah terlalu cepat mengalir keluar, fibrinolisis
mungkin belum memiliki cukup waktu untuk bekerja, sehingga darah haid dapat
membeku terutama jika jumlahnya sangat banyak. Selain darah dan debris
endometrium, darah haid mengandung banyak leukosit. Sel-sel darah putih ini
berperan penting dalam pertahan endometrium terhadap infeksi.
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi
korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikel ovarium. Penurunan
esterogen dan progeseteron akibat degenerasi korpus luteum secara simultan
menyebabkan terlepasnya endomerium (haid) dan perkembangan folikel-folikel
baru di ovarium di bawah pengaruh hormon-hormon gonadotropik yang kadarnya
meningkat. Penurunan sekresi hormon gonad menghilangkan efek inhibisi pada
hipotalamus dan hiposis anterior, sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan fase
folikel baru kembali dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di bawah pengaruh
FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang mengeluaran cukup banyak
estrogen untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan endometrium.
Dengan demikian, haid berhenti dan fase proliferatif siklus uterus dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikel ovarium pada saat endometrium
mulai memperbaiki dirinya dan mengalami proliferasi di bawah pengaruh estrogen
yang berasal dari folikel-folikel baru yang sedang tumbuh. Sewaktu darah haid
berhenti, di uterus tertinggal satu lapisan tipis endometrium setebal kurang dari 1
mm. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di
endometrium sehingga ketebalan lapisan ini dapat mencapai 3 -5 mm. Fase
proliferatif yang didominasi oleh estrogen berlansung dari akhir haid sampai
ovulasi. Kadar estrogen puncak memicu lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi.
Setelah ovulasi, pada saat sebuah korpus luteum terbentuk, uterus memasuki
fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal
ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium tebal yang sudah dipersiapkan oleh
estrogen untuk mengubahnya menjadi jaringan yang kaya pembuluh dan glikogen.
Periode ini disebut fase sekretorik, karena kelenjar-kelenjar endometrium secara
aktif mengeluarkan glikogen, atau fase pregestasional (sebelum kehamilan), dalam
kaitannya dengan pembentukan lapisan endometrium subur yang mampu
menunjang perkembangan mudigah. Jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum berdegenerasi dan fase folikel dan fase haid kembali dimulai.
Gambar 6. Hubungan antara perubahan hormon, siklus ovarium, dan perubahan uterus
Selama siklus ovarium juga terjadi perubahan di serviks akibat pengaruh
hormon. Di bawah pengaruh estrogen selama fase folikel, mukus yang disekresikan
oleh serviks berjumlah banyak, jernih, dan encer. Perubahan ini yang paling jelas
ketika kadar estrogen berada di puncaknya dan ovulasi akan terjadi, mempermudah
sperma melewati kanalis servikalis. Setelah ovulasi, di bawah pengaruh
progesteron dari kopus luteum mukus mejadi lebih kental dan lengket, sehingga
pada dasarnya membentuk sumbat yang menutupi lubang serviks. Sumbat ini
merupakan mekanisme pertahanan penting unutuk mencegah masuknyaa bakteri
dari vagina ke uterus yang dapat mengancam kehamilan sekiranya terjadi konsepsi.
Sperma juga tidak dapat menumbus sawar mukus yang tebal ini (3,4).

Anda mungkin juga menyukai