Anda di halaman 1dari 9

CEREBRAL SMALL VESSEL DISEASE

(CSVD)

Definisi

Cerebral Small Vessel Disease (CSVD) merupakan kondisi klinitopatologis


yang lebih mengacu pada gambaran patologis pembuluh darah kecil diotak (arteri
kecil, arteriol, kapilervena kapiler venula, dan vena), memiliki spectrum luas dan
dapat memberikan manifestasi klinis berfariasi seperti sakit kepala, gangguan
fungsi kognitif, ganguan gait hingga kelumpuhan, ataupun tidak memberikan
manifestasi klinis. Pembuluh darah otak yang terlibat dalam CSVD adalah
pembuluh darah kecil di leptomeningeal dan intraparenkiman, seperti pembuluh
darah ganglia basal, bagian perifer substansia alba (white matter), arteri
leptomeningeal, pembuluh darah pada substansia alba serebelum dan thalamus,
dan pembuluh darah batang otak.

Cerebral arterial small vessels berasal dari dua cabang, yaitu cabang
superfisial dan cabang profunda. Cabang superfisial adalah cabang sirkulasi
subaraknoid yayng merupakan pembuluh darah terminal dari pembuluh darah
berukuran sedang. Cabangprofunda berasal dari bagian basal, yang merupakan
cabang langsung dari pembuluh darah besaryang selanjutnya masuk kedalam
parenkim yang menjadi arteri perforator. Hal yang penting diperhatikan yakni
pembuluh darah kecil tidak dapat divisualisasikan, berbeda dengan pembuluh
darah besar. Oleh karena itu, lesi parenkim otak sebagai akibat perubahan
pembuluh darah kecil digunakan sebagai penanda CSVD.

Klasifikasi dan Epidemiologi CSVD

klasifikasi berdasarkan etiopatologi CSVD

Tipe 1: Arteriosklerosis (usia dan faktor risiko vascular terkait CSVD)


 Nekrosis fibrinoid
 Lipohialinosis
 Mikroaneurisma (sakular, lipohialinosis, fusiformis, asimetrik, perdarahan)
 Disorganisasi arterial segmental

Tipe 2: cerebral amyloid angiopathy (CAA) sporadik dan herediter

Tipe 3: CSVD yang diturunkan yang beberda dengan cerebral amyloid angiopathy

 CADASIL
 CARASIL
 Demensia multiinfark genetic tipe Swedia
 MELAS
 Fabry’s disease
 Vaskulopati serebroretinal herediter
 Endoteliopati herediter dengan retinopati, nefropati dan stroke
 Small vessel disease akibat mutasi COL4A1

Tipe 4: CSVD yang dimediasi oleh inflamasi dan imonologis

 Wegener’s granulomatosis
 Sindrom Chrug-Strauss
 Poliangitis mikroskopik
 Purpura Henoch-Schonlein
 Vaskulitis krioglobulinemik
 Angitis leukositoklastik kutaneus
 Angitis primer dari susunan saraf pusat
 Sindrom Sneddon
 Vaskulitis sistem saaraf terkait infeksi
 Vaskulitis sistem saraf terkait kelainan jaringan konektif seperti SLE,
sindrom Sjogren, vaskulitis rematoid, skleroderma, dan dermatomyositis

Tipe 5: venous collagenosis

Tipe 6: CSVD lainnya


 Angiopati pascaradiasi
 Non-amyloid microvessel degeneration pada penyakit Alzheimer

Penialian CSVD dinilai berdasarkan konsep pencintraan yang disebut


standards for reporting vascular changes on neuroimaging (STRIVE), yang
meliputi:

1. 6 tipe lesi pencitraan:


a. Infark subkortikal (infark lakunar)
b. Lacune karena gangguan vascular
c. White matter lesion Karena gangguan vascular
d. Virchow Robbin space atau rongga perivascular
e. Cerebral microbleeds
f. Atrofi otak
2. Penggunaan bahasa dan istilah yang sama untuk manifestasi CSVD yang
terlihat pada gambar MRI
3. Penetapan standar minimum image acquisition dan analisis pencitraan
4. Kesepakatan standar pelaporan ilmiah terhadap perubahan parenkim otak
terkait CSVD pada pencitraan. Selain itu dilakukan review tenik pencitraan
terbaru untuk mendeteksi dan mengkiantifikasi manifestasi preklinik CSVD.

Arteriosclerosis

Arteriosklerosis merupakan gangguan pembuluh darah yang didasari


kelainan pada dinding pembuluh darah dan berlanjut dengan komplikasinya pada
dinding pembuluh darah. Manifestasi ateriosklerosis yang khas adalah
mikroaneurisma dan lipohialinosis. Mikroaneurisma terjadi akibat penipisan otot
polos pada tunika pembuluh darah yang dapat mengakibatkan microbleeding.
Lipohialinosis didasarkan adanya deposit material, seperti fibrohialin, yang dapat
menyempitkan lumen pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan infark
lacunar. Timbulnya mikroaneurisma dan lipohialinosis ini disebabkan oleh
tekanan darah yang tidak terkontrol dan diakselerasi oleh adanya penyakit
metabolic, seperti hiperhomosisteinemia, diabetes mellitus, dan dyslipidemia,
serta faktor resiko lain seperti merokok dan imobilisasi. Merokok tidak saja
berpengaruh pada elastisias dinding pembuluh darah, tetapi juga pada viskositas
darah, deformabilitas sel darah merah (eritrosit), dan terjadi peningkatan
fibrinogen.

Cerebral Amyloid Angiopathy (CAA)

CAA menggambarkan sekelompok gangguan sistem sraaf pusat


(SSP)dengan berbagai manifestasi klinis yang didasari kelainan pembuluh darah
(angiopati) akibat deposit amyloid fibrils pada dinding pembuluh darah. Deposit
tersebut terdistribusi pada dinding pembuluh darah kecil hingga sedang,
yakniarteri dan arteriol terutama diruang leptomeningeal dan korteks, dan jarang
pada kapiler maupun vena. CAA merupakan salah satu CSVD yang dapat
bermanifestasi dalam bentuk lesi perdarahan (microbeed dan pendarahan
intraserebral [PIS] lobar) maupun iskemik (infark lacunar, white matter lesion).

Von sattel dkk membagi CAA berdasarkan tingkat keparahan perubahan


patologis pembuluh darah, yaitu :

1. Ringan, jika amyloid terbatas pada tunika media, tanpa kerusakan signifikan sel
otot polos,
2. Sedang, jika tunika media digantikan oleh amyloid sehingga lebih tebal
dibandingkan kondisi normal,
3. Berat, apabila terdapat disposisi amyloid yang luas, fragmentasi dinding fokal
atau double barreling dinding pembuluh darah, pembentukan
mikroaneurisma, nekrosis fibrinoid, dan kebocoran plasma melalui dinding
pembuluh darah.

Secara umum CAA terbagi menjadi dua bentuk, yakni CAA herediter dan
CAA sporadik. CAA herediter berkaitan dengan mutasi genetic yang mengkode
proteinamiloid termasuk prekursornya. Bentuk ini umumnya ditemukan pada usia
muda. CAA sporadic biasanya dikaitkan dengan polymorphisms of disease-
suspectible genes dan biasanya ditemukan pada usia lanjut.
Diagnosis definitive CAA berdasarkan kriteria Boston, yaitu

1. Definite CAA
pemeriksaan postmortem lengkap menunjukan :
- perdarahan lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
- CAA yang berat dengan vaskulopati
- ketiadaan dari lesi diagnostik lainnya.
2. Probable CAA dengan gambaran patologi yang mendukung
data klinis dan jaringan patologis (evakuasi hematoma tau biopsi vertikal)
menunjukan :
- perdarahan lobar, kortikar, atau kortikosubkortikal
- beberapa derajat CAA pada spesimen
- ketiadaan dari lesi diagnostik lainnya
3. Probable CAA
data klinis dari MRI atau CT menunjukan :
- perdarahan multiple terbatas region lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
(perdarahan sereberal dibolehkan)
- umur lebih dari sama dengan 55 tahun
- ketiadaan penyakit perdarahan yang lain
4. Possible CAA
data klinis dari MRI atau CT menunjukan :
- perdarahan tunggal pada lobar, kortikal, atau kortikosubkortikal
- umur lebih sama dengan 55 tahun
- ketiadaan penyebab perdarahan yang lain

Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcorticalinfarcts and


Leukoencephalopathy (CADALIS)

CADALIS merupakan mutasi genetik yang diturunkan secara monogenic


mengikuti hokum Mendell pada gen NOTCH3. Gen tersebut diekskresikan secara
eksklusif oleh sel otot polos pembuluh darah, terutama arteri berkaliber kecil
serta sel perisit. CADASIL bisa tidak bermanifestasi klinis maupun bermanifestasi
klinis seperti migren, stroke lacunar, stroke lacunar berulang, leukoaraiosis,
gangguan mood, apatis, dan demensia, yang tidak harus ditemukan bersamaan.

White Matter Lesion (WML)

WML dihubungkan dengan faktor genetik dan terdapat hubungan yang


kuat dengan usia dan tekanan darah, memberikan manifestasi klinis yang
bervariasi ataupun hanya ditemukan pada pencitraan tanpa gejala klinis.fazekas
memberikan gambaran histopatologis yang sering ditemukan pada WML adalah
perubahan perivascular ringan hingga melibatkan area yang luas dengan
kehilangan jumlah serat yang bervariasi, kavitas kecil multiple, serta
arterioskelorir nyata. Selain itu terdapat patologis lain terjadi juga venous
collagenosis, yaitu penumpukan kolagen pada dinding venula dipemburuh darah
vena kecil periventricular.

Proses pembentukan WML serta kompleksitas fenotipnya diperkirakan


terdapat kontribusifaktor genetik dimana terdapat gen yang berhubungan dengan
sifat-sifat multi faktor kompleks seperti WML, yaitu 6 novel single nucleotide
polymorphisme (SNP) pada satu lokus kromosom 17q25. WML juga berkaitan
dengan beberapa penyakit diantaranya Binswager. Penyakit iini secara patologis
tampak sebagai area konfluens atau pengelompokan jaringan white matter di
otak, meliputi lobus oksipital, periventrikel terutama bagian anterior, dan
serebelum. Volume white matter menjadi berkurang dan dapat desertai
pembesaran ventrikel serta mengecilnya korpus kalosum. Selain lesi white matter
dapat pula ditemukan lacunae, cavitas berbentuk bulat atau lonjong berisi cairan
pada daerah subkortikal, berdiameter 3-20 mm, yang ditemukan pada CT atau
MRI. Gejala klinik penyakit Binswager sangat bervariasi, umumnya berupa
gangguan klinis seperti perlambatan psikomotor,gangguan memori, bahasa, dan
visuospasial, serta abulia. Selain itu itu dapat ditemukan gejala pseudobulbar,
ganguan pyramidal dan gait. Manifestasi ini umumnya bertahap dan memburuk
dalamperiode hari hingga minggu, kemudian menetap adapula yang
bermanifestasi sebagai stroke lacunar akut.
Patogenesis Kerusakan Serebral

Gejala dan Tanda Klinis

Pada CSVD, infark lacunar multiple dapat bermanifestasi sebagai


gangguan fungsi kognitif, gangguan gait, gangguan mood, maupun gangguan
motorik, demensia, gangguan keseimbangan, serta parkinsonisme. WML
memberikan gambaran klinis yang bervariasi, dari tidak adanya keluhan, hingga
terjadi gangguan fungsi kognitif dan ganguan motoric, termasuk parkinsonisme,
yang berhubungan dengan luas lesi serta perbedaan mekanisme kompensasi
untuk mencegah penurunan fungsi kognitif dan motoric.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Kerusakan parenkim otak pada CSVD hanya dapat diidentifikasi dengan ST


scan atau MRI, sehingga diaknosisnya sangat bergantung pada temuan
pencitraan. Hal yang penting diperhatikan adalah CSVD tidak hanya memiliki
gambaran iskemik, namun juga dapat memberikan gambaran penddarahan
berupa macrolesions (large sub-cortical hemorhages) dan microlesions
(microbleeds).

Tatalaksana

Manifestasi CSVD spesifik dengan pembuluh darahkecil yang ada diotak, sehingga
memungkinkan pencegahan faktor resiko untuk menekan disabilitas dan
mortalitas dikemudian hari.

1. Trombolisis
Berdasarkan National Institute of Neurologicals Disorders and stroke
(NINDS) dan penelitian lainnya, luaran terapi t-PA (Tissue Plasminogen
Activator) pada stroke lacunar tidak lebih buruk dibandingkan stroke non
lacunar. Beberapa pedoman terbaru tidak membedakan efikasi t-PA menurut
tipe stroke. Terkait keamanannya, tidak didapatkan peningkatan resik
perdarahan intracranial terkait CMB yang bermakna, namun resiko ini tidak
melebihi manfaat yang diterima.
2. Pengendalian Faktor Resiko
Hipertensi merupakan faktor resiko stroke terpenting, sehingga
penurunan tekanan darah (TD) bermanfaat untuk prevensi stroke sekunder.
Studi Perindopril Protection against Recccurent Stroke Study (PROGRESS) juga
menujukan bahwa penurunan TD yang intensif (kurang dari 130 mmHg)
dapat menunda progresivitas WML pada pasien stroke.
Dislipidemia, terutama peningkatan kadar low-density lipoprotein (LDL)
memegang peranan penting dalam pembentukan aterosklerosis. Studi Stroke
Prevention by Aggressive Reduction in Cholesterol Levels (SPARCL)
menunjukan bahwa pasien yang mendapat atorvastatin mengalami
penurunn kajadian stroke dan penyakit jantung koroer secara signifikan,
namun peningkatan sedikit tetapi signifikan menyebabkan stroke hemoragik.
Studi Regression of Cerebral Artery Stenosis (ROCAS) menujukan bahwa
penggunaan statin berhubungan dengan penurunan progresifitas WML.
pada sub-studi Vitamins to Prevent Stroke (VITATOPS)-MRI, penurunan
kadar homosistein dengan vitamin B dikaitkan dengan penurunan
peningkatan volume WMH pada pasien dengan CSVD yang berat. Sebagai
tambahan, vitamin E tocotrienols diketahui dapat menghambat progresifitas
WMH pada subjek sehat dengan WMH.

3. Antiplatelet
Antiplatelet secara umum digunakan pada stroke nonkardioembolik. Pada
studi Secondary Prevention of Small Subcortical Stroke (SPS3) disimpulkan
bahwa pada infark lacunar, klopidogrel dan aspirin tidak menurunkan
resiko stroke secara signifikan, bahkan meningkatkan resiko perdarahan
dan kematian. Cilostazol meyebabkan komplikasi pendarahan yang lebih
rendah dbandingkan aspirin, ditandai dengan pemanjangan bleeding time
pada aspirin atau klopidigrel. Cilostazol juga memiliki efek protektif
terhadap endotel dan mencegah gangguan SDO pada pasien stroke iskemik
dengan menurunkan aktivitas matrix metalloprotease-9 (MMP-9). Cilostazol
lebih aman secara bermakna dibandingkan aspirin terkait resiko stroke
hemoragik pada psien hipertensi dengan stroke lacunar, juga dapat
menurunkan hight pulsatile pressure pada pembuluh darah kecil akibat
kekakuan arteri, yang berkontribusi dalam pathogenesis WMH.
Trifusal memiliki efek yang sama dengan aspirin namun dengan
komplikasi perdarahan lebih kecil, sehingga dapat digunakan pada pasien
dengan resiko perdarahan seperti CMB multiple pada CSVD.

Anda mungkin juga menyukai