Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU PENYAKIT DALAM

”Pielonefritis dan Amiloidosis”

KELOMPOK 2

YOHANA SIMAMORA (1708010008)

MARIA JOSSIE DERAM NIHAMAKING (1709010018)

ALOYSIUS HERYANTO WUNDA (1709010030)

AGUSTIANI AMALIA RATU DOBO (1709010042)

MICHAELA MARISA DAEL (1709010048)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

NIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul”Pielonefritis dan Amiloidosis”Makalah
ini penulis susun secara maksimal dan dengan bantuan dari berbagai pihak maka dari itu penulis
menyampaikan limpah terima kasih atas peran serta dalam penyusunan makalah.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sehingga dapat menyempurnakan makalah ini.

Kupang, november 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana etiologi, pathogenesis, gejala-gejala, pemeriksaan patologi-anatomis,
diagnosis, prognosis dan terapi dari Pielonefritis?
2. Bagaimana etiologi, pathogenesis, gejala-gejala, pemeriksaan patologi-anatomis,
diagnosis, prognosis dan terapi dari Amiloidosis?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui etiologi, pathogenesis, gejala-gejala, pemeriksaan patologi-anatomis,


diagnosis, prognosis dan terapi dari Pielonefritis.
2. Untuk mengetahui etiologi, pathogenesis, gejala-gejala, pemeriksaan patologi-anatomis,
diagnosis, prognosis dan terapi dari Amiloidosis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PIELONEFRITIS

Pielonefritis merupakan penyakit infeksi khusus saluran perkencingan sapi yang sebabkan
oleh bakteriCorynebacterium renale, serta di tandai dengan radang kronik pada kantong kemih,
ureter dan ginjal. Penyakit tersebut relatif merupakan penyakit yang di temukan pada sapi perah.
Biasanya penyakit bersifat sporadik dan telah di laporkan terdapat di amerika serikat, eropa dan
jepang. Rupanya penyakit juga di temukan di tempat lain dimana ternak sapi di pelihara
(Subronto,2008).

2.1.1 Etiologi

BakteriCorynebacterium renale dapat di temukan dari kebanyakan penderita. Apabila bakteri


di suntikkan secara intravena pada kelinci dan mencit akan menyebabkan pielonefritis. Secara
serologis bakteriC.renaledi bagi dalam 3 tipe; bakteri tipeke 4 mungkin juga dapat di temukan.
Pada sapi telah di buktikan bahwa dengan inokulasi ketiga tipe bakteri C.renale kedalam
kantong kemih telah menghasilkan radang ureter dan pielonefritis yang kronik. Hasil percobaan
di atas menjunjukkan bahwa, ketiga bakteri tersebut mempunyai sifat virulensi yang berbeda-
beda.Bakteri tipe 3 bersifat paling virulen, di susul tipe 1, sedang tipe 2 hanya menghasilkan
perubahan patologis ringan, tanpa ada gejala sakit secara klinis.Perbedaan dalam virulensi
bakteri-bakteri tersebut konsisten dengan distribusi C.renale pada sapi-sapi jepang.Biasanya
galur bakteri tipe 3 di isolasi dari sapi-sapi yang menunjukkan gejala pielonefritis, maupun dari
sapi yang nampaknya sehat yang dipelihara sekelompok dengan sapi penderita penyakit
tersebut.Bakteri tipe 2 biasanya dapat diisolasi dari sapi yang nampaknya sehat. Kadang-kadang
bakteri gram-negatif yang terdapat dalam saluran usus , seperti .E.coli dan Proteus, di temukan
dalam saluran perkencingan bagian bawah, serta ikut membantu terselengaranya infeksi
konibakterium. Bakteri-bakteriC.pseudotuberculosis,C.pyogenes, Actinobacillus equuli dan
Staphylococcus aureus kadang-kadang juga di temukan dalam saluran perkencingan sapi yang
menderita pielonefritis, baik terdapat sendiri atau bersama dengan bakteriC.renale
(Subronto,2008).
Semua tipe bakteriC.renale mampu merangsang pembentukan antibody. Untuk mengenai
tipe bakteri yang menyebabkan penyakit serta untuk mengetahui adanya antibody, di dalam
praktek telah di gunakan uji peningkatan komplemen, hemaglutinasi pasif dan uji imonidifusi
(Subronto,2008).

2.1.2 Patogenesis

Pielonefritis sering digambarkan sebagai infeksi yang menghambat naik dari saluran
perkencingan bagian bawah, yang bermula dari kantong kemih; biasanya bakteri-bakteri ,
kemudian menginfeksi ureter dan ginjal. Hewan-hewan yang nampaknya sehat atau penderita
yang sekandang biasanya bertindak sebagai reservoir bakteriC.rebale. penyakit ditularkan secara
kontak langsung , misalnya pada waktu perkawinan oleh pejantan yang tertular, penggunaan
kateter yang tidak hati-hati, atau pembersihan vulva dengan sikat yang tercemar. BakteriC.renale
disebarkan dari hewan-hewan pembawa ke hewan-hewan di sekitarnya (Subronto,2008).

BakteriC.renale dapat berbiak di dalam urin sapi serta di ekskresikan bersama urin, tanpa
hewan yang bersangkutan menunjukkan gejala-gejala klinis. Setelah tertular seekor penderita
akan mengalami obstruksi sementara atau permanen dalam saluran perkencingannya; diduga hal
tersebut merupakan perkembangan lanjutan yang penting dalam terjadinya pielonefritis. Tekanan
pada uretra dan kantong kemih waktu kateterisasi akan menyebabkan terjadinya radang katong
kemih, yang selanjutnya terinfeksi oleh bakteriC.renale atau organisme lain (Subronto,2008).

Pielonefritis kadang-kadang merupakan penyakit yang di sebabkan oleh berbagai bakteri


secara bersamaan. BakteriC.renale di temukkan dalam jumlah yang besar di dalam kemih di
sertai oleh berbagai bakteri kokus dan koliform (Subronto,2008).

2.1.3 Gejala-gejala

Pielonefritis pada dasarnya merupakan penyakit yang berangsung secara akut atau subkronik
.Awal penyakit biasanya bersifat sangat membingungkan danberlangsung sedikit demi sedikit.
Gejala permulaan seringkali berupa sebagai kencing darah , yang biasanya disertai demam, serta
suhu tubuh yang berkisar dari 39,4 sampai 40,50C. dalam beberapa kejadian suhu tubuh tidak
mengalami kenaikan. Beberapa penderita lainmungkin menunjukkan rasa sakit perut pada awal
penyakit. Setelah gejala-gejala inisial tersebut menghilang akan diikuti dengan menurunya
secara sedikit demi sedikit kondisi tubuh dan produksi air susu yang prosesnya berlangsung
dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Gejala yang menyangkut sistem perkencingan yang
paling jelas biasanya berupa urinasi yang dilakukan berulang-ulang dan sering di sertai rasa
sakit. Dysuria ditandai dengan menjejak-jejakkan kaki belakang, membungkukan punggung dan
penderita berusaha berulang kali untuk kencing. Waktu-waktu antara pengeluaran urin yang
abnormal, maupun yang berdarah , penderita mungkin Nampak sehat. Pielonefritis biasanya
berlangsung beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan dan stadium terminalnya di tandai
dengan gejala-gejala dari uremia (Subronto,2008).

Kelainan yang ditemukan dalam urinalisis tergantung pada daerah saluran perkencingan
yang menderita. Pada radang kantong kemih yang di sertai infeksi yang menjalar ke ginjal akan
ditandai dengan piuria, hematuria, proteinuria dan bakteriuria.Pada penyakit yang bersifat
unilateral kadang-kadang ditemukan abses ginjal dengan atau tanpa disertai obstruksi ureter,
yang tidak dapat diketahui. Urin yang dihasilkan oleh ginjal yang lain akan bersifat normal.
Proteinuria yang tidak disertai piuria tau hematuria mungkin mencerminkan adaya lesi-lesi
dalam gromeluli yang tidak berkaitan dengan infeksi saluran perkencingan (Subronto,2008).

Limfosarcoma pada sapi biasanya mengenai ginjal dan dapat dikelirukan dengan
pielonefritis. Perluasan secara hematogen lesi-lesi radang, misalnya retikulitis traumatika ,dapat
menyebabkan hematuria atau proteinuria. Kalkuli pada kantong kemih dapat menyebabkan
hematuria dan mempermudah terjadinya infeksi (Subronto,2008).

Nitrogen urea darah (BUN) tidak mengalami kenaikan pada pielonefritis , kecuali bila
kerusakan kedua ginjal tekah sangat melanjut hingga yang tinggal kira-kira 25% glomeruli yang
berfungsi . dalam hal manapun, sapi akan menderita dehidrasi . glukosuria biasa pula ditemukan ,
yang pada galibnya berhubungan dengan stres hingga mengakibatkan hiperglikemia
(Subronto,2008).

2.1.4 Pemeriksaan patologi-anatomis

Lesi pada glomerulonefritis biasanya terbatas pada alat-alat ginjal, ureter, dan kantong
kemih.Lesi-lesi yang letaknya tidak harus simetris, sering bersifat bilateral.Ginjal pada umumnya
membesar kadang-kadang sampai 3 atau 4 kali ukuran normalnya, dan disertai dengan daerah-
daerah nekrosis ringan yang tampak dari permukaan ginjal.Ureter biasanya juga membesar dan
berisi gumpalan darah serta eksudat nekrosis. Mukosa kantong kemih dan uretra kebanyakan
juga mengalami radang dan ada kemungkinan di sertai dengan daerah-daerah yang mengalami
perdarahan , busung dan nekrosis (Subronto,2008).

2.1.5 Diagnosis

Biasanya pielonefritis dapat di diagnosis secara klinis.Dalam penentuan diagnosis gejala-gejala


yang terpenting meliputi hematuria dan kelainan kantong kemih, ureter dan ginjal sebelah kiri
(secara palpasi).Adanya hematuria, piuria, dan kadang proteinuria dalam urinalisis patut di
gunakan untuk mencurigai adanya pielonefritis.Ditemukan bakteriC.renale dalam kemih yang di
sertai dengan pembesaran kantong kemih, ureter dan ginjal kiri dapat di palpasi dan hematuria
dianggap cukup untuk menentukan diagnosis pielonefritis. Perlu di ketahui bakteriC.renale tidak
selalu dapat di isolasi dari kemih hewan yang tertular, hingga kadang-kadang penyebab pokok
penyakit tidak dapat di tentukan (Subronto,2008).

Uji serologik juga dapat di gunakan untuk menentukan diagnosis penyakit. Dengan cara
uji imunodufusi dan hemaglutinasi pasif respon antibody positif terhadap C.renale telah dapat di
tentukan dari sapi penderita pielonefritis dan ureteritis. Pada hewan yang hanya menderita
radang kantong kemih, respon positif tersebut tidak di hasilkan.Penelitian yang di lakukan
menunukkan bahwa diagnosis pielonefritis, dan radang kantong kemih, yang di sebabkan oleh
C.renale, dapat di dasarkan atas uji serologik di atas dan isolasi bakteri dari urin. Penentuan
kadar nitrogen dalam darah dapat digunakan untuk menentukan berat serta tingkat kerusakan dari
ginjal (Subronto,2008).

2.1.6 Diagnosa banding

Pielonefritis yang disertai dengan gejala kolik akut dapat di bedakan dari obstruksi intestinal
berdasarkan hasil palpasi yang negatif. Rasa sakit di daerah perut pada pielonefritis biasanya
hanya berlangsung sebentar dan segera hilang dalm beberapa jam.Di daerah yang biasa terdapat
penyakit hematuria enzootika, penyakit pielonefritis mudah dikacaukan dengan penyakit
tersebut. Kedua gangguan tersebut dapat di bedakan dengan memperhatikan hasil isolasi bakteri
serta kelainan dalam palpasi ginjal (Subronto,2008).
Limfosarcoma pada sapi biasanya mengenai ginjal dan dapat dikelirukan dengan
pielonefritis. Perluasan secara hematogen lesi-lesi radang, misalnya retikulitis traumatika ,dapat
menyebabkan hematuria atau proteinuria. Kalkuli pada kantong kemih dapat menyebabkan
hematuria dan mempermudah terjadinya infeksi (Subronto,2008).

2.1.7 Prognosis

Apabila penyakit di ketahui sedini mungkin dan pengobatan dengan antibiotika dilakukan
secara intensif, prognosisnya biasanya baik. Pada penyakit yang telah melanjut dalam bentuk
radang alat-alat di atas kantong kemih, prognosisnya meragukan (Subronto,2008).

2.1.8 Terapi

Obat yang dipandang terbaik untuk pengobatan C,renale adalah penisilin. Uji sensitivitas
bakteri dengan berbagai antibiotika menjukkan bahwa bakteri peka terhadap penisilin,
oksitetrasiklin,streptomisin, kloramfenikol, spiramisin dan eritromisin.Penisilin paling banyak di
gunakan dalam praktek. Berbagai macam antibiotika telah di teliti kemanjurannya terhadap
C,renale pada saoi yang menderita radang kantong kemih dan pielonefritis (Subronto,2008).

Pengobatan akan berhasil baik apabila dilakukan sedini mungkin pada waktu penyakit hanya
berupa radang kantong kemih saja, sedang radang yang berat, yang di sebabkan oleh bakteri tipe
3, pengobatanya mungkin tidak selalu berhasil. Meskipun kadang-kadang kesembuhan dapat
terjadi namun pada waktu yang akan datang dapat kambuh kembali. Apabila dengan isolasi
bakteri dari urin di temukan bakteri gram-negatif, antibiotika dengan spektrum yang lebih luas
dari pada penisilin 15.000 IU tiap kg harus diberikan setiap hari. Kesembuhan permanen hanya
di harapkan dari radang kantong kemih saja , sedang pada radang yang disertai radang ureter dan
ginjal kesembuhannya hanya akan bersifat sementara (Subronto,2008).
2.2 AMILOIDOSIS

Amiloidosis merupakan gangguan yang di sertai penimbunan amiloid dalam berbagai alat
tubuh atau jaringan; pada sapi tempat penimbunan yang paling banyak adalah di dalam ginjal.
Amiloid merupakan glikoprotein yang mempunyai susunan bermacam-macam, dan di dalam
tubuh tertimbun di dalam sel. Meskipun kejadiannya jarang akan tetapi beberapa kasus
amiloidosis ginjal pada sapi telah di laporkan. Pada amiloidosis yang melanjut, gejala klinis akan
Nampak terutama dalam kaitannya dengan insufisiensi ginjal dan hipoproteinemia
(Subronto,2008).

2.2.1 Etiologi

Amiloidosis di bedakan ke dalam 2 tipe, yaitu tipe primer dan tipe sekunder.Yang primer
ditandai dengan penimbunan amiloid tanpa adanya penyakit yang merupakan faktor predisposisi.
Yang sekurder ditandai penimbunan amiloid yang berhubungan dengan penyakit yang disertai
pernanahan yang kronik, nefrosis atau neoplasia. Pada kedua tipe tersebut susunan biokimiawi
dan gambar elektron mikrokopi amiloid adalah sama (Subronto,2008).

Penelitian antara amiloidosis sapi dan hewan-hewan lannya telah di lakukan secara teknik
histokimiawi dan imunofluorresensi tidak langsung.Pada umumnya disetujui bahwa amiloid
berasal dari suatu gangguan imunologik.Secara percobaan pebentukan amiloid dapat dihasilkan
pada berbagai hewan dengan pemberian antigen yang berbeda-beda. Meskipun tidak secara luas
diterima, diduga amiloid terbentuk sebagai akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi dan
berkaitan erat dengan produksi lokal oleh sel-sel (Subronto,2008).

2.2.2 Patogenesis

Amiloid tidak merangsang respon yang berupa radang.Biasanya amiloid ditemukan di daerah
perivaskuler di sekitar kapiler, arterioli dan venulae. Timbunan amiloid yang melanjut akan
menjalar ke dalam lumen pembuluh darah serta mengurangi pengaliran darah, hingga jaringan-
jaringan yang menerima darah dari pembuluh tersebut akan mengalami atrofi dan nekrosis.
Timbunan amiloid mungkin juga akan menekan fungsi seluler dengan jalan membatasi
pertukaran cairan dan gas yang melaui dinding pembuluh darah (Subronto,2008).
Gambaran patologis amiloidosis pada sapi dapat bervariasi tergantung pada pola penimbunan
amiloid serta sifat kronik lesi yang di hasilkan.Di dalam ginjal mungkin amiloid lebih banyak
tertimbun di dalam medulla atau di dalam glomeruli.Dalam pemeriksaan terhadap 7 kasus
amiloidosis, semuanya bersifat meduler. Amiloidosis pada sapi yang bersifat glomerular juga
ditemukan, dan gejala klinisnya merupakan akibat dari disfungsi gromeluri (Subronto,2008).

Timbunan amiloid sering di temukan pula di dalam hati, limpa, kelenjar anak ginjal, kelenjar
limfe dan pembuluh darah dari berbagai alat tubuh (Subronto,2008).

2.2.3 Gejala-gejala

Gejala-gejala yang terlihat tergantung pada tingkat timbunan amiloid dan alat tubuh ataupun
jaringan yang menderita, serta lamanya proses penyakit. Proteinuria yang berat dan bersifat
persisten merupakan tanda yang penting penderita amiloidosis. Proteinuria yang persisten akan
menyebabkan busunng subkutan, yang pada sapi terletak di lekuk intramandibuler dan bagian
tubuh lainnya yang menggantung. Gejala klinis lainnya meliputi penurunan produksi air susu
pada hewan penderita yang sedang berproduksi, anoreksia, diare serta kelesuan. Kadang-kadang
juga di temukan cairan di dalam rongga dada, perikard dan perut, yang akan memperlihatkan
gejala-gejala yang tersendiri. Apabila proteinuria bersifat berat dan persisten mungkin
menyebabkan terjadinya busung yang bersifat umum dan kematianpun dapat terjadi
(Subronto,2008).

Gejala-gejala amiloidosis renal pada dasarnya merupakan akibat insufisensi ginjal yang
bersifat progresif serta hilangnya protein, terutama albumin, karena adanya gangguan pada
glomeruli. Hipoproteinemia yang di hasilkan dan menurunya tekanan osmose darah
menyebabkan terjadinya busung subkutan, ascites dan hidrotorak maupun hidroperikard. Busung
submukosa pada saluran pencernaan makanan akan menyebabkan diare. Tingkat proteinuria
mungkin cukup berat, seperti yang terlihat pada 3 ekor sapi yang protein di dalam urinya
melampaui 1,0 g/100 ml. Meskipun tidak selalu di temukan , mungkin torak-torak juga terlihat
dalam sedimen kemih.Kadar protein dalam serum mungkin juga normal.Hipoproteinemia yang
berat terjadi sebagai akibat hilangnya albumin ke dalam kemih, yang akibat lebih lanjutnya
berupa gangguan imbangan albumin-glo-bulin. Pada ketiga sapi penderita amiloidosis renal
kadar protein dalam darahnya berkisar antara 3,4 sampai 4,2 g/100 ml, dengan fraksi albumin
yang berkisar antar 0,5 sampai 0,94 g/100 ml (Subronto,2008).
2.2.4 Pemeriksaan patologi-klinis

Kadar kreatinin dan nitrogen urea dalam darah pada amiloidosis mengalami kenaikan. Hasil-
hasil laboratorium yang lain tergantung kepada ada tidaknya penyakit lain yang menyebabkan
amiloidosis. Kadar enjima serum glutamic oxalacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic
pyruvic transminase (SGPT) telah di temukan meningkat pada amiloidosis yang bersifat umum
(Subronto,2008).

2.2.5 Pemeriksaan paotologi-anatomis

Lesi utama kejadian yang berat berupa ascites dan busung yang terdapat di berbagai
jaringan.Kedua ginjal mungkin nampak sedikit membesar dan pucat, atau nampak mengecil
dengan permukaan yang bersifat granuler.Ukuran dan warna ginjal mungkin tidak banyak
mengalami perubahan. Dalam pemeriksaan mikroskopik akan dapat diketahui adanya
amiloidosis glomeruler (Subronto,2008).

2.2.6 Diagnosis

Hal-hal penting untuk di perhatikan dalam diagnosis meliputi riwayat adanya kegagalan
ginjal, gejala penyakit glomerular dan adanya proteinuria.Juga kenaikan nitrogen urea dalam
darah dapat membantu dalam penentuan diagnosis. Peneguhan diagnosis hanya akan dapat
mempertunjukkan adanya timbunan amiloid di dalam jaringan ginjal secara mikroskopik
(Subronto,2008).

2.2.7 Diagnosa banding

Amiloidosis renal perlu dibedakan dari penyakit-penyakit glomerulonefropati karena imun-


kompleks, keracunan buah oak (oak poisoning), parasitisme yang kronik, keracunan bayam
(pigweed, Amaratthus retrofleksus ) atau lambsuarter, dan penyakit-penyakit kencing batu
(urolithiasis) (Subronto,2008).

2.2.8 Prognosis

Pada penderita yang menunjukkan gejala klinis, biasanya amiloidosis renal berlangsung
secara progresif dan tidak dapat di sembuuhkan (Subronto,2008).

2.2.9 Terapi

Pengobatan khusus untuk menghilangkan timbunan amiloid tidak di ketahui.Kebanyakan


penderita mengalami kematian karena penyakit primer yang di deritanya. Pada spesies hewan
lain sediaan adrenokortikoid telah di gunakan , akan tetapi untuk sapi tidak ada manfaatnya
(Subronto,2008).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Pielonefritis merupakan penyakit infeksi khusus saluran perkencingan sapi yang sebabkan
oleh bakteri Corynebacterium renale, serta di tandai dengan radang kronik pada kantong kemih,
ureter dan ginjal. Etiologi dari pielonefritis yaitu bakteri Corynebacterium renale , kadang-
kadang bakteri gram-negatif yang terdapat dalam usus E.coli dan Proteus, membantu
terselengaranya infeksi konibakterium. Infeksi bermula dari kantong kemih; kemudian
menginfeksi ureter dan ginjal.Pielonefritis pada dasarnya berangsung secara akut atau subkronik
.untuk terapi pielonefritis, terapi obbat yang dipandang terbaik untuk pengobatan C,renale adalah
penisilin. Pengobatan akan berhasil baik apabila dilakukan sedini mungkin pada waktu penyakit
hanya berupa radang kantong kemih saja.

Amyloidosis merupakan gangguan yang di sertai penimbunan amiloid dalam berbagai alat
tubuh atau jaringan.Etiologi amiloidosis di bedakan ke dalam 2 tipe, yaitu tipe primer dan tipe
sekunder.Diduga amiloid terbentuk sebagai akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi dan
berkaitan erat dengan produksi lokal oleh sel-sel.Biasanya amiloid ditemukan di daerah
perivaskuler di sekitar kapiler, arterioli dan venulae.
DAFTAR PUSTAKA

Subronto,2008. Ilmu Penyakit Ternak 1-a. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
213-222.

Anda mungkin juga menyukai