Anda di halaman 1dari 54

TOTAL QUALITY MANAJEMEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mutu Layanan dan Kebijakan Kesehatan

Pengampu : Mamat, SKM , MKM

Oleh :

JALUM III A

Astri Ariyani ( P17324415028 )

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

PRODI KEBIDANAN KARAWANG


2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
petunjuk serta kemurahan-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah direncanakan.

Makalah ini berjudul TOTAL QUALITY MANAJEMEN Penulis menyadari


dalam menyusun makalah ini banyak di jumpai kesulitan dan hambatan,tetapi berkat bantuan
dan bimbingan dari semua pihak dosen serta teman-teman sehingga kesulitan dan hambatan
dapat teratasi. Semoga makalah ini dapat menjadikan gambaran dalam peningkatan motifasi
dan minat belajar mahasiswi, disamping itu dapat memberikan warna dalam pembelajaran
serta memiliki kontribusi terhadap peningkatan prestasi mahasiswi.

Karawang , September 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekarang ini, mutu menjadi satu-satunya hal sangat penting dalam suatu lembaga, baik itu
lembaga pendidikan, bisnis, dan pemerintahan. Kita semua mengakui, saat ini memang ada
masalah dalam sistem pendidikan. Karena kalau dilihat mutu (kualitas) dengan adanya
peningkatan mutu dapat membantu lembaga pendidikan untuk meningkatkan daya saing froduk,
selain biaya produksi dan ketepatan waktu produksi.

Seorang bidan memiliki peran yang unik yang tugasnya saling melengkapi dengan tenaga
kesehatan profesional lainnya di dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bidan sebagai praktisi
memberikan asuhan kebidanan bagi ibu hamil dan bersalin yang normal, serta asuhan terhadap
kasus gangguan sistem reproduksi pada wanita dan gangguan kesehatan bagi anak balita sesuai
dengan kewenangannya.

Sesuai dengan tugas seorang bidan dalam memberikan pelayanan/asuhan kebidanan yang
terfokus kepada ibu dan anak balita yang lebih rinci dapat kita ketahui bahwa pelayanan
kebidanan mencakup praperkawinan, kehamilan, melahirkan, menyusui dan nifas dan
pelayanan/asuhan kebidanan pada bayi, balita, remaja dan wanita usia subur, maka kebidanan
dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma yaitu berupa
pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan/kebidanan dan
keturunan.

Dari paradigma tersebut maka bidan dapat melakukan asuhan kebidanan dengan baik yaitu
penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan
kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa
persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

Dari pelayanan yang bermutu diharapkan bidan dapat melakukan pelayanan yang bermutu
sesuai dengan harapan mayarakat. Dimana harapan dan kenyataan seimbang tanpa ada
kesenjangan. Keberhasilan proses pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu
birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani).

Aspek kualitas dan nilai pelayanan harus di nilai dari dua sisi,yaitu dari sisi
petugas dan dari sisi pasien.dari sisi petugas, kualitas pelayanan berarti keleluasaan
dalam melakukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien
sesuai dengan standar teknis yang berlaku.dari sisi pasien, pelayanan kesehatan di anggap
berkualitas jika sesuai dengan harapannya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Paradigma Asuhan Kebidanan” diantaranya
adalah “

1) Kita mampu mengetahui perkembangan pengendalian mutu


2) Kita mampu mengetahui sejarah pengendalian mutu di Indonesia
3) Kita dapat dan mampu mengetahui pengertian paradigma
4) Kita mampu mengetahui dan memahami komponen paradigma kebidanan.
5) Kita mampu mengetahui dan memahami macam-macam asuhan kebidanan.
6) Kita mampu mengetahui dan memahami manfaat paradigma dikaitkan dengan asuhan
kebidanan.
7) Kita mampu mengetahui pelayanan umum yang bermutu
8) Kita mampu mengetahui kualitas pelayanan
9) Kita mampu mengetahui upaya peningkatan kualitas pelayanan
10) Kita mampu mengetahui indikator untuk mengukur kepuasan pelanggang
11) Kita mampu mengetahui mutu pelayanan dalam kebidanan
12) Kita mampu mengetahui konsep polindes
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Dan Pengendalian Mutu

1.1 Perkembangan Pengendalian Mutu

1. Era Tanpa Mutu

Era ini dimulai sebelum abad ke-18, tepatnya sebelum tahun 1920, Pada era ini
belum ada persaingan, karena produsen yang memberikan layanan belum banyak.
Masyarakat tidak punya pilihan, mereka tidak bisa menuntut untuk mendapatkan mutu
pelayanan yang lebih baik. Pada masa ini kualitas belum menjadi penilaian, yang penting
kebutuhan utama dari suatu bentuk pelayanan sudah terpenuhi.

2. Era Inspeksi

Ellias Whitney memperkenalkan pengendalian mutu pada awal abad 19, dalam
bentuk pengecekan barang yang akan dikirim kepelanggan dengan cara memisahkan
barang cacat agar konsumen merasa puas. Pendekatan ini disebut sebagai pengendalian
mutu tradisional.

Pada zaman ini, mutu hanya melekat pada produk akhir. Dengan kata lain,
masalah mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Zaman ini
berlangsung di negara Barat sekitar tahun 1800-an, dimana produsen mulai mendapatkan
pesaing dan produksi yang digunakan adalah produksi massal. Pemilihan terhadap
produk akhir dilakukan dengan melakukan inspeksi. Perhatian produsen terhadap mutu
sangat terbatas. Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap
kualitas produk, dan tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada departemen
inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke konsumen
sehingga perbaikan terjadi ketika kesalahan telah terjadi.
3. Era Statistical Quality Control

Era ini dimulai pada tahun 1930 yang diperkenalkan oleh Walter A. Shewart. Jika
pada zaman inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang dihasilkan dari atribut
standar (terjadi cacat), departemen tersebut tidak dapat mendeteksi apakah penyimpangan
tersebut disebabkan karena kesalahan pada produksi atau hanya karena kebetulan.
Dengan demikian, informasi yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk melakukan
perbaikan terhadap produksi untuk mencegah hal serupa. Tetapi pada statistical quality
control, departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistic dalam
mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk yang dihasilkan selama
proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat diberitahukan kepada departemen
produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan terhadap proses dan system yang
digunakan untuk mengolah produk. Para era ini, deteksi penyimpangan signifikan secara
statistic sudah mulai dilakukan sehingga kualitas produk sudah mulai dikendalikan
departemen produksi. Akan tetapi konsep kualitas masih terbatas pada atribut yang
melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi.

4. Era Quality Assurace

Di era ini, konsep mutu mengalami perluasan. Jika dulu hanya terbatas pada tahap
produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa (
seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian produksi, serta pergudangan ).
Keterlibatan manajemen dalam penanganan mutu produk mulai disadari pentingnya
karena keterlibatan pemasok dalam penentuan mutu produk memerlukan koordinasi dan
kebijakan manajemen. Pada zaman ini mulai diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu,
yaitu pengeluaran akan dapat dikurangi jika manajemen meningkatkan aktifitas
pencegahan yang merupakan hal yang lebih penting daripada upaya perbaikan mutu atas
penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi.

5. Era Strategis Quality Management / Total Quality Management


5.1 Sejarah Perkembangan Total Quality Management

Banyak yang beranggapan bahwa TQM berasal dari Jepang, mengingat konsep
TQM banyak dipengaruhi perkembangan-perkembangan di Jepang. Kekalahan Jepang
pada perang dunia II, membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem kualitas
modern. Hadirnya pakar kualitas W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950
membuat para ilmuwan dan insinyur Jepang lebih bersemangat dalam membangun dan
memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat perusahaan Jepang di
bidang kualitas men jadi perhatian perusahaan-perusahaan di negara maju lainnya.
Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang pemah diraih oleh perusahaan
Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Hasil studi perusahaan-perusahaan
industri kelas dunia ini menunjukkan bahwa keberhasilan perusahaan Jepang ini salah
satunya menerapkan apa yang dikenal dengan Total Quality Management (TQM).

Tokoh yang di kenal luas dalam TQM ini adalah Edward Deming. Beliau
mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War Department, serta
mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada ilmuan, insinyur, dan eksekutif
perusahaan Jepang. Berawal dari sinilah TQM berkembang pesat di negara Sakura ini.

Pada awalnya orang Jepang memperhatikan tentang perilaku pelanggan.


Pelanggan suka sekali memilih dan mengeluh terhadap hal-hal yang sepele, mereka
berharap sesuatunya sempuma. Sebagai contoh, seorang pelanggan membeli kendaraan
bermotor. Kebetulan asesori kendaraan motor kurang tepat pemasanganya yang
sebenamya ia dapat memasangnya sendiri, dan hal tersebut tidak periu diributkan.

Hanya sayangnya mereka tidak terbiasa dengan hal itu, dan mereka akan senang
jika kejadian semacam itu dapat dicegah. Berawal dari situlah orang Jepang
dalam memproduksi barang sangat memperhatikan pelanggan. Produk barang/jasa yang
dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan sama persis seperti yang dilaporkan
penjual.

Sekarang telah menjadi kenyataan, bahwa produk dari Jepang yang


dulunya dikenal sebagai produk rongsokan dan imitasi murahan dari produk Barat, kini
justru sebaliknya menjadi produk-produk yang berkualitas tinggi dan berkembang pesat
di dimia. Perusahaan-perusahaan Jepang menyadari bahwa pada masa mendatang adalah
kualitas. Dilakukannya antara lain dengan menciptakan infra-kualitas, yaitu aspek
manusia, proses, dan Upaya perbaikan dilakukan dengan mengirimkan tim ke luar untuk
mempelajari pendekatan-pendekatan dilakukan perusahaan asing dan mengundang
dosen-dosen datang ke Jepang untuk memberikan kursus pelatihan kepada para manajer.
Hasil dari semua upaya tadi adalah banyak ditemukannya strategi-strategi baru untuk
menciptakan revolusi.

Sejak pertengahan tahun 70-an, barang-barang manufaktur Jepang,


seperti mobil dan produk-produk elektronika mulai mendominasi perdagangan dunia
karena kualitas yang dihasilkan sudah melampaui kualitas yang dihasilkan pesaingnya
dari Amerika dan Eropa. Begitu pula dalam beberapa industri kunci, misal mesin industri,
baja, otomotif, industri Barat mulai tergeser.

Aspek perhatian atau penekanan Amerika sejak Perang Dunia II, yakni pada
aspek kuantitas dan kurang memperhatikan kualitas menjadi penyebab kegagalan
bersaing dengan perusahaan Jepang.

Dalam era ini, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan menentukan
dalam menjadikan kualitas untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif.
System ini dapat didefinisikan sebagai system manajemen strategis dan integrative yang
melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-metode kualitatif
dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi
agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan.
Gambar 3. Konsep dasar TQM

TQM mencakup semua fungsi dalam manajemen. Desain, perencanaan, produksi,


pemasaran, pengembangan sumber daya, pengelolaan keuangan yang baik, distribusi, dan
pelayanan. Ukuran keberhasilan TQM merupakan kepuasan pelanggan, dan cara
mencapainya terutama melalui desain system dan peningkatan terus-menerus. TQM pada
prinsipnya adalah cara mengorganisasi dan mengerahkan seluruh organisasi, setiap
departemen, setiap aktifitas, dan setiap individu untuk mencapai kualitas.

5.2 Manfaat TQM

Salah satu cara terbaik dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan
suatu produk barang/jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas terbaik akan diperoleh dengan
melakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap kemampuan manusia, proses,
lingkungan.

Penerapan TQM adalah hal yang sangat tepat agar dapat memperbaiki
kemampuan unsur-unsur tersebut secara berkesinambungan. Penerapan TQM dapat
memberikan beberapa manfaat utama, sebagai berikut. Dengan perbaikan kualitas
berkesinambungan, perusahaan akan dapat memperbaiki posisi persaingan. Dengan posisi
yang lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar dan men-jamin harga yang lebih tinggi.
Hal ini akan memberikan peng-hasilan lebih tinggi dan secara otomatis laba yang
diperoleh semakin meningkat. Upaya perbaikan kualitas akan menghasilkan peningkatan
ke-luaran (out put) yang bebas dari kerusakan atau mengurangi produk yang cacat.
Berkurangnya produk yang cacat berarti berkurang pula biaya operasi yang dikeluarkan
perusahaan sehingga akan diperoleh laba yang semakin besar.

6. Perkembangan TQC Dan Pengertian TQC


6.1. Perkembangan TQC

1920-1940 : Pengendalian mutu (quality control) mulai dilakukan di Amerika Serikat


terbatas pada produk pabrik, kemudian mulai tahun 1940 dilakukan dengan
metode statistik.
1940-1950 : Penerapan pengendalian mutu dengan statistik dan mulai diadakan penelitian
secara kelompok untuk mengendalikan mutu dimaksud.
1950-1955 : Pengembangan pengendalian mutu dengan menekankan sebagai bagian
integral dari pengendalian manajemen.
1955-1960 : Manajemen yang menekankan pada hasil/ MBO (mangement by objective =
MBS) dikembangkan untuk menggariskabawahi perencanaan strategis
(strategic planning) dan penembangan manajemen.
1960-1965 : Mulai diperkenalkan Quality Control Circles (QCC = GKM = gugus kendali
mutu) sebagai penggalakan pemeriksaan dengan pengendalian mutu, agar
seluruh karyawan tertinggi sampai dengan terbawah mempelajari metode
statistik dan berpartisipasi aktif dalam pengendalian mutu.
1965-1978 : QCC gaya Jepang lebih dikenal dengan nama TQC yang menekankan PDCA
(Plan-Do-Check-Action) pada seluruh tingkat organisasi oleh semua orang.

6.2. Organisasi
Organisasi gaya Jepang, gaya Amerika Serikat, dan gaya Eropa Barat, perlu
dipahami untuk dapat mengetahui konsep TQC tersebut. Perbedaan konsep organisasi
gaya Jepang dengan AS dan Eropa Barat adalah sebagai berikut.
Perbedaan Organisasi

Konsep AS/Eropa Barat


Konsep Jepang QCC MBO Konsep TQC
1. Tanggung jawab Tanggung jawab perorangan Mengutamakan mutu.
perorangan terbatas. besar.
2. Tanggung jawab sama Tanggung jawab bersama Memperlakukan proses
besar. kecil. berikut sebagai pelanggan.
3. Kesedian berbuat Pengkotakan (adanya Pengendalian mutu dengan
lebih. spesialisasi tinggi). fakta.
4. Kesadaran kelompok. Adanya pemeran utama. Melaksanakan pengendalian
5. Perbedaan golongan Perbedaan kelompok yang mutu pada proses.
tidak mencolok. nyata.

TQC dan QCC perlu dipelajari dalam MSDM karena manusia adalah aktiva yang
paling berharga, perencanaan dan pelaku dalam mewujudkan barang atau jasa yang
bermutu tinggi.

A. Dasar TQC
Dasar TQC adalah mentalitas, kecakapan, dan manajemen partisipasi dengan
sikap mental yang mengutamakan kualitas kerja. Mentalitas adalah kesediaan bekerja
sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung jawab melaksanakan pekerjaannya.

B. Mentalitas Dasar TQC


a. Kerja Sama dan Partisipasi Total
1) Agar karyawan mengetahui cara0cara dalam membangun sikap mental dasar
dilingkungan kerjaan masing-masing.
2) Tujuannya adalah :
a. Berorientasi kepada tanggung jawab kelompok.
b. Bersedia membuat lebih/berpartisipasi dalam bidang yang berhubungan.
c. Menciptakan kesadaran kelompok.
d. Dapat saling menghargai antar golongan/tingkatan.
b. Berorientasi Kepada Mutu
1) Yang dimaksud dengan mutu/kualitas adalah:
a. Disesuaikan dengan permintaan.
b. Sistemnya adalah pencegahan sejak awal dikerjakan dengan benar.
c. Standarnya adalah tidak cacat/harus tidak ada kesalahan.
d. Ukurannya adalah biaya untuk mencapai kualitas.

2) Prinsip-prinsip kualitas adalah:


a. Kepuasan pemakai, jadi berorientasi pada pemakai, bukan pada standar.
b. Mencakup kualitas dari semua jenis pekerjaan.
c. Merupakan tanggung jawab setiap orang sehingga sejak awal harus
dilaksanakan dengan benar.

3) Pengertian kualitas adalah:


a. Produk, orang dan aktivitas.
b. Biaya.
c. Pengiriman
d. Keselamatan
e. Moral.

C. Hubungan Atasan Dan Bawahan


1. Penentuan objektif secara kerjasama atau kolaborasi dengan pemberian
rekomendasi atasan dan bawahan berpartisipasi (plan).
2. Pencapaian objektif secara kerja sama dengan adanya dukungan dari atasan dan
pengendalian diri dari bawahan (do).
3. Penilaian hasil bersama dengan memberikan penghargaan dari atasan dan
memberikan kesempatan penilaian sendiri dari bawah (check).
4. Tindakan selanjutnya seperti pemecahan masalah bersama atasan dan bawahan
dengan dukungan atau pengarahan dari atasan serta motivasi diri dari bawahan
(action).

6.2. Pengertian dan Manfaat TQC

1. Total Quality Control (TQC)


Pengendalian Mutu Terpadu adalah suatu sistem yang efektif untuk
mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas, dan
perbaikan kualitas atau mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi, sehingga
meningkatkan produktivitas dan pelayanan ke tingkat yang paling ekonomis yang
menimbulkan kepuasan semua langganan.
2. Pengertian dasar
a. Pengendalian mutu terpadu (PMT) adalah suatu sistem manajemen yang
melibatkan semua tingkatan karyawan melaui pelaksanaan konsep quality
control dan metode statistik untuk memuaskan langganan dan karyawan.
b. Quality control circle (QCC = GKM) adalah kelompok kecil karyawan dari
lingkup kerjasama yang dengan sukarela melakukan kegiatan pengendalian
dengan menggunakan teknik quality control.
c. Quality control project (QCP) adalah kelompok kecil karyawan dan lingkup
kerja yang sama atau lebih luas yang melakukan kegiatan perbaikan dalam satu
kali proyek sampai selesai dengan menggunakan teknik quality control.
d. Dukungan manajer adalah dukungan dari manajer puncak dalam menetapkan
kebijaksanaan dan memberi arahan serta dukungan dari manajer media untuk
berperan serta dalam TQC.
e. Kekuatan TQC terletak pada bagian terlemah dari rantai lingkaran gugus kendali
mutu (QCC).

3. Tujuan pelaksanaan TQC


a. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien.
b. Perbaikan hubungan manusia serta mutu barang atau jasa.
c. Peningkatan moral, prakarsa dan kerjasama karyawan.
d. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.
e. Peningkatan produktivitas dan profitibilitas usaha.

4. Manfaat Pelaksanaan TQC


a. Bagi Karyawan
1. Meningkatkan kemampuan karyawan dalam melihat, mengenali permasalahan
dan mencari alternatif pemecahan.
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi dan partisipasi di dalam kegiatan
kelompok kerja.
3. Membiasakan berpikir secara analitis dengan menggunakan teknik-teknik
quality control.
4. Peningkatan daya kreativitas.
5. Peningkatan kepercayaan diri.

b. Bagi Perusahaan
1. Pengembangan perusahaan melalui akumulasi gagasan-gagasan perbaikan.
2. Meningkatkan daya saing barang atau jasa yang dihasilkan.
3. Memperbaiki hubungan perusahan dengan karyawan.
4. Partisipasi semua karyawan di dalam membantu terwujudnya tujuan
perusahaan.
c. Bagi Konsumen
1. Konsumen akan memperoleh barang/jasa yang bermutu baik.
2. Konsumen akan mendapatkan kepuasan dari barang/jasa tersebut.
3. Konsumen akan memperoleh barang/jasa yang memenuhi kesehatan dan
keselamatan.
4. Konsumen akan menerima barang sesuai dengan pesanannya.
5. Pemerintah akan mendapatkan pajak-pajak.

7. Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control Circle


Tahun 1961 sampai sekarang dikatakan sebagai periode pemantapan dan
pengembangan (New Quality Creation). Pada tahun 1962, Prof. DR. Kaoru Ishikawa
memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle). TQM sangat
mengutamakan adanya Gugus Kendali Mutu ( Quality Control Circle ), yaitu sebuah
mekanisme dan dinamika yang menjamin adanya evaluasi terhadap berbagai hasil yang
diperoleh secara kontinyu, dalam sebuah kelompok. Setiap anggota kelompok melakukan
hal tersebut dengan motivasi dan kesadaran yang mendalam akan tanggung jawabnya
sebagi anggota organisasi, yang hidup matinya tergantung dari kondisi orgnasasi tempat
ia bekerja tersebut. Setiap kelompok biasanya terdiri dari 3 – 8 orang, yang secara
sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di tempat ia bekerja.

Ciri khas Gugus kendali mutu :

a. Setiap anggota bekerja sama dan melakukan kegiatan atas prakarsa mereka sendiri.
b. Setiap anggota selalu berinteraksi untuk saling mempengaruhi.
c. Setiap anggota kelompok saling mengenal dengan baik, sehingga dapat berdiskusi
secara terbuka.
d. Anggota kelompok mengadakan pertemuan secara rutin untuk mendiskusikan
berbagai masalah guna mencapai tujuan bersama.

Sasaran / tujuan yang hendak dicapai dalam Gugus Kendali Mutu :

a. Mengurangi kesalahan yang ada dan sekaligus meningkatkan mutu.


b. Menyadari akan pentingnya kerja kelompok.
c. Mendorong dan meningkatkan partisipasi dan motivasi individu.
d. Membangkitkan sikap dapat mencegah dan mengatasi berbagai masalah.
e. Memperbaiki dan mengembangkan komunikasi dan hubungan antar pihak dalam
perusahaan.
f. Mendorong pengembangan pribadi dan kepemimpinan.
g. Mendorong sikap dapat melakukan efisiensi dan perbaikan secara terus menerus.

Mekanisme dalam Gusus Kendali Mutu :

Memutar roda : Plan-Do-Check-Action


a. Plan, Rencanakan dengan baik sebelum memulai suatu pekerjaan ( mendesain,
budgeting, scheduling, dll )
b. Do, Kerjakan sesuai rencana
c. Check, Periksa pekerjaan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan ( apakah
sesuai dengan spesifikasi dan keinginan pelanggan )
d. Action, Ambil tindakan koreksi/penyesuaian atas penyimpangan, susun rencana baru
yang lebih baik ( periksa apakah langganan puas dengan hasil tersebut ).

1.2 Sejarah Pengendalian Mutu Di Indonesia

Pada awalnya Indonesia membentuk Quality Control Club yang kegiatannya dimulai
pada bulan Juni 1984. Mengingat minat masyarakat yang semakin besar terhadap masalah
pengendalian mutu, kegiatan QC Club perlu diperluas dan wadahnya diperbesar. Maka pada
tanggal 1 Maret 1985 didirikan Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (Indonesian Quality
Management Association) yang berpusat di Jakarta. PMMI merupakan suatu wadah yang
bersifat nasional dan bertujuan mengembangkan konsep TQM (Total Quality Management)
atau Pengendalian Mutu Terpadu sesuai dengan kondisi dan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Pada tanggal 29 April 1985 organisasi PMMI dikukuhkan oleh Bapak Menaker
Sudomo dan Bapak Menperin Ir. Hartarto dalam suatu upacara yang dihadiri oleh seluruh
pengurus dan sekitar 100 anggota PMMI.

Namun sangat disayangkan PMMI bukanlah organisasi pertama yang menggerakkan


TQM di Indonesia. Ada sebuah perusahaan yang telah menggerakkan terlebih dahulu. Astra
merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang secara serius menggarap TQM dan
menjadikannya sistem manajemen yang berlaku lintas Group. Komitmen dan dukungan yang
kuat dari manajemen Astra pada awal 80an muncul karena adanya paradigma bahwa Astra
yang bertumbuh besar memerlukan suatu sitem manajemen yang dapat menyatukan ’bahasa’
seluruh Astra, cocok dengan budaya Indonesia, dan dapat membawa Astra kepada visinya.
Berikut uraian singkat tentang sejarah pertumbuhkembangan TQM di Astra:
- Tahun 1980 TQC pertama kali diperkenalkan lewat PT. United Tractors, PT. Multi Astra, PT.
Gaya Motor, dan PT. Nippondenso Indonesia. TQC yang masuk ke kelompok Astra
bersumber dari:

1. Komatsu]

2.Fuji Xerox ( New Xerox Movement )

3. Honda

4. Toyota, dan lain-lain

- 1981 - 1982 Seminar, penelitian dan diskusi tentang penerapan TQC di Astra.
1982 Manajemen puncak memutuskan TQC sebagai sistem manajemen Astra; dirumuskan
Coorporate Key Result Areas.

- 1983 Sistem manajemen Astra disebut Astra Total Quality Control (ATQC) dan dimulailah
pelatihan masif ATQC kepada seluruh jajaran manajemen Astra Group dan berawal dari para
pimpinan puncak pada bulan Oktober 1983.

- Kegiatan TQC/QCC dimulai dengan promosi kegiatan TQC dan QCC ( 3 model groups)
dengan bantuan dari Principal.

- 1985 Diperkenalkan kegiatan Idea Sugestion / Improvement dan diikuti dengan QCC
Convension.

- 1990 Dimulai aktivitas Quality Assurance dan Organisasi yang ditujukan untuk Customer
Satisfaction dengan sasaran The Best Quality di Asia dan diikuti dengan training 7-Habits
secara masif. Pada saat bersamaan dilaksanakan Skill Improvement Program terhadap
Managers dan Supervisors dan diikuti dengan pelatihan masif Practical Problem Solving
untuk para General Managers.
- 1994 Aktivity Management diubah dari bersifat ‘ Vertical ‘ menjadi Cross Functional Activity
Management, untuk lebih mempertajam pembagian tanggung jawab dan pencapaian sasaran.

- Astra Quality Control Circle ikut berpartisipasi dalam The Internacional Competitive
Presentation of IEQCC, Singapura.

- Eksekutive dari Manufacturing dan HR mengadakan program kunjungan ke Best Practice


Companies di Malaysia dan Singapura.

- 1995 Astra Quality Control Circle, QCC Lepas of Auto 2000, Bogor merebut penghargaan
The First Twin Winners bersama QCC Motorola, Malaysia.

- 1996 Astra melaksanakan konvensi pertama Astra Quantum Leap Program (AQLP) di Bali.

- 1997 Diperkenalkan SQC training terutama untuk para Engineers, dan untuk jajaran
manajemen diberikan pelatihan Strategic Service Intent. 1998 Astra Total Quality Control
mulai dikenal dengan Astra Total Quality Management(ATQM).

- 2000 Focus ATQM pada implementasi Manajemen Mutu secara konsisten dan mulai
diperkenalkan Strategic Manajemen dan sistem lain ( seperti ISO 9000:2000, Six Sigma,dll)
sebagai penyempurnaan dari ATQM.

- 2001 Direksi Astra memutuskan menggunakan Astra Management System (AMS) sebagai
pengganti ATQM; diluncurkan buku pedoman Astra Manajemen System.

- Kemudian, pada tahun 1997 berdirilah Wahana Kendali Mutu (WKM) yaitu sebuah organisasi
kendali mutu yang bersifat nasional yang memiliki sekretariat di Jakarta. Dalam
perkembangannya WKM telah berhasil mengadakan suatu kegiatan yang diberi nama Temu
Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN) sebanyak 12 kali pertemuan. Terakhir kali
TKMPN XII diselenggarakan pada tanggal 1 – 5 Desember 2008 di Hotel Sanur Paradise
Plaza – Bali dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Selain itu
WKM telah berhasil mengadakan kegiatan forum internasional sebanyak tiga kali yang diberi
nama International Quality & Productivity Convention. Dalam kegiatannya (TKMPN &
IQPC) WKM memiliki misi, yaitu memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta,
BUMN, Lembaga Pemerintah, Perguruan Tinggi, Koperasi, Organisasi Nirlaba Nasional
maupun Internasional untuk mendemontrasikan keberhasilan dan saling tukar pengalaman
dalam peningkatan mutu dan produktivitas. Dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memicu dan memacu timbulnya karya-karya bermutu yang bermanfaat bagi organisasi
masyarakat dan bangsa.
2. Meningkatkan wawasan, inisiatif dan kreatifitas setiap peserta.
3. Membuka cakrawal baru bagi pimpinan / manajemen dalam menyikapi penerapan
Sistem Manajemen Terpadu dan Pengembangan SDM.
4. Menyerap ilmu dan pengetahuan dari para praktisi yang telah berpengalaman luas
dalam pengembangan manajemen dan sumber daya manusia dari dalam maupun luar
negeri untuk kemajuan organisasi.
5. Meningkatkan kebersamaan dan kerukunan antar instansi Pemerintah, badan yudikatif,
legeislatif, organisasi sosial, dunia pendidikan dan dunia usaha.

2. Paradigma Pelayanan Kesehatan Dan Kebidanan

2.1 Pengertian Paradigma

Paradigma berasal dari bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani paradeigme yang artinya
model, pola, contoh. (Echols dan Sadily 1975, World Book dictionary 1981). Sinonim dalam
bahasa Inggris : world-view, yaitu pandangan hidup/falsafah dengan kata lain paradigma
digambarkan sebagai pandangan hidup daru suatu disiplin, disiplin yang berbeda menggunakan
pendekatan berbeda juga dalam merumuskan paradigmanya. Contoh yang sering dipakai yaitu
ilmu alam pada saat berpendapat bahwa bumi itu ternyata bulat.

Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma


yang berupa cara pandang bidan terhadap wanita, pelayanan kesehatan ilmu pengetahuan.

2.2 Komponen Paradigma Kebidanan


1. Wanita

Wanita / manusia adalah makhluk bio-spiso-sosio-kultural dan spiritual yang utuh dan
unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan wanita yang sehat jasmani rohani dan sosial sangat diperlukan. Wanita/ibu adalah
pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh
keberadaan/kondisi dari wanita/ibu dalam keluarga. Para wanita di masyarakat adalah penggerak
dan pelopor dari peningkatan kesejahteraan keluarga.

2. Sehat – Sakit

Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sakit adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh gangguan fisik, fisiologis, psikologis dan sosial yang dapat mempengaruhi kebutuhan
hidupnya berfungsi secara tepat dan sempurna sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan.

3. Bidan

Bidan adalah wanita yang telah mengikuti pendidikan bidan yang telah diakui oleh
pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

4. Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang


diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga yang sehat
kecil bahagia dan sejahtera. Pelayanan kebidanan adalah layanan yang diberikan oleh bidan
sesuai dengan kewenangan yang diberikan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka tercapainya keluarga sehat kecil bahagia dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan
adalah individu, keluarga dan masyarakat, yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan,
penyembuhan dan pemulihan.

Dalam melaksanakan praktek kebidanan bidan berpegang pada prinsip sebagai berikut :
a. Tindakan kebidanan yang tepat dan aman, yaitu semua tindakan yang diberikan oleh
bidan, untuk ibu/wanita, bayi dan keluarga terhadap halhal yang dapat merugikan kesehatannya.

b. Memberi kepuasan klien adalah tindakan yang dilakukan sesuai keinginan ibu/wanita
dan keluarga serta sesuai dengan keadaan permasalahannya dan hasil yang diharapkan pada
tindakan tersebut.

c. Menghargai derajat manusia dan haknya untuk dapat mengambil keputusan sendiri,
yaitu tindakan yang dilakukan menunjukkan sikap bahwa bidan menghargai ibu/wanita sebagai
individu yang mandiri dan mendukung hak dan tanggung jawabnya untuk ikut menentukan atau
mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya dan asuhan yang diberikan.

d. Menghargai perbedaan sosial-budaya seseorang: yaitu tindakan dan sikap yang


menunjukkan pengertian bahwa tiap individu dan keadaan kesehatannya dapat dipengaruhi oleh
adat kebiasaan dan perilaku keluarga atau lingkungannya.

e. Konteks keluarga adalah tindakan/asuhan yang diberikan dengan mengikut sertakan


keluarga sebagai komponen penting dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
meningkatkan secara optimal kesehatan keluarga sesuai dengan keinginan ibu maupun keluarga.

f. Peningkatan kesehatan adalah tindakan yang mendukung perilaku yang dapat


meningkatkan kesehatan ibu/wanita sepanjang siklus kehidupannya, terutama yang berkaitan
dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas yang normal.

g. Mengikut sertakan masyarakat dalam hal ini kelompok ibu-ibu. Dengan menggerakkan
peran serta masyarakat adalah upaya menyadarkan masyarakat, agar masyarakat dapat mengerti
dalam memecahkan masalah kesehatannya sendiri terutama yang berhubungan dengan
kehamilan persalinan dan nifas dalam mencapai kesehatan reproduksi menuju tercapainya
NKKBS.

5. Lingkungan

Lingkungan adalah suatu kondisi yang meliputi lingkungan fisik biologi dan sosial budaya yang
saling mempengaruhi status kesehatan wanita/ibu, anak dan keluarga. Oleh sebab itu individu
diharapkan mampu beradaptasi dengan apa yang terjadi di lingkungan kehidupannya.
Dengan demikian bidan telaah ilmu kebidanan dapat dikembangkan berdasarkan konsep
dasar tersebut di atas, dengan pengetahuan teoritis yang khas, berdimensi dan bersifat ilmiah.
Secara makro dalam mengisi kerangka konseptual ilmu kebidanan dapat meninjau dan
menerapkan unsur pengetahuan dari disiplin ilmu yang lain sesuai dengan kebutuhan. Di dalam
memperoleh ilmu pengetahuan kebidanan, seperti ilmu pengetahuan yang lain harus mengikuti
proses yang logis, analistis, sistematis, teruji secara empiris sehingga dapat memenuhi sifat
pengetahuan yaitu: objektif, umum dan memiliki metode ilmiah.

2.3 Macam-macam Asuhan Kebidanan

1) Tugas Mandiri

a) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan :

1) Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.

2) Menentukan diagnosa.

3) Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.

4) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

5) Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.

7) Membuat catatan dan laporan kegiatan/tindakan.

b) Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan
melibatkan klien :

1) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pra
nikah.

2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan pelayanan dasar.

3) Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas dasar bersama klien.

4) Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.


5) Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.

6) Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.

7) Membuat catatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal :

1) Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.

2) Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

5) Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.

6) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.

7) Membuat pencatatan dan laporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.

d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan


melibatkan klien/keluarga:

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.

2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

5) Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan tersaing dengan prioritas.

7) Membuat asuhan kebidanan.

e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir:


1) Mengkaji status kesehatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.

2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

5) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut.

7) Membuat rencana pencatatan dan laporan asuhan yang telah diberikan.

f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga:

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.

5) Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.

g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan


pelayanan keluarga berencana :

1) Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus/vus.

2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan pelayanan.

3) Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.

4) Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

5) Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.


6) Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.

7) Membuat pencatatan dan laporan.

h) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan sistem reproduksi dan


wanita dalam masa klimakterium dan menopause :

1) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.

2) Menentukan diagnosa, prognosa, prioritas dan kebutuhan asuhan.

3) Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.

5) Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.

7) Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

i) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga:

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.

2) Menentukan diagnosa dan prioritas masalah.

3) Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.

4) Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.

5) Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.

6) Membuat rencana tindak lanjut.

7) Membuat catatan dan laporan asuhan.

2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama :

a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi


kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga:
1) Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan keadaan kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.

2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas kegawatan yang memerlukan tindakan


kolaborasi.

3) Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatan dan hasil kolaborasi serta
kerjasama dengan klien.

4) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.

5) Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

7) Membuat pencatatan dan pelaporan

b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan kegawatan
daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi.

2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawat daruratan pada kasus resiko tinggi.

3) Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil resiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.

7) Membuat catatan dan laporan.


c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi.

2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan
resiko tinggi.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.

7) Membuat catatan dan laporan.

d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga.

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi.

2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama sesuai prioritas.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.

7) Membuat catatan dan laporan.

e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi.

2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.

7) Membuat catatan dan laporan.

f) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

1) Kaji kebutuhan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.

3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai prioritas.

4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.

5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama yang telah diberikan.

6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga.

7) Membuat catatan dan laporan.

3) Tugas Ketergantungan/Merujuk:

a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan


fungsi keterlibatan klien dan keluarga :

1. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup


kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.

2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas serta sumber-sumber dan fasilitas untuk
kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.

3. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.

4. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan


intervensi.

b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil
dengan resiko tinggi dan kegawat daruratan:

1. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.

2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas.


3. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

4. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.

5. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.

6. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan


intervensi.

c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa


persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga:

1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam masa persalinan
yang memerlukan konsultasi dan rujukan.

2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas.

3. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

4. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.

5. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan


intervensi yang sudah diberikan.

d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam
masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawat daruratan melibatkan klien dan keluarga:

1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam masa nifas yang
memerlukan konsultasi. 2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.

3. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

4. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.
5. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan
intervensi yang sudah diberikan.

e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan
keluarga:

1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada bayi baru lahir yang
memerlukan konsultasi dan rujukan.

2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.

3. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan dan


memberikan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan tindakan.

4. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.

5. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan.

f) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan
keluarga:

1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada balita yang memerlukan
konsultasi dan rujukan.

2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas.

3. Memberikan pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.

4. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut kepada petugas/institusi


pelayanan kesehatan yang berwenang.

5. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan.

2.4 Manfaat Paradigma dikaitkan dengan Asuhan Kebidanan


Para bidan sebagai tenaga kesehatan yang profesional memberikan asuhan kepada klien
atau pasiennya, secara definitif asuhan kebidanan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan
oleh bidan kepada individu ibu atau anak balita. Untuk itu diperlukan adanya paradigma
kebidanan yang memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Mempertahankan kesehatan ibu dan janin.

2. Meningkatkan kemampuan klien dalam upaya mengenal masalah, merumuskan


alternatif pemecahan masalah dan menilai tindakan secara tepat dan cermat.

3. Memunculkan kemandirian dalam pemecahan masalah kesehatan.

4. Klien berpengalaman dalam menghadapi masalah dan melaksanakan pemecahan


masalah kesehatan.

2.5 Paradigma Pelayanan Kesehatan

Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh health provider mempunyai


peluang besar untuk terjadinya berbagai konflik kepentingan dengan pasien. Konflik yang
terjadi dipicu oleh penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kesehatan, oleh
tenaga kesehatan untuk kepentingan diagnosa, pengobatan dan penyembuhan penyakit pasien.
Penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran tersebut tidak semua berjalan dengan
mulus sesuai dengan apa yang diharapkan tetapi terkadang berdampak pada masalah etika
profesi dan hukum.
Untuk mengantisipasi permasalahan yang dialami oleh health provider tersebut maka
harus dilakukan pembenahan dari berbagai aspek pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan hukum bagi pasien dan
masyarakat dan memberikan kepuasan atas jasa upaya kesehatan yang diterima oleh pasien.
Hal yang pertama yang harus dibenahi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
adalah pembenahan konsep atau paradigma pelayanan kesehatan dari para health provider.
Dalam hal tersebut, perubahan paradigma pelayanan kesehatan haruslah kearah yang lebih sesuai
dengan dinamika perkembangan sosial masyarakat dan hukum yang berlaku.
Perubahan paradigma pelayanan kesehatan yang harus dikembangkan yaitu :
a. Paradigma pelayaan yang komprehensif dan menyeluruh ( holistic )
Pelayanan kesehatab yang dulunya bersifat segmentasi dan terkotak-kotak yang hanya
berfokus pada satu atau dua jenis upaya kesehatan menjadi upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh ( holistic ) dan komprehensif .Pelayanan kesehatan yang menyeluruh artinya bahwa
health provider tidak hanya berfokus pada pelayanan kesehatan penyembuhan penyakit
( curative) dan pemulihan kesehatan ( rehabilitative) tetapi secara bersamaan turut
menyelenggarakan pelayanan kesehatan lainnya seperti promosi kesehatan (promotive) dan
pencegahan penyakit dan kecacatan (preventive).
Pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif dikembangkan sesuai dengan jenjang atau
tingkatan kemampuan rumah sakit ( health provider) dalam penyelenggaraa pelayanan
kesehatan dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. Hal tersebut sering disebut
dengan istilah indikasi pelayanan atau indikasi medis.
b. Paradigma pelayanan kesehatan memenuhi hak-hak asasi pasien
Paradigma pelayanan kesehatan yang hanya menekankan hubungan medis kini mulai
bergeser kearah pemenuhan hak-hak asasi pasien di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan
terhadap pasien kini bukan lagi hanya sekedar bagaimana cara untuk memberikan pertolongan
medis untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit pasien, tetapi bagaimana pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan tersebut memenuhi hak-hak asasi pasien di bidang pelayanan
kesehatan.
Pemenuhan hak-hak asasi pasien dalam upaya kesehatan mengacu Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang mengatakan bahwa ,setiap orang berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. Dikenal ada dua jenis hak asasi manusia di bidang kesehatan
yaitu hak atas pelayanan kesehatan (the right to health care) dan hak untuk menentukan dirinya
sendiri (the right to self determination). Hak atas pelayanan kesehatan (the right to heath care )
disebut juga sebagai hak dasar sosial yaitu hak pasien sebagai anggota sosial masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sedangkan hak atas menentukan diri sendiri (
the right to self determination ) disebut juga sebagai hak dasar individual yaitu hak yang di
lindungi oleh hukum untuk menyetujui atau tidak menyetujui apa yangBOLEH dilakukan atau
tidak dilakukan terhadap diri pasien dalam upaya kesehatan.
c. Paradigma pelayann kesehatan partnership
Paradigma pelayanan kesehatan partnership adalah pelayanan kesehatan yang menempatkan
health provider dan health receiver dalam suatu pola kemitraan (partnership). Pola kemitraan ini
akan menempakan health provider dan health receiver dalam suatu hubungan kontraktual
(kontrak terapeutik) yang masing-masing pihak mempunyai hak dn kewajiban untuk saling
dihargai dan di hormati.. Hubungan kontraktual ini tidak lain adalah sebuah hubugan hukum
yang dampak hukum .
Paradigma pelayanan partnership ini akan menempatkan masing-masing pihak berada
dalam kesetaraan dalam pengambilan keputusan terhadap suatu tindakan medik atau pengobatan
dan perawatan yang akan dilakukan oleh health provider terhadap health receiver. Pengingkaran
terhadap pola pelayanan partnership ini akan merusak keharmonisan hubungan kontrak
terapeutik yang tentunya dapat berimplikasi hukum.
Pengembangan pola partnership ini adalah dalam bentuk pelaksanaan informed consent yang
merupakan penghargaan akan hak-hak asasi pasien. Health provider berkewajiban untuk
mendapatkan persetujuan (izin) dari pasien terhadap apa saja yang akan dilakukannya dalam
memberkan pelayanan medik. Tindakan tanpa ijin adalah perbuatan melanggar hukum yang
dapat di gugat atau di tuntut secara perdata atau pidana akibat kerugian yang dialami pasien.
Penyebab utama konflik medis dalam pelayanan kesehatan adalah ketidak puasan yang
dialami oleh pasien atas pelayanan kesehatan yang diterimanya dari health provider. Ketidak
puasan tersebut terjadi akibat rendahnya mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang cederung
menelantarkan pasien, tidak memberikan informasi medis yang jelas, bertindak arogan dengan
tidak menghargai hak-hak pasien , tingginya biaya tindakan dan perawatan medis yang di
tanggung pasien dan lamanya hari perawatan yang harus dilalui oleh pasien dalam suatu waktu
perawatan.
Untuk meminimalisasi konflik medis tersebut, maka secara dini harus disadari bahwa
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh health provider telah mengalami sebuah
babak baru , yaitu pelayanan kesehatan yang tidak hanya berupa sebuah hubungan moral dan
hubungan medis , tetapi telah bergeser kearah hubugan hukum yang dapat berakibat hukum
Perubahan paradigma pelayanan kesehatan sebagai sebuah langkah awal untuk mencegah
terjadinya konflik dokter-pasien.

3. Pelayanan Umum Yang Bermutu


Pelayanan umum adalah terjemahan dari publik sevice, yang dapat di artikan sebagai
penyedian barang-barang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi tanggung
jawab pemerintah, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah dan oleh sektor
swasta. Sedangkan pengertian barang-barang dan jasa-jasa publik itu sendiri dapat dipahami
dengan menggunakan taksonomi barang dan jasa. Berdasarkan derajat exklusifitasnya (
apakah suatu barang atau jasa hanya dapat dinikmati secara eksklusif hanya satu orang saja )
dan derajat keterhabisannya. Secara teoritis kinerja pelayanan umum dapat di tingkatkan
dengan cara memberdayakan ( empowering ) klien atau masyarakat pengguna jasa layanan
pentingnya pemberdayaan klien sesuai dengan teori politik clasik yang menyatakan bahwa
manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalah gunakannya, dan manusia
yang mempunyai kekuasaan absolut sudah pasti akan menyalahgunakannya secara absolut
pula. ( jurnal Ratminto ) dengan demikian untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
publik diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara pengguna atau klien dengan lembaga
penyelenggara pelayanan publik.

Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta
adalah: (dalam Mahsun 2006:16)

1. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.
Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban,
kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.
2. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah
jalinan sistem pelayanan yang berskala regional, atau bahkan nasional. Contohnya dalam
hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan
mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan
umum di Jakarta.
3. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah
yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan
eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar
lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan
pelanggan internal.
4. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu
pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula
peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.
5. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung,yang sangat
berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk
memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung
(mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh
lapisan masyarakat.
6. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat
yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing

Untuk kualitas (mutu pelayanan) terdapat kriteria karateristik menurut LenaBerry, Pasarurama
dan Valerie Zeithaml dalam Buddy Ibrahim (2000) yang dipaparkan sebagai berikut:

a) Reability
Konsistensi dalam kinerja dan ketahanannya ; kinerja benar sejak awal pertama kali;
menepati janji dan akurat dalam spesifikasi; sesuai dengan iklan dan label,
b) Responsiveness
Tanggap terhadap klaim/ protes konsumen; kesiapan karyawan memberikan service
pada waktu yang diperlukan; cepat bereaksi terhadap perubahaN lingkungan misalnya
teknologi, peraturan, perilaku konsumen,
c) Competence
Menguasai keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk memberikaN servis
yang diperlukan.
d) Access
Kemudahan pendekatan dan akses; waktu tunggu pendek,
e) Cortesy
Sopan santun; respek, perhatian, tulus, dan keramahan dari personil/ karyawan service,
sabar mendengarkan keluhan pelanggan, Communication pemberitahuan informasi
kepada para konsumen dalam bahasa yang dipahami oleh konsumen; mendengarkan
suara konsumen; menyesuaikan bahasa kepada kebutuhan konsumen yang berbeda,
Credibility: kepercayaan, keandalan, kejujuran; reputasi perusahaan/ organisasi;
karateristik pribadi dari karyawan perusahaan.

Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata
apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deni ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut
Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan (dalam Usman, 2006). Mutu yang absolut ialah
idealismenya tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi.
Mutu yang relatif bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat yang telah ditetapkan atau
jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Usman, 2006).

Fred Smith, CEO dari Federal Express dalam Goetsch dan Davis (1997) mendefinisikan
mutu sebagai kinerja sesuai standar yang diharapkan oleh pelanggan. GSA dalam Goetsch dan
Davis (1997) mendefinisika mutu sebagai memenuhi kebutuhan pelanggan untuk pertama kali
dan setiap kali. Boeing dalam Goetsch dan Davis (1997) mendefinisikan mutu sebagai
memberikan produk dan jasa yang secara konsisten memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Departemen pertahanan A.S dalam Goetsch dan davis (1997) mendefinisikan mutu
sebagai melakukan pekerjaan yang benar secara tepat pada saat pertama, mengusahakan
perbaikan dan selalu memuaskan pelanggan.

Sistem Manajemen Mutu


Menurut Vincent Gasperz (2003) Sistem manajeme mutu merupakan sekumpulan prosedur
terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk menajemen sistem yang menjamin kesesuaian
dari suatu proses dan produk (barang/jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.
kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau di spesifikasikan oleh pelanggan atau organisasi.
sistem manajemen untuk mendefinisikan bagaimana organisasi menerapkan praktek-
praktek manajemen mutu secra konsisten untuk memenuh kebutuhan
pelanggan dan pasar. Menurut Vincent Gasperz (2003) Terdapat beberapa karakteristik
umum dari sistem manajemen mutu :

A. Sistem manajemen mutu mencakup suatu lingkup yang luas dari aktivitas-aktivitas
dalam organisasi modern. Kualitas atau mutu dapat di definisikan melalui lima pendekatan
utama:
1. transcendent quality adalah suatu kondisi ideal menuju keunggulan,
2. product-based quality adalah suatu atribut produk yang memenuhi kualitas,
3. User-based quality adalah kesesuaian atau ketetapan dalam penggunaan produk
(barang, dan atau jasa).
4. manufacturing- based quality adalah kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan
standar, dan
5. value- based quality adalah derajat keunggulan pada tingkat harga yang kompetitif.
B. Sistem manajemen mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini sering
mencakup beberapa tingkat dokumentasiterhadap standar-standar kerja.
C. Sistem manajemen mutu berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga bersifat
proaktif, bukan deteksi pada kesalahan yang bersifat reaktif.
D. Sistem manajemen mutu mencakup elemen-elemen: tujuan (objectives), pelangan
(customer), hasil-hasil (out-put), proses-proses (processes), masukan-masukan (inputs),
pemasok (suppliers) dan pengukuran umpan balik dan umpan maju (measurements for
feedback and feedforward). Dalam akronomi bahasa Inggris dapat disingkat menjadi:
SIPOCOM- Suppliers, Inputs, Processes, Outputs, Customers, Objectives, and
Meassurements.

4. Pelayanan Prima Dalam Pelayanan Kebidanan

4.1 Konsep Kualitas Pelayanan


Kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk
memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahtraan klien sesuatu itu dihitung
keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan
penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan keseluruhan bagian (donabedian, 1980 cit.
Wijoyo, 1999)
Kualitas pelayanan kesehatan mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang disatu pihak menimbulkan kepuasan pasien ( Azwar )
Kualitas pelayanan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (
tjiptono 2007 )
Kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan
guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam hal ini dapat diartikan sebagai jasa
atau survice yang di sampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan , kecepatan
,hubungan ,kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat
dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen ( kotler 2002;83 )

4.2 Pelayanan Publik dan Pelayanan Prima


Sebelum membahas tentang Pelayanan Prima, perlu dibahas tentang Pelayanan
Publik. Didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, pengertian Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Siapa saja yang disebut penyelenggara pelayanan publik? Didalam Pasal 1 ayat
(2) UU Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Sebelumnya, pengertian tentang pelayanan publik yang dianut para aparatur
negara mengacu pada Keputusan Menpan No. 81/1993 yang menyebutkan bahwa
pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
pusat/daerah, BUMN/BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait dengan pelayanan publik maka dikenal konsep pelayanan prima (excellent
service). Para ahli, kemudian mengembangkan berbagai konsep tentang mutu pelayanan
seperti Total Quality Service, Total Quality Management, dan sebagainya. Konsep
pelayanan prima dapat diterapkan pada sektor publik maupun sektor privat (swasta).
Elemen kunci dari pelayanan prima adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian, pelayanan prima dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian layanan dengan kualitas terbaik yang diberikan kepada
penerima layanan (pelanggan/warga).
Menurut Elthainammy (1990), Pelayanan Prima (excellence service) adalah suatu
sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Dari defenisi
tersebut dapat dipahami bahwa pelanggan/penerima layanan merupakan faktor penting
dalam unsur Pelayanan Prima. Kebutuhan dan harapan pelanggan/penerima layanan
selalu menjadi alat evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik agar memenuhi standar
kualitas layanan. Karena itu, standar kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan
penerima layanan/pelanggan.
Cara mewujudkan kepuasan pelanggan/penerima layanan dengan melakukan
beberapa langkah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi harapan dan kebutuhan para
pelanggannya; (2) Memenuhi harapan dan kebutuhan para kolega dan pelanggan terhadap
kualitas produk barang atau jasa; (3) Mempelajari dan menguasai prinsip-prinsip
pelayanan prima; (4) Memahami teknik pengukuran umpan balik tentang kepuasan.
Dalam konteks pelayanan prima, diterapkan prinsip-prinsip untuk meningkatkan
pelayanan pada pelanggan atau penerima layanan agar lebih maksimal dengan tujuan
pencapaian pelayanan dengan kualitas tinggi. Penerapan prinsip pelayanan prima berupa
cara, langkah dan strategi sebagai pedoman dalam menjalankan organisasi untuk
melayani pelanggan/penerima layanan
Pelayanan prima menggunakan prinsip A3 yakni Attitude (sikap), Attention
(perhatian) dan Action (tindakan). Penjabaran prinsip A3 sebagai berikut:

1. Konsep sikap (attitude)


Keberhasilan organisasi jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang-orang
yang terlibat di dalamnya. Baik secara langsung atau tidak langsung citra organisasi
akan tergambar melalui bentuk pelayanan yang disajikan. Pelanggan akan menilai
organisasi jasa pelayanan dari kesan pertama dalam berhubungan dengan orang-orang
yang terlibat dalam organisasi tersebut. Prinsip pelayanan prima berdasarkan Attitude
adalah:

a). Melayani pelanggan berdasarkan penampilan yang sopan dan serasi.

b). Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, sehat dan logis.

c). Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.

2. Konsep perhatian (attention)


Dalam melakukan kegiatan layanan, seorang petugas pada organisasi jasa
pelayanan harus senantiasa memperhatikan dan mencermati keinginan
pelanggan/penerima layanan. Apabila pelanggan sudah menunjukkan minat untuk
membeli suatu barang/jasa yang ditawarkan, segera saja layani pelanggan tersebut
dan tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas dan terpenuhi keinginannya.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-bentuk pelayanan
berdasarkan konsep perhatian adalah sebagai berikut:

a) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.

b) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.

c) Mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan.

d) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.

e) Menempatkan kepentingan pelanggan pada kepentingan utama.

f) Mengamati dan menghargai perilaku pelanggan.

g) Mencurahkan perhatian penuh pada pelanggan.

3. Konsep tindakan (action)


Pada konsep perhatian, pelanggan “menunjukkan minat” untuk membeli produk
yang ditawarkan. Pada konsep tindakan, pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan”
untuk membeli produk yang diinginkannya. Terciptanya proses komunikasi pada
konsep tindakan ini merupakan tanggapan terhadap pelanggan yang telah
menjatuhkan pilihannya sehingga terjadilah transaksi jual-beli. Bentuk-bentuk
pelayanan berdasarkan konsep tindakan adalah sebagai berikut:

a) Segera mencatat pesanan pelanggan.

b) Menegaskan kembali kebutuhan/pesanan pelanggan.

c) Mewujudkan kebutuhan pelanggan.

d) Menyelesaikan transaksi pembayaran pesanan pelanggan.

e) Mengucapkan terima kasih diiringi harapan pelanggan akan kembali lagi.

4.3 Kualitas Pelayanan Prima

Konsep Total Quality Service (TQS) yang dikembangkan Stamatis (1996), adalah
sistem manajemen strategi dan integratif yang melibatkan semua unsur manajer dan
pegawai / karyawan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk
memperbaiki proses-proses pelayanan agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Tiga dimensi penting dalam TQS masing-masing adalah strategi, sistem, dan
SDM. Penjabarannya sebagai berikut:
a. Strategi adalah dimensi penggunaan pendekatan dan metode yang dianggap paling
efektif dalam mencapai tujuan organisasi dalam meningkatkan mutu pelayanan.
b. Sistem adalah prosedur atau tata cara yang dirancang untuk mendorong dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
c. Sumber daya manusia (SDM) adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan yang
memiliki kapasitas responsip terhadap peningkatan mutu pelayanan.

Tujuan TQS adalah mewujudkan tercapainya pelanggan, memberikan tanggung


jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara
berkesinambungan. Sistem TQS kepada empat bidang yakni :
1. Berfokus kepada pelanggan
Prioritas utama adalah identifikasi pelanggan (internal-eksternal). Setelah
pelanggan diindentifikasi, kemudian mengidentifikasikan keinginan, kebutuhan,
dan harapan pelanggan. Selanjutnya, dirancang sistem yang dapat
memberikan jasa tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut. Dengan
demikian, perhatian diarahkan kepada pelanggan.
2. Keterlibatan pegawai secara menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan harus
dilibatkan secara menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat memberikan
peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan
harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada
dalam organisasi, serta memberdayakan pegawai atau karyawan dalam merancang
dan memperbaiki barang, jasa, sistem dan organisasi.
3. Sistem pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri :

a). Menyusun standar proses dan produk (barang dan jasa)

b). Mengidentifikasikan ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya denga


n keinginan pelanggan

c). Mengoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja

4. Perbaikan kesinambungan

a). Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses

b). Mengantisipasikan perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para


pelanggan

c). Mengurangi waktu siklus suatu proses produksi dan distribusi

d). Dengan senang hati menerima umpan balik dari pelanggan


Ada tujuh dimensi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan menurut Vincent
Gespersz yakni :

Ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi atau ketepatan pelayanan.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan kesopanan dan keramahan.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan keluhan


pelanggan.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan sedikit banyaknya petugas yang melayani


serta fasilitas pendukung lainnya.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat


parkir, ketersediaan informasi, dan petunujuk/panduan lainnya.

Kualitas pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan, kebersihan, ruang


tunggu, fasilitas musik, AC, alat komunikasi, dan lain-lain.

Selain tujuh dimensi diatas, Vincent Gasperasz secara cerdas


mengembangkan suatu konsep perbaikan manajemen mutu yang disebut
VINCENT. Konsep VINCENT juga terdiri dari tujuh strategi perbaikan kualitas
pelayanan, yaitu:

Visionary transformation (transformasi visi)

Infrastructure (kebutuhan akan sarana prasarana)

Need for improvement (kebutuhan untuk perbaikan)

Costumer focus (fokus pada pelanggan)

Empowerment (pemberdayaan potensi)

New views of quality (pandangan baru tentang mutu)

Top management (komitmen manajemen puncak)


Pada sisi organisasi, ada empat aspek lainnya turut berpengaruh terhadap
terciptanya kualitas pelayanan prima yakni :

a. Struktural. Perbaikan struktural organisasi atau perusahaan harus dilakukan dari


tingkat top manajemen hingga lower manajemen.
b. Operasional. Suatu organisasi atau perusahaan akan dapat mewujudkan
kebutuhan pelanggan apabila peningkatan operasional dilaksanakan artinya
secara langsung kualitas pelayanan juga dilaksanakan.

Visi. Suatu organisasi atau perusahaan harus mengetahui arah organisasi dengan
cara mengidentifikasi tentang apa yang harus dilakukan siapa yang akan melaksanakan.

Strategi pelayanan. Merupakan cara yang ditentukan oleh organisasi atau


perusahaan dalam meningkatkan pelayanan sehingga visi dapat terwujud, Strategi
pelayanan tersebut harus memperhatikan: perilaku pelanggan, harapan pelanggan, image
pelanggan, loyalitas pelanggan, dan alternatif-alternatif pelanggan.

Dr. William Edwards Deming, seorang ahli manajemen yang dijuluki Bapak TQM,
mengembangkan konsep Siklus Deming. Siklus Deming terdiri dari empat komponen
utama, disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Act).

1. Plan (Perencanaan)

a. Langkah pertama, yaitu menentukan proses yang perlu diperbaiki yaitu kegiatan
yang terkait erat dengan misi organisasi dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan

b. Langkah kedua, yaitu menentukan perbaikan yang kan dilakukan terhadap proses
yang dipilih. Langkah ini sama dengan penyusunan hipotesis dalam metode
ilmiah, Hipotesis adalah asumsi sementara mengenai hubungan antara kejadian-
kejadian.

c. Langkah ketiga, yaitu kewajiban pimpinan organisasi untuk menentukan data dan
informasiyang diperlukan untuk dapat menetapkan hipotesis yang paling
relevan untuk melaksanakan perbaikan proses.

2. Do (Pelaksanaan)
a. Langkah pertama, yaitu mengumpulkan informasi untuk menentukan keadaan
yang nyata sekarang mengenai jalannya proses.

b. Setelah informasi dikumpulkan, perubahan yang diinginkan dapat


dilaksanakan. Dalam tahap ini hipotesis yang telah dirumuskan kemudian di uji
menggunakan informasi tersebut. Pengujian hipotesis terlebih dulu dilakukan
pada skala kecil organisasi untuk menghindari kerugian yang tidak dikehendaki.

c. Selanjutnya, mengumpulkan data lagi, guna mengetahui perubahan yang terjadi,


apakah membawa perbaikan atau tidak.

3. Check (Evaluasi)

Dalam tahapan ini pimpinan harus dapat menfsirkan informasi yang


terkumpul untuk mengetahui apakah perubahan yang dilakukan membawa perbaikan
atau tidak.

4. Act (Tindak Lanjut)

a. Menetapkan alternatif perubahan yang akan dilaksanakan.

b. Apabila ada perubahan yang dilakukan berhasil terhadap perbaikan maka perlu
disusun prosedur lainnya.

c. Agar perubahan dapat berjalan secara baik, perlu diadakan pelatihan atau
penawaran.

d. Pimpinan perlu mengkaji apakah perubahan yang dilakukan mempunyai efek


negatif terhadap bagian lain dalam organisasi.

e. Pelaksanaan perubahan perlu dipantau terus menerus secara berkesinambungan.

Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1998)


yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan sebagai berikut :
Kehandalan (realibility) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.Kinerja harus sesuai
dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,pelayanan yang sama untuk
semua pelanggan tanpa kesalahan,sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

Daya tanggap (Responsiveness),yaitu suatu kemauan untuk membantu dan


memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,dengan
penyampaian informasi yang jelas.Memberikan konsumen menunggu tanpa adanya suatu
alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Harapan
pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan
kecendrungan naik dari waktu ke waktu.

Jaminan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan,


staf dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan
kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang
berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dan
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.

Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat


individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan
tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki
waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Pelanggan kelompok menengah atas
mempunyai harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara
pribadi.

Bukti fisik (Tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu
perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya
adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi
fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang
digunakan (teknologi),serta penampilan pegawainya. Karena suatu pelayanan tidak bias
dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba. Aspek tangible menjadi penting sebagai
ukuran terhadap pelayanan.

4.4 Mutu Pelayanan Dalam Kebidanan


Seperti peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan bidan didesa dengan wadah
polindes. Wijoyo (1999) menerangkan bahwa mutu dapat dilihat dari berbagai
perspektif ;
a. untuk pasien dan masyarakat , mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan
tanggap akan kebutuhan, pelayanan harus sesuai dengan mereka dan diberikan
dengan cara yang ramah waktu merekah berkunjung.
b. untuk petugas kesehatan ,mutu berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai
dengan ilmu pengataahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang
baik dan memenuhi standar yang baik.
c. untuk manager dan administrator, mutu pelayanan tidak terlalu berhubungan
langsung dengan tugas mereka sehari – hari. Namun, tetap sama pentingnya.
Untuk manager, faktor pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf,
pasien dan masyarakat yang baik.
d. untuk yayasan atau pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki tenagah
profesionl yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manger dan pemilik
institusi mengharapkan efesiensi dan kewajiban penyelenggaraan, minimal yang
tidak merugikan jika dipandang dari berbagai aspek seperti tidak adanya
pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
Unsur – unsur yang pokok dalam program menjaga mutu pelayanan agar selalu
berkualitas terbagi atas 4 unsur , diantaranya;
a. Unsur masukan
Unsur masukan adalah semua hal yang diperlukan untuk terselengaranya
satu pelayanan kesehatan, unsur masukan terpenting adalah tenaga , dana dan
sarana yang meliputi satrana fisik, perlengkapan, peralatan ,organisasi dan
managemen , keuangan , sumber daya manusia serta sumber daya lainya di
fasilitas kesehatan. Hal ini berarti yang dimaksud dengan struktur adalah infut ,
baik tidaknya struktur infut dapat diukur dari ;
1. Jumlah besarnya infut
2. Mutu struktur
3. Besarnya anggaran atau biaya
4. Kewajaran
Dan sarana ( kuantitas dan kualitas ) tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan ( standard of personels and facilities ), serta jika dana yang
tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya
pelayanan kesehatan.
b. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah keadaan lingkungan sekitar yang mempengaruhi
penyelengaraan pelayanan kesehatan . untuk suatu institusi kesehatan, keadaan
sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan mangemen , secara
umum disebutkan apabila kebijakan, organisasi dan managemen tersebut tidak
sesuaidengan standar dan /atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah
diharapkan bermutuny pelayanan kesehatan
c. Unsur proses
Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada waktu
penyelengaraan pelayanan kesehatan . tindakan tersebut dapat dibedakan atas 2
macamyakni ; tindakan medis dan tindakan non medis , secara umum disebukan
apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (
standard of conduct ) maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.
Proses;
Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanankan secara profesional oleh
tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien. Dalam pengertian proses ini
mencakup diagnosa , rencana pengobatan ,indikasi, tindakan, sarana kegiatan
dokter, kegiatan perawatan, dan penanganan kasus . baik tidaknya proses dapat
diukur dari;
1. Relefan tidaknya proses itu bagi pasien
2. Fleksibel dan efektifitas
3. Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang sesuai
4. Kewajaran , tidak kurang dan tidak berlebihan
d. Unsur keluaran
Unsur keluaran adalah yang menunjukan pada penampilan ( performance )
pelayanan kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua macam, pertama
penampilan aspek medis pelayanan kesehatan , kedua penampilan aspek non
medis pelayanan kesehatan . secara umum disebutkan apabila keduan penampilan
ini tidak sesuai dengan standar yang telah dietapkan ( standard of performance )
maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bukan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Keempat unsur pelayanan ini saling terkait dan
mempengaruhi.
e. Out came;
Out came adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan
profesional terhadap pasien . penilaian terhadap outcame adalah hasil akhir dari
kesehatan atau kepuasan .outcam jangka pendek sepeti semuh dari sakit , cacat
dan lain – lain. Outcame jangka panjang seperti kemungkinan – kemungkinan
kambuh , kemungkinan sembuh dimasa datang
Berdasarkan dari penilaian di atas , mutu pelayanan yang baik menurut
(sabarguna, 2004) adalah;
1. Tersedia dan terjangkau
2. Tepat kebutuhan
3. Tepat sumber daya
4. Tepat standar profesi/etika profesi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk keberhasilan pengembangan mutu di atas, diperlukan juga elemen
pendukung seperti kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung,
komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang
karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip mutu terpadu seperti di
atas, yang kemudian di contoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur
Tengah. Di Indonesia menerapkan Manajemen Mutu Terpadu akan berhasil kalau secara
konsekuen pula mengikuti prinsip-prinsip dasar mutu terpadu.
Perkembangan pengendalian mutu meliputi:

1. Era Tanpa Mutu


2. Era Inspeksi
3. Era Statistical Quality Control
4. Era Quality Assurace
5. Era Strategis Quality Management / Total Quality Management
6. Perkembangan TQC Dan Pengertian TQC
7. Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control Circle

Dari uraian tentang paradigma , penulis dapat menyimpulkan beberapa hal antara lain :

1) Istilah paradigma berasal dari bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani paradeigma yang
artinya model, pola, contoh.
2) Paradigma kebidanan adalah pandangan hidup/filsafah, dengan kata lain paradigma
digambarkan sebagai pandangan hidup dari suatu disiplin.
3) Komponen paradigma kebidanan adalah manusia, lingkungan, kesehatan dan kebidanan.
4) Macam-macam asuhan kebidanan meliputi: asuhan mandiri, kolaborasi dan rujukan yang
semuanya itu dilakukan untuk meningkatkan kesehatan pasien.
5) Bidan dapat melakukan pelayanan/asuhan pada kasus-kasus patologis sesuai dengan
kewenangannya.
6) Tugas bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan pada keluarga berencana.
Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata
apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deni ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut
Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan (dalam Usman, 2006). Mutu yang absolut ialah
idealismenya tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi.
Mutu yang relatif bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat yang telah ditetapkan atau
jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Usman, 2006).

Menurut Vincent Gasperz (2003) Sistem manajeme mutu merupakan sekumpulan prosedur
terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk menajemen sistem yang menjamin kesesuaian
dari suatu proses dan produk (barang/jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.
kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau di spesifikasikan oleh pelanggan atau organisasi.
sistem manajemen untuk mendefinisikan bagaimana organisasi menerapkan praktek-praktek
manajemen mutu secra konsisten untuk memenuh kebutuhan pelanggan dan pasar.
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Ilyas, Jumiarni. 1993. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dalam Konteks Keluarga. Jakarta
: Depkes RI.

Sofyan, Mustika Dkk. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI

Lia, Cristina Dkk. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran. EGC

2014. “Pelayanan Umum yang Bermutu” ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp diakses pada

tanggal 12 September 2017

2014. “Pengertian Mutu Pendidikan” http://www.e-jurnal.com

diakses pada tanggal 12 September 2017

Ratminto. 2015 “Kritis Pelayanan Umum di Perkotaan”: https://media.neliti.com

diakses pada tanggal 12 September 2017

Anda mungkin juga menyukai

  • Obat Ketorolac
    Obat Ketorolac
    Dokumen7 halaman
    Obat Ketorolac
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Kel 2
    Kel 2
    Dokumen23 halaman
    Kel 2
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • MENYUSUI DENGAN CTPS
    MENYUSUI DENGAN CTPS
    Dokumen10 halaman
    MENYUSUI DENGAN CTPS
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Kel 2
    Kel 2
    Dokumen23 halaman
    Kel 2
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • MENYUSUI DENGAN CTPS
    MENYUSUI DENGAN CTPS
    Dokumen10 halaman
    MENYUSUI DENGAN CTPS
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Halaman 1
    Halaman 1
    Dokumen38 halaman
    Halaman 1
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Pengurangan Nyeri
    Pengurangan Nyeri
    Dokumen1 halaman
    Pengurangan Nyeri
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Dream Book
    Dream Book
    Dokumen10 halaman
    Dream Book
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen12 halaman
    Bab Ii
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Mikii
    Mikii
    Dokumen1 halaman
    Mikii
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Kewirausahaan
    Daftar Pustaka Kewirausahaan
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Kewirausahaan
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Dokumen4 halaman
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Suci Format
    Suci Format
    Dokumen3 halaman
    Suci Format
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Obat Ketorolac
    Obat Ketorolac
    Dokumen7 halaman
    Obat Ketorolac
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Obat Ketorolac
    Obat Ketorolac
    Dokumen7 halaman
    Obat Ketorolac
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Pengurangan Nyeri
    Pengurangan Nyeri
    Dokumen1 halaman
    Pengurangan Nyeri
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR Yayuk
    Tugas DR Yayuk
    Dokumen5 halaman
    Tugas DR Yayuk
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Pengurangan Nyeri
    Pengurangan Nyeri
    Dokumen1 halaman
    Pengurangan Nyeri
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat
  • Pengurangan Nyeri
    Pengurangan Nyeri
    Dokumen1 halaman
    Pengurangan Nyeri
    Anonymous FkqrK2Fx
    Belum ada peringkat