Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mutu Layanan dan Kebijakan Kesehatan
Oleh :
JALUM III A
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
petunjuk serta kemurahan-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah direncanakan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sekarang ini, mutu menjadi satu-satunya hal sangat penting dalam suatu lembaga, baik itu
lembaga pendidikan, bisnis, dan pemerintahan. Kita semua mengakui, saat ini memang ada
masalah dalam sistem pendidikan. Karena kalau dilihat mutu (kualitas) dengan adanya
peningkatan mutu dapat membantu lembaga pendidikan untuk meningkatkan daya saing froduk,
selain biaya produksi dan ketepatan waktu produksi.
Seorang bidan memiliki peran yang unik yang tugasnya saling melengkapi dengan tenaga
kesehatan profesional lainnya di dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bidan sebagai praktisi
memberikan asuhan kebidanan bagi ibu hamil dan bersalin yang normal, serta asuhan terhadap
kasus gangguan sistem reproduksi pada wanita dan gangguan kesehatan bagi anak balita sesuai
dengan kewenangannya.
Sesuai dengan tugas seorang bidan dalam memberikan pelayanan/asuhan kebidanan yang
terfokus kepada ibu dan anak balita yang lebih rinci dapat kita ketahui bahwa pelayanan
kebidanan mencakup praperkawinan, kehamilan, melahirkan, menyusui dan nifas dan
pelayanan/asuhan kebidanan pada bayi, balita, remaja dan wanita usia subur, maka kebidanan
dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma yaitu berupa
pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan/kebidanan dan
keturunan.
Dari paradigma tersebut maka bidan dapat melakukan asuhan kebidanan dengan baik yaitu
penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan
kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa
persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
Dari pelayanan yang bermutu diharapkan bidan dapat melakukan pelayanan yang bermutu
sesuai dengan harapan mayarakat. Dimana harapan dan kenyataan seimbang tanpa ada
kesenjangan. Keberhasilan proses pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu
birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani).
Aspek kualitas dan nilai pelayanan harus di nilai dari dua sisi,yaitu dari sisi
petugas dan dari sisi pasien.dari sisi petugas, kualitas pelayanan berarti keleluasaan
dalam melakukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien
sesuai dengan standar teknis yang berlaku.dari sisi pasien, pelayanan kesehatan di anggap
berkualitas jika sesuai dengan harapannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Paradigma Asuhan Kebidanan” diantaranya
adalah “
PEMBAHASAN
Era ini dimulai sebelum abad ke-18, tepatnya sebelum tahun 1920, Pada era ini
belum ada persaingan, karena produsen yang memberikan layanan belum banyak.
Masyarakat tidak punya pilihan, mereka tidak bisa menuntut untuk mendapatkan mutu
pelayanan yang lebih baik. Pada masa ini kualitas belum menjadi penilaian, yang penting
kebutuhan utama dari suatu bentuk pelayanan sudah terpenuhi.
2. Era Inspeksi
Ellias Whitney memperkenalkan pengendalian mutu pada awal abad 19, dalam
bentuk pengecekan barang yang akan dikirim kepelanggan dengan cara memisahkan
barang cacat agar konsumen merasa puas. Pendekatan ini disebut sebagai pengendalian
mutu tradisional.
Pada zaman ini, mutu hanya melekat pada produk akhir. Dengan kata lain,
masalah mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Zaman ini
berlangsung di negara Barat sekitar tahun 1800-an, dimana produsen mulai mendapatkan
pesaing dan produksi yang digunakan adalah produksi massal. Pemilihan terhadap
produk akhir dilakukan dengan melakukan inspeksi. Perhatian produsen terhadap mutu
sangat terbatas. Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap
kualitas produk, dan tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada departemen
inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke konsumen
sehingga perbaikan terjadi ketika kesalahan telah terjadi.
3. Era Statistical Quality Control
Era ini dimulai pada tahun 1930 yang diperkenalkan oleh Walter A. Shewart. Jika
pada zaman inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang dihasilkan dari atribut
standar (terjadi cacat), departemen tersebut tidak dapat mendeteksi apakah penyimpangan
tersebut disebabkan karena kesalahan pada produksi atau hanya karena kebetulan.
Dengan demikian, informasi yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk melakukan
perbaikan terhadap produksi untuk mencegah hal serupa. Tetapi pada statistical quality
control, departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistic dalam
mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk yang dihasilkan selama
proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat diberitahukan kepada departemen
produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan terhadap proses dan system yang
digunakan untuk mengolah produk. Para era ini, deteksi penyimpangan signifikan secara
statistic sudah mulai dilakukan sehingga kualitas produk sudah mulai dikendalikan
departemen produksi. Akan tetapi konsep kualitas masih terbatas pada atribut yang
melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi.
Di era ini, konsep mutu mengalami perluasan. Jika dulu hanya terbatas pada tahap
produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa (
seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian produksi, serta pergudangan ).
Keterlibatan manajemen dalam penanganan mutu produk mulai disadari pentingnya
karena keterlibatan pemasok dalam penentuan mutu produk memerlukan koordinasi dan
kebijakan manajemen. Pada zaman ini mulai diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu,
yaitu pengeluaran akan dapat dikurangi jika manajemen meningkatkan aktifitas
pencegahan yang merupakan hal yang lebih penting daripada upaya perbaikan mutu atas
penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi.
Banyak yang beranggapan bahwa TQM berasal dari Jepang, mengingat konsep
TQM banyak dipengaruhi perkembangan-perkembangan di Jepang. Kekalahan Jepang
pada perang dunia II, membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem kualitas
modern. Hadirnya pakar kualitas W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950
membuat para ilmuwan dan insinyur Jepang lebih bersemangat dalam membangun dan
memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat perusahaan Jepang di
bidang kualitas men jadi perhatian perusahaan-perusahaan di negara maju lainnya.
Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang pemah diraih oleh perusahaan
Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Hasil studi perusahaan-perusahaan
industri kelas dunia ini menunjukkan bahwa keberhasilan perusahaan Jepang ini salah
satunya menerapkan apa yang dikenal dengan Total Quality Management (TQM).
Tokoh yang di kenal luas dalam TQM ini adalah Edward Deming. Beliau
mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War Department, serta
mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada ilmuan, insinyur, dan eksekutif
perusahaan Jepang. Berawal dari sinilah TQM berkembang pesat di negara Sakura ini.
Hanya sayangnya mereka tidak terbiasa dengan hal itu, dan mereka akan senang
jika kejadian semacam itu dapat dicegah. Berawal dari situlah orang Jepang
dalam memproduksi barang sangat memperhatikan pelanggan. Produk barang/jasa yang
dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan sama persis seperti yang dilaporkan
penjual.
Aspek perhatian atau penekanan Amerika sejak Perang Dunia II, yakni pada
aspek kuantitas dan kurang memperhatikan kualitas menjadi penyebab kegagalan
bersaing dengan perusahaan Jepang.
Dalam era ini, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan menentukan
dalam menjadikan kualitas untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif.
System ini dapat didefinisikan sebagai system manajemen strategis dan integrative yang
melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-metode kualitatif
dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi
agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan.
Gambar 3. Konsep dasar TQM
Salah satu cara terbaik dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan
suatu produk barang/jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas terbaik akan diperoleh dengan
melakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap kemampuan manusia, proses,
lingkungan.
Penerapan TQM adalah hal yang sangat tepat agar dapat memperbaiki
kemampuan unsur-unsur tersebut secara berkesinambungan. Penerapan TQM dapat
memberikan beberapa manfaat utama, sebagai berikut. Dengan perbaikan kualitas
berkesinambungan, perusahaan akan dapat memperbaiki posisi persaingan. Dengan posisi
yang lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar dan men-jamin harga yang lebih tinggi.
Hal ini akan memberikan peng-hasilan lebih tinggi dan secara otomatis laba yang
diperoleh semakin meningkat. Upaya perbaikan kualitas akan menghasilkan peningkatan
ke-luaran (out put) yang bebas dari kerusakan atau mengurangi produk yang cacat.
Berkurangnya produk yang cacat berarti berkurang pula biaya operasi yang dikeluarkan
perusahaan sehingga akan diperoleh laba yang semakin besar.
6.2. Organisasi
Organisasi gaya Jepang, gaya Amerika Serikat, dan gaya Eropa Barat, perlu
dipahami untuk dapat mengetahui konsep TQC tersebut. Perbedaan konsep organisasi
gaya Jepang dengan AS dan Eropa Barat adalah sebagai berikut.
Perbedaan Organisasi
TQC dan QCC perlu dipelajari dalam MSDM karena manusia adalah aktiva yang
paling berharga, perencanaan dan pelaku dalam mewujudkan barang atau jasa yang
bermutu tinggi.
A. Dasar TQC
Dasar TQC adalah mentalitas, kecakapan, dan manajemen partisipasi dengan
sikap mental yang mengutamakan kualitas kerja. Mentalitas adalah kesediaan bekerja
sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung jawab melaksanakan pekerjaannya.
b. Bagi Perusahaan
1. Pengembangan perusahaan melalui akumulasi gagasan-gagasan perbaikan.
2. Meningkatkan daya saing barang atau jasa yang dihasilkan.
3. Memperbaiki hubungan perusahan dengan karyawan.
4. Partisipasi semua karyawan di dalam membantu terwujudnya tujuan
perusahaan.
c. Bagi Konsumen
1. Konsumen akan memperoleh barang/jasa yang bermutu baik.
2. Konsumen akan mendapatkan kepuasan dari barang/jasa tersebut.
3. Konsumen akan memperoleh barang/jasa yang memenuhi kesehatan dan
keselamatan.
4. Konsumen akan menerima barang sesuai dengan pesanannya.
5. Pemerintah akan mendapatkan pajak-pajak.
a. Setiap anggota bekerja sama dan melakukan kegiatan atas prakarsa mereka sendiri.
b. Setiap anggota selalu berinteraksi untuk saling mempengaruhi.
c. Setiap anggota kelompok saling mengenal dengan baik, sehingga dapat berdiskusi
secara terbuka.
d. Anggota kelompok mengadakan pertemuan secara rutin untuk mendiskusikan
berbagai masalah guna mencapai tujuan bersama.
Pada awalnya Indonesia membentuk Quality Control Club yang kegiatannya dimulai
pada bulan Juni 1984. Mengingat minat masyarakat yang semakin besar terhadap masalah
pengendalian mutu, kegiatan QC Club perlu diperluas dan wadahnya diperbesar. Maka pada
tanggal 1 Maret 1985 didirikan Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia (Indonesian Quality
Management Association) yang berpusat di Jakarta. PMMI merupakan suatu wadah yang
bersifat nasional dan bertujuan mengembangkan konsep TQM (Total Quality Management)
atau Pengendalian Mutu Terpadu sesuai dengan kondisi dan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Pada tanggal 29 April 1985 organisasi PMMI dikukuhkan oleh Bapak Menaker
Sudomo dan Bapak Menperin Ir. Hartarto dalam suatu upacara yang dihadiri oleh seluruh
pengurus dan sekitar 100 anggota PMMI.
1. Komatsu]
3. Honda
- 1981 - 1982 Seminar, penelitian dan diskusi tentang penerapan TQC di Astra.
1982 Manajemen puncak memutuskan TQC sebagai sistem manajemen Astra; dirumuskan
Coorporate Key Result Areas.
- 1983 Sistem manajemen Astra disebut Astra Total Quality Control (ATQC) dan dimulailah
pelatihan masif ATQC kepada seluruh jajaran manajemen Astra Group dan berawal dari para
pimpinan puncak pada bulan Oktober 1983.
- Kegiatan TQC/QCC dimulai dengan promosi kegiatan TQC dan QCC ( 3 model groups)
dengan bantuan dari Principal.
- 1985 Diperkenalkan kegiatan Idea Sugestion / Improvement dan diikuti dengan QCC
Convension.
- 1990 Dimulai aktivitas Quality Assurance dan Organisasi yang ditujukan untuk Customer
Satisfaction dengan sasaran The Best Quality di Asia dan diikuti dengan training 7-Habits
secara masif. Pada saat bersamaan dilaksanakan Skill Improvement Program terhadap
Managers dan Supervisors dan diikuti dengan pelatihan masif Practical Problem Solving
untuk para General Managers.
- 1994 Aktivity Management diubah dari bersifat ‘ Vertical ‘ menjadi Cross Functional Activity
Management, untuk lebih mempertajam pembagian tanggung jawab dan pencapaian sasaran.
- Astra Quality Control Circle ikut berpartisipasi dalam The Internacional Competitive
Presentation of IEQCC, Singapura.
- 1995 Astra Quality Control Circle, QCC Lepas of Auto 2000, Bogor merebut penghargaan
The First Twin Winners bersama QCC Motorola, Malaysia.
- 1996 Astra melaksanakan konvensi pertama Astra Quantum Leap Program (AQLP) di Bali.
- 1997 Diperkenalkan SQC training terutama untuk para Engineers, dan untuk jajaran
manajemen diberikan pelatihan Strategic Service Intent. 1998 Astra Total Quality Control
mulai dikenal dengan Astra Total Quality Management(ATQM).
- 2000 Focus ATQM pada implementasi Manajemen Mutu secara konsisten dan mulai
diperkenalkan Strategic Manajemen dan sistem lain ( seperti ISO 9000:2000, Six Sigma,dll)
sebagai penyempurnaan dari ATQM.
- 2001 Direksi Astra memutuskan menggunakan Astra Management System (AMS) sebagai
pengganti ATQM; diluncurkan buku pedoman Astra Manajemen System.
- Kemudian, pada tahun 1997 berdirilah Wahana Kendali Mutu (WKM) yaitu sebuah organisasi
kendali mutu yang bersifat nasional yang memiliki sekretariat di Jakarta. Dalam
perkembangannya WKM telah berhasil mengadakan suatu kegiatan yang diberi nama Temu
Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN) sebanyak 12 kali pertemuan. Terakhir kali
TKMPN XII diselenggarakan pada tanggal 1 – 5 Desember 2008 di Hotel Sanur Paradise
Plaza – Bali dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Selain itu
WKM telah berhasil mengadakan kegiatan forum internasional sebanyak tiga kali yang diberi
nama International Quality & Productivity Convention. Dalam kegiatannya (TKMPN &
IQPC) WKM memiliki misi, yaitu memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta,
BUMN, Lembaga Pemerintah, Perguruan Tinggi, Koperasi, Organisasi Nirlaba Nasional
maupun Internasional untuk mendemontrasikan keberhasilan dan saling tukar pengalaman
dalam peningkatan mutu dan produktivitas. Dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memicu dan memacu timbulnya karya-karya bermutu yang bermanfaat bagi organisasi
masyarakat dan bangsa.
2. Meningkatkan wawasan, inisiatif dan kreatifitas setiap peserta.
3. Membuka cakrawal baru bagi pimpinan / manajemen dalam menyikapi penerapan
Sistem Manajemen Terpadu dan Pengembangan SDM.
4. Menyerap ilmu dan pengetahuan dari para praktisi yang telah berpengalaman luas
dalam pengembangan manajemen dan sumber daya manusia dari dalam maupun luar
negeri untuk kemajuan organisasi.
5. Meningkatkan kebersamaan dan kerukunan antar instansi Pemerintah, badan yudikatif,
legeislatif, organisasi sosial, dunia pendidikan dan dunia usaha.
Paradigma berasal dari bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani paradeigme yang artinya
model, pola, contoh. (Echols dan Sadily 1975, World Book dictionary 1981). Sinonim dalam
bahasa Inggris : world-view, yaitu pandangan hidup/falsafah dengan kata lain paradigma
digambarkan sebagai pandangan hidup daru suatu disiplin, disiplin yang berbeda menggunakan
pendekatan berbeda juga dalam merumuskan paradigmanya. Contoh yang sering dipakai yaitu
ilmu alam pada saat berpendapat bahwa bumi itu ternyata bulat.
Wanita / manusia adalah makhluk bio-spiso-sosio-kultural dan spiritual yang utuh dan
unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan wanita yang sehat jasmani rohani dan sosial sangat diperlukan. Wanita/ibu adalah
pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh
keberadaan/kondisi dari wanita/ibu dalam keluarga. Para wanita di masyarakat adalah penggerak
dan pelopor dari peningkatan kesejahteraan keluarga.
2. Sehat – Sakit
Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sakit adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh gangguan fisik, fisiologis, psikologis dan sosial yang dapat mempengaruhi kebutuhan
hidupnya berfungsi secara tepat dan sempurna sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan.
3. Bidan
Bidan adalah wanita yang telah mengikuti pendidikan bidan yang telah diakui oleh
pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
4. Pelayanan Kebidanan
Dalam melaksanakan praktek kebidanan bidan berpegang pada prinsip sebagai berikut :
a. Tindakan kebidanan yang tepat dan aman, yaitu semua tindakan yang diberikan oleh
bidan, untuk ibu/wanita, bayi dan keluarga terhadap halhal yang dapat merugikan kesehatannya.
b. Memberi kepuasan klien adalah tindakan yang dilakukan sesuai keinginan ibu/wanita
dan keluarga serta sesuai dengan keadaan permasalahannya dan hasil yang diharapkan pada
tindakan tersebut.
c. Menghargai derajat manusia dan haknya untuk dapat mengambil keputusan sendiri,
yaitu tindakan yang dilakukan menunjukkan sikap bahwa bidan menghargai ibu/wanita sebagai
individu yang mandiri dan mendukung hak dan tanggung jawabnya untuk ikut menentukan atau
mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya dan asuhan yang diberikan.
g. Mengikut sertakan masyarakat dalam hal ini kelompok ibu-ibu. Dengan menggerakkan
peran serta masyarakat adalah upaya menyadarkan masyarakat, agar masyarakat dapat mengerti
dalam memecahkan masalah kesehatannya sendiri terutama yang berhubungan dengan
kehamilan persalinan dan nifas dalam mencapai kesehatan reproduksi menuju tercapainya
NKKBS.
5. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu kondisi yang meliputi lingkungan fisik biologi dan sosial budaya yang
saling mempengaruhi status kesehatan wanita/ibu, anak dan keluarga. Oleh sebab itu individu
diharapkan mampu beradaptasi dengan apa yang terjadi di lingkungan kehidupannya.
Dengan demikian bidan telaah ilmu kebidanan dapat dikembangkan berdasarkan konsep
dasar tersebut di atas, dengan pengetahuan teoritis yang khas, berdimensi dan bersifat ilmiah.
Secara makro dalam mengisi kerangka konseptual ilmu kebidanan dapat meninjau dan
menerapkan unsur pengetahuan dari disiplin ilmu yang lain sesuai dengan kebutuhan. Di dalam
memperoleh ilmu pengetahuan kebidanan, seperti ilmu pengetahuan yang lain harus mengikuti
proses yang logis, analistis, sistematis, teruji secara empiris sehingga dapat memenuhi sifat
pengetahuan yaitu: objektif, umum dan memiliki metode ilmiah.
1) Tugas Mandiri
2) Menentukan diagnosa.
b) Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan
melibatkan klien :
1) Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pra
nikah.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
6) Membuat rencana tindakan pada ibu masa persalinan tersaing dengan prioritas.
2) Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga:
2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama :
3) Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas kegawatan dan hasil kolaborasi serta
kerjasama dengan klien.
b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan kegawatan
daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawat daruratan pada kasus resiko tinggi.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil resiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi
dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan
resiko tinggi.
d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama sesuai prioritas.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai prioritas.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang
mengalami komplikasi serta keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
1) Kaji kebutuhan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan keadaan
kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi.
2) Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko dan keadaan
kegawatan.
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai prioritas.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan memberikan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama yang telah diberikan.
3) Tugas Ketergantungan/Merujuk:
2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas serta sumber-sumber dan fasilitas untuk
kebutuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil
dengan resiko tinggi dan kegawat daruratan:
1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam masa persalinan
yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam
masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawat daruratan melibatkan klien dan keluarga:
1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada ibu dalam masa nifas yang
memerlukan konsultasi. 2. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas masalah.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan
kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan
keluarga:
1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada bayi baru lahir yang
memerlukan konsultasi dan rujukan.
f) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan
keluarga:
1. Mengkaji adanya penyulit dan keadaan kegawatan pada balita yang memerlukan
konsultasi dan rujukan.
Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta
adalah: (dalam Mahsun 2006:16)
1. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.
Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban,
kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.
2. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah
jalinan sistem pelayanan yang berskala regional, atau bahkan nasional. Contohnya dalam
hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan
mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan
umum di Jakarta.
3. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah
yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan
eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar
lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan
pelanggan internal.
4. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu
pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula
peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.
5. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung,yang sangat
berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk
memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung
(mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh
lapisan masyarakat.
6. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat
yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing
Untuk kualitas (mutu pelayanan) terdapat kriteria karateristik menurut LenaBerry, Pasarurama
dan Valerie Zeithaml dalam Buddy Ibrahim (2000) yang dipaparkan sebagai berikut:
a) Reability
Konsistensi dalam kinerja dan ketahanannya ; kinerja benar sejak awal pertama kali;
menepati janji dan akurat dalam spesifikasi; sesuai dengan iklan dan label,
b) Responsiveness
Tanggap terhadap klaim/ protes konsumen; kesiapan karyawan memberikan service
pada waktu yang diperlukan; cepat bereaksi terhadap perubahaN lingkungan misalnya
teknologi, peraturan, perilaku konsumen,
c) Competence
Menguasai keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk memberikaN servis
yang diperlukan.
d) Access
Kemudahan pendekatan dan akses; waktu tunggu pendek,
e) Cortesy
Sopan santun; respek, perhatian, tulus, dan keramahan dari personil/ karyawan service,
sabar mendengarkan keluhan pelanggan, Communication pemberitahuan informasi
kepada para konsumen dalam bahasa yang dipahami oleh konsumen; mendengarkan
suara konsumen; menyesuaikan bahasa kepada kebutuhan konsumen yang berbeda,
Credibility: kepercayaan, keandalan, kejujuran; reputasi perusahaan/ organisasi;
karateristik pribadi dari karyawan perusahaan.
Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata
apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deni ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut
Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan (dalam Usman, 2006). Mutu yang absolut ialah
idealismenya tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi.
Mutu yang relatif bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat yang telah ditetapkan atau
jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Usman, 2006).
Fred Smith, CEO dari Federal Express dalam Goetsch dan Davis (1997) mendefinisikan
mutu sebagai kinerja sesuai standar yang diharapkan oleh pelanggan. GSA dalam Goetsch dan
Davis (1997) mendefinisika mutu sebagai memenuhi kebutuhan pelanggan untuk pertama kali
dan setiap kali. Boeing dalam Goetsch dan Davis (1997) mendefinisikan mutu sebagai
memberikan produk dan jasa yang secara konsisten memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Departemen pertahanan A.S dalam Goetsch dan davis (1997) mendefinisikan mutu
sebagai melakukan pekerjaan yang benar secara tepat pada saat pertama, mengusahakan
perbaikan dan selalu memuaskan pelanggan.
A. Sistem manajemen mutu mencakup suatu lingkup yang luas dari aktivitas-aktivitas
dalam organisasi modern. Kualitas atau mutu dapat di definisikan melalui lima pendekatan
utama:
1. transcendent quality adalah suatu kondisi ideal menuju keunggulan,
2. product-based quality adalah suatu atribut produk yang memenuhi kualitas,
3. User-based quality adalah kesesuaian atau ketetapan dalam penggunaan produk
(barang, dan atau jasa).
4. manufacturing- based quality adalah kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan
standar, dan
5. value- based quality adalah derajat keunggulan pada tingkat harga yang kompetitif.
B. Sistem manajemen mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini sering
mencakup beberapa tingkat dokumentasiterhadap standar-standar kerja.
C. Sistem manajemen mutu berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga bersifat
proaktif, bukan deteksi pada kesalahan yang bersifat reaktif.
D. Sistem manajemen mutu mencakup elemen-elemen: tujuan (objectives), pelangan
(customer), hasil-hasil (out-put), proses-proses (processes), masukan-masukan (inputs),
pemasok (suppliers) dan pengukuran umpan balik dan umpan maju (measurements for
feedback and feedforward). Dalam akronomi bahasa Inggris dapat disingkat menjadi:
SIPOCOM- Suppliers, Inputs, Processes, Outputs, Customers, Objectives, and
Meassurements.
Konsep Total Quality Service (TQS) yang dikembangkan Stamatis (1996), adalah
sistem manajemen strategi dan integratif yang melibatkan semua unsur manajer dan
pegawai / karyawan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk
memperbaiki proses-proses pelayanan agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Tiga dimensi penting dalam TQS masing-masing adalah strategi, sistem, dan
SDM. Penjabarannya sebagai berikut:
a. Strategi adalah dimensi penggunaan pendekatan dan metode yang dianggap paling
efektif dalam mencapai tujuan organisasi dalam meningkatkan mutu pelayanan.
b. Sistem adalah prosedur atau tata cara yang dirancang untuk mendorong dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
c. Sumber daya manusia (SDM) adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan yang
memiliki kapasitas responsip terhadap peningkatan mutu pelayanan.
4. Perbaikan kesinambungan
Visi. Suatu organisasi atau perusahaan harus mengetahui arah organisasi dengan
cara mengidentifikasi tentang apa yang harus dilakukan siapa yang akan melaksanakan.
Dr. William Edwards Deming, seorang ahli manajemen yang dijuluki Bapak TQM,
mengembangkan konsep Siklus Deming. Siklus Deming terdiri dari empat komponen
utama, disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Act).
1. Plan (Perencanaan)
a. Langkah pertama, yaitu menentukan proses yang perlu diperbaiki yaitu kegiatan
yang terkait erat dengan misi organisasi dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
b. Langkah kedua, yaitu menentukan perbaikan yang kan dilakukan terhadap proses
yang dipilih. Langkah ini sama dengan penyusunan hipotesis dalam metode
ilmiah, Hipotesis adalah asumsi sementara mengenai hubungan antara kejadian-
kejadian.
c. Langkah ketiga, yaitu kewajiban pimpinan organisasi untuk menentukan data dan
informasiyang diperlukan untuk dapat menetapkan hipotesis yang paling
relevan untuk melaksanakan perbaikan proses.
2. Do (Pelaksanaan)
a. Langkah pertama, yaitu mengumpulkan informasi untuk menentukan keadaan
yang nyata sekarang mengenai jalannya proses.
3. Check (Evaluasi)
b. Apabila ada perubahan yang dilakukan berhasil terhadap perbaikan maka perlu
disusun prosedur lainnya.
c. Agar perubahan dapat berjalan secara baik, perlu diadakan pelatihan atau
penawaran.
Bukti fisik (Tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu
perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya
adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi
fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang
digunakan (teknologi),serta penampilan pegawainya. Karena suatu pelayanan tidak bias
dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba. Aspek tangible menjadi penting sebagai
ukuran terhadap pelayanan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk keberhasilan pengembangan mutu di atas, diperlukan juga elemen
pendukung seperti kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung,
komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Keberhasilan manajemen Jepang
karena negeri ini secara konsekuen melaksanakan prinsip-prinsip mutu terpadu seperti di
atas, yang kemudian di contoh oleh Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara di Timur
Tengah. Di Indonesia menerapkan Manajemen Mutu Terpadu akan berhasil kalau secara
konsekuen pula mengikuti prinsip-prinsip dasar mutu terpadu.
Perkembangan pengendalian mutu meliputi:
Dari uraian tentang paradigma , penulis dapat menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1) Istilah paradigma berasal dari bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani paradeigma yang
artinya model, pola, contoh.
2) Paradigma kebidanan adalah pandangan hidup/filsafah, dengan kata lain paradigma
digambarkan sebagai pandangan hidup dari suatu disiplin.
3) Komponen paradigma kebidanan adalah manusia, lingkungan, kesehatan dan kebidanan.
4) Macam-macam asuhan kebidanan meliputi: asuhan mandiri, kolaborasi dan rujukan yang
semuanya itu dilakukan untuk meningkatkan kesehatan pasien.
5) Bidan dapat melakukan pelayanan/asuhan pada kasus-kasus patologis sesuai dengan
kewenangannya.
6) Tugas bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan pada keluarga berencana.
Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata
apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deni ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut
Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan (dalam Usman, 2006). Mutu yang absolut ialah
idealismenya tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi.
Mutu yang relatif bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat yang telah ditetapkan atau
jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Usman, 2006).
Menurut Vincent Gasperz (2003) Sistem manajeme mutu merupakan sekumpulan prosedur
terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk menajemen sistem yang menjamin kesesuaian
dari suatu proses dan produk (barang/jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.
kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau di spesifikasikan oleh pelanggan atau organisasi.
sistem manajemen untuk mendefinisikan bagaimana organisasi menerapkan praktek-praktek
manajemen mutu secra konsisten untuk memenuh kebutuhan pelanggan dan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Ilyas, Jumiarni. 1993. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dalam Konteks Keluarga. Jakarta
: Depkes RI.
Sofyan, Mustika Dkk. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI
Lia, Cristina Dkk. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran. EGC