ABSTRAK
Timbulnya perilaku agresif pada remaja bisa terjadi karena berbagai faktor, faktor
keluarga merupakan salah satu aspek penting yang disinyalir terkait dengan pola
perilaku agresif remaja. Dari beberapa kajian mengenai perilaku agresif remaja tumbuh
dan dibesarkan pada keluarga bercerai dan keluarga utuh. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku agresif antara remaja yang berasal dari
keluarga bercerai dengan keluarga yang utuh. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur perilaku agresi adalah berupa kuesioner. Sampel yang diperoleh berjumlah
212 subyek yang berada di wilayah Jakarta Utara. Masing-masing kelompok terbagi
atas 28 subyek dari keluarga bercerai dan 184 subyek dari keluarga utuh. Kemudian
dengan bantuan SPSS versi 11.00, data diolah menggunakan Independent t-test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku agresif antara remaja yang
berasal dari keluarga bercerai dengan keluarga utuh nilai [t (31, 097) = 8, 576, p<0,05].
Remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif dibandingkan dengan remaja
dari keluarga utuh. Ditinjau dari segi dimensi agresivitas, remaja yang berasal dari
keluarga bercerai juga lebih agresif secara fisik maupun verbal.
primer dan fundamental (Mulyono, 1995). membutuhkan pengertian dan bantuan dari
Keluarga pada hakekatnya merupakan orang yang dicintai dan dekat dengan
wadah pembentukan masing-masing dirinya terutama orangtua atau keluarganya
anggota keluarga, terutama anak-anak yang (Gunarsa, 1993). Seperti yang diketahui
masih berada dalam bimbingan dan bahwa salah satu fungsi keluarga adalah
tanggung jawab orangtuanya. Hal ini memberikan rasa aman, maka dalam masa
dikuatkan oleh pendapat Ki Hajar krisisnya remaja sungguh-sungguh
Dewantara (dikutip oleh Shochib, 1998) membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
menyatakan bahwa esensi pendidikan Sebab dalam masa yang krisis, seseorang
merupakan tanggung jawab keluarga, kehilangan pegangan yang memadai dan
sedangkan sekolah hanya berpartisipasi. pedoman hidupnya. Masa krisis pada
Hal serupa diungkapkan Gunarsa dan remaja diwarnai oleh konflik-konflik
Gunarsa (1995) yang mengatakan bahwa internal, pemikiran kritis, perasaan yang
lingkungan keluarga adalah lingkungan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
pertama, di mana anak memperoleh yang tinggi tetapi sukar untuk diraih
pengalaman-pengalaman pertama yang sehingga ia merasa frustrasi. Dengan
mempengaruhi hidupnya. Keluarga sangat perasaan tersebut remaja akan lebih mudah
penting bagi pembentukan pribadi anak. marah dan berperilaku agresif.
Keluarga adalah tempat Dalam pergumulan itu, remaja akan
perkembangan awal bagi seorang anak, lebih mudah menjadi frustrasi, bingung, dan
sejak saat kelahirannya sampai proses masalah bertambah bila lingkungan yang
perkembangan jasmani dan rohani di masa seharusnya membantu masalahnya justru
mendatang. Untuk mencapai membebani dengan masalah-masalah baru.
perkembangannya, mereka membutuhkan Masalah keluarga broken home bukan
kasih sayang, perhatian, dan rasa aman hanya menjadi masalah baru saja, tetapi
untuk berlindung pada orangtuanya. Tanpa justru merupakan masalah utama dari akar-
sentuhan manusiawi itu, anak akan merasa akar kehidupan seorang remaja. Kartono
terancam dan dipenuhi rasa takut. Bagi (1998) mengatakan bahwa perceraian
seorang anak, keluarga memiliki arti dan antara orangtua, anak menjadi sangat
fungsi yang penting bagi kelangsungan bingung dan merasakan ketidakpastian
hidup maupun dalam menemukan makna emosional. Dengan rasa cemas, marah, dan
dan tujuan hidup. Selain itu di dalam risau anak mengikuti pertengkaran antara
keluarga anak didorong untuk menggali, ayah dengan ibunya. Mereka tidak tahu
mempelajari, dan menghayati nilai-nilai harus memihak kepada siapa. Batin mereka
kemanusiaan, religius, norma-norma menjadi sangat tertekan, sangat menderita,
(etika), dan pengetahuan (Mulyono, 1995). dan merasa malu akibat ulah orangtua
Berdasarkan pertimbangan segi mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan
esensial arti dan fungsi keluarga, dapat berdosa, serta merasa malu terhadap
dikatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan.
kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat Cummings dan Davies (dikutip
tetapi menempati kedudukan yang primer oleh Shaffer, 1999) menyatakan bahwa
dan fundamental. Sebab itu keluarga anak menjadi sangat sedih akibat perceraian
mempunyai peranan yang besar dan vital kedua orangtuanya dan melampiaskan
dalam mempengaruhi kehidupan seorang kesedihannya dengan bersikap menyakiti
anak, terutama remaja. dan berperilaku agresif dalam berinteraksi
Masa remaja adalah masa dimana dengan saudara-saudaranya dan teman-
seseorang sedang mengalami saat krisis, temannya. Selanjutnya menurut Davies dan
sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Cummings; Harold et al; Mc Closkey et al
Dalam masa tersebut, remaja dalam (dikutip oleh Shaffer, 1999) menambahkan
keadaan labil dan emosional (Gunarsa & bahwa dampak perceraian bagi anak adalah
Gunarsa, 2000). Dalam proses anak mengalami masalah dalam
perkembangan yang serba sulit dan masa- penyesuaian dirinya, cemas, depresi, dan
masa yang membingungkan dirinya, remaja gangguan dalam perilakunya.
dan ditandai dengan emosi yang tinggi. agresivitas terhadap seseorang, karena
Perilaku agresif dalam jenis pertama ini adanya figur otoritas maka ia mencari
adalah tujuan dari agresi itu sendiri. Oleh seseorang yang memiliki kemiripan dengan
karena itu, agresi jenis ini disebut juga sasaran untuk melampiaskan
agresi jenis “panas”. Akibat dari agresi kemarahannya, misalnya terhadap adik,
jenis ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan kakak, teman, maupun guru.
pelaku memang tidak mempedulikan
akibatnya. Perbuatannya lebih banyak Kondisi yang Menimbulkan Perilaku
menimbulkan kerugian daripada manfaat. Agresif
Jenis agresi instrumental pada Kondisi pertama yang dapat
umumnya tidak disertai emosi. Bahkan, menyebabkan agresi ialah frustrasi. Deaux,
antara pelaku dan korban kadang-kadang Dane, & Wrightsman (1993) menyatakan
tidak ada hubungan pribadi. Agresi disini bahwa frustrasi dapat menyebabkan
hanya merupakan sarana untuk mencapai munculnya perilaku agresi. Bila seseorang
tujuan lain. Dengan demikian, kedua jenis tidak mampu mencapai tujuan yang sudah
agresi itu berbeda karena tujuan yang dekat dengan yang ingin dicapainya maka
mendasarinya. Agresi jenis pertama semata- akan cenderung menimbulkan perasaan
mata untuk melampiaskan emosi, frustrasi dibandingkan dengan tujuan yang
sedangkan agresi jenis kedua dilakukan ingin dicapainya masih jauh. Dengan kata
untuk mencapai tujuan lain. lain frustrasi adalah hasil dari
Perilaku agresi dapat berupa ketidakmampuan seseorang untuk
tingkah laku fisik maupun verbal. memenuhi tujuan yang ingin dicapai
Agresivitas fisik dapat ditunjukkan dengan (Deaux, et al., 1993). Begitu pula remaja
berkelahi, bertengkar, menyerang, dan yang merasa frustrasi dengan keadaan
memukul. Sedangkan bentuk agresivitas keluarganya, di mana keluarga yang
secara verbal ditunjukkan dengan seharusnya menjadi tempat berlindung yang
mengeluarkan kata-kata yang menghina, aman, mulai tidak lagi dirasakan oleh anak,
berteriak, mengutuk, mengejek, dan maka anak menjadi mudah marah dan
membantah (Turner & Helms, 1995). berperilaku agresif.
Averiil (dikutip oleh Sears, et al., 1985/ Kondisi kedua ialah pengaruh
1994) mengklasifikasikan perilaku agresif senjata. Secara langsung maupun tidak
dalam bentuk : (1) agresivitas langsung, langsung senjata mempunyai pengaruh
yaitu seseorang langsung mengekspresikan yang buruk terhadap perilaku agresi.
perilaku agresifnya kepada orang yang Berkowitz (dikutip oleh Deaux, et al.,
menyebabkan agresifnya, misalnya dengan 1993) mengatakan bahwa senjata tidak
berkelahi, menyerang, memukul, menghina, hanya sebagai simbol kekerasan tetapi
dan mencerca. (2) Agresivitas tidak senjata juga sebagai pendorong terjadinya
langsung, yaitu seseorang secara tidak perilaku agresi. Seperti halnya ketika
langsung melakukan agresivitasnya, seseorang dalam keadaan marah
misalnya dengan menghancurkan barang menggunakan pisau untuk menggertak
milik orang lain, menyuruh orang lain orang lain, tanpa disadari telah melukai
melakukan pembalasan, dan secara verbal orang lain.
menyebarkan gosip-gosip. (3) agresivitas Ketiga, general arousal, Dolf
yang dialihkan (displaced aggression) yaitu Zillmann mengemukakan teori excitation
seseorang melakukan agresif, tetapi bukan transfer. Menurutnya hal-hal yang bersifat
terhadap orang yang menyakitinya tetapi arouse (yang membangkitkan) pada suatu
mengekspresikannya terhadap sasaran situasi tertentu dapat ditransfer menjadi
pengganti. Ada dua macam agresivitas yang suatu tahap emosi. Emosi adalah suatu
dialihkan yaitu; (a) agresivitas terhadap general arousal yang dapat meningkatkan
obyek bukan manusia, misalnya seseorang kemungkinan untuk melakukan tindakan
yang sangat marah akan menyalurkan agresi.
perasaan tersebut dengan merusak benda-
benda yang ada di sekitarnya; (b)
anak. Lingkungan keluarga dan lingkungan bagi munculnya perilaku agresif, khususnya
masyarakat setempat sama-sama memiliki lingkungan keluarga. Kartono (1995)
peranan penting (Sarwono, 1997). Faktor menyatakan bahwa lingkungan keluarga
lingkungan keluarga merupakan lingkungan merupakan lingkungan terdekat bagi
terdekat bagi remaja, sehingga keluarga remaja, sehingga keluarga juga merupakan
juga merupakan sumber bagi timbulnya sumber bagi timbulnya agresi.
agresi (Tarmudji, 2001). Shochib (1998) Dengan demikian, perilaku dapat
menyatakan bahwa lingkungan keluarga disebut agresif manakala perilaku tersebut
yang tidak harmonis (bercerai) akan memiliki unsur-unsur kesengajaan serta
menciptakan kondisi yang tidak nyaman akibat yang tidak menyenangkan bagi pihak
bagi remaja. Bila lingkungan keluarga tidak lain yang terkena sasaran perilaku agresif
lagi memberikan kenyamanan bagi remaja, tersebut. Perilaku atau tindakan dapat
maka remaja akan mencari pelarian untuk terjadi baik secara fisik maupun verbal.
mencari ketenangan jiwanya dengan
bergaul di lingkungan yang dapat menerima Remaja (adolescentia)
dirinya. Bila lingkungan memberikan Definisi Remaja (adolescence)
pengaruh yang buruk, membenarkan Gunarsa dan Gunarsa (2000)
tindakan antisosial, maka dapat mendefinisikan remaja sebagai masa
merangsang timbulnya reaksi emosional peralihan dari masa anak ke masa dewasa,
buruk pada remaja yang masih labil meliputi semua perkembangan yang
jiwanya. Gunarsa dan Gunarsa (1995) dialami sebagai persiapan memasuki masa
mengatakan bahwa lingkungan keluarga dewasa. Perkembangan yang jelas pada
adalah lingkungan pertama, di mana anak masa remaja ini adalah perkembangan
memperoleh pengalaman-pengalaman psikoseksualitas dan emosionalitas. Batas
pertama yang mempengaruhi hidupnya. usia yang digunakan adalah 12 tahun
Keluarga sangat penting bagi pembentukan sampai 22 tahun.
pribadi anak. WHO (dikutip oleh Sarwono, 2000)
Selanjutnya ialah teori kognisi. mendefinisikan remaja ke dalam tiga
Teori ini berintikan pada proses yang kriteria yaitu biologik, psikologik, dan
terjadi pada kesadaran dalam membuat sosial ekonomi. Secara lengkap remaja
penggolongan (kategorisasi), pemberian didefinisikan sebagai suatu masa: (a)
sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan individu berkembang dari saat pertama kali
pembuatan keputusan. Dalam hubungan ia menunjukkan tanda-tanda seksual
antara dua orang kesalahan atau sekundernya sampai saat ia mencapai
penyimpangan dalam pemberian atribusi kematangan seksual, (b) individu
juga dapat menyebabkan agresi. Misalnya, mengalami perkembangan psikologik dan
ada seorang pelajar melihat ada pelajar lain pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi
sedang melihat ke arah dirinya. Pelajar dewasa, (c) terjadi peralihan dari
yang pertama menyangka pelajar kedua ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
melotot kepadanya. Pelajar pertama kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
kemudian memberi atribusi yang salah WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun
kepada pelajar kedua, yaitu bahwa pelajar sebagai batasan usia remaja.
kedua memusuhinya, marah kepadanya, Untuk mencegah timbulnya
atau menantangnya berkelahi. Reaksi kesimpangsiuran dalam batas umur masa
pelajar pertama menjadi agresif terhadap remaja, para ahli seperti Hurlock (1993)
pelajar kedua. mengambil patokan batas umur yakni
Dari ketiga teori yang telah tanda-tanda fisik yang menunjukkan
dikemukakan sama-sama memiliki peranan kematangan seksuil dengan timbulnya
yang besar bagi munculnya perilaku agresi. gejala-gejala biologis; Neidhart (dikutip
Landasan teori yang digunakan peneliti oleh Gunarsa & Gunarsa, 2000)
adalah teori lingkungan. Alasan peneliti berpendapat bahwa adolesensia merupakan
menggunakan teori tersebut karena faktor masa peralihan dan ketergantungan pada
lingkungan memiliki pengaruh yang besar
masa anak ke masa dewasa, di mana ia mereka, karena mereka tengah mengalami
sudah harus dapat berdiri sendiri; E. H. banyak konflik dalam menjalani tugas
Erikson (dikutip oleh Gunarsa & Gunarsa, perkembangannya (Kartono, 1995). Bila
2000) mengemukan bahwa adolesensia kondisi keluarga tidak mampu memberikan
merupakan masa terbentuknya suatu kenyamanan bagi remaja dan ia merasa
perasaan baru mengenai identitas. Identitas tidak diperhatikan, maka ia akan mencari
mencakup cara hidup pribadi yang dialami pelarian dengan bergabung bersama teman-
sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. temannya. Dengan kondisi seperti ini tak
Rice (1999) mengatakan bahwa usia anak jarang remaja akan lebih mudah
lebih rawan untuk berperilaku agresif berkembang kearah perilaku anti-sosial
dimulai pada usia 13 tahun hingga 18 yang lebih menjurus kepada tindak
tahun. Oleh karena itu, batasan remaja yang kriminal.
digunakan dalam penelitian ini adalah usia
13-18 tahun. Keluarga
Definisi Keluarga
Perilaku Agresif pada Remaja Menurut Kamus Besar Bahasa
Masa remaja adalah suatu masa Indonesia (1994), keluarga terdiri dari ayah,
dimana remaja berada dalam keadaan labil ibu dan anak (keluarga inti). Lingkungan
dan emosional (Gunarsa, 2000). Menurut keluarga memberikan pengaruh besar
Kartono (1995), masa remaja khususnya terhadap perkembangan jiwa anak.
pada masa pubescens (berusia 12-17 tahun) Keluarga merupakan unit sosial
umumnya mengalami suatu krisis. Bila terkecil yang memberikan fondasi primer
remaja merasa tidak bahagia dipenuhi bagi perkembangan anak. Sedang
banyak konflik batin, baik konflik yang lingkungan sekitar dan sekolah hanya
berasal dari dalam dirinya, pergaulannya memberikan nuansa pada perkembangan
maupun keluarganya. Dalam kondisi seperti anak. Karena itu baik-buruknya struktur
itu remaja akan mengalami frustrasi dan keluarga dan masyarakat sekitar
akan menjadi sangat agresif (Kartono, memberikan pengaruh baik atau buruknya
1998). pertumbuhan kepribadian anak (Gunarsa &
Tujuan utama dari agresi adalah Gunarsa, 1995; Kartono, 1998).
pelampiasan perasaan marah, kecewa, Pengertian keluarga dapat juga
tegang, dan mengatasi suatu rintangan atau ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
halangan yang dihadapinya (Gunarsa, hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi
2000). Perilaku agresi remaja dapat hubungan darah merupakan suatu kesatuan
disalurkan dalam perbuatan, akan tetapi bila sosial yang diikat oleh hubungan darah
tingkah laku tersebut dihalangi maka akan antara satu dengan lainnya.
tersalur melalui kata-kata. Agresivitas yang Berdasarkan dimensi ini, keluarga
disalurkan dalam bentuk perbuatan ialah dibedakan menjadi keluarga inti dan
berkelahi, menendang, memukul, keluarga besar. Sedangkan dalam dimensi
menyerang, dan merusak benda milik orang hubungan sosial, keluarga merupakan
lain; sedangkan agresi remaja yang di kesatuan sosial yang diikat oleh adanya
salurkan melalui kata-kata ialah sering interaksi dan saling mempengaruhi antara
megeluarkan kata-kata kotor, makian, satu dengan lainnya, walaupun tidak ada
menghina, mengejek, dan berteriak yang hubungan darah. Keluarga berdasarkan
tidak terkendali (Sadardjoen, 2002; Turner hubungan sosial ini disebut keluarga
& Helms, 1995). psikologis dan keluarga pedagogis
Papalia, Olds, dan Fieldman (2001) (Shochib, 1998).
mengatakan bahwa bentuk nyata perilaku
agresif pada remaja antara lain diwujudkan Fungsi Keluarga
dengan mencuri, merampok, menggunakan Dalam Nadeak (1995), ada
obat-obatan terlarang, dan berkelahi. beberapa fungsi keluarga yaitu sebagai
Kecenderungan berperilaku agresif ini tempat bernaung yang teduh, tempat
disebabkan oleh karena masih labilnya jiwa
penghasilan suami yang minim tidak dapat lalu melakukan banyak perbuatan brandalan
memenuhi kebutuhan keluarga maka tak dan kriminal (Kartono, 1998). Tegasnya,
jarang seorang istri meninggalkan suaminya remaja yang tidak merasa bahagia dipenuhi
dan akhirnya minta diceraikan. (d) banyak konflik batin serta mengalami
Penyelewengan juga merupakan salah satu frustrasi terus menerus akan menjadi sangat
penyebab terjadinya perceraian. Jika suami agresif. Kemudian dia akan mulai
atau istri dalam suatu keluarga berbuat mengadakan serangan-serangan kemarahan,
serong maka terjadi pertengkaran diantara menteror lingkungan, mencuri milik orang
mereka. Jika kejujuran dan kesetiaan istri lain. Semua itu dilakukan sebagai tindak
kepada suami atau kesetiaan suami kepada penyalur atau pelepas bagi semua
istri tidak dimiliki oleh kedua belah pihak, ketegangan, kerisauan, dan dendam hatinya.
maka terjadilah percekcokan antara suami Dampak dari perceraian juga dapat
dan istri. Jika keduanya tidak mau menyebabkan hilangnya kontrol terhadap
menerima maka akan diakhiri dengan anak. Seorang ibu bisa menjadi kurang
perceraian. (e) Perjudian, perjudian dapat mampu mendisiplinkan dan kurang
menyebabkan kehidupan suatu keluarga memiliki perngaruh terhadap anak. Hal ini
tidak tentram. Habisnya harta benda karena karena anak-anak merasa kecewa;
berjudi, yang tidak dapat diterima oleh menyalahkan ibunya atas kepergian
suami ataupun istri, dapat memicu ayahnya; ibu merasa bersalah atas
pertengkaran dan diakhiri dengan perceraian yang terjadi, dan untuk
perceraian. menyenangkan anaknya ibu menjadi tidak
Dagun (1990) menyatakan bahwa tegas; ibu mulai bekerja seharian penuh
penyebab perceraian juga disebabkan oleh (full-time job) sehingga tidak ada lagi
adanya perbedaan prinsip hidup antara waktu untuk membimbing anak-anaknya.
kedua pasangan yang tidak dapat lagi Bank (dikutip oleh Hamner & Turner,
disatukan, perbedaan cara mendidik anak, 1996) menyatakan bahwa ibu yang memilih
serta adanya pengaruh dari pihak luar yang sebagai orangtua tunggal setelah bercerai
menginginkan mereka berpisah. cenderung kurang memiliki disiplin yang
tinggi sehingga anak berperilaku antisosial.
Dampak Perceraian pada Anak Saucier dan Ambert (dikutip oleh Rice,
Dampak dari perceraian orangtua 1999) juga menyatakan bahwa remaja dari
dalam Kartono (1998) adalah: (1) anak keluarga yang bercerai lebih sering
kurang mendapat perhatian, kasih sayang, menunjukkan health-risk behavior (perilaku
dan tuntunan pendidikan orangtua, karena membahayakan diri sendiri, seperti
ayah dan ibunya masing-masing sibuk merokok, tidak menggunakan sabuk
mengurusi permasalahan serta konflik batin pengaman, dan minum-minuman keras)
sendiri, (2) kebutuhan fisik maupun psikis daripada remaja yang berasal dari keluarga
remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan utuh.
dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur Berdasarkan pernyataan di atas,
dengan memuaskan, atau tidak mendapat perceraian tampaknya membawa pengaruh
kompensasinya, (3) anak-anak tidak pernah negatif bagi remaja, namun hal tersebut
mendapatkan latihan fisik dan mental yang tidak selalu benar. Rice (1999) menyatakan
sangat diperlukan untuk hidup susila. bahwa perceraian mungkin saja dapat
Mereka tidak dibiasakan dengan disiplin membuat masa-masa yang penuh
dan kontrol diri yang baik. pertengkaran dan interaksi negatif menjadi
Sebagai akibat dari ketiga berakhir. Daripada mereka harus hidup
pengabaian di atas, anak menjadi bingung, dalam satu atap yang selalu diliputi oleh
risau, sedih, malu, sering diliputi perasaan pertengkaran-pertengkaran yang tak pernah
dendam, benci, sehingga anak menjadi berakhir sehingga membuat anak menjadi
kacau dan liar. Di kemudian hari mereka takut dan depresi, dan akhirnya anak
mencari kompensasi bagi kerisauan batin memiliki masalah dalam berperilaku.
sendiri di luar lingkungan keluarga, yaitu Sebaliknya Emery & Simons (dikutip oleh
menjadi anggota dari suatu gang kriminal Simons et al., 1999) mengatakan bahwa
remaja yang berasal dari keluarga bercerai oleh subyek dari hasil pengolahan alat ukur
yang mampu menerima perceraian kedua perilaku agresif pada masa remaja. Makin
orangtuanya secara positif jarang tinggi skor yang diperoleh, maka semakin
menunjukkan masalah dalam berperilaku. agresif perilakunya. Semakin rendah skor
yang diperoleh berarti semakin tidak
Hipotesis Penelitian agresif.
Ada perbedaan perilaku agresif
antara remaja yang berasal dari keluarga Subyek Penelitian
bercerai dengan keluarga utuh. Pengambilan data ini dilakukan di
beberapa sekolah pada wilayah Jakarta
Metode Penelitian Utara, dengan alasan kemudahan dan
Desain Penelitian kecepatan pengambilan data sehingga
Penelitian ini merupakan penelitian penggunaan waktu menjadi efisien.
kuantitatif non eksperimental. Penelitian ini Adapun karakteristik dari subyek penelitian
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar adalah remaja yang berusia 13-18 tahun,
perbedaan agresivitas remaja yang berasal yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu
dari keluarga bercerai dan remaja yang kelompok remaja yang berasal dari
berasal dari keluarga utuh. keluarga bercerai dan remaja yang berasal
Penelitian ini menggunakan metode dari keluarga utuh.
statistik deskriptif inferensial. Berdasarkan Karakteristik subyek dari keluarga
data hasil pengukuran terhadap sampel, bercerai dalam penelitian ini yakni,
peneliti memiliki gambaran mengenai keluarga orangtua subyek telah bercerai dan
sampel kemudian menggunakan statistik tinggal terpisah. Subyek tinggal dengan
inferensial untuk menarik kesimpulan salah satu orangtuanya atau dengan sanak
mengenai karakteristik populasi melalui familinya tanpa ada dukungan dari salah
karakteristik yang dimiliki oleh sampel satu orangtuanya. Untuk karakteristik
penelitian. subyek dari keluarga utuh adalah keluarga
Teknik pengambilan sampel yang yang lengkap dengan kehadiran kedua
digunakan dalam penelitian adalah non orangtuanya. Mereka hidup dengan
probability sampling dengan menggunakan harmonis. Keharmonisan keluarga dapat
convenience sampling. terlihat dalam bentuk kerja sama,
komunikasi, saling menghargai,
Variabel Penelitian menghormati, dan mencintai.
Agresifitas remaja adalah variabel
yang akan di ukur dalam penelitian ini. Populasi dan Sampel
Variabel penelitian ini mencakup dimensi Penelitian ini melibatkan 28 subyek
agresifitas secara fisik dan verbal. kelompok remaja dari keluarga bercerai dan
184 subyek kelompok remaja dari keluarga
Batasan Konseptual utuh.
Batasan konseptual dari agresifitas
adalah bentuk perilaku yang bertujuan Instrumen Penelitian
untuk menyakiti atau merugikan orang lain Pembuatan instrumen ukur
dalam bentuk tindakan fisik maupun verbal. agresivitas didasarkan pada batasan
Agresifitas fisik pada remaja adalah konseptual, batasan operasional, dimensi
berkelahi, memukul, melukai, dan merusak. yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan agresivitas dalam bentuk verbal Pengukuran kuesioner agresivitas
yaitu makian, mengejek, membantah, dan menggunakan method of summated rating
berbohong. dari skala Likert. Skala ini terdiri dari
beberapa butir pernyataan dengan lima nilai
Batasan Operasional sikap, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
Batasan operasional untuk perilaku ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat
agresif adalah skor total yang diperoleh tidak setuju (STS). Penilaian butir yang
favourable atau butir positif bergerak dari berjumlah 108 orang dengan persentase
angka 5-1, sedangkan butir yang sebesar 58,7% dan remaja perempuan
unfavourable atau butir negatif bergerak berjumlah 76 orang dengan persentase
dari angka 1-5. sebesar 41,3%. Secara keselurahan
diperoleh 212 subyek untuk penelitian ini.
Pengujian Reliabilitas Ditinjau dari segi usia, subyek
Pada pengujian reliabilitas penelitian telah sesuai dengan karakteristik
instrumen ukur sikap agresifitas remaja yang telah ditentukan sebelumnya.
diperoleh hasil nilai Alpha Cronbach Diketahui bahwa subyek penelitian terdiri
sebesar koefisien Alpha Cronbach sebesar dari usia 13-18 tahun. Pada penelitian ini,
0,9500. diketahui usia remaja terbanyak dari
keluarga bercerai maupun dari keluarga
Pengolahan Data utuh adalah 16 tahun (25%).
Analisis dilakukan dengan Dari data kontrol ini diketahui
menganalisis data yang diperoleh dari bahwa remaja yang berasal dari keluarga
subyek penelitian dengan menggunakan t- bercerai mayoritas berada dibawah
test, dengan bantuan program SPSS versi pengasuhan ibu dengan frekuensi sebanyak
11.00. 14 orang (50%) dan minoritas dibawah
pengasuhan ayah sebanyak 4 orang
Gambaran Umum Subyek Penelitian (35,7%).
Dari 400 kuesioner yang tersebar,
diperoleh 28 subyek yang berasal dari Gambaran Data Penelitian
keluarga bercerai, 184 subyek dari keluarga Setelah dilakukan penghitungan,
utuh dan harmonis, 79 subyek dari keluarga maka diperoleh gambaran penelitian dari
utuh namun tidak harmonis, 58 subyek kedua kelompok. Untuk kelompok remaja
berada dalam pengasuhan orangtua tunggal yang berasal dari keluarga bercerai
akibat dari meninggalnya salah satu mempunyai total agresi rata-rata 145,6429
orangtua, 27 subyek yang tidak sesuai (SD=30,9255) yang sedikit tinggi di atas
dengan batasan usia yang telah ditentukan, rata-rata kelompok remaja dari keluarga
serta 24 subyek yang tidak mengisi utuh, yaitu 93,7120 (SD=. 21,5101).
kuesioner secara lengkap.
Keharmonisan keluarga dilihat dari Tabel 1
subyek yang memberikan jawaban YA pada Mean Agresi dari Keluarga Cerai dan Utuh
Group Statistics
seluruh data kontrol yang menggali
SKEL SKEL N Mean Std. Std.
keharmonisan keluarga. Sedangkan pada Deviation Error
subyek yang memberikan jawaban TIDAK Mean
pada salah satu jawaban tidak dapat T_Agresi Cerai 28 145.6429 30.92550 5.84437
dikategorikan harmonis. Hal ini bertujuan Utuh 184 93.7120 21.51016 1.58575
agar sampel yang diperoleh memiliki
karakteristik yang seragam. Sumber : hasil pengolahan data
Untuk karakteristik remaja yang
berasal dari keluarga bercerai, peneliti Berdasarkan dimensi agresivitas
hanya membatasi pada subyek yang tinggal remaja secara fisik, untuk kelompok remaja
dengan salah satu orangtua atau sanak yang berasal dari keluarga bercerai
famili sebagai dampak dari perceraian. diketahui rata-rata agresi secara fisik adalah
Dari keluarga bercerai yang 85,1071 (SD= 17,6935) yang sedikit tinggi
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 18 diatas rata-rata kelompok remaja dari
orang dengan persentase sebesar 64,3% dan keluarga utuh, yaitu 56,2337 (SD=
remaja perempuan berjumlah 10 orang 13,2370).
dengan persentase sebesar 35,7%.
Sedangkan dari keluarga utuh diperoleh
remaja yang berjenis kelamin laki-laki
Tabel 2 Tabel 3
Mean Agresi secara Fisik dari Keluarga Cerai Mean Agresi secara Verbal dari Keluarga Cerai
dan Utuh dan Utuh
Group Statistics Group Statistics
SKEL N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean Std. Std.
SKEL N Mean Deviation Error
Mean
A_FISIK 28 85.1071 17.69356 3.34377
Cerai
A_VERBAL Cerai 28 60.5357 15.56702 2.94189
Utuh 184 37.4783 10.42536 .76857
Sumber : hasil pengolahan data
Utuh 184 56.2337 13.23701 .97584
Uji Hipotesis
Pada uji t-test total agresi nilai F
Sumber : hasil pengolahan data diketahui sig < 0,05 maka, pengujian t test
Dari dimensi agresivitas remaja menggunakan equal variances not assumed.
secara verbal, untuk kelompok remaja yang Diketahui nilai t adalah 8,576 dengan
berasal dari keluarga bercerai diketahui probabilitas 0.001. Karena probabilitas <
rata-rata agresi secara verbal adalah 0,05, maka H0 ditolak. Dengan demikian
60,5357 (SD=15,56702) yang sedikit tinggi dapat dikatakan ada perbedaan perilaku
diatas rata-rata kelompok remaja dari agresif antara remaja yang berasal dari
keluarga utuh, yaitu 37,4783 keluarga bercerai dengan keluarga utuh.
(SD=10,4253). Ditinjau dari nilai rerata (mean) maka
dapat dikatakan bahwa perilaku agresifitas
remaja dari keluarga bercerai lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja yang berasal
dari keluarga utuh.
Tabel 4
Uji Beda Agresi secara Total dari Keluarga Cerai dan Utuh
Independence Samples Test
Lavene’s test t-test for equality of means
for quality of
variance
95% confidence
Sig.(2- Mean Std. Error interval of the
F Sig. t df tailed) Difference Difference difference
lower upper
A_FISI Equal 6.152 .014 11.161 210 .000 51.9309 4.65307 2.75818 1.10362
variant
Assumted
Equal 8.576 31.097 .000 51.9309 6.05568 9.58182 4.27998
variant
Not
assumted
Sumber : hasil pengolahan data
Tabel 5
Uji Beda Agresi secara Fisik dari Keluarga Cerai dan Utuh
Independence Samples Test
Lavene’s test t-test for equality of means
for quality of
variance
95% confidence
Sig.(2- Mean Std. Error interval of the
F Sig. t df tailed) Difference Difference difference
lower upper
A_FISI Equal 3.267 .072 10.247 210 .000 28.8734 2.81768 3.31888 4.42802
variant
Assumted
Equal 8.289 31.761 .000 28.8734 3.48325 1.77620 5.97070
variant
Not
assumted
Sumber : hasil pengolahan data
Uji Hipotesis Dimensi Agresivitas agresif secara verbal antara remaja yang
secara Verbal berasal dari keluarga bercerai dengan
Terlihat juga ujibeda pada dimensi keluarga utuh. Berdasarkan keterangan
perilaku agresif secara verbal, bahwa nilai t tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
dengan menggunakan equal variances not perilaku agresif secara verbal juga lebih
assumed adalah 7,583 dengan probabilitas tinggi pada remaja yang berasal dari
0.001. Karena probabilitas < 0,05, maka H0 keluarga bercerai dibandingkan remaja dari
ditolak, yang berarti ada perbedaan perilaku keluarga utuh.
Tabel 6
Uji Beda Agresi secara Verbal dari Keluarga Cerai dan Utuh
Independence Samples Test
Lavene’s test t-test for equality of means
for quality of
variance
95% confidence
Sig.(2- Mean Std. Error interval of the
F Sig. t df tailed) Difference Difference difference
lower upper
A_FISI Equal 11.590 .001 10.131 210 .000 23.0575 2.27584 8.57102 7.54388
variant
Assumted
Equal 7.583 30.790 .000 23.0575 3.04063 6.85434 9.26057
variant
Not
assumted
Sumber : hasil pengolahan data
secara fisik antara remaja yang berada perbedaan yang signifikan antara remaja
dibawah pengasuhan ibu, ayah, maupun yang berada di bawah pengasuhan ibu,
sanak famili lain. Dari segi dimensi ayah, dan sanak famili dengan perilaku
agresivitas secara verbal diketahui nilai agresi, baik secara fisik maupun verbal.
rata-rata yang berada dibawah pengasuhan Sekitar 15 subyek (53,57%) dari
ibu sebesar 55,9286 (SD=13,0057), mereka mengaku bahwa perceraian kedua
pengasuhan ayah sebesar 59,2500 orangtuanya membuat kehidupannya
(SD=19,5682), dan pengasuhan sanak menjadi semakin hancur, walaupun ada 9
famili sebesar 67,5000 (SD=16,3520). Dan subyek (32,14%) dari mereka mengaku
nilai F= 1,714, p>0,05, yang berarti tidak bahwa perceraian kedua orangtuanya malah
ada perbedaan perilaku agresif secara membuat hidupnya semakin baik, adapula
verbal antara remaja yang berada dibawah yang menanggapinya dengan biasa saja,
pengasuhan ibu, ayah, maupun sanak famili namun hanya 4 subyek (14,28%). Pada
lain. pernyataan yang menyatakan apakah
Diketahui nilai rata-rata secara total perceraian kedua orangtuanya
perilaku agresi remaja yang berada dibawah mempengaruhi watak dan perilakunya.
pengasuhan ibu sebesar 136,2857 (SD= 21, Hampir seluruhnya sekitar 25 subyek
5564), pengasuhan ayah sebesar 139,50 (89,28%) mengatakan “Ya”. Dengan
(SD=35,8654), dan pengasuhan sanak demikian dapat dikatakan bahwa perceraian
famili lain sebesar 161,90 (SD=36,7830). di antara orangtua membawa dampak yang
Terlihat juga nilai F= 2,275, p> 0,05, buruk bagi anak, terutama dalam
dengan demikian dapat dikatakan tidak ada berperilaku agresif.
Tabel 7
Uji Beda Agresi secara Verbal, Fisik dan Total dari Berdasarkan Pemberi Pola asuh
Descriptives
N Mean Std.Deviation Std. Error 95% confidence interval Min. Max.
for mean
Lower Upper
Bound Bound
TAGRESI ibu 14 136.2857 21.55647 5.76121 123.8394 148.7320 92.00 164.00
ayah 4 139.5000 35.86549 17.93274 82.4300 196.5700 91.00 175.00
s. family 10 161.9000 36.78300 11.63181 135.5870 188.2130 88.00 207.00
Total 28 145.8929 31.08809 5.87510 133.8382 157.9476 88.00 207.00
TFISIK ibu 14 79.7857 13.09832 3.50067 72.2230 87.3485 53.00 97.00
Ayah 4 80.2500 15.94522 7.97261 54.8776 105.6224 57.00 92.00
s. family 10 94.5000 21.30858 6.73836 79.2568 109.7432 53.00 130.00
Total 28 85.1071 17.69356 3.34377 78.2463 91.9680 53.00 130.00
TVERBAL ibu 14 55.9286 13.00570 3.47592 48.4193 63.4378 34.00 73.00
Ayah 4 59.2500 19.56826 9.78413 28.1125 90.3875 35.00 81.00
s. family 10 67.5000 16.35203 5.17097 55.8025 79.1975 34.00 92.00
Total 28 60.5357 15.56702 2.94189 54.4995 66.5720 34.00 92.00
Sumber : hasil pengolahan data
bercerai cenderung memiliki masalah
Pembahasan dalam perilaku dibandingkan dengan anak
Telah diketahui bahwa remaja yang yang berasal dari keluarga utuh. Mereka
berasal dari keluarga bercerai memiliki menjadi agresif, suka menyakiti, merusak,
perilaku yang lebih agresif (fisik maupun tidak patuh, depresi, bahkan menarik diri
verbal) dibandingkan dengan remaja yang dari pergaulannya.
berasal dari keluarga utuh. Amato dan Ditinjau dari data kontrol diketahui
Keith & Hetherington, el al (dikutip oleh bahwa tidak ada perbedaan perilaku
Papalia & Olds, 2001) mereka mengatakan agresivitas antara remaja dari keluarga
bahwa anak yang berasal dari keluarga bercerai yang berada di bawah pengasuhan
ayah, ibu, maupun sanak famili lain. Jadi,
baik remaja dari keluarga bercerai yang
berada di bawah pengasuhan ayah, ibu,
maupun sanak famili lain tidak fisik maupun verbal bila dibandingkan
mempengaruhi remaja dalam berperilaku dengan remaja dari keluarga yang utuh.
agresif atau tidak. Untuk dapat
meminimalkan dampak negatif yang Saran
ditimbulkan oleh perceraian orangtua, Saran untuk Penelitian Selanjutnya
diperlukan upaya dari orangtua untuk Pada penelitian selanjutnya,
menciptakan situasi dan kondisi dengan hendaknya peneliti selanjutnya
mengundang anak untuk berdialog mengembangkan kembali faktor lain yang
mengenai permasalahan yang dihadapi menjadi penyebab timbulnya perilaku
orangtua sehingga anak mampu menerima agresi. Seperti, faktor lingkungan
kenyataan yang mereka hadapi. Bila anak pergaulan, lingkungan sekolah, dan status
mampu beradaptasi dengan baik dan sosial. Sehingga penelitian ini dapat
mampu menerima perceraian kedua disempurnakan untuk mencari jawaban
orangtuanya dengan lapang dada, anak akan yang akurat mengenai masalah perilaku
berkembang dengan baik (Tasmin, 2002). agresif remaja.
Baik keluarga yang bercerai
maupun keluarga utuh sama-sama memiliki Saran bagi Orangtua yang Bercerai
peranan dalam mencegah perilaku agresif Bagi orangtua yang lebih memilih
pada remaja. Seperti halnya yang untuk bercerai hendaknya membantu anak
dikemukakan oleh Gunarsa dan Gunarsa untuk membuatnya memiliki pandangan
(1995) bahwa keluarga sangat penting bagi yang tidak buruk mengenai perceraian. Dan
pembentukan pribadi anak. Bila di dalam kedua orangtua, hendaknya juga memiliki
keluarga terjalin hubungan yang harmonis hubungan yang baik dan tetap menjaga
antar anggota keluarga, para remaja lebih komunikasi dengan anak, walaupun telah
mampu mengendalikan perilaku agresifnya. bercerai. Sehingga anak mampu menerima
Saad (2003) mengemukakan bahwa makin keadaan keluarganya, menganggap bahwa
berkualitasnya hubungan anak dengan perceraian bukanlah sesuatu yang
orangtua, maka makin rendah memalukan tetapi sesuatu yang lebih baik
kecenderungan anak untuk berperilaku daripada hidup dalam keluarga yang tidak
agresif. harmonis.