Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Umum

1. Fungsi bangunan atas.

2. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas yang bekerja.

3. Keadaan tanah dasar dimana bangunan akan dibangun.

4. Waktu dan biaya pekerjaan.

Jenis pondasi yang dipilih biasanya ditentukan oleh berat bangunan

berdasarkan pelimpahan beban. Namun kondisi tanah dan biaya yang

tersedi juga mempengaruhi struktur pondasi. Permasalahan yang paling

menonjol dalam pemilihan jenis pondasi adalah kondisi tanah, yaitu jenis

tanah seperti apa yang akan menjadi tempat berdirinya bangunan. Karena

setia jenis tanah memiliki daya dukung yang berbeda, sehingga penurunan

yang terjadi semakin beragam.

2.2 Jenis - Jenis Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan

bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Untuk

membedakan pondasi dangkal dan pondasi dalam pada umumnya dilihat

dari kedalaman (Df/B):

1. Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah kurang atau sama dengan

lebar pondasi (Df ≤ B) maka disebut pomdasi dangkal.


2. Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar

pondasi (Df ˃ 5B) maka disebut pondasi dalam. ( Gunawan Rudy,

1990).

Dimana:

Df : Nilai kedalaman pondasi.

B : Lebar pondasi.

1. Pondasi dangkal

Pondasi dangkal dibedakan atas beberapa jenis yaitu pondasi batu

kali, pondasi telapak, pondasi kaki gabungan, pondasi umpak.

Sumber : Rudi Efendi Siregar, 2016

Gambar 2.1 Jenis – Jenis Pondasi Dangkal

a. Pondasi batu kali yaitu jenis pondasi yang strukturnya terbuat dari

pasangan batu kali yang disusun sedemikian rupa sehingga berdiri

kokoh bahkan mampu untuk mendukung beban dinding batu batu ruma

atau pagar diatasnya.


b. Pondasi telapak yaitu jenis pondasi yang terbuat dari bahan konstruksi

beton bertulang dengan bentuk plat persegi.

c. Pondasi kaki gabungan yaitu pondasi terdiri daru dua jenis pondasi

telapak yang berdekatan menjadi suatu pondasi tungggal.

d. Pondasi umpak (setempat) yaitu pondasi yang digunakan pada

bangunan yang menggunakan system rangka, system struktur yang

menyalurkan beban lewat kolom – kolom pada titik tertentu.

2. Pondasi dalam

Pondasi dalam terdiri dari pondasi strauss pile, pondasi sumuran,

dan pondasi tiang pancang.

Sumber : Rudi Efendi Siregar, 2016

Gambar 2.2 Jenis – Jenis Pondasi Dalam

a. Pondasi strauss pile yaitu pondasi pondasi yang mengebor tanah dengan

mata bor dengan diameter yang lebih kecil dari 60 cm.


b. Pondasi sumuran yaitu pondasi yang dibuat dengan menggali dahulu

lubang sumuran yang kemudian di cor dengan beton dan umumnya

berdiameter lebih besar dari 60 cm.

c. Pondasi tiang pancang yaitu bagian – bagian konstruksi yang dapat

dibuat dari beton, kayu atau baja yang digunakan untuk meneruskan

beban – beban permukaan ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Agar tidak terjadi kegagalan pada struktur pondasi, maka kita harus

memperhitungkan keadaan yang berhubungan dengan sifat – sifat dan

mekanika tanah. Dasar pondasi harus diletakkan diatas tanah kuat pada

kedalaman tertentu, bebas dari lumpur, dan pengaruh perubahan cuaca.

2.3 Syarat Umum Pondasi

Untuk mengetahui letak atau kedalaman lapisan tanah pada dengan

daya dukukung yang cukup besar, maka diperlukan penyelidikan tanah.

Syarat yang harus dipenuhi dalam perencanaan pondasi adalah :

1. Daya dukung tanah harus cukup kuat dan tegangan tanah dasar tidak

boleh dilampaui.

2. Penurunan (settlement) yang terjadiharus sekecil mungkin.

Selain itu, suatu pondasi harus mampu memenuhi beberapa

persyaratan stabilidan deformasi, seperti :

1. Kedalaman pondasi harus memadai untuk menghindari pergerakan

literal dari bawah pondasi.


2. Kedalaman harus berada dibawah daerah perubahan volume musiman

yang disebabkan oleh pembekuan pencairan dan pertumbuhan tanaman.

3. Pondasi harus ekonomis didalam metode pemasangan.

4. System harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan

oleh bahaya – bahaya yang terdapat didalam tanah, terutama pada

bangunan laut.

5. System harus mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan

geometri konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan.

6. Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan

diferensial harus mapu ditolerir oleh elemen pondasi.

2.4 Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan stratifikasi

(pelapisan) tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan

konstruksi pondasi dapat dilaksanakan dengan ekonomis. Informasi dan

hasil penyelidikan tanah tidak hanya untuk perencanaan pondasi saja,

melainkan untuk evaluasi dan rekomendasi pekerjaan yang lain.

Karakteristik tanah suatu lokasi pada umumnya sangat variable dan

dapat berbeda drastic dalam jarak beberapa meter. Oleh sebab itu

penyelidikan tanah harus dapat mencakup informasi kondisi tanah sedekat

mungkin dengan kenyataan untuk mengurangi resiko akibat variasi tersebut

dan jumlahnya cukup untuk menentukan rancangan yang mendekati

kenyataan. Perencanaan pengujian tanah menjadi bagian dari eksplorasi

tanah dan perencanaan pondasi.


Metode penyelidikan bawah tanah yang paling banyak digunakan

untuk tempat yang padat dan kebanyakan penyelidikan lapangan yang

diperluas adalah pemboran lubang kedalam tanah untuk mengumpulkan

contoh bahan yang digunakan untuk pengujian visual maupun pengujian

laboratorium.

Menurut Hardiyatmo (2006), Tujuan penyelidikan tanah antara lain:

1. Menentukan daya dukung tanah menurut tipr pondasi yang dipilih.

2. Menentukan tipe kedalaman pondasi.

3. Mengetahui posisi muka air tanah.

4. Untuk mengetahui besarnya penurunan.

5. Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan

tanah atau pangkal jembatan.

6. Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan tanah

dilakukan pada bangunan yang telah ada sebelumnya.

7. Pada proyek jalan raya dan irigasi penyelidikan tanah bangunan

untuk menentukan letak – letak saluran gorong – gorong, penelitian

lokasi dan macam tanah timbunan.

Penyelidikan tanah dilakukan secara mekanis menggunakan alat

sondir (lihat gambar 2.3).


Sumber : Rudy Gunawan, 1990.

Gambar 2.3 Alat Sondir.

Tujuan sondir secara umum adalah untuk mengetahui kekuatan

tanah setiap kedalaman dan stratifikasi tanah secara pendekatan. Pada

percobaan ini untuk mengambil sample tanah dilkukan dengan cara Hand

Boring (Bor tangan) dengan kedalaman pada umumnya 5 – 6 m untuk dapat

mengambil sample tanah yang diambil untuk melakukan pengujian

dilaboratium. Uji sondir ini dilakukan untuk mengetahui elevasi lapisan

tanah keras dan homogenitas tanah dalam arah lateral. Sebutan lain dari alat
sondir yang sama adalah Cone Penetrasi Test (CPT), Dush Cone

Penetration Test (DCPT), dan Static Penetration Test. Dibandingkan

dengan alat uji tahanan tanah yang lain seperti Standart Penetration Test

(SPT), alat ini lebih mudah dibawa, dan relative cepat dan murah dalam

mendapatkan daya dukung tanah. Selain itu hasil pengujian sondir

memberikan data yang dapat diandalkan dimana untuk pengujian yang sama

pada titik yang berdekatan akan memberikan nilai yang berdekatan pula

(Abdul Hakam, 2008).

Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui

perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan

indikator dari kekuatan tanahnya. Ada dua tipe ujung konus pada sondir

mekanis seperti pada gambar 2.4.

(a). Konus. (b). Bikonus.


Sumber : Braja M. Das, 2011.

Gambar 2.4 Dimensi Ujung Konus

a. Konus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus biasanya digunakan

pada tanah berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil.

b. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan

lekatnya umumnya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan ini umumnya digambarkan dalam bentuk grafik

sondir (lihat gambar 2.5) yang menyatakan nilai kedalaman setiap lapisan

tanah dengan besarnya nilai sondir yakni perlawanan penetrasi konus

dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Besarnya gaya ini seringkali

menunjukkan identifikasi dari jenis tanah dan konsistensinya. Misalnya

pada tanah berpasir tahanan ujung lebih besar dari tanah berbutir halus.

Adapun hubungan nilai tahanan konus (qc) terhadap konsistensi

tanah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Hubungan nilai konus terhadap konsistensi tanah

Nilai tahanan konus (qc)


Konsistensi
(kg/cm2)
Sangat lunak ˂5
Lunak 5 – 10
Teguh 10 – 20
Kenyal 20 – 40
Sangat kenyal 40 – 80
Keras 80 – 150
Sangat keras ˃ 150
Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang,

maka diperlukan harga komulatif gesekan. Besaran gesekan komulatif atau

disebut juga dengan jumlah hambatan lekat (JHL) yaitu menjumlahkan nilai

gesekan selimut terhadap kedalaman hingga diperoleh gesekan total yang

digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Nilai Konus Hambatan Pelekat

Sumber : Braja M. Das, 2011.

Gambar 2.5 Contoh Grafik UJi Sondir

2.5 Pondasi Bored Pile

Bored pile dipasang kedalam tanah dengan cara mengebor tanah

terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan di cor beton. Tiang bor

ini biasanya, dipakai pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga
memungkinkan untuk membentuk yang stabil dengan alat bor. Penggunaan

tiang bor ini lebih ramah terhadap lingkungan sekitar tanpa menimbulkan

kebisingan saat pemasangan pondasi, serta tidak mengganggu kestabilan

tanah sekitar akibat pemasangan tiang kedalam tanah.

Ada beberapa jenis pondasi bored pile yaitu :

1. Bored pile lurus untuk tanah keras.

2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.

3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.

4. Bored pile lurus untuk tanah berbatu – batuan.

1 2 3 4
Sumber : Braja M. Das, 2011.

Gambar 2.6 Jenis – Jenis Pondasi Bore Pile

Beberapa alasan digunakannya pondasi bored pile dalam konstruksi:

1. Tidak mengakibatkan kerusakan pada bangunan yang ada di sekitarnya

akibat getaran tanah.

2. Kedalamannya dapat divariasikan menurut data sondir.


3. Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.

4. Diameter dari pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan

ketahanan yang besar untuk daya dukung pondasi.

Kelebihan digunakannya pondasi bored pile dalam konstruksi :

1. Ujung pondasi bisa bertumpu pada tanah keras.

2. Lebih mudah melewati lapisan tanah kerikil.

3. Pada lapisan tanah lempung tidak akan menyebabkan timbulnya

pengembangan pada permukaan tanah.

4. Diameter tiang memungkinkan dibuat besar, bila perlu ujung bawah

tiang dapat dibuat lebih besar guna mempertinggi kapasitas daya

dukungnya.

Kekurangan digunakannya pondasi bored pile dalam konstruksi :

1. Pelaksanaan pemasangan pondasi bored pile relatif susah.

2. Pelaksanaan yang kurang bagus dapat menyebabkan pondasi keropos,

karena unsur semen larut oleh air tanah.

3. Keluarnya material tanah hasil pengeboran dalam pembuatan lubang bor

dapat mengganggu lingkungan sekitar.

4. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulitkan pengeboran dan

pengecoran pondasi bored pile.

Metode pelaksanaan pengeboran pondasi bored pile dibedakan

menjadi tiga yaitu :

1. Metode kering

Metode kering cocok digunakan pada tanah yang ketika di bor

dinding lubangnya tidak longsor. Metode kering dapat dilakukan pada


dibawah muka air tanah, sehingga ketika dilakukan pengeboran air tidak

masuk ke dalam lubang bor saat lubang masih terbuka.

Sumber : Fleming et al., 2009.

Gambar 2.7 Metode Kering

2. Metode basah

Metode basah umumnya dilakukan bila saat pengeboran lubang bor

selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar lubang tidak longsor,

di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah lempung atau larutan

polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam larutan, jika kedalaman yang

diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan dan tulangan yang

telah dirangkai dimasukkan kedalam lubang bor yang masih berisi

cairan bentonite (polymer). Adukan beton dimasukkan kedalam lubang

bor dengan pipa treimie, larutan bentonite akan terdesak dan terangkat

ke atas oleh adukan beton, larutan yang keluar dari lubang bor,

ditampung dan dapat digunakan lagi untuk pengeboran di lokasi titik

selanjutnya.
Sumber : Fleming et al., 2009.

Gambar 2.8 Metode Basah

3. Metode Casing

Metode ini digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor,

misalnya tanah di lokasi adalah pasir bersih bawah muka air tanah.

Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunkan pipa selubung

baja baja (casing), pemasangan casing kedalam lubang bor dilakukan

dengan cara memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai

kedalaman yang telah ditentukan. Sebelum mencapai muka air tanah

pipa selubung baja dimasukkan, tanah didalam casing dikeluarkan saat

pengeboran atau setelah pipa selubung baja sampai pada kedalaman

yang diinginkan. Kemudian lubang bor dibersihkan kemudian tulangan

yang telah dirangkai dimasukkan kedalam pipa selubung baja, adukan

beton dimasukkan kedalam lubang (bila pembuatan lubang

menggunakan larutan, maka untuk pengecoran menggunakan pipa


treimie). Pipa selubung baja ditarik ke atas, namun kadang – kadang

pipa selubung baja ditinggalkan di tempat.

Sumber : Fleming et al., 2009.

Gambar 2.9 Metode Casing

2.6 Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi

dangkal dan pondasi dalam, pondasi ini digunakan apabila tanah tanah dasar

terletak pada kedalaman yang relatif dalam, jenis pondasi dalami ni di cor

ditempat dengan menggunakan tulangan dan komponen beton sebagai

pengisinya.

Menurut Wesle (1977), di Indonesia pondasi sumuran sering dipakai

bilamana lapisan tanah pendukung berada pada kedalaman 2 meter hingga

8 meter dibawah permukaan tanah. Pelaksanaan biasanya dilakukan dengan

menggali lubang seperti sumuran sampai lapisan tanah keras, kemudian

lubang ini di isi kembali dengan beton bertulang. Penggalian sumuran

dilakukan secara manual, cara ini tidak sukar pelaksanaannya asal tanah di

atas lapisan keras cukup cukup kuat berdiri tegak tanpa adanya casing atau
cara lain untuk menahannya. Diameter pondasi sumuran biasanya 60 cm –

80 cm, sehingga pekerja – pekerja dapat melakukan penggalian didalamnya.

Kelebihan penggunaan pondasi sumuran antara lain adalah :

1. Tidak adanya getaran tanah sehingga tidak mengakibatkan kerusakan

bangunan yang ada di sekitarnya.

2. Kedalaman pondasi sumuran ini dapat divariasikan menurut data sondir.

3. Diameter dari pondasi sumuran dapat diperbesar, hal ini memberikan

ketahanan yang besar untuk daya dukung pondasi.

4. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang direncenakan, dengan

diameter besar dan dilakukan pembesaran pada ujung bawahnya jika

tanah dasar berupa lempung dan batu lunak.

Adapun dampak dan kekurangan dari penggunaan pondasi sumuran

antara lain adalah :

1. Ketika beton dituangkan, beton akan bercampur dengan runtuhan tanah,

oleh karena itu memasukkan casing setelah penggalian dilakukan.

2. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton

sehingga biaya yang dibutuhkan juga cukup besar.

3. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena dapat

mengurangi mutu beton tersebut.

4. Pembesaran ujung bawah tiang tidak dapat dilakukan bila tanah berupa

pasir.

Ada beberapa cara yang dipergunakan untuk memasang tiang. Salah

satunya dengan membuat lubang terlebih dahulu kemudian memasukkan


casing dan besi tulangan yang sudah dirangkai lalu dicor beton atau tanpa

menggunakan casing.

Cara pengerjaan pondasi sumuran adalah sebagai berikut :

1. Pada tempat pondasi sumuran yang akan didirikan dibuat lubang vertkal

dengan cara galian tangan menggunakan alat cangkul sampai dengan

kedalaman yang direncanakan. Bila tanah dipotong tegak tanpa

terganggu stabilitasnya maka pondasi sumuran ini dapat dilaksanakan

tanpa menggunakan casing, sedangkan kondisi tanah tanah sebaliknya

berarti perlu casing.

a. Tanpa casing

Pengerjaan dilaksanakan dengan menggali lubang seperti sumuran

sampai pada kedalaman yang direncanakan yang ditetapkan dengan

tenaga manusia. Kemudian lubang tersebut diisi dengan material

beton cair yang sudah diaduk dalam truck beton.

Sumber : Adrianus, 2014.

Gambar 2.10 Proses Pondasi Sumuran tanpa Casing


b. Dengan casing yang diambil

Penggalian dilakukan secara bertahap, yaitu casing diturunkan

seperlunya kemudian tanah didalam casing digali, kemudian casing

diturunkan seperlunya kemudian tanah didalam casing diturunkan

lagi dan tanah digali lagi, begitu seterusnya sampai mencapai

kedalaman yang diinginkan. Sesudah itu dilakukan pengisian lubang

dengan beton sambal menarik ke atas casing tersebut, sehingga

casing tersebut keluar dari lubang.

Sumber : Adrianus. 2014.

Gambar 2.11 Proses pondasi sumuran dengan Casing Diambil

c. Dengan casing yang ditinggal

Umumnya casingnya terbuat dari beton buis (beton sumuran),

sehingga casing ini berfungsi juga sebagai bagian struktur. Beton

buis ini diturunkan dengan cara menggali tanah di bagian dalam

buis, dan beton buisnya diturunkan sampai mencapai elevasi yang

ditetapkan, secara bertahap. Kemudian lubang diisi sumuran diisi

dengan tulangan yang sudah dirangkai dan material beton. Proses


pengerjaan pondasi sumuran ini terkadang sudah harus menghadapi

air tanah.

Sumber : Adrianus, 2014.

Gambar 2.12 Proses pondasi sumuran dengan Casing Ditinggal

2. Kemudian lubang pondasi sumuran tersebut diisi dengan dengan

tulangan yang sudah dirangkai dan kemudian dilakukan pengecoran

pada lubang pondasi dengan beton cair yang sudah diaduk dalam truck

beton. Bersamaan dengan pengecoran beton cair tersebut dipadatkan

dengan alat vibrator beton.

2.7 Kapasitas Daya Dukung

Kapasitas daya dukung pondasi merupakan besarnya tekanan yang

mampu didukung oleh pondasi. Daya dukung pondasi dapat didefinisikan

sebagai beban maksimum dimana tanah masih dapat menahan beban

struktur tanpa mengalami penurunan.

Menurut Abdul Hakam (2008) sebagaimana halnya elemen struktur

bangunan sipil lainnya, pondasi tiang juga harus kuat menahan atau
mendukung beban yang ditanggungnya. Kekuatan pondasi tiang yang

dimaksud adalah kekuatan dari material pondasi itu sendiri dan kekuatan

secara keseluruhan dengan interaksinya terhadap tanah dan struktur lainnya

yang ditahan.

Daya dukung pondasi tiang untuk beban ysng bekerja pada sumbu

memanjang tiang, formula umum adalah (Abdul Hakam, 2008) :

Qu = Qp + Qs ............................................................................... (2.1)

Dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung beban pondasi.

Qp = Kapasitas daya dukung ujung (didasar) pondasi.

Qs = Kapasitas daya dukung isi (gesekan) sepanjang pondasi.

Sumber : Abdul Hakam, 2008.

Gambar 2.13 Dimensi dan Daya Dukung Pondasi Tiang


Untuk mengetahui kapasilitas daya dukung tiang berdasarkan data

sondir dapat dihitungkan dengan Metode Bagemann (1965) adalah sebagai

berikut :

Kapasitas daya dukung ujung tiang :

Qp = qc . A ................................................................................. (2.2)

qc = ½ (qcu + qcb) ...................................................................... (2.3)

Dimana :

Qp = Kapasitas daya dukung ujung tiang (kg).

qc = Tahanan ujung rata – rata sepanjang pondasi (kg/cm2).

qcu = qc rata – rata sepanjang 8 diameter bagian atas ujung tiang

(kg/cm2).

qcb = qc rara – rata sepanjang 3,5 diameter bagian bawah ujung

tiang (kg/cm2).

A = Luas dasar penampang pondasi tiang (cm2).

Kapasitas daya dukung gesek selimut tiang :

Qs = JHL . Ap .............................................................................. (2.4)

Dimana :

Qs = Kapasitas daya dukung gesek selimut tiang (kg).

JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)

Ap = panjang keliling pondasi tiang (cm).

Qall adalah beban ijin yang dapat dibebankan terhadap

pondasi sehingga persyaratan keamanan terhadap daya dukung dapat

terpenuhi. Qall dirumuskan sebagai berikut :


qc . A JHL . Ap
Qall = + ............................................... (2.5)
3 5
Dimana :

Qall = Kapasilitas daya dukung ijin (kg).

3 = faktor keamanan untuk tahanan ujung tiang.

5 = faktor keamanan untuk tahanan gesek selimut tiang.

2.8 Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu

angka pembagi kapasitas ultimate yang disebut dengan faktor keamanan

tertentu.

Faktor keamanan ini diberikan dengan maksud :

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidak pastian metode hitungan

yang digunakan.

2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan

kompresibilitas tanah.

3. Untuk meyakinkan bahwa kondisi tiang cukup aman dalam mendukung

beban yang bekerja.

Besarnya factor keamanan secara umum berkisar antara 2 sampai 4,

tetapi dapat juga dengan memisahkan antara faktor aman tahanan ujung dan

tahanan gesek selimut, untuk faktor keamanan ujung kita bisa memakai 3

atau 4, sedangkan tahanan gesek berkisar 2 sampai sebai faktor kemanan.

Anda mungkin juga menyukai