Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2018
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. AKI di Provinsi Jawa Timur tahun 2018 mengalami penurunan yaitu dari
26.9 % menjadi 26 % yaitu tercatat 116.3 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes
RI, 2018). Penyebab kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas, yaitu
karena pendarahan setelah persalinan 28%, eklampsi 24%, infeksi 11%, kurang
energi setelah melahirkan 11 %, abortus 5%, partus
lama 5%, dan emboli 3% ( Kemenkes RI, 2018).
Tindakan operasi merupakan salah satu jalan untuk menolong persalinan
sehingga tercapai well born baby dan well health mother.Kini tindakan operasi
sudah dapat di terima oleh masyarakat bahkan sering dijumpai permintaan
persalinan dengan operasi sectio caesarea, dengan insisi dibagian awah dan
persalinan berikut dilakukan dengan tindakan yang sama serta diikuti sterilisasi
memakai teknik MA (Vasektomi Tuba) (Manuaba, 2007).
Caesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan sayatan
pada dinding perut dan dinding rahim (Manuaba, 2007). Ada beberapa penyebab
yang sering terjadi dan harus dilakukan caesaryaitu partus lama, partus tak maju,
panggul sempit dan janin terlalu besar, sehingga jalan satu-satunya adalah caesar.
Jika tidak dilakukan caesarakan membahayakan nyawa ibu dan nyawa janin
(Wiknjosastro, 2007). Jumlah persalinan caesareadi rumah sakit Pemerintah
adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit Swasta
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan (Cunningham,
2016).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny. A P1001 Dengan Post SC Hari Ke 3 Di Ruang
Kilisuci RSUD Gambiran Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “Bagaimana
Asuhan Kebidanan Pada Ny. A P1001 Dengan Post SC Hari Ke 3 Di Ruang
Kilisuci RSUD Gambiran Tahun 2020?

1
2

1.3 Tujuan
Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada Ny. A
P1001 Dengan Post SC Hari Ke 3 Di Ruang Kilisuci RSUD Gambiran Tahun
2020.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
Pada tinjauan pustaka berisi tentang teori medis nifas meliputi:
Konsep dasar nifas, periode nifas, konsep dasar sectio caesarea serta teori
managemen kebidanan yang meliputi pengertian dan proses managemen menurut
varney.
BAB III STUDI KASUS
Dalam bab ini berisikan tentang anamnese kasus dengan SOAP
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam bab ini tentang kesenjangan studi kasus antara nyata dan teori yang
diambil pada bab IV dan dasar teori yang diambil dari bab II mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan inti
pembahasan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas post sectio caesarea. Saran
merupakan alternatif pemecahan masalah dan tanggapan. Kesimpulan yang
berupa kesenjangan pemecahan masalah hendaknya bersifat realistis dan
operasional yang artinya saran itupun dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Masa Nifas


1.1.1 Pengertian
1) Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira enam, minggu (Saleha, 2009).
2) Masa nifas (Puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai
alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Setyo & Sri, 2011).
1.1.2 Tahapan masa nifas
Menurut Setyo & Sri (2011), tahapan masa nifas dibagi dalam tiga periode
yaitu:
1) Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan,
dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
2) Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau
tahunan.
1.1.3 Perubahan-perubahan pada masa nifas
Menurut Saleha (2009), perubahan-perubahan pada masa nifas antara lain:
1) Involusio
Perubahan keseluruhan alat genetalia kembali seperti keadaan sebelum
hamil.
2) Bagian bekas implantasi plasenta
Bekas implantasi plasenta segera setelah lahir seluas 12 x 5 cm pada
minggu ke-2 sebesar 6 sampai 8 cm, pada akhir nifas sebesar 2 cm.
3) Luka-luka
Seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan servik
yang tidak luas akan sembuh primer. Infeksi dapat timbul dan dapat
menyebabkan selulitis dan bila berlanjut dapat menimbulkan sepsis
(Janah, 2011).

3
4

1.1.4 Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Macam-macam
lochea:
1) Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa ketuban, sel-sel selaput desidua (desidua,
yakni selaput lendir rahim dalam rahim dalam keadaan hamil), vernik
kaseosa ( yakni palit bayi,zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam
noda dan sel-sel epitel, yang menyelimuti kulit janin), lanugo (yakni, bulu
halus pada anak yang baru lahir) dan mekoneum (yakni, isi usus janin
cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban,
berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke -
3 sampai
ke-7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan.
4) Lochea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu (7 sampai 14 hari).
1.1.5 Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan, setelah 6 minggu
post natal, servik menutup (Farrer, 2001).
1.1.6 Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu
saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya
berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae
timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan jaringan
yang kecil (Saleha, 2009).
1.1.7 Ligamen-ligamen
Ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan
dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur mengecil kembali seperti
sedia kala (Wiknjosasrto, 2006).
5

Gambar 1 Anatomi Payudara


(Depkes, 2004)
1.1.8 Laktasi
Sesudah bayi lahir, disusul terjadi peristiwa penurunan kadar hormon
estrogen. Penurunan kadar estrogen mendorong naiknya kadar prolaktin yang
mendorong produksi ASI. Dengan naiknya kadar prolaktin tersebut, mulailah
aktivitas produksi ASI berlangsung, ketika bayi menyusu, mammae
menstimulasi terjadi produksi prolaktin yang terus menerus secara
berkesinambungan. Sekresi ASI, berada di bawah pengaruh oleh neuro
endogrin. Rangsangan sentuhan pada payudara ketika bayi menghisap puting
susu menyebabkan timbulnya rangsangan yang menyebabkan terjadinya
produksi oksitosin, oksitosin merangsang terjadinya kontraksi sel-sel
mioepitel (Suherni, dkk, 2008).
1.1.9 Masalah yang sering muncul dalam masa menyusui
Menurut Setyo & Sri (2011), masalah yang sering muncul dalam masa
menyusui antara lain:
1) Puting susu lecet
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi
lecet.
2) Payudara bengkak
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusu adekuat,
sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan
terjadinya pembengkakan.
3) Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara.
4) Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini
disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
6

1.1.10 Kunjungan masa nifas


Menurut Sulistyawati (2009), Pada masa nifas diperlukan paling sedikit empat
kali kunjungan pada masa nifas, yaitu sebagai berikut:
1) Kunjungan I: 6-8 jam setelah persalinan
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi yang baru lahir.
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
g) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, petugas harus dengan ibu
dan bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau
sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil.
2) Kunjungan II: 6 hari setelah persalinan
a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan
Sama seperti kunjungan II
4) Kunjungan IV: 6 minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayi
alami.
b) Memberikan konseling KB secara dini.

1.2 Konsep Dasar Sectio Caesarea


1.2.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
7

syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,
2002).
Sectio caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Garry, 2005).
1.2.2 Macam-macam Sectio Caesarea
Macam-macam Sectio Caesarea menurut (Garry, 2005)
1) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a) Sectio caesarea transperitonealis:
(1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
(a) Mengeluarkan janin dengan cepat.
(b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
(c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan:
(a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karen tidak
adareperitonealis yang baik.
(b) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi
ruptureuteri spontan.
(2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang
konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-
kira 10 cm.
Kelebihan:
(a) Penjahitan luka lebih mudah.
(b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
(c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
(d) Perdarahan tidak begitu banyak.
(e) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan
(a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak.
(b) Keluhan pada kandung kemih post oprasi tinggi
b) Sectio Caesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengandemikian tidak membuka cavum abdominal.
8

2) Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio


caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Sayatan memanjang (longitudinal).
b) Sayatan melintang (transversal).
c) Sayatan huruf T (T insicion).
1.2.3 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan
operasi ini antara lain:
1) Infeksi puerperal (Nifas):
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2) Perdarahan:
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
b) Perdarahan pada plasenta bed.
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4) Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.

1.3 Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah pengumpulan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang
berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati, dkk, 2008).
1) Data subyektif
Adalah biodata yang mencakup identitas pasien (Setyo & Sri, 2011).
a) Identitas pasien (suami – isteri) menurut Ambarwati, dkk (2008), meliputi:
(1) Nama : Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari –
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
(2) Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahuai adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat – alat reproduksi belum matang, mental dan
psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan
sekali untuk terjadi pendarahan dalam masa nifas dan suhunya lebih
dari 38°C.
(3) Agama : Untuk mengetahuai keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
9

(4) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk


mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikan.
(5) Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien
tersebut.
(6) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b) Alasan datang atau keluhan utama adalah untuk mengetahui masalah yang
dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas (Ambarwati, dkk, 2008).
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa
nifas misalnya pasien merasa mules, pada kasus post sectio caesarea
keluhan bisa muncul yaitu rasa nyeri pada perut, badan terasa lemah,
pusing, sulit mobilisasi (Manuaba, 2007).
c) Riwayat menstruasi
Yang perlu ditanyakan sehubungan dengan riwayat menstruasi antara lain
adalah menarche, siklus menstruasi, lamanya menstruasi, banyaknya
darah, keluhan yang dirasakan saat haid, menstruasi terakhir
(Prawirohardjo, 2002).
d) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
(1) Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil
pemeriksaan kehamilan (Winkjosastro, 2007).
(2) Persalinan : Spontan atau buatan lahir aterem atauprematur ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana
tempat melahirkan.
(3) Nifas: Untuk mengetahui hasil akhir persalinan (abortus, lahir hidup,
apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi atau
intervensi pada masa nifas dan apakah ibu tersebut mengetahui
penyebabnya (sujiyatini, 2009).
e) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau
penyakit akut, kronis seperti :jantung, Diabetes Militus, hipertensi, asma
yang dapat mempengaruhi pada masa nifas.
f) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gangguankesehatan pasien dan bayinya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
10

g) Status perkawinan
Status perkawinan syah atau tidak, karena akan mempengaruhi psikologi
dari ibu nifas. Lamanya perkawinan berapa kali menikah dan sebagai istri
yang keberapa (Sujiyantini, 2009).
h) Psikososial budaya
Menurut Suherni, dkk (2008), yang ditanyakan antara lain:
(1) Pribadi : Kehamilan sekarang direncanakan atau tidak.
(2) Suami : Mendukung atau tidak dengan kehamilan sekarang.
(3) Keluarga : Mendukung atau tidak dengan kehamilan sekarang
i) Riwayat keluarga berencana (KB)
Untuk mengetahui KB apa yang pernah digunakan , jika berKB lamanya
berapa tahun, alat kontrasepsi apa yang digunakan (Saifuddin, 2002).
j) Pola kebiasaan sehari-hari
(1) Pola Nutrisi
Selama hamil:Untuk mengetahui asupan nutrisi selama hamil.
Saat nifas:Untuk mengetahui asupan nutrisi pasien selama nifas
(2) Personal Hygiene
Selama hamil:Untuk mengetahui berapa kali pasien mandi, gosok gigi,
keramas, ganti pakaian.
Saat nifas:Untuk mengetahui berapa kali pasien mandi, gosok gigi,
keramas, ganti pakian (Wiknjosastro, 2007).
(3) Eliminasi
Selama hamil : Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan
BAK, adakah kaitannya dengan konstipasi atau tidak.
Selama nifas : Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK
dalam sehari, apakah mengalami kesulitan atau sudah pergi ke kamar
mandi sendiri. Dalam keadaan normal,ibu dapat BAK secara spontan
dalam 8 jam setelah melahirkan, sedangkan BAB biasanya tertunda 2
sampai 3 hari setelah melahirkan (Sujiyatini, 2009).
(4) Istirahat/tidur : Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dapat istirahat
atau tidur sesuai kebutuhannya. Berapa jam ibu tidur dalam sehari dan
kesulitan selama ibu melakukan istirahat. Kebutuhan tidur ± 8 jam
pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Pola istirahat dan
aktivitas ibu selama nifas yang kurang dapat menyebabkan kelelahan
dan berdampak pada produksi ASI.
2) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur (Sulistyawati,
2009). Adapun data obyektif meliputi:
11

a) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan umum ibu tampak sehat
atau lemas setelah persalinan (Wiknjosastro, 2002). Ibu dengan
bendungan saluran ASI keadaannya sedikit lemas (Marmi, 2011).
(2) Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu, composmentis
(sadar penuh), apatis (sadar tetapi kurang memberikan respon),
somnolen (Keadaan mengantuk), sopor (tidak sadar total) (Saifuddin,
2002).
Kesadaran ibu setelah dilakukan tindakan sectio caesarea adalah
composmentis (Alimul, 2006).
(3) Tensi : Untuk mengetahui tekanan darah normal, faktor hipertensi
140/90 mmHg, TD normal 120/80 mmHg (Saifuddin, 2002).
Sedangkan tekanan darah ibu nifas post sectio cesarea adalah 110/70 –
130/80 mmHg (Prawirohardjo, 2005).
(4) Suhu: Untuk mengetahui suhu basal pada ibu, suhu badan yang normal
36ºC sampai 37ºC, sedangkan suhu pada ibu nifas post sectio caesarea
adalah 36°C- 38°C (Prawirohardjo, 2005).
(5) Nadi : Untuk mengetahui denyut nadi pasien sehabis melahirkan,
biasanya denyut nadi akan lebih cepat , sedangkan denyut nadi pada
ibu nifas post sectio caesarea adalah 50 – 90 x/menit (Ambarwati,
2008).
(6) Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung
dalam menit, sedangkan respirasi pada ibu nifas post sectio caesarea
cenderung lebih cepat yaitu 16 - 26 x/menit (Prawirohardjo, 2005).
(7) Tinggi badan : Untuk mengetahui tinggi badan pasien kurang dari 145
cm atau tidak, termasuk resti atau tidak (Setyo & Retno, 2011).
(8) Berat badan : Penambahan berat badan rata-rata 2 kg tiap bulan
sesudah kehamilan 20 minggu dan adanya penurunan berat badan
dalam bualn terakhir dianggap sebagai suatu tanda yang baik
(Wiknjosastro, 2007).
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Mata : Untuk mengetahui konjungtiva berwarna kemerahan atau tidak,
sklera berwarna putih atau tidak.
(2) Mulut dan gigi : Bersih atau kotor, ada stomatitis Atau tidak, ada
caries gigi atau tidak.
(3) Leher : Mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar thyroid dan ada
pembesaran kelenjar getah bening atau tidak (Sujiyatini, 2009).
(4) Dada : Untuk mengetahui apakah ada kelainan bentuk atau tidak
(Sujiyatini, 2009).
12

Mammae : Ada pembesaran atau tidak, ada tumor atau tidak, simetris
atau tidak, areola hyperpigmentasi atau tidak, puting susu menonjol
atau tidak, kolostrum sudah keluar belum (Farerr, 2001).
(5) Axilla : Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe pada
ketiak dan adakah nyeri tekan (Farerr, 2001).
(6) Abdomen: Untuk mengetahui keadaan kontraksi uterus, tinggi TFU
berapa jari dibawah pusat (Alimul, 2006).
Tabel 2.1. Perubahan Uterus Masa Nifas

(7) Genital: adakah oedema/tidak, eritema/tidak dan pengeluaran secret.


(8) Ekstremitas : Apakah terdapat oedema atau tidak, varices atau tidak,
reflek patella ada atau tidak, betis merah atau lembek/keras
(Wiknjosastro, 2005).
1.3.2 Interpretasi Data
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi
yang benar-benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Sulistyawati, 2009).
1.3.3 Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien
dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien
dan aman (Sulistyawati, 2009).

Anda mungkin juga menyukai