Anda di halaman 1dari 32

Metode pengambilan sampel acak sistematis (Systematic Random Sampling) adalah metode pengambilan

sampel dengan interval tertentu dari kearangka sampel yang telah ditentukan. Misalnya peneliti ingin
melakukan observasi terhadap pedagang sebuah pasar yang jumlahnya 2000 kios, dan jumlah kios yang
ditetapkan sebagai sampel adalah 20 kios.
o Pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pendaftaran terhadap seluruh anggota populasi dan
diberi nomor secara acak.
o Tetapkan jumlah anggota kelompok (k) dihitung dengan rumus:

 Pilih secara acak sebuah angka pada tabel random yang nantinya menjadi Random Start, yang nilainya
lebih besar dari 1, tapi lebih kecil dari nilai k (1> Random Start > k=100). Dalam hal ini nilai Random
Start yang terpilih adalah “10042” (baris 5 kolom 1), dimana dua angka terakhir bilangan tersebut (“42”)
nilainya lebih besar dari “1” dan lebih kecil dari “100” (1 > 42 < 100).
 Satuan-satuan sampling lainnya dipilih secara sistematis dengan menambahkan angka yang terpilih
dengan nilai k (k=100):

 Dengan demikian satuan-satuan sampling yang terpilih adalah 0042, 0142, 0242, 0342, 0442, 0542, 0642,
0742, 0842, 0942, 1042, 1142, 1242, 1342, 1442, 1542, 1642, 1742, 1842, 1942.

Cara Pengambilan Sampel pada Systematic Random Sampling untuk Populasi Terbatas –
AsikBelajar.Com. Pada umumnya pengambilan sampel dengan metode acak sistematis
(Systematic Random Sampling) bagi populasi yang jumlah anggotanya terbatas dilakukan melalui
tahapan berikut:
 Menentukan ukuran sampel (n) yang akan diambil dari keseluruhan anggota populasi (N).
 Membagi anggota populasi menjadi k kelompok dengan ketentuan k harus lebih kecil atau
sama dengan N/n. Nilai k lebih besar dari N/n akan menyebabkan ukuran sampel yang
diinginkan tidak dapat diperoleh (kurang dari n). Bila ternyata besarnya populasi (N) tidak
diketahui, k tidak dapat ditentukan secara akurat, dengan demikian harus dilakukan
pendugaan nilai k yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran sampel sebesar n
 Mnentukan secara acak satu unit sampel pertama dari kelompok yang pertama yang
terbentuk. Unit sampel kedua, ketiga dan selanjutya kemudian secara sistematis dari
kelompok kedua, ketiga dan selanjutnya.
Ads by optAd360
Contoh:
Dari 100 orang karyawan ingin diambil secara acak sistematis 10 karyawan sebagai sampel.
Penyelesaiannnya dapat dilakukan sbb:

1. Menentukan banyaknya kelompok: k=100/10= 10, berarti ada 10 kelompok (tidak boleh lebh
dari 10 kelompok).
2. Memberi nomor urut secara acak pada 100 orang karyawan tersebut dari 1, 2, 3 sampai 100.
3. Membagi keseluruhan anggota populasi menjadi 10 kelompok. Maka akan diperoleh kelompok
pertama (kelompok A) berisi karyawan dengan nomor urut 1 hingga 10, kelompok kedua
(kelompok B) dengan nomor urut 11 hingga 20, dst sampai kelompok J.
4. Mengambil satu unit sampel secara acak pada kelompok A (pertama) misalnya terambil
karyawan nomor 3. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel pada kelompok yang berikutnya
untuk satuan sampel yang berada segaris (memiliki jarak yang sama) dengan sampel nomor 3
tersebut. Anggota populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah anggota populasi
yang mempunyai nomor sbb:

————————————————————————–
Kelompok: A B C D E F G H I J
No.Terpilih: 3 13 23 33 43 53 63 73 83 93
————————————————————————–
Jadi pengambilan sampel yang dilakukan benar-benar secara acak hanyalah pada pengambilan
sampel pertama dari kelompok pertama. Sesudah sampel pertama tersebut terambil, maka sampel
kedua, ketiga dst diambil secara sistematis dari kelompok kedua, ketiga dst.

MENGKONVERSI SKOR MENTAH MENJADI SKOR


STANDAR

a. Nilai standar z (Z score)


Z score umumnya digunakan untuk mengubah skor-skor mentah yang diperoleh dari berbagai
jenis pengukuran yang berbeda-beda. Dengan menggunakan z score, maka peserta yang memiliki
kemampuan lebih tinggi adalah peserta didik yang z scorenya bertanda positif (+). Sebaliknya, yang
bertanda (-) adalah peserta didik yang memiliki kemampuan lebih lemah dari lainnya.
Berikut contoh hasil tes peserta penerimaan mahasiswa baru diisyaratkan 3 jenis tes: bahasa
inggris (X1), IQ (X2), Keterampilan (X3). Skor yang diperoleh para testee adalah sebagai berikut:
Testee Skor Mentah
No Nama Skor Mentah Hasil Tes
Bahasa IQ Keterampilan
Inggris
1 akbar 80 124 48
2 rahmat 73 128 51
3 yaya 68 123 44
4 riswan 64 160 42
5 boneng 71 100 55
6 jaya 73 120 56
7 kunin 75 125 57
8 eding 68 114 49
9 funti 70 103 51
10 fardi 66 109 47
11 haya 88 100 60
12 reski 77 120 70
13 awal 89 150 78
14 kiki 90 110 90
15 wawan 76 130 79
16 jerni 60 140 76
17 jermi 76 122 87
18 wasni 67 134 90
19 mimin 88 140 70
20 maskai 98 143 64
21 miskal 88 100 67
22 marwah 77 120 68
23 hamid 65 124 90
24 muhaimin 68 126 88
25 riswandi 90 112 87

Rumus umumnya adalah: Z = x/SDX, dimana: Z = z skor, x = deviasi skor X, SD = standar deviasi dari
skor x. Dalam rangka menkonversi z skor menjadi nilai standar z, langkah-langkah yang mesti di lakukan
adalah sebagai berikut:
1. Menjumlahkan skor variabel XI sampai dengan X3 (∑X1, ∑X2, ∑X3)
2. Mencari skor rata-rata hitung (mean) dari masing-masing varibel dengan rumus MeanX1= (∑X1)/N (satu
persatu untuk masing-masing variabel);
3. Mencari deviasi (x) X1, X2, dan X3. Dengan rumus:
X1 =X1- MX1, dst.
4. Menguadratkan deviasi X1 sampai X3 kemudian di jumlahkan sehingga diperoleh ∑X1, ∑X2 dan X3.
5. Mencari deviasi standar untuk ketiga variabel tersebut.
Lalu, menghitung z skor sesuai dengnan rumus yang telah tertera di atas.
Z skor yang di peroleh oleh masing-masing testee di jumlahkan, maka kemudian akan diketahui testee
yang memilih z skor yang positif dan yang negatif.
Berikut penerapannya,. Dari data sebelumnya maka dapat diuraikan sebagai berikut:
Langkah I, II, dan III.

Skor mentah hasil tes Deviasi (x) (Xi-MXi)

Testee X1 X2 X3 X1 X2 X3
akbar 80 124 48 3.8 0.92 -18.56
rahmat 73 128 51 -3.2 4.92 -15.56
yaya 68 123 44 -8.2 -0.08 -22.56
riswan 64 160 42 -12.2 36.92 -24.56
boneng 71 100 55 -5.2 -23.08 -11.56
jaya 73 120 56 -3.2 -3.08 -10.56
kunin 75 125 57 -1.2 1.92 -9.56
eding 68 114 49 -8.2 -9.08 -17.56
funti 70 103 51 -6.2 -20.08 -15.56
fardi 66 109 47 -10.2 -14.08 -19.56
haya 88 100 60 11.8 -23.08 -6.56
reski 77 120 70 0.8 -3.08 3.44
awal 89 150 78 12.8 26.92 11.44
kiki 90 110 90 13.8 -13.08 23.44
wawan 76 130 79 -0.2 6.92 12.44
jerni 60 140 76 -16.2 16.92 9.44
jermi 76 122 87 -0.2 -1.08 20.44
wasni 67 134 90 -9.2 10.92 23.44
mimin 88 140 70 11.8 16.92 3.44
maskai 98 143 64 21.8 19.92 -2.56
miskal 88 100 67 11.8 -23.08 0.44
marwah 77 120 68 0.8 -3.08 1.44
hamid 65 124 90 -11.2 0.92 23.44
muhaimin 68 126 88 -8.2 2.92 21.44
riswandi 90 112 87 13.8 -11.08 20.44
N = 25 1905 3077 1664
MX 76.2 123.08 66.56

>>> Langkah IV, dan V:

Standar Deviasi (X^2)


Z score (x/SDXi)
(Deviasi dipangkat duakan) Total Z
Testee
score
X1 X2 X3 Z1 Z2 Z3
Akbar 14.44 0.8464 344.474 0.38 0.06 -1.16 -0.72
Rahmat 10.24 24.2064 242.114 -0.32 0.32 -0.98 -0.98
Yaya 67.24 0.0064 508.954 -0.82 -0.01 -1.41 -2.24
Riswan 148.84 1363.09 603.194 -1.23 2.41 -1.54 -0.36
Boning 27.04 532.686 133.634 -0.52 -1.51 -0.72 -2.75
Jaya 10.24 9.4864 111.514 -0.32 -0.20 -0.66 -1.19
Kunin 1.44 3.6864 91.3936 -0.12 0.13 -0.60 -0.59
Eding 67.24 82.4464 308.354 -0.82 -0.59 -1.10 -2.52
Funti 38.44 403.206 242.114 -0.62 -1.31 -0.98 -2.91
Fardi 104.04 198.246 382.594 -1.03 -0.92 -1.23 -3.17
Haya 139.24 532.686 43.0336 1.19 -1.51 -0.41 -0.73
Reski 0.64 9.4864 11.8336 0.08 -0.20 0.22 0.10
Awal 163.84 724.686 130.874 1.29 1.76 0.72 3.76
Kiki 190.44 171.086 549.434 1.39 -0.85 1.47 2.00
Wawan 0.04 47.8864 154.754 -0.02 0.45 0.78 1.21
Jerni 262.44 286.286 89.1136 -1.63 1.10 0.59 0.07
Jermi 0.04 1.1664 417.794 -0.02 -0.07 1.28 1.19
Wasni 84.64 119.246 549.434 -0.93 0.71 1.47 1.26
Mimin 139.24 286.286 11.8336 1.19 1.10 0.22 2.51
Maskai 475.24 396.806 6.5536 2.19 1.30 -0.16 3.33
Miskal 139.24 532.686 0.1936 1.19 -1.51 0.03 -0.29
marwah 0.64 9.4864 2.0736 0.08 -0.20 0.09 -0.03
Hamid 125.44 0.8464 549.434 -1.13 0.06 1.47 0.40
muhaimin 67.24 8.5264 459.674 -0.82 0.19 1.34 0.71
riswandi 190.44 122.766 417.794 1.39 -0.72 1.28 1.95
N = 25 2468 5867.84 6362.16
SDX 9.94 15.32 15.95
Dari tabel di atas diperoleh semua yang bertanda positif menunjukkan nilai z skor tinggi dan
negatif rendah. Kalau saja dalam tes seleksi itu hanya akan diterima atau diluluskan satu orang saja,
maka yang dapat dinyatakan lulus adalah Awal dengan Z score bertanda positif (+) sebesar 3,76, dan
begitu seterusnya diurutkan dari yang mendapat skor tertinggi sampai terendah.

b. Nilai standar T (T score)

Dimaksud dengan T score adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 (M = 50)
dan standar deviasi sebesar 10 (SD = 10). T score dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan
z score dengan angka 10, kemudian ditambah dengan 50. T score dicari dengan maksud untuk
meniadakan tanda minus yang terdepan di depan nilai z score, sehingga lebih mudah dipahami oleh
mereka yang masih asing atau awam terhadap ukuran-ukuran statistik.
T score = 10z + 5 atau
T score = 50 + 10 z
Mengubah Z score pada data sebelumnya menjadi T Score
No Nama Total Z T Score
score (50 + 10 z)

1 Akbar -0.72 42.79


2 Rahmat -0.98 40.24
3 Yaya -2.24 27.55
4 Riswan -0.36 46.43
5 Boning -2.75 22.46
6 Jaya -1.19 38.15
7 Kunin -0.59 44.05
8 Eding -2.52 24.81
9 Funti -2.91 20.90
10 Fardi -3.17 18.28
11 Haya -0.73 42.69
12 Reski 0.10 50.95
13 Awal 3.76 87.62
14 Kiki 2.00 70.04
15 Wawan 1.21 62.12
16 Jerni 0.07 50.67
17 Jermi 1.19 61.91
18 Wasni 1.26 62.57
19 Mimin 2.51 75.07
20 Maskai 3.33 83.33
21 Miskal -0.29 47.08
22 Marwah -0.03 49.70
23 Hamid 0.40 54.03
24 Muhaimin 0.71 57.10
25 Riswandi 1.95 69.47

Demikianlah beberapa cara mengubah atau mengonversi skor-skor mentah hasil tes menjadi
skor standar relatif. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar relatif yang
mendasarkan diri pada prestasi kelompok ini sangat cocok diterapkan pada tes-tes sumatif (ulangan
umum dalam rangka kenaikan kelas, ujian akhir semester, ujian seleksi penerimaan calon siswa, dan
sebagainya) yang pada kebiasaannya skor-skor yang diraih oleh peserta didik adalah sangat rendah
sehingga kebanyakan peserta didik “jatuh” dalam tes tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan


Populasi
Prosedur systematic random sampling
1. Menyusun sampling frame.
2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus:
Keterangan : N adalah jumlah elemen dalam populasi
n adalah jumlah sampel yang diperlukan
3. Memilih sampel pertama (S1)secara random dari sampling frame.
4. Memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k.
5. Memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang
dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel
sebelumnya.
design by Dóri Sirály for Prezi

Keuntungan Systematic Random Sampling :


1. pengambilan sampel lebih merata dari suatu populasi
2. lebih mudah dari pada simple random sampling
Kekurangan Systematic Random Sampling :
1. Sistem dapat berinteraksi dengan beberapa pola yang
tersembunyi dalam populasi,
2. Membutuhkan daftar populasi
Pengertian
Estimator dari rata-rata populasi
Dimana indeks “sy” adalah tanda menggunakan sistematik
sampling
Estimator variansi dari
Referensi :

 Lina Marlina H1B012023


 Farkhati Sholikha H1B012025
 Srie Winahyu Dian P. H1B012027
 Clara Christy A.P. H1B012039
 Lisnawati H1B012040
 Cempaka Nur Laela F. H1B012041

Teknik Pengambilan
Kelompok 3

 Mendenhall, William, dkk.1996. Elementary Survey

Sampling 5th. USA. ITP, inc.

 Cochran, William G. 1977. Sampling Techniques.

John Wiley & Sons, inc.

 ardin-nz.blgspot.com/2012/03/pengambilan-sampel-sistematik-da.html?m=1

Systematic random sampling (sampel acak sistematik) adalah cara


pengambilan sampel dimana hanya unsur pertama yang dipilih
secara acak, sedangkan unsur-unsur berikutnya dipilih secara
sistematik menurut suatu pola tertentu.
Ciri-Ciri
Pemerintah federal melacak berbagai indikator kinerja industri
manufaktur negara itu dengan mengumpulkan data tahunan pada
variabel seperti jumlah karyawan dan gaji. The standard industrial
classification (SIC) membagi industri manufaktur menjadi 79
kelompok. Tabel 7.1 menunjukkan data tahun 1991 tentang jumlah
karyawan (dalam ribuan) dan payroll (dalam jutaan dolar) Untuk
sampel diambil 16 group industri yang dipilih secara sistematis dari
79 kelompok. (jenis sampel dapat digunakan untuk laporan awal
yang akan dirilis sebelum data dari semua kelompok yang ada).
variabel lain yang dilaporkan adalah nilai ditambahkan oleh
produsen (dalam jutaan dolar), yang akan digunakan nanti.

 Jumlah populasi sangat besar


 Telah tersusun secara sistematis dalam suatu daftar / tersusun menurut pola atau
aturan tertentu
 Ukuran populasi diketahui secara jelas
 Bersifat homogen

Dik : N = 1000
n = 100
k = N/n
= 1000/100 = 10
Pertama kita urutkan nama-nama kepala sekolah sesuai abjad,
kemudian diberi nomor 1 sampai dengan 1000. selanjutnya unsur
pertama dipilih secara random dari interval 1-10. misalkan kita
dapatkan unsur pertama adalah s = 5, maka unsur-unsur
selanjutnya adalah :
Unsur kedua = 5 + 10 = 15
Unsur ketiga = 5 + 2.10 = 25
Unsur keempat = 5 + 3.10 = 35, dan seterusnya hingga diperoleh
unit sampel ke 100.
Hasilnya adalah 5, 25, 35, 45, 55, 65, 75, 85, 95, 105, 115, 125,
135, 145, 155, 165, 175, 185, 195, 205, 215, 225, 235, 245, 255,
265, 275, 285, 295, 305, 315, 325, 335, 345, 355, 365, 375, 385,
395, 405, 415, 425, 435, 445, 455, 465, 475, 485, 495, 505, 515,
525, 535, 545, 555, 565, 575, 585, 595, 605, 615, 625, 635, 645,
655, 665, 675, 685, 695, 705, 715, 725, 735, 745, 755, 765, 775,
785, 795, 805, 815, 825, 835, 845, 855, 865, 875, 885, 895, 905,
915, 925, 935, 945, 955, 965, 975, 985, 995.
Misalkan jumlah jumlah satuan-satuan elementer dalam populasi adalah N dan ukuran sampel
yang dikehendaki adalah n, maka hasil bagi N/n dinamakan interval sampel dan biasa diberi
simbol k. Selanjutnya, unsur pertama dalam sampel dipilih secara random dari satuan
elementer bernomor urut 1 sampai dengan k dari populasi. Jika yang terpilih adalah satuan
elementer bernomor urut s, maka unsur-unsur selanjutnya dalam sampel ditentukan sbb :
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k, dan seterusnya.

Contoh:
Kepala dinas pendidikan ingin mengetahui bagaimana motivasi
kerja kepala sekolah di kabupaten Banyumas yang berjumlah 1000
orang dan akan diambil sampel 100 orang kepala sekolah.
Bagaimana cara mengambil sampel menggunakan teknik
systematic random sampling ?
Systematic Random Sampling

Systematic Random Sampling (SRS) atau teknik penarikan sampel acak sistematis adalah teknik
pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Sugiyono,
2016, hlm. 123; 2010, hlm. 66). Pengambilan sampel acak sistematik hampir sama dengan sampel acak
sederhana (Sukmadianata, 2012, hlm. 257). Kasjono, H. S. (2009) menjelaskan bahwa SRS adalah suatu
pengambilan sampel, di mana hanya unsur pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan
unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu. Pendapat lain
mengatakan bahwa SRS bukanlah metode acak, karena sampel yang diambil secara acak hanya unsur
yang pertama saja, sampel selanjutnya diambil berdasarkan interval tertentu. Sementara Cochran (2010,
hlm. 234) menyebutkan bahwa SRS ini sangat berbeda dengan penarikan sampel acak sederhana.
B. Kelebihan dan Kekurangan Systematic
Random Sampling
1. Kelebihan

Kelebihan dari metode ini dibandingkan penarikan sampel acak sederhana menurut Cochran
(2010, hlm. 234) adalah:

a. Lebih mudah dan menghemat waktu.

b. Secara intuisi, penarikan sampel sistematik dianggap lebih teliti dibandingkan dengan penarikan sampel
acak sederhana. Metode sistematik membagi populasi menjadi lapisan ke dalam n lapisan, yang terdiri
dari k unit pertama, k unit ke dua, dan seterusnya. Untuk mendapatkan sampel sistematik yang seteliti
mungkin (lebih akurat) bisa menggunakan penarikan sampel acak berlapis dengan satu unit perlapisan.
Perbedaannya adalah bila dengan sampel sistematik unit-unitnya muncul pada posisi yang relatif sama
di dalam lapisannya, sedangkan bila dengan sampel acak berlapis posisi di dalam lapisannya ditentukan
secara terpisah oleh pengacakan di dalam masing-masing lapisan. Seperti terlihat pada (Gambar 3.1)

Gambar 3.1

PENARIKAN SAMPEL SISTEMATIK

x = sampel sistematik o = sampel acak berlapis

2k

4k

3k

5k

6k

x
x

Nomor unit

Pada gambar di atas terlihat bahwa sampel dengan metode SRS lebih menyebar dalam populasi
dibandingkan sampel dengan metode acak berlapis. Sehingga metode SRS dianggap lebih teliti
dibandingkan metode acak berlapis. Metode SRS dan metode sampel bertingkat/ berstrata/ berlapis,
keduanya bertujuan untuk memilih unit di sekitar pusat tingkat/ strata/ lapisan. Urutan sampel dimulai
dengan sebuah bilangan acak yang dipilih antara 1 dan k. Dengan rumus penentuan sebagai berikut: (k +
1) / 2 jika k ganjil dan k / 2 atau (k + 2) / 2 jika k genap (Madow, 1953).

Sedangkan menurut Kasjono (2009), keuntungan SRS adalah:

a. Cara ini relatif mudah dilakukan

b. Pemilihan sampel dapat dilakukan pada proses yang sedang berjalan, ketika jumlah populasi dari
kerangka sampel belum tersedia.

c. Dengan menggunakan sampel acak sistematis, sampel yang terpilih cenderung lebih tersebar dalam
keseluruhan populasi. Oleh karena itu sampel dianggap lebih mewakili populasinya dibandingkan sampel
dari metode acak sederhana.
d. Membutuhkan waktu serta biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pengambilan sampel
acak sederhana.

2. Kekurangan

Kelemahan SRS menurut Kasjono (2009) adalah:

a. Setiap unit penelitian tidak mempunyai peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel. Oleh karena
itu, populasi (N) harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak lagi.

b. Populasi harus bersifat homogen karena jika terlalu heterogen atau banyak variasi, besar kemungkinan
sampel tidak mewakili populasi.

c. Bila terjadi suatu kecenderungan tertentu maka metode ini menjadi kurang sesuai atau tidak lagi acak,
padahal sampel seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Misalkan untuk memilih
sampel dengan hari menggunakan k=7, karena sampel akan selalu jatuh pada hari yang sama.

Salah satu kekurangan lain dari Systematic Random Sampling adalah biaya yang mungkin tinggi
yang disebabkan oleh kondisi geografis yang besar. Andaikata populasi tersebar dan berjauhan di daerah
yang besar, maka akan dibutuhkan biaya perjalanan untuk mencapai satu unit sampel menuju unit
sampel lainnya.

Dalam situs Australian Bureau of Statistics, dijelaskan bahwa Systematic Random Sampling bisa
jadi membutuhkan informasi mengenai setiap anggota populasi yang sangat besar. Jadi jika sampling
dilakukan dalam populasi yang besar, akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan
informasi akurat mengenai anggota sampel.

C. Langkah-langkah Systematic Random


Sampling
Langkah-langkah pelaksanaan SRS menurut para ahli dijelaskan sebagai berikut:

1. Menurut Sugiyono
Menurut Sugiyono, pemilihan sampel dilaksanakan dengan contoh sebagai berikut: misalnya anggota
populasi terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor 1 sampai dengan nomor 100.
Pengampilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan
tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah
nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100.

2. Menurut Nana Syaodih Sukmadianata

Pemilihan sampel dilaksanakan dengan cara seluruh anggota populasi diberi nomor dari satu sampai
terakhir. Anggota sampel dipilih secara sistematis dengan menggunakan rentang tertentu. Rentang
ditentukan berdasarkan perhitungan jumlah populasi dibagi jumlah sampel yang diinginkan.

3. Menurut Cochran (2010, hlm. 236)

Ada beberapa cara untuk melihat penarikan sampel sistematik. Dengan N=nk, sampel sistematik k yang
mungkin ditujukan dalam kolom pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Komposisi Dari k Sampel Sistematik

Nomor 1 2… i… k
Sampel

y1 y2 yi yk

yk+1 yk+2 yk+i y2k

… … … …

y(n-1)k+1 y(n-1)k+2 y(n-1)k+1 ynk

Rata-rata

Dari tabel ini populasi telah dibagi ke dalam k unit-unit penarikan sampel yang besar, masing-masing
terdiri atas n unit asli. Cara pemilihan sebuah sampel sistematik yang letaknya secara acak adalah hanya
dengan memilih satu unit dari unit-unit penarikan sampel yang besar secara acak. Jadi penarikan sampel
tunggal yang kompleks yang merupakan keseluruhan sampel.Sampel sistematik adalah sebuah sampel
acak sederhana dari satu unit kelompok dari sebuah populasi dengan k kelompok unit.

4. Menurut Kasjono (2009)

Pemilihan sampel dilakukan dengan beberapa langkah berikut:

a. Tentukan dahulu interval sampel (k) yang menunjukan hasil bagi jumlah satuan elementer populasi
dibagi sampel (N/n).

b. Unsur pertama dari sampel lalu dipilih secara acak diantara satuan elementer bernomor urut i dan k dari
populasi.

c. Andaikan yang terpilih itu adalah satuan elementer bernomor urut s, maka unsur-unsur selanjutnya
dalam sampel dapat ditentukan, yaitu :

Unsur pertama =s

Unsur kedua =s+k

Unsur ketiga = s + 2k

Unsur Keempat = s + 3k, dan seterusnya

Andaikan satuan satuan elementer dalam satuan populasi berjumlah 50, yang diberi no urut 1
sampai 50, dan besar sampel yang akan diambil 10, maka = 50/10=5.

Unsur pertama dari sampel harus dipilih secara acak diantara satuan satuan elementer 1 dan 5.
Andaikan yang terpilih sebagai unsur pertama adalah nomor 3, maka unsur-unsur yang lainnya dari
sampel adalah satuan satuan nomor 8, 13, 18, 23, 28, 38, 43, dan 48. (Kasjono, 2009)

D. Contoh Systematic Random Sampling


1. Dalam penelitian mengenai “Pengaruh Supervisi Klinis terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Atas
Kota Bandung”
Di Kota Bandung terdapat 27 SMA Negeri dan 256 SMA Swasta. Total terdapat 283 populasi,
untuk setiap sekolah akan diambil proporsi sampling sebanyak 25 %, maka harus diambil sampel dari 7
SMA Negeri (25% x 27 = 6,75 dibulatkan menjadi 7) dan 64 SMA Swasta (25% x 256= 64). Sehingga total
sampel yang diambil adalah 71 SMA di Kota Bandung.

Sampel data dari 7 SMA Negeri yang dipilih harus dilakukan secara acak, artinya setiap SMA
Negeri memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Begitupun, dengan pemilihan sekolah swasta.

2. Dalam penelitian mengenai “Efektivitas Penggunaan Biaya Operasional Sekolah (BOS) terhadap Mutu
Pendidikan Sekolah Dasar di Kecamatan Subang Kabupaten Subang”

Untuk penelitian ini diketahui bahwa, terdapat 77 Sekolah Dasar di Kecamatan Subang
Kabupaten Subang. Jika diambil proporsi 30% sampling dengan teknik SRS maka sekolah yang dijadikan
sampling sebanyak 23 sekolah (30% x 77= 23). Sekolah-sekolah tersebut terpilih secara acak, artinya
setiap Sekolah Dasar memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih.

Pada gambar 3.2 sampai dengan 3.6 terlihat proses perolehan sampling dengan menggunakan
program Excel.

Gambar 3.2

Daftar Populasi Penelitian

Gambar 3.3

Cara Menghitung Nilai k

Gambar 3.4
Cara Membulatkan Nilai k

Gambar 3.5

Penentuan Titik Awal Sampling

Gambar 3.6

Hasil Pemilihan Sekolah Sampel dengan Teknik SRS

Berdasarkan hasil dari program Excell di atas, maka SD yang akan dipakai menjadi sampel
penelitian adalah SD-SD yang diberi tanda kuning seperti terlihat pada gambar 3.6.

3. Dalam Penelitian “Hubungan Kualitas Sarana Prasarana Kelas terhadap Motivasi Siswa di Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Bandung ”

Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat 52 SMP Negeri dan dua MTs, total populasi
adalah 54 sekolah. Jika diambil proporsi 20 % sampling dengan teknik SRS, maka sekolah yang dijadikan
sampling sebanyak 11 sekolah (20% x 54= 10,8 dibulatkan menjadi 11). Sekolah yang dijadikan sampel
(baik SMP maupun MTs) dipilih secara acak. Artinya setiap SMP dan MTs memiliki kesempatan yang
sama untuk terpilih.

E. Perbandingan Penarikan Sampel


Sistematik dengan Acak Berlapis
Penarikan sampel berlapis atau penarikan sampel acak sederhana sebagian besar tergantung
pada sifat-sifat populasinya. Untuk beberapa populasi dan beberapa nilai n V( sy) dapat meningkat bila
sebuah sampel besar diambil. Dengan demikian sangat sukar untuk memberikan pandangan umum
dengan keadaan penarikan sampel sistematik yang dianjurkan. Penggunaannya akan lebih efektif jika
terdapat pengetahuan tentang struktur populasi.
Ada dua hal yang dapat dipelajari, yang pertama adalah dengan membandingkan jenis
penarikan sampel yang berbeda pada populasi buatan dimana y, adalah beberapa fungsi sederhana dari
i. Yang kedua adalah membandingkan populasi sebenarnya.

F. Ringkasan Materi
Kasjono, H. S. (2009) menjelaskan bahwa SRS adalah suatu pengambilan sampel, di mana hanya
unsur pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara
sistematis menurut suatu pola tertentu. Adapun kelebihan SRS menurut Cochran (2010, hlm. 234),
yaitu: 1) Lebih mudah mengambil sampel, 2) Penarikan sampel dianggap lebih teliti dibandingkan
dengan penarikan sampel acak sederhana. Adapun kekurangan SRS menurut Kasjono (2009)
diantaranya:

1. Setiap unit penelian tidak mempunyai peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel,

2. Populasi harus bersifat homogen, dan

3. Bila terjadi suatu kecenderungan tertentu maka metode ini menjadi kurang sesuai.

Referensi

Cochran, W. (2010).Teknik penarikan sampel.edisi ketiga. Terjemahan: Rudiansyah. Depok: UI Press.

Sugiyono.(2016). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.(2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2012). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kasjono, H. S.(2009). Teknik sampling untuk penelitian kesehatan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Australian Bureau of Statistics. (2006). Sampling Methods.

Diakses dari http://www.............. pada 23 Nov. 2016.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai standar

Standard Score atau nilai standar adalah nilai yang ditunjukkan dengan suatu skala
untuk menunjukkan bagaimana perbandingan satu individu dengan individu lain dalam
satu kelompok. Ketika menghitung nilai Standar deviasi dalam pengukuran variabilitas,
kita bekerja dengan angka kasar, sesuai dengan satuan pengukuran yang digunakan dalam
distribusi nilai, seperti cm, kg dan sebagainya.

Berbeda dengan hal itu, nilai standar tidak tergantung kepada satuan pengukuran
yang digunakan oleh distribusi nilai. Ada dua jenis skor baku, yaitu z score dan T score.
Salah satu nilai standar yang paling sering digunakan adalah Z -score yaitu suatu bilangan
yang menunjukan berapa jauh suatu nilai (angka kasar) menyimpan g dari mean dalam
satuan ukuran standar deviasi.

B. Z skor

Z skor adalah besarnya penyimpangan skor individu dari rata-rata dibagi standar deviasi. Rata-rata skor
standar sama dengan 0 dengan standar deviasi. Z score adalah skor yang menunjukkan sejauh mana
skor mentah bersumber dari satuan simpangan baku.

Dengan rumus sebagai berikut :


Contoh: Tabel 1. penggunaan rumus Z skor untuk (X) :

No Nilai x Z-Score

1 156 -1.37

2 160 -0.78

3 170 0.69

4 165 -0.05

5 175 1.42

6 166 0.10

Diketahui :

- Mean (x) = 165,33

- Standar deviasi (x) = 6,80

Untuk mencari nilai Z-skor sebagaimana dalam table diatas dapat diselesaikan sebagai berikut :

Z-score untuk X
C. T Skor

T skor adalah bentuk lain dari skor standar dimana rata-rata ditentukan 50 dengan standar
deviasi 10. T skor pada dasarnya adalah skor Z yang ditulis dengan format lain.
Skor T d i b u a t apabila skor Z nilainya di bawah s k o r mean distribusi.
Perhitungannya yaitu mengalikan skor Z dengan 10 lalu ditambah 50(misal, (-1 x 10) + 50 =
40).

Dengan rumus sebagai berikut :

T score = 10z + 5 atau

T score = 50 + 10 z

T skor digunakan apabila angka dari data Z-skor tidak bulat dan terdiri dari plus dan minus,
untuk memudahkan dijadikan T-skor, disamping itu T-skor dapat juga digunakan untuk mengkonversi
data yang satuannya adalah waktu maka tanda +(plus) diganti dengan – (minus) sehingga data layak
untuk dianalisis.

Contoh :
Tabel 2. dari data tinggi lompot dan kecepatan lari

No Tinggi Lari 100 m


lompatan

1 156 12.0

2 160 11.8

3 170 11.3

4 165 11.5

5 175 11.0

6 166 11.6

N 6 6

Berdasarkan rumus T-skor dicari

Mean lompat tinggi = 165,33

Sd lompat tinggi = 6,80

Mean lari 100 m =11,53

Standar deviasi lari 100m = 0,36

Table 3. Nilai t lompat tinggi dan lari 100 m

no Lompatan tinggi(X) Lari 100 m (Y) T skor

X Y

1 156 12,0 36,3 36,9

2 160 11,8 42,2 42,5

3 170 11,3 56,9 56,6


4 165 11,5 49,5 50,9

5 175 11,0 64,2 65,0

6 166 11,6 51,0 48,1

Untuk mencari nilai T skor sebagaimana dalam table diatas dapat diselesaikan sebagai berikut :

T-skor untuk X : Ti= 50

T skor untuk Y karena datanya intervensi (waktu) maka tanda plus diganti dengan minus sebagai berikut
T-skor untuk X : Ti= 50

D. Kegunaan Z skor dan T skor

Z skor umumnya digunakan untuk mengubah skor-skor mentah yang diperoleh dari berbagai

jenis pengukuran yang berbeda-beda. Dengan menggunakan z score, maka peserta yang memiliki

kemampuan lebih tinggi adalah peserta didik yang z scorenya bertanda positif (+). Sebaliknya, yang

bertanda (-) adalah peserta didik yang memiliki kemampuan lebih lemah dari lainnya.

T skor dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan z skor dengan angka 10, kemudian

ditambah dengan 50. T skor dicari dengan maksud untuk meniadakan tanda minus yang terdepan di
depan nilai z skor, sehingga lebih mudah dipahami oleh mereka yang masih asing atau awam terhadap

ukuran-ukuran statistik.

Z skor dan T skor sebagai cara mengubah atau mengonversi skor-skor mentah hasil tes menjadi

skor standar relatif. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar relatif yang

mendasarkan diri pada prestasi kelompok ini sangat cocok diterapkan pada tes-tes sumatif (ulangan

umum dalam rangka kenaikan kelas, ujian akhir semester, ujian seleksi penerimaan calon siswa, dan

sebagainya) yang pada kebiasaannya skor-skor yang diraih oleh peserta didik adalah sangat rendah

sehingga kebanyakan peserta didik “jatuh” dalam tes tersebut.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai standar adalah nilai yang ditunjukkan dengan suatu skala untukmenunjukkan
bagaimana perbandingan satu individu dengan individu lain dalam satu kelompok. Ketika
menghitung nilai Standar deviasi dalam pengukuran variabilitas, kita bekerja dengan
angka kasar, sesuai dengan satuan pengukuran yang digunakan dalam distribusi nilai,
seperti cm, kg dan sebagainya.

Ada dua jenis skor baku, yaitu Z skor dan T skor. Z skor adalah besarnya penyimpangan skor
individu dari rata-rata dibagi standar deviasi. Rata-rata skor standar sama dengan 0 dengan standar
deviasi. Z skor adalah skor yang menunjukkan sejauh mana skor mentah bersumber dari
satuan simpangan baku.

T skore digunakan apabila angka dari data Z-skor tidak bulat dan terdiri dari plus dan minus,
untuk memudahkan dijadikan T-skor, disamping itu T-skor dapat juga digunakan untuk mengkonversi
data yang satuannya adalah waktu maka tanda +(plus) diganti dengan – (minus) sehingga data layak
untuk dianalisis.

B. Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian bahan maupun
dalam segi penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca agar karya
tulis ini bisa menjadi berguna bagi pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, Akbar http://akbar-iskandar.blogspot.com/2012/11/mengkonversi-skor-mentah-menjadi-


skor.html. (Akses, 25 oktober,2014)

Syafril. Statistika, Padang: Suka Bina Press,1992

Tim Mata kuliah Satistik. Silabus dan handout mata kuliah statistic lanjutan 2, Padang: UNP

Skor standar (standard-scores) adalah skor mentah yang telah diubah


menjadi bentuk lain berdasarkan penyimpangannya dari harga mean dan
dinyatakan dalam satuan deviasi standar yang (Azwar, 2015). Skor
standar dinyatakan dalam Z-Score dengan distribusi skor baru yang
memiliki mean sama dengan 0 dan deviasi standar sama dengan 1. Apa
kegunaan dari Z score ini? Dalam skoring, penggunaan z-score ini
berguna bila jumlah item antara satu aspek dengan aspek yang lain tidak
sama, padahal secara teoritis aspek tersebut memiliki bobot yang sama
besar. Z score juga berperan jika kita hendak membandingkan prestasi
dua kelompok yang diberikan tes dengan jumlah item berbeda. Semisal si
A mampu mengerjakan 8 soal dari 10 soal yang diberikan, sedangkan si
B mampu mengerjakan 8 soal dari 20 soal yang diberikan. Meskipun skor
mentah keduanya sama-sama 8, tapi karena jumlah item tersebut
berbeda, maka perbandingan dengan skor mentah saja tidak dapat
dilakukan. Oleh karena itu diperlukan transformasi ke bentuk z-score.
Contoh paling umum di Psikologi adalah skoring skala Subjective Well-
Being (SWB), yang terdiri atas tiga aspek, yakni kepuasan hidup (Life
satisfaction), afeksi positif (positive affect), dan afeksi negatif (negative affect).
Kepuasan hidup diukur dengan skala SWLS (Satisfaction With Life Scale) yang
terdiri atas 5 item, sedangkan afeksi positif dan afeksi negatif diukur
dengan skala PANAS (Positive Affect-Negative Affect Schedule) yang masing-
masing terdiri atas 10 item. Jika kita hanya menggunakan skor mentah
kemudian dijumlahkan ketika aspek tersebut, maka akan nampak bobot
dari aspek afeksi positif dan afeksi negatif lebih dominan dibanding aspek
kepuasan hidup, karena memiliki item yang lebih banyak. Padahal secara
teoritis ketiga aspek tersebut bobotnya adalah sama.Rumus menghitung
z-score adalah sebagai berikut:

Z = (Yi - Ῡ)/SD

Z = Z-score
Yi = skor mentah
Ῡ = Mean awal
SD = deviasi standar awal

Karena rumusnya hanya sederhana, sebenarnya kita bisa menghiungnya


secara manual satu per satu dengan kalkulator atau dengan bantuan
excel. Namun agar lebih efisien, kita juga dapat menghitungnya di SPSS
secara otomatis. Caranya adalah sebagai berikut.

Mengubah Skor ke Z-Score di SPSS


Misalkan kita memiliki data skor SWB dengan 3 aspek, yakni kepuasan
hidup, afeksi positif, dan afeksi negatif. Skor PA merupakan skor total
dari 10 item afeksi positif, Skor NA merupakan skor total dari 10 item
afeksi negatif, dan Skor SWLS merupakan skor total dari 5 item kepuasan
hidup. Pedoman skoring untuk variabel SWB adalah SWB=PA-NA +SWLS.
Untuk mengetahui skor dari SWB kita tidak bisa langsung
menjumlahkannya karena jumlah item tiap aspek berbeda, sehingga kita
harus mengubahnya ke z-score terlebih dahulu.

Untuk menampilkan z-score masing-masing variabel, kita akan membuat


variabel baru di SPSS yang berisikan z-score dari variabel PA, NA, dan
SWLS. Caranya adalah klik Analyze – descriptive statistics – descriptive.

Kemudian masukkan masukkan ketiga variabel tersebut ke kotak sebelah kanan,


dan centang pilihan save standardized values as variables. Kemudian tekan ok,
dan SPSS akan mulai membuat variabel baru.

Jika sudah selesai, maka SPSS akan menampilkan output berupa statistik
deskriptif data kita. Abaikan dulu output tersebut dan kembali lagi ke
data awal kita. Jika kita lihat di sebelah kanan sudah muncul 3 variabel
baru, yakni ZPA, ZNA, dan ZSWLS. Ini adalah z-score baru kita. Z-score
ini memiliki mean = 0 dan SD=1. Skor berkisar antara -3 sampai +3.
Karena skor kita sudah berubah menjadi skor standar maka kita sudah
dapat menjumlahkan skor tersebut, yakni dengan rumus PA-NA+SWLS.

Mengubah Z-Score ke bentuk T-Score


Z-score merupakan skor standar dengan mean=0 dan SD=1, dengan
range skor berkisar antara -3 sampai +3. Beberapa peneliti menghindari
penggunaan tanda negatif ini dalam penghitungannya, apalagi jika terjadi
pada kasus variabel SWB, dimana skoringnya dilakukan dengan rumus
PA-NA+SWLS, sehingga ada tanda dobel negatif yang bisa
membingungkan. Oleh karena itu peneliti biasa mengubah z-score ini ne
bentuk T-score terlebih dahulu untuk menghindari tanda negatif. T-score
dapat dihitung dengan rumus T = 50+10(Z). T-score adalah skor
tersdandar yang menghasilkan distrubusi dengan mean = 50 dan SD=10.
Cara mengubah z-zcore ke T-score di SPSS adalah sebagai berikut.
Klik Transform – Compute variable, kemudian akan muncul tampilan seperti
ini.
Pada kolom target variable, kita masukan nama variabel baru yang akan
kita buat. Dalam contoh ini saya beri nama TPA untuk T-score variabel
PA. Kemudian pada numeric expression, kita masukan rumus T-score yaitu
50+10*ZPA. Jika sudah, tekan ok. Kemudian kita lihat kembali ke data
awal kita, maka sudah muncul variabel baru yakni TPA yang merupakan
T-score variabel PA.

T-score yang kita peroleh tidak lagi memiliki tanda negatif. Distribusi skor
ini memiliki mean=50 dan SD=10. Ulangi prosedur ini untuk variabel NA
dan SWLS.
Jika kita sudah mendapatkan T-score ketiga variabel, maka kita tinggal
menjumlahkan saja skor tersebut sesuai dengan panduan skoring, yakni
PA-NA+SWLS. Komputasi di SPSS dapat dilakukan di menu Transform –
Compute variable, kemudian pada target variabel kita beri nama TSWB dan
pada numeric expression kita masukan TPA-TNA+TSWLS, dan klik OK.
Dengan demikian variabel baru yang kita peroleh merupakan nilai SWB
yang sudah terstandar dan dapat digunakan untuk uji hipotesis lanjutan.

Anda mungkin juga menyukai