Anda di halaman 1dari 27

CHAPTER REEPORT

Judul Buku : Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani


Penulis Buku : Dr. Adang Suherman, M.A.
Di Croscek dengan Buku Developing Teaching Skills in Physical Education (Daryl
Siedentop)
Teaching Physical Education for Learning (Judith E. Rink), dan
Beberapa Referensi Lain
oleh :
Dede Sujana (1007340) & Abdullah Salamun(100129)
Prodi SPS UPI 2010

I. LAPORAN CHAPTER
A. Pengertian Pedagogi Olahraga dan Eksistensinya

Secara definisi ilmu yang mempelajari tentang proses belajar mengajar


olahraga secara umum (di sekolah maupun di luar sekolah) seperti tersebut di atas
disebut bidang ilmu Pedagogi Olahraga, Pedagogi Olahraga dapat diartikan sebagai
cabang disiplin ilmu pengetahuan olahraga (sport science) yang membahas tentang
pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang
sangat diperlukan bagi para pengajar dalam melakukan pembelajaran olahraga
sehingga peserta didik dapat belajar dan meraih tujuan pembelajarannya.

Keberadaan Pedagogi olahraga kini sudah cukup diakui dan diterima oleh
komunitas internasional olahraga yang dibuktikan dengan diselenggarakannya
program konferensi internasional oleh Aliance American for Health, Physical
Education, Recreation, and Dance (AAHPERD) dengan fokus kajian utamanya
adalah disiplin ilmu kurikulum dan pembelajaran. Keterkaitan antara
kurikulum dan pembelajaran dalam konteks pedagogi tersebut dapat diilustrasikan
seperti tertera pada gambar berik
Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi :
gerak (movement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance),
kesehatan (health), dan waktu senggang (leisure time) untuk kesejahteraan hidup
manusia Haag (1994:3) dalam Suherman (2009:1), sedangkan menurut
Síedentop (1990) dalam Suherman (2009:3) mengemukakan sebagai berikut:
"sport pedagogy is the international label for the field known in the United States as
teacher education or curriculum and instruction. Sport pedagogy is the study of the
processes of teaching and coaching, of the outcomes of such endeavors, and of the
content of fitness, physical education, and sport programs." "pedagogi olahraga
merupakan label internasional untuk bidang yang dikenal di Amerika Serikat sebagai
pendidikan guru atau kurikulum dan pengajaran pedagogi olahraga adalah studi tentang
proses pengajaran dan pelatihan, dari hasil dari usaha-usaha tersebut, dan isi kebugaran,
pendidikan jasmani, dan program olahraga.

B. Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani didefinisikan dalam beberapa pandangan, pertama, sering


disebut pandangan tradisional, menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua
komponen utama yaitu jasmani dan rohani (dikhotomi).
Pandangan terhadap pendidikan jasmani seperti itu dapat kita amati
pada Undang-Undang no empat tahun 1950 Bab VI pasal sembilan sebagai berikut,

"Pendidikan jasmani yang meпuju keselarasan antara tumbuhnya badan dan per-
kembangan jiwa dan merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang sehat lahir batin, diberikan pada seluruh jenjang pendidikan".

Defınisi yang relatif sama, juga dikemukakan oleh Pangrazi dan Dauer
(1992) sebagai berikut, "Physical education is a part of the general educational
program that contributes, primarily through movement experiences, to the total
growth and development of all children. Physical education is defined as education
of and through movement, and must be conducted in a manner that merits this
meaning". Apabila definisi pendídikan jasmani ini dielaborasi dan dikaitkan
dengan kurikulum pendidikan jasmani yang berlaku di Indonesia dewasa íní
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/ KTSP), penulis mengilustrasikannya seperti
dalam gambar berikut ini.

Gambar 1.2
Ilustrasi Penjabaran Difinisi Penjas Dalam PBM
Defnisi pendidikan jasmani di pandang secara holistik ini mendapat
dukungan dari para ahli pendidikan jasmani lainnya. Misalnya, Siedentop
(1990) mengemukakan, "Modern physical education with its emphasis upon
education through the physical is based upon the biologic unity of mind and body.
This view sees life as a totality". Wall dan Murray (1994) mengemukakan hal
serupa dań objek yang lebih spesifik, "Children are complex beings whose
thoughts, feelings, and actions are constantly in a state of flux. Because of the
dynamic nature of children as they grow and mature, change in one element often
affects the others. Thus, it is a 'whole' child whom we must educate, not merely the
physical or bodily aspect of the child..

Menurut Lutan (2001:62) konsep pendidikan jasmani berfokus pada sosialisasi


atau pembudayaan via aktivitas jasmani, permainan, dan atau olahraga. Proses
sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya dari begerasi tua ke generasi yang lebih
muda. Maksud dari pernyataan tersebut adalah seluruh adegan pergaulan antara
pendidik/guru dan peserta didik/siswa bersosialisasi yang bersifat mendidik.

C. Tujuan Pendidikan Jasmani


Walaupun tujuan pendidikan jasmani seringkali dídefınsikan dalam redaksi
yang berbeda-beda dan setiap ahlí pendidikan (Heteríngton, 1910; William, 1930;
Adam, 1959; Weston, 1962), namun semua tujuan tersebut pada dasarnya dapat
diklasifıkasikan ke dalam empat katagori tujuan seperti yang dikemukakan oleh
Bucher (1964), yaitu:
1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan
melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari
berbagai organ tubuh seseorang (physical fitness).
2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan
gerak secara efektif, efısien, halus, índah, sempurna (skillful).
3. Perkembangan mental. Tujuan in berhubungan dengan kemampuan berpíkir
dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani
ke dalam língkungannya.
4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa
dalaur menyesuaikan din pada suatu kelompok atau masyarakat.
Namun demikian, untuk melihat lebih jauh tentang aktivitas-aktivitas
dalam suatu program pendidikan jasmani, ada baíknya kalau kita menyimak pendapat
Síedentop (1990) sebagai berikut: "the activities themselves are not as important as
is what they are used to accomplish. This is why this model has always been
referred to as education through the physical".

D. Pendekatan Program Pendidikan Jasmani


Sehubungan dengan penentuan pendekatan , khususnya di Amerika, dan di
beberapa negara lain telah banyak bermunculan pendekatan program untuk meraih
tujuan-tujuan pendidikan jasmani. Beberapa jenis program berikut deskripsi
sederhana dań masing-masing program yang banyak digunakan tersebut
(Suherman, 2009) antara lain adalah sebagai beńkut:
1. Movement Education. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan pendekatan
yang lebih menekankan pada penguasaan keterampilan.
2. Fitness Approach. Fitness approach íní pada dasarnya merupakan
pendekatan yang lebih menekankan pada peningkatan penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan kualitas kesegaran jasmani anak
didiknya.
3. Academic-Discipline Approach. Pendekatan ín pada dasarnya
merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada penguasaan pendidíkan
jasmani secara mendalam: bagaimana memelíhara gaya hidup yang sehat, mengisi
waktu senggang, menjadi pelayan atau pengguna program fitness dan pendidikan
jasmani di masyarakat. Pendekatan ín lebih banyak digunakan pada
lembaga-lembaga pendidikan keolahragaan, misal: FPOK.
4. Social-Development Model. Pendekatan mi pada dasamya merupakan pendekatan
yang lebih menekankan pada perkembangan individu dan sosial anak didik.
Salah satu contoh model dan pendekatan mi dikembangkan oleh Donald
Hellison (1973, 1978, 1982) dengan istilah "teaching responsibility through
physical activity" dengan menerapkan konsep "levels of affective development".
5. Sport Education Model. Pendekatan ini pada dasamya merupakan pendekatan
yang lebih menekankan pada pemeliharaan dan peningkatan nilai-nilai murni
olahraga kompetitif seperti yang sering dilakukan di luar lingkungan sekolah.
6. Adventure-Education Approach. Pendekatan in pada dasarnya merupakan
pendekatan yang lebih menekankan pada aktivias-aktivítas petualang yang penuh
resiko dalam lingkungan yang lebih bersifat alami (mísal, naik gunung, cross
country, camping).
7. Eclectic Approach. Pendekatan ini pada dasanya merupakan pendekatan yang
merupakan perpaduan atau kombinasi dan semua pendekatan tersebut di atas.

E. Pertimbangan Pelaksanaan Program Pendidikan Jasmani

Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan program


pendidikan jasmani seperti dikemukakan oleh Graham, dkk. (1993) sebagai berikut.

1. Premis Program Pendidikan Jasmani. Tiga premis program pendidikan jasmani :


a. Program pendidikan jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang
berbeda
Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan
berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada
akhirnya diharapkan dapat berdampak terhadap pemilihan gaya hidup yang aktif
dan sehat.
b Anak-anak bukanlah 'miniature' orang dewasa
Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai
dengan minat dan kebutuhannya.

c Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak akan menjadi dewasa


sekarang
Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong
perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada
akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam
melakukan aktivitas fisiknya

2. Karakteństik Program Pendidikan Jasmani


Beberapa karakteristik program pendidikan jasmani dikemukakan oleh
Graham, dkk. (1993), sebagai berikut:
Tabel 1.1
Karakteństik Program Pendidikan Jasmani

KOMPONEN SESUAI KURANG SESUAI


Kurikulum Kurikulum mempunyai ruang lingkup Kurikulum miskin akan
dan susunan materi yang didasarkan pengembangan tujuan serta
pada tujuan (jangka panjang dan didasarkan terutama pada minat,
jangka pendek) yang layak untuk perhatian, kesenangan, dan latar
semua anak didik. Kurikulum tersebut belakang gurunya bukanya
meliputi keseimbangan antara berdasar pada anak didiknya,
penglaman skill, konep, games, misal, terdiri dari sejumlah
educational gymnastikc, irama dan tari permainan olahraga untuk orang
yang ditunjukan untuk memperluas dewasa.
pengembangan aspek pengetahuan ,
gerak, sikap, dfan kebugaran semua
siswanya.

membantu memberíkan dirasakannya pada waktu


pengalaman dan perasaan puas dan melakukan aktivitas
senang sebagai akíbat dan pendidikan jasmani.
partisipasi secara terates dalam
Rata-rata Siswa diberi
pendidikan kesempatan
jasmani yang
kepada semua Siswa disuruh untuk
keberhasila sebanyak-banyaknya
siswa. untuk berlatih melakukan aktivítas-
n skill dengan rata-rata keberhasilan aktívítas yang terlalu mudah
yang tinggi yang disesuaikan atau terlalu sukar yang dapat
dengan tingkatperkembangan menyebabkan mereka bosan,
Jumlah siswa Jumlah siswa dalampelajaran Jumlah siswa dalam
keterampilan geraknya. frustasi, atau melakukannya
penjas adalah sama dengan jumlah pelajaran penjas lebíh dan
dengan salah.
Siswa dalam kelas (misal, Ia) yang jumlah siswa dalam kelas
sebenamya. yang sebenarnya, misal,
mengajar siswa sekaligus
yang jumlahnya terdiri dari
tiga kelas.
Keíkutsertaa Siswa mengikuti pelajaran penjas Siswa mengikutipelajaran
n siswa secara terates sesuai dengan lain karena alasan-alasan
jadwalnya karena mereka lain atau sebagai hukuman
menyadari bahwa penjas atas perbuatannya dalam
Proporsi aktif Semua siswabagian
menipakan terlibat dari
dalam Proporsi
pelajaran jumlah
penjas. waktu aktif
belajar aktivitas belajar
pendidikannya yangkeselunuhan.
secara mendorong belajar sangat terbatas sebab
mereka untuk terus-menerus aktif siswa harus menunggu
tanpa hares diawasi gurunya. giliran, memilih team,
Lingkungan belajar dibuat terbatasnya peralatan, atau
sedemikian rupa untuk memenuhi karena permaínan, misal
kebutuhan siswa agar tetap aktif gugur, yang pada umumnya
terlibat dalam semua pengalaman siswa yang lamban yang
belajar yang
Secara singkat, diberikannya.
beberapa gugur.pendidikan jasmani yang
karakteristik program
berkualitas tersebut antara lain ditandai oleh:
a. Developmentally appropriate practices (DAP) maksudnya adalah program-
program latihan atau aktivitas gerak yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan
gerak anak didik yang sedang belajar. Program latihan atau aktivitas gerak yang
sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik dan perubahan
kapasitas gerak ke arah yang lebih baik dan setiap individu seperti status
perkembangan, pengalaman gerak sebelumnya, kondisi kesegaran jasmani dan
keterampilannya, bentuk badan, dan usia pelaku.

b. Instructionally appropriate practices maksudnya adalah cara-cara


penyampaian latihan atau aktivitas gerak yang secara pedagogis sangat efektif,
efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan, yang diambil dari hasil-hasil
penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungkínkan semua
anak didik memperoleh kesempatan dan keberhasilan belajar secara optimal.

F. Keberhasilan Program
Salah satu definisi keberhasilan mengajar yang dapat kita jadikan rujukan
dikemukakan oleh Graham (1992). la mengemukakan bahwa defınisi keberhasilan
mengajar tidak hanya sekedar memelihara siswa aktif berolahraga, senang, dan segar
pada saat dan setelah melakukan pengajaran.
1. Targer pada Siswa
Komponen keberhasilan mengajar yang paling pokok adalah siswa itu sendiri.
Apabila guru berikut program yang diberikannya berhasil, maka hal ini akan
tercermin pada pencapaian target siswa. Apa yang dimaksud target siswa? Istilah mi
dalam kurikulum KTSP setara dengan istilah komptetensi. Dengan demiklan target
siswa sangat beragam yang meliputi a) target lulusan yang sering disebut standar
kompetensi lulusan (SKL) baik per satuan pendidikan maupun per satuan
pelajaran, b) target semesteran dan tahunan yang sering disebut Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD), dan c) target silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Salah satu contoh pernyataan target siswa dan dalam negeri yang berlaku di
Indonesia adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran pendidikan
jasmani sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang
standar kompetensi lulusan yang isinya adalah sebagai berikut.

1) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SD/ MI


a) Mempraktekkan gerak dasar lari, lompat, dan jalan dalam permainan
sederhana serta nilaí-nlaí dasar sportivitas seperti kejujuran,
kerjasama, dan lain-lain.
b) Mempraktekkan gerak ritmik meliputi senam pagi, senam kesegaran
jasmani (SKJ), dan aerobik.
c) Mempraktekkan gerak ketangkasan seperti ketangkasan dengan dan tanpa
alat, serta senam lantai.
d) Mempraktekkan gerak dasar renang dalam berbagai gaya serta nilaí-nilai yang
terkandung di dalamnya.
e) Mempraktekkan latihan kebugaran dalam bentuk meningkatkan daya tahan
kekuatan otot, kelenturan serta koordinasi otot.
f) Mempraktekkan berbagai keterampilan gerak dalam kegiatan
penjelajahan di luar sekolah seperti perkemahan, piknik, dan lain-lain.
g) Memahami budaya hidup sehat dalam bentuk menjaga kebersihan din dan
lingkungan, mengenal makanan sehat, mengenal berbagai penyakit
dan pencegahannya serta menghíndarkan din dań narkoba.
2) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMP/МТs
a) Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar permainan,
olahraga serta atletik dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
b) Mempraktekkan senam lantai dan irama dengan alat dan tanpa alat .
c) Mempraktekkan teknik renang dengan gaya dada, gaya bebas, dan gaya
Punggung.
d) Mempraktekkan teknik kebugaran dengan jens latihan beban
menggunakan alat sederhana.
e) Mempraktekkan kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti melakukan
perkemahan, pejajahan alam sekitar dan piknik.
f) Memahami budayabhidup sehat dalam kehidupan sehari -hari
seperti perawatan tubuh serta lingkungan, mengenal berbagai
penyakit dan cara penyegahannya serta menjauhi narkoba.

3) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMP/МТs


a) Mempraktekkan keterampilan permainan dan olahraga dengan
menggunkanperaturan.
b) mempraktekkan rangkaian senam lantai dan irama serta nilai-nilai yang terkandung
di dalamya.
c) Mempraktekan perkembangan mekanik sikap tubuh, kebugaran jasmani serta
aktivitas lainya
d) Mempraktekan gerak ritmik yang meliputi senam pagi, senam aerobok serta
aktivitas lainya.
e) Mempraktekan kegiatan didalam air seperti renang, permainan diair serta
kese;lamtan diar.
f) Mempraktekan kegiatan-kegiatan diluar kelas seperti melakukan perkemahan,
penjelajahan alam sekitar,mendekati gunung ,dan lain-lain
g) memahami budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari seta perawatan tubuh
serta lingkungan yang sehat, mengenal penyakit dan cara penyegahanya serta
menghindari narkoba dan HIV.
Sementara itu, contoh target siswa dari luar negeri penulis ambilkan dari perkumpulan
Guru pendidikan jasmani dan olahraga. USA(nasional assocation for sport and Phsysical
Education /Naspe ). Merumuskan terget umum pendidikan jasmani dengan diberikan label
terciptanya individu yang terdidik secara fisik (physical for sport and physically educated
person), dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Individu yang terdidik secara individu adalah :

Memiliki keterampilan –keterampilan yang berguna untuk melakukan bermacam-


macam kegiatan fisik.
1. Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang,
usaha dan hubunganya.
2. menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan
manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor.
3. menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan
manipulatif, locomotor dan non-locomotor baik yang dilakukan secara
perorangan maupun dengan orang lain.
4. menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
5. menunjukkan penguasaan pada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
6. memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari
keterampilan baru.
Bugar secara fisik
7. menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
8. merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi
tidak membahayakan.
Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasma
9. berpartisipasi dalam program pembínaan kesehatan melalui aktivitas jasmani
min. 3 x per minggu.
10. memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan
sehari-hańya. Mengetahui akibat dan manfaat dan keterlibatan dalam aktivitas
jasmani.
11. mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan
dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
12. menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan
teraturnya partispasi Balam aktivitas jasmnai
13. menerapkan konsep-konsep dan pńnsip-pńnsip pengembangan
keterampilan gerak.
14. memahamí bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
15. mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang haras dipenuhi pada aktivítas
jasmani yang dipilih.
16. mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat
memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk
dan budaya internasional
17. memahami bahwa aktivitas jasmani membeń peluang untuk
mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan
berkomunikasi.

Menghargai aktivitas jasmani dan kontńbusinya terhadap gaya hidup yang


sehat.
18. menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi
dalam aktivitas jasman
19. hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai
cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
20. menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dan partisipasi teratur dalam
aktivitas jasmani

2. Target pada Guru


Apabila target pada siswa tercapai maka target pada gurupun akan
cenderung tercapai, yaitu guru mendapatkan kepuasaan dan kesenangan. Namun
demikian, sering sekali guru penjas kurang puas hanya dengan mencapai target
pada siswa dan mendapat penghargaan dari pihak luar saja. contoh banyak para guru
Penjas mempunyai tujuan tambahan sebagai berikut:
a. ingin meyakinkan kepala sekolah, guru bidang studi, dan pekeTa
adminstrasí akan pentingnya Penjas bagi siswa sehingga dengan demíkían
pelajaran Penjas akan dianggap penting dan tidak akan diganti atau dibebaskan
hanya karena ada kegiatan lain seperti: kunjungan ke sekolah lain, ke musium, ke
kebun binatang, atau diganti oleh kegiatankegiatan lain yang intinya
menyepelekan pelajaran Penjas.
b. ingin mendapatkan peralatan yang lebih banyak dan lebih baik untuk pelajaran
Penjas.
c. ingin mendapatkan fasilitas yang aman, yang betul-betul hanya dibuat
untuk digunakan dalam pelajaran Penjas.
-
Dengan demikian guru yang baik akan memperoleh kepuasan dan
keberhasilan mengajar síswanya dan juga keberhasilan meyakinkan semua pihak
yang bertanggung jawab atas berlangsungnya keberhasilan Pendidikan Jasmani di
sekolah.

3. Target pada Sekolah


Salah satu tanggung jawab penting daň guru dalam mengajar adalah
menemukan cara-cara mengajar yang dapat memberi sumbangan terhadap
pencapaian tujuan dan program sekolah secara menyeluruh. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan program penajs dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Tabel 1.2
Faktor-Faktor Keberhasilan Program Pengajaran Penjas di Sekolah

SISWA GURU SEKOLAH

- keterampilan - antusias - dewan pengurus


- sikap (attitudes) - planning pendidikan
gerak
- kesegaran - disiplin - peralatan
- rasa percaya diri - kurikulum - guru kelas
jasmau
confidence) - isi pelajaran -jadwal sekolah
(self
- pengetahuan - personal karakteristik - fasilitas
- partisipasi - interaksi dengan - jadwal mengajar
- nilai (values) - harapan - kepala sekolah
- kerjasama siswa
- penilaian - jumlah siswa/kelas
- kepuasan - orang tua siswa
- feedback

G. Pedagogi Olahraga Kaitannya dengan PBM Pendidikan Jasmani


Pengertian pedagogi olahraga tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa
dalam istilah pedagogi olaraga terkandung juga istilah kurikulum dan pengajaran.
Kurikulum pada dasarnya adalah seperangkat pengalaman belajar untuk para
siswa yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara
pengajaran di dalamnya mengandung istilah mengajar dan belajar.
Mengajar dapat diartikan sebagai perilaku profesional yang ditunjukkan
oleh guru sebagaimana terlibat dalam pekerjaannya. Tugas utama mengajar adalah
membantu membeń pegalaman belajar kepada siswa agar tumbuh dan berkembang
dalam hal keterampilan, Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh pengalaman daripada disebabkan oleh sesuatu yang bersifat pembawaan
atau keturunan (Siedentop, 1991) dalam (Suherman,2010). Sudah barang tentu
tidak semua perubahan perilaku siswa merupakan akibat dan pengalaman belajar yang
diberikan oleh gurunya pada waktu mengajar. Manusia dapat juga belajar dari
kesalahan.

Pedagogi menghubungkan tindakan-tindakan guru dengan "student


outcomes". Apabila di sana terdapat pedagogi maka "students outcomes" tertentu
harus diperoleh. Lebih tegas lagi Siedentop (1991) dalam (Suhereman, 2009)
mengatakan "No outcomes, no pedagogy!", secara harfıah istilah itu mungkin dapat
dikatakan "tidak ada hasil, berarti mengajarnya tidak menggunakan ilmu pedagogy".

Sehubungan dengan itu, ada baiknya kita menyimak kata-kata orang yang sam
seperti diatas sebagai berikut: “This does not suggest that teaching car or should be
viewed as a mechanistic enterprise. Nor does it suggest that there is no room in
effective teaching for personal style, inventiveness,or intuition. Efftive teachers
artistically orchestrate a set of highly developed skill to meet the specific demands of
a learning setting”, Dalam bahsa indonesia., peryataan itu mungkin dapat diartikan
sebagai brekut,”Hal ini tidak memberi kesan bahwa mengajar dapat atau seharusnya
dipandang sebagai sebuah usaha mekanis. Dalam mengajar yang efektif tidak ada
tempat bagi gaya mengajar yang bersifat individual, temuan sepintas lalu, dan intuisi.
Guru-guru yang efektif secara artistik menyusun sejumlah keteramplilan yang
dikembangkan secara mapan untuk memenuhi kehbutuhan-kebutuhan khusus dari
lingkungan pembelajranya”.
Untuk lebih jelasnya keterkaitan pedagogi olahraga dengan proses belajar
mengajar, dapat dilihat pada gambar 1.4 berikut ini:
Sementara itu Siedentop (1990) memandang beberapa bidang garapan pedagogi
olahraga dań sudut praktis melalui pandangan para pendidik pendidikan jasmani
baik yang terlibat langsung sebagai pengajar pendidikan jasmani di sekolah-sekolah
maupun yang terlibat sebagai pendidik di pergunuan tinggi yang menghasilkan
calon guru yang akan mengajar pendidikan jasmani, sebagai berikut:

Tabel
Bidang Garapan Praktis Pedagogi Olahraga Dalam Konteks Proses Belajar Mengajar
Bidang garapan Pertanyaan yang sering diaju
Perilaku guru -Jenis feedback apa yang diberikan oleh para guru
-Apakah perilaku guru mengajar di SD berbeda dengan
Guru di SMP atau SMU?
-Berapa lama waktu yang dihabiskan guru dalam berbagai
jenis aktivitas mengajar.
-Apa perbedaan perilaku mengajar dan melatih

Perilaku siswa
- metode mengajar apa yang paling efektif?
- Apakah siswa menyenangi danmenghargai
pendidikan j asmani?
- bagaimana siswa menghabiskan waktunya
dalaro pelajaran pendidikan jasmani?
- berapa banyak kesempatan belajar yang
baik diperoleh kelompok siswa pintar dan
kurang?
- bagaimana siswa berperilaku selarna
pelajaran Penjas?
 apa perbedaan guru dan pelatih yang efektif dan
tidak efektif?
- metode mengajar apa yang paling efektif?
- bagaimana guru pemula mengatasi masalah
yang muncul
Efektivitas guru
- dalaro mengajar Penjas pada tabun-tahun
pertanra?
- karakteristik apa yang membuat guru dan
pelatih menjadi
- lebih efektif?
- karakteristik apa yang membuat guru dan
pelatih menjadi
- masalah apa yang muncul pada guru yang
selaln mengajar
Masala-masalah
- juga melatíh?
guru
- bagaimana guru mengatasi kelephan mengaj
arnya
- tujuan-tujuan apa yang diharapkan oleh
gurunya terhada anak didiknya?
Kurikulum - bagaimana idealnya kurikulum Pendidikan
Jasmani9
-kenpa orang berpartisípasí dalaro Penjas?
-tujuan apa yang diperoleh guru dan mengajarnya?
-bagaimana sebaiknya fitness diprogramkan?
-basil apa yang diperoleh dan youth-sport programs?
Beberapa Penelítian di Bidang Pedagogi Olabraga
Meskipun Pedagogi Olahraga adalah bidang ilmu yang paling muda usianya
dibanding ilmu-ilmu lain yang berada dalam naungan Sport Science seperti: sport
psychology, sport sociology, kinesiology, motor learning, exercise physiology, dan
sport humanities (Síedentop, 1990), namun perkembangannya sangat pesat sekali.
Penemuan-penemuan yang merupakan basil dan penelitian-penelitian baik
yang bersifat deskriptif, eksperimen, maupun kualitatif telah memberikan
banyak sumbangan terhadap perkembangan disiplin tersebut.
Diantara banyak penelitian yang dilakukan dalam lingkup Pedagogi Olahraga,
beberapa diantaranya sebagai berikut. Anderson dan Baretta (1978) mengungkap
tentang aktivitas guru dan siswa dalam PBM Pendidikan Jasmani di sekolah-
sekolah, "What's going on in the gym". Síedentop, Tousignant, dan Parker (1982)
meneliti tentang Academic Learning Time-Physical Education (ALT-PE).
Zakrajsek, Darst, dan Mancini (1989) mengembangkan instrumen-instromen
observasi untuk keperluan penelitian dalam PBM Pendidikan Jasmani yang sampai
sekarang instrumen tersebut. Janmma, French, dan Horvak (1984); McKenzie dan
Wurzer (1988) meneliti tentang penggunaan teknik-teknik seperti: time out, behavior
games, dan contingency contracting secara teratur terhadap siswanya dalam rangka
mengembangkan manajemen dan disiplin siswa. Luke (1989) meneliti model pengajaran
Penjas yang memfokuskan pada manajemen kelas dan disiplin siswa. Canter (1976),
Sander (1989), dan Hí11(1990), mengembangkan model manajemen kelas dan
pembinaan disiplin assertif dalam PBM Pendidikan Jasmani yang sering disebut
sebagai model "Canters' Assertive Discipline". Penelitian untuk mengembangkan
aspek yang sama seperti di atas juga dilakukan oleh Siedentop (1994) dengan
istilah "sport education" dan Hellison (1995) dengan istilah "teaching
responsibility through physical activity" melalui penerapan konsep "levels of affective
development". Modelmodel pengajaran pendidikan jasmani seperti itu, sekarang
ini banyak digunakan di sekolah-sekolah dalam PBM Penjas di Amerika karena bisa
diterapkan (Graham, 1992.)
II. PEMBAHASAN DAN CROSCEK

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pusat Kesegaran Jasmani


Depdiknas beberapa tahun terakhir diperoleh informasi bahwa hasil pembelajaran
Penjas di sekolah-sekolah secara umum hanya mampu memberikan efek kebugaran jasmani
terhadap kurang lebih 15 persen dari keseluruhan populasi peserta didik (Ditjora, 2002).

Temuan yang diperoleh tersebut adalah, bahwa Kurikulum yang ada serba perilaku
motorik, tidak memasukkan unsur kognitif-reflektif, socio-motor dan afektif dalam ruang
lingkupnya; Terlalu melingkupi, seolah-olah semua materi “memungkinkan” untuk
diimplementasikan di sekolah tanpa memperhatikan kondisi dan kemampuan sekolah;
Berorientasi pada model kurikulum yang menekankan penguasaan teknik dasar dan
keterampilan olahraga. Dari segi pelaksanaan dapat ditemukan beberapa hal sebagai
berikut: Tidak terlihat adanya pengayaan pendekatan, gaya, metode, model serta strategi
pembelajaran; Penjas terperangkap oleh paradigma dan orientasi tunggal “Pembinaan Usia
Dini Pelatihan Olahraga;”Guru Penjas tidak lagi santun, tetapi lebih berwajah keras dan
relatif penuh “hardikan;”Proses belajar tidak lagi bersifat pengasuhan dan tugas ajar tidak
lagi berasas pada praktik pengembangan yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik atau developmentally appropriate practise (DAP) .

Tentu menjadi pertanyaan, mengapa mutu hasil pembelajaran penjas di Indonesia


bisa
sedemikian rendah? Apakah karena faktor guru yang juga kualitasnya rendah? ataukah
disebabkan faktor lain seperti sarana dan prasarana yang tidak memadai? Ataukah semua
kelemahan ini harus dialamatkan pada kurikulum yang tidak relevan, serta kurangnya
dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam hal pentingnya pendidikan jasmani?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Diperlukan penelusuran cermat
yang melibatkan berbagai alat telaah multidisipliner, baik yang melibatkan tinjauan dari
aspek filosofis, sosiologis, psikologis, budaya, ekonomi serta politik. Namun dalam wilayah
praksis, kita dapat mendekati permasalahan ini dalam hubungannya dengan kemampuan
guru dan kurikulum yang diberlakukan dalam program Penjas di Indonesia. Kemampuan
guru harus ditelusuri dari segi nilai acuan (value orientation) (Jewet and Bain, 1995)
mereka terhadap\ program yang menjadi tanggung jawabnya selama ini, sedangkan masalah
kurikulum dapat dikaji dalam kaitannya dengan kemampuan sebuah kurikulum sebagai
sebuah dokumen dalam memberikan keleluasaan kepada guru untuk melakukan interpretasi
dalam hal pelaksanaannya.

Jika kita berkaca pada perspektif sejarah, maka dapat dimaklumi bahwa kualitas
penjas di Indonesia dapat menjelma menjadi bentuknya yang sekarang. Menginterpretasikan
konteks sejarah perkembangan penjas dan olahraga nasional kita, dapat diduga bahwa telah
terjadi perubahan paradigma Penjas di masa lalu, yang terjadi pada tahun 60-an. Kala itu,
para founding fathers bangsa kita mencoba memanfaatkan olahraga sebagai alat strategis
dan sekaligus politis untuk keluar dari rasa rendah diri kolektif sebagai bangsa yang baru
merdeka setelah sekian abad terjajah dan terbodohkan secara sistematis. Keyakinan yang
berkembang adalah bahwa olahraga dapat menjadi bukti bahwa bangsa kita memiliki
potensi dan kemampuan yang sama dengan bangsa lain, yang ditunjukkan melalui bisa
berkiprahnya bangsa Indonesia dalam berbagai event olahraga regional dan internasional.

Dengan keyakinan tersebut, penjas di tingkat satuan pendidikan pun diubah


paradigmanya, bukan lagi sebagai alat pendidikan, melainkan dipertajam menjadi alat untuk
membantu gerakan olahraga sebagai penegak postur bangsa, agar lebih banyak lagi bibit-
bibit olahragawan yang bisa dipersiapkan. Akibatnya, seperti yang dapat kita saksikan
sekarang, Penjas kita lebih berorientasi pada prestasi olahraga daripada sebagai proses
sosialisasi dan mendidik anak melalui olahraga. Demikian kuatnya paradigma prestasi
olahraga dalam Penjas kita, sehingga dewasa ini paradigma tersebut masih kuat digenggam
oleh para guru Penjas. Dalam kondisi demikian, pembelajaran sering berubah menjadi
aktivitas yang dalam kategori Sue Bredekamp (1993) merupakan program yang
Undevelopmentally Appropriate Practice (UAP), padahal yang seharusnya berlangsung
adalah program yang Developmentally Appropriate Practice (DAP).

Dengan paradigma yang salah tersebut, program olahraga dalam pembelajaran pendidikan
jasmani lebih menekankan pada harapan agar program tersebut berakhir pada terpetiknya
manfaat pembibitan usia dini. Alasannya cukup jelas, karena landasan untuk mencetak
olahragawan unggul di kompetisi tingkat internasional merupakan satu-satunya alur pikir
yang sejalan dengan semangat revolusi besar Bung Karno. Pendeknya, penggunaan
olahraga di sekolah bukanlah dipandang sebagai alat pedagogis, melainkan lebih dihargai
sebagai alat sosialisasi olahraga kepada peserta didik.
Sebagai konsekuensinya, ruang lingkup pendidikan jasmani menjadi menyempit;
seolaholah terbatas pada program memperkenalkan anak pada cabang-cabang olahraga
formal, seperti olahraga permainan, senam, atletik, renang, serta beladiri. Akibat
lanjutannya, aktivitas jasmani yang tidak termasuk ke dalam kelompok olahraga (sport)
mulai menghilang, seperti tarian, gerak-gerak dasar fundamental, serta berbagai permainan
sederhana yang sering dikelompokkan sebagai low-organized games.
Dalam lingkup mikro pembelajaran, terjadi juga pergeseran cara dan gaya mengajar
guru, yaitu dari cara dan model pengasuhan serta pengembangan nilai-nilai yang diperlukan
sebagai penanaman rasa cinta gerak dalam ajang sosialisasi, berubah menjadi pola
penggemblengan fisik dan menjadikan anak terampil berolahraga. Umumnya, guru lebih
berkonsentrasi pada pengajaran teknik dasar dari cabang olahraga yang diajarkan
(pendekatan teknis), sambil melupakan pentingnya mengangkat suasana bermain yang bisa
menarik minat mayoritas anak (Light, 2004). Wajar jika guru melupakan anggapan dasar
bahwa penjas adalah untuk semua anak (Dauer and Pangrazy, 12th Ed. 2003), sehingga
tidak benar-benar dilandaskan pada prinsip pemberian tugas yang disesuaikan dengan
kemampuan anak atau DAP.

Hal lain yang juga turut terimbas oleh paradigma tadi adalah menghilangnya
suasana
pedagogis dalam pembelajaran Penjas. Penjas yang seharusnya menjadi wahana yang
strategis untuk mengembangkan self esteem (kepercayaan diri) anak, pada gilirannya justru
berubah menjadi ‘ladang pembantaian’ kepercayaan diri anak. Banyak bukti yang
mendukung alur pemikiran demikian, terutama ketika hakikat tentang bagaimana anak
belajar dalam psikologi belajar modern sudah semakin diyakini kebenarannya. Ketika guru
menggeser pola pembelajaran menjadi pola pelatihan, maka tugas gerak dan ukuran-ukuran
keberhasilannya pun bergeser menjadi keterampilan dengan kriteria yang formal, kaku, dan
tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Dalam kondisi tersebut, guru
hanya menetapkan satu kriteria keberhasilan, yaitu ketika gerakan yang dilakukan anak
sesuai dengan kaidah-kaidah teknik dasar yang sudah dibakukan. Hanya sedikit anak yang
biasanya mampu menguasai keterampilan dengan kriteria tersebut, sehingga anak yang lain
masuk ke dalam kelompok yang gagal. Akibatnya, dalam banyak proses pembelajaran, anak
akan lebih banyak merasakan pengalaman gagal daripada pengalaman berhasil (feeling of
success). Secara tidak disadari, profil guru Penjas pun berubah dari yang semula santun dan
bersifat mengasuh, bergeser menjadi profil keras dan angker serta menyepelekan
kepribadian anak (Mahendra, 2006). Banyak guru yang percaya bahwa pembelajaran
olahraga harus berlangsung dalam suasana keras, bahkan cenderung kasar, karena diyakini
termasuk upaya mendidik karakter yang kuat dan teguh. Celakanya, muncul pula
kecenderungan guru dalam memberi atribut atau julukan yang negatif pada anak dikaitkan
dengan kelemahan anak dalam hal gerak atau dengan kondisi fisik anak itu sendiri. Tidak
jarang, misalnya, guru menyebut anak dengan panggilan yang kurang pantas atau sebutan
lain yang jauh dari ‘membangkitkan’ self esteem.

Berdasarkan berbagai pernasalahan yang telah diuraikan di atas, maka upaya apa
dengan harapan dapat mengakomodir kepentingan peserta didik yang sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya, agar tujuan dari proses pembelajaran
pendidikan jasmani dapat memberikan pengalaman gerak yang sesuai (DAP) untuk
peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Berdasarkan study literatur yang
dilakukan oleh penulis adanya kesesuaian terhadap permasalahan dengan yang terjadi
melalui konsep yang akan dibahas berikut.

Keberadaan Pedagogi olahraga kini sudah cukup diakui dan diterima oleh
komunitas internasional olahraga yang dibuktikan dengan diselenggarakannya
program konferensi internasional oleh Aliance American for Health, Physical
Education, Recreation, and Dance (AAHPERD) dengan fokus kajian utamanya
adalah disiplin ilmu kurikulum dan pembelajaran. Keterkaitan antara
kurikulum dan pembelajaran dalam konteks pedagogi tersebut dapat diilustrasikan
seperti tertera pada gambar berikut
Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi :
gerak (movement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance),
kesehatan (health), dan waktu senggang (leisure time) untuk kesejahteraan hidup
manusia Haag (1994:3) dalam Suherman (2009:1), sedangkan menurut
Síedentop (1990) dalam Suherman (2009:3) mengemukakan sebagai berikut:
"sport pedagogy is the international label for the field known in the United States as
teacher education or curriculum and instruction. Sport pedagogy is the study of the
processes of teaching and coaching, of the outcomes of such endeavors, and of the
content of fitness, physical education, and sport programs." "pedagogi olahraga
merupakan label internasional untuk bidang yang dikenal di Amerika Serikat sebagai
pendidikan guru atau kurikulum dan pengajaran pedagogi olahraga adalah studi tentang
proses pengajaran dan pelatihan, dari hasil dari usaha-usaha tersebut, dan isi kebugaran,
pendidikan jasmani, dan program olahraga.
III. KESIMPULAN
Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi :
gerak (movement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance),
kesehatan (health), dan waktu senggang (leisure time) unruk kesejahteraan
manusia.

Pedagogi olahraga merupakan kunci keberhasilan proses belajar mengajar


olahraga karena pedagogi merupakan jembatan antara perilaku guru, siswa dan
hasil. Beberapa bidang garapan pedagogi olahraga diantaranya meliputi proses guru
dalam mengajar, siswa dalam belajar, isi pengalaman belajar, dan hasil yang
bersifat jagka pendek (short term) maupun jangka panjang (longterm). Temuan-
temuan dalam bidang pedagogi olahraga telah banyak member sumbangan terhadap
perkembangan kualitas proses dalam mengajar dan melatih olahraga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suherman, Adang (2009), Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan


Jasmani, CV. Bintang Warli Artika, Bandung.
2. Erink. E, Judith (1993) Teaching Physical Education for Learning, Scon
Edition Mosby, Sout Carolina.
3. Siedentop, Daryl (1991) Developing Teaching Skills in Physical
Education, Third Edition, London, Toronto, Mayfield Publishing
Company.
4. Abduljabar, B (2011) Modul Pedagogi Olahraga, Seri konsep dan Pend
Ekatan Pengajaran, Prodi PJKR, Jurusan Pendidikan Olahraga, FPOK
Universitas Pendidikan Indonesia.
5. Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan ,
Pusat Kurikulum, Naskah Akademik 2007.

Anda mungkin juga menyukai