Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ISU DAN KEBIJAKAN AKTUAL


MENGENAI OLAHRAGA

Disusun oleh :
Depi Kurniawan ( 21089026)
Eldi Nurhidyat (21089030)

Dosen pengampu :
Prof. Dr. Gusril, M.pd.

ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmatnya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini di buat untuk
memenuhi tugas mata pelajaran.Dalam makalah ini, penulis akan sedikit menjelaskan tentang
"Isu dan Kebijakan aktual olahraga" dengan segala permasalahannya.Penulis menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan di susun dalam berbagai keterbatasan. Maka
dari itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, sehingga
mendorong kami untuk bisa memperbaikinya.Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar.Penulis berharap makalah ini bermanfaat, khususnya
bagi penulis, dan umumnya bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan pemerintah dalam pembangunan olahraga merupakan salah satu pilar untuk
memelihara kesehatan dan kebugaran tubuh yang dapat mendukung produktivitas sumber
daya manusia. Pembangunan olahraga mencakup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi,
dan olahraga prestasi. Ketiga ruang lingkup olahraga ini dilakukan melalui pembinaan
dan pengembangan olahraga secara terencana, sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan,
yang dimulai dari pembudayaan dengan pengenalan gerak pada usia dini, pemassalan
dengan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup, pembibitan dengan penelusuran bakat
dan pemberdayaan sentra-sentra keolahragaan melalui sistem kompetisi, serta
peningkatan prestasi dengan pembinaan olahraga unggulan nasional sehingga
olahragawan andalan dapat meraih puncak pencapaian prestasi. Di samping itu olahraga
dapat pula membangun karakter dan jati diri bangsa melalui nilai-nilai sportivitas,
disiplin, dinamis, dan etos kerja keras. Prestasi olahraga dapat mengangkat harkat,
martabat dan kehormatan bangsa di mata dunia, mempererat persatuan dan kesatuan
bangsa, dan memperkokoh ketahanan nasional. Adapun kebijakan pemerintah dalam
pembangunan olahraga mengacu pada tiga konsep: (1) konsep tradisional; (2) konsep
house of sport; dan (3) konsep pembangunan olahraga aktual ala Inggris. Dengan kata
lain, pembangunan olahraga selain berperan dalam peningkatan derajat kesehatan dan
kualitas hidup masyarakat juga memiliki peran dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang sesuai dengan arah kebijakan dan rencana strategis dalam penentuan
skala prioritas pembangunan olahraga nasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud isu olahraga ?
2. Analisis kebijakan olahraga?
3. Analisis isu-isu aktual mengeni olahraga ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian isu dan secara umum.
2. Mempelajari kebijakan olahraga
3. Memahami peran isu-isu olaharaga

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Isu olahraga


Isu olahraga adalah masalah yang tertuju pada atlet, pelatih sarana dan prasana yang
ada di dalam olahraga. Masalah sarana dan prasana yang kurang memadai menjadi
faktor lain mengapa olahraga Indonesia belum mengalami kemajuan yang signifikan.
Kurangnya gedung indoor olahraga atau kualitas rumput lapangan sepak bola yang
kurang adalah beberapa contoh permasalahan kurang memadainya infrastruktur
olahraga di Indonesia.Hal yang harus di perbaiki dalam memajukan Olahraga di
Indonesia adalah :Ada beberapa halyang harus diperbaiki dalam mengelola olahraga
di Indonesia yaitu, dengan penanaman nilai,norma dan moral dalam berperilaku.
Kemudian Pengoptimalan penangan pemerintah dalam menangani permasalahan
olahraga sesuai dengan UU RI no. 3 2005 pasal BAB VIII tentangPengelolaan
Keolahragaan. Pengertian tersebut memberikan ruang bagi warga atau rakyat untuk
berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan, dan di sisi lain pemerintah
melakukan koordinasi dan memfasilitasi proses partisipasi tersebut. Upaya yang
dijalankan mencakup pembangunan dalam segala bidang, termasuk keolahragaan.
Kesadaran masyarakat untuk olahraga berkontribusi dalam pembangunan individu
dan masyarakat yang cerdas, sehat, terampil, tangguh, kompetitif, sejahtera, dan
bermartabat. Hal tersebut mengandung makna bahwa kedudukan olahraga penting
karena memiliki kompetensi yang tinggi dalam memengaruhi keberhasilan
pembangunan sektor lain terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan kehidupan masyarakatnya. Pada hakikatnya pembangunan
olahraga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan sekaligus merupakan kebutuhan
manusia. Di samping itu, pembangunan olahraga juga dijadikan sebagai alat untuk
memperlihatkan eksistensi bangsa melalui pembinaan prestasi yang setinggi-
tingginya.

B. Kebijkan Olahraga
Secara operasional pengembangan kebijakan olahraga di Indonesia semestinya
berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dimana perencanaan strategis yang
bersifat jangka panjang terlebih dahulu dirumuskan dengan baik. Olahraga telah
disetujui kehadirannya sebagai instrumen atau wahana dalam melakukan
perubahan sosial kemasyarakatan untuk perolehan hidup yang berkualitas (Bruening
et al., 2015). Rumusan perencanaan strategis harus bersifat komprehensif, terukur,
berjangka panjang, dan berkelanjutan. Tetapi dalam kenyataannya hal ini belum
terjadi dengan baik untuk kasus di Indonesia, yang ada masih dalam tataran mikro
bahwa perencanaan olahraga masih tidak sesuai dalam batas pemaknaan olahraga,
sehinggga pengembangan kebijakan olahraga masih ditujukan dalam rangka
mempersiapan berbagai kegiatan multievent olahraga nasional dan internasional. Di
beberapa negara maju, pembangunan dan kebijakan olahraga masuk dalam gagasan
perencanaan negara termasuk kota, seperti yang didefinisikan oleh Merlin dan Choay
(2009), ia menyarankan untuk mempertanyakan esensi kebijakan publik yang
bertindak dibalik logika perencanaan sambil memobilisasi pelaku bisnis, asosiasi,
populasi, dan administrasi (Roult & Machemehl, 2016).

Semangat otonomi dan desentralisasi mengatur pola hubungan antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah secara tegas antara hak, kewajiban, kewenangan,
dan tanggung jawabnya. Koordinasi dan hubungan vertikal antara pemerintah
pusat dan daerah, serta hubungan horizontal antar berbagai lembaga terkait baik
pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah dalam rangka pengelolaan,
pembinaan, dan pengembangan keolahragaan nasional ditegaskan secara detail.
Peran pemerintah dalam mengembangkan sekolah untuk mengintegrasikan
kegiatan olahraga selain pendidikan jasmani dan olahraga sebagai intrakurikuler,
adalah juga ekstrakurikuler, klub olahraga sekolah, kelas olahraga, dan sekolah
olahraga. Sistem pembiayaannya membutuhkan perencanaan jangka panjang dengan
lintas kelembagaan/kementerian dalam kebijakan pemerintah pusat disertai
dengan pengalokasian secara khusus dalam sistem pendanaan pembangunan di
daerah, baik pada pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuannya secara bertahap. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan
yang sifatnya ekstrakurikuler, klub olahraga sekolah dan sekolah olahraga
membutuhkan sistem kompetisi yang berjalan sepanjang tahun. Pembinaaan
olahraga masyarakat, fasilitas, ilmiah dan dukungan medis serta kompetisi yang
tepat. (Kidd, 2008). Oleh karena itu, integralisasi sistem kompetisi dari awal, junior,
senior dan elit atlet berlangsung secara simultan berbasis masyarakat dan
memerlukan kehadiran pemerintah dalam mengatur jalannya kompetisi
sebagaimana seharusnya (Gulbin, Croser, Morley, & Weissensteiner, 2013).
Dengan demikian sistem kompetisi yang melibatkan perkumpulan olahraga sekolah
sebaiknya menjadi bagian dalam sistem kompetisi olahraga secara menyeluruh,
baik lokal, nasional maupun internasional. Basis pembinaan olahraga yang
melibatkan kaum pelajar dalam sebuah perkumpulan memberikan dampak sosial
yang luar biasa, antara lain perbincangan besarnya manfaat terhadap
pengembangan kecakapan hidup seseorang sebagai akibat keterlibatannya dalam
olahraga. Pengembangan instrumennya mengandung komponen: kerja sama
(teamwork), penetapan tujuan (goal setting), pengelolaan waktu (time
management), keterampilan emosional (emotional skills), komunikasi
(communication), keterampilan sosial (social skills), kepemimpinan (leadership),
pemecahan masalah (problem solving), dan pengambilan keputusan (decision
making) (Cronin & Allen, 2017). Hal tersebut bertujuan menciptakan rencana
terpadu dan berkelanjutan mencapai tujuan keolahragaan nasional sebagai suatu
negara yang masyarakatnya maju, modern dan berbudaya, biasanya telah
menempatkan kegiatan olahraga sebagai bagian integral dalam kehidupan masyarakat
sehari-harinya, karena olahraga telah teruji signifikan pengaruhnya terhadap
pengembangan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat, di samping lebih jauh dari
itu bahwa olahraga sudah masuk dalam wilayah mengejar kemajuan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara, khususnya dalam melakukan perubahan sosial,
(Lyras & Welty Peachey, 2011; Bloodworth et al., 2012; Sherry, Schulenkorf, &
Chalip, 2015). Dalam sistem penyusunan kebijakan pembangunan olahraga, modal
olahraga bukanlah hal baru, akan tetapi sebagai proposisi teoritis yang holistik
dan koheren, modal olahraga dapat memberi lensa baru pada perilaku olahraga dan
faktor penentu yang diyakini berpotensi membuka kunci wawasan dan
pemahaman yang lebih baik tentang fenomena tertentu, yaitu bahwa olahraga pada
gilirannya akan memberikan sebuah dasar untuk intervensi kebijakan publik yang
lebih efektif (Rowe, 2014).

Kebijakan, pendukung, dan strategi merupakan tiga ilar utama yang harus dipenuhi
agar pembangunan olahraga dapat memenuhi ekspektasi yang telah ditetapkan
dalam UU SKN Nomor 3 Tahun 2005. Kebijakan dalam hal ini adalah
meletakan isu pembangunan keolahragaan sebagai salah satu isu prioritas utama
dalam formasi kebijakan pembangunan secara umum termasuk menyediakan payung
hukum atau regulasi yang mengatur landasan konseptual, strategi, tata kelola, dan
distribusi wewenang dan tanggung jawab anat pemangku kepentingan di sektor
olahraga termasuk postur anggaran yang dialokasikan. Kebijakan pemerintah
masuk dalam lingkup seputar konsep pembangunan melalui olahraga guna
membangun kemajuan negara berdasarkan nilai-nilai dan spirit olahraga di
samping menegakkan budaya olahraga yang kuat (Yamamoto, 2012; Ha, Lee, & Ok,
2015; and Park, Lim, Park, & Lim, 2016). Pendukung adalah manajemen bina
prestasi yang mampu membangun dan mengelola siklus dan integrasi antar masing-
masing badan atau organisasi yang bertanggung jawab pada ruang lingkup
keolahragaan dari mulai olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, samapai dengan
olahraga presatsi. Strategi sebagai upaya untuk mengatur tentang pendistribusian
pembinaan cabang olahraga tertentu yang berbasis pada potensi kedaerahan
sehingga mampu menyederhanakan struktur dan postur pembiayaan kegiatan dan
kesinambungan program karena keterbatasan anggaran. Perencanaan strategis pada
umumnya ditetapkan jauh sebelumnya, bersandarkan pada peraturan perundang-
undangan, baik yang sifatnya jangka panjang, jangka menengah maupun jangka
pendek, dan hal itu mengingatkan untuk mencegah ketidakadilan sehingga diperlukan
penguatan administrasi dan tata kelola pemerintahan agar dapat dirumuskan
perencanaan pembangunan yang sistematis dan terpadu (Binns & Nel, 2002). Dalam
perspektif ekonomi dan bisnis guna meraih hasil yang baik perlu mengatasi kualitas
secara terstruktur dan berjangka panjang, hal tersebut akan menjadi mudah
dilaksanakan manakala semua program yang akan dijalankan tertuang dalam
perencanaan strategis yang sifatnya komprehensif dengan menampakan keunggulan
yang berkelanjutan (Sandholm, 2005).

Pembangunan keolahragaan memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mencapai


kualitas keberhasilan yang berkelanjutan (suistainable development goals)
melingkupi olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi secara
proporsional, sehingga tercipta interaksi sinergis yang berlangsung secara
sistematis, berjenjang, berkelanjutan melalui tahap pembudayaan, pemasaalan,
pembibitan, dan peningkatan prestasi hingga sampai pada puncak prestasi yang
membentuk bangunan piramida sistem pembinaan dan pengembangan
keolahragaan nasional. Sport Development Index (SDI) atau bisa diterjemahkan
sebagai Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) sebagai istilah dalam metode
pengukuran untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga yang mana
sebagai suatu proses membuat manusia memiliki banyak akses untuk melakukan
aktivitas fisik. Dijelaskan lebih lanjut Cholik dan Maksum (2007:7) “SDI adalah
indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga
berdasarkan empat dimensi dasar yang terukur: (1) ruang terbuka yang tersedia
untuk olahraga; (2) sumber daya manusia atau tenaga keolahragaan yang terlibat
dalam kegiatan olahraga; (3) partisipasi warga masayrakat untuk melakukan olahraga
secara teratur dan; (4) derajat kebugaran jasmani yang dicapa oleh masyarakat.
Setelah secara teoritis banyak ditemukan makna olahraga yang begitu dalam dan luas,
kemudian disandingkan dengan hasil diskusi terbatas, diperoleh catatan penting
bahwa kebermaknaan olahraga telah disetujui pergeserannya dari hanya sekedar
aktivitas jasmani untuk tujuan pendidikan, kesehatan, pengisian waktu senggang,
termasuk perolehan keterampilan menjadi beriringan dengan perolehan kualitas
hidup yang sehat, maju dan berbudaya, baik dalam konteks hidup secara
pribadi, kehidupan sosial kemasyarakatan, maupun berkehidupan berbangsa dan
bernegara. Kenyataan ini telah cukup kuat mengubah paradigma berpikir konsep
pembangunan olahraga Indonesia menjadi pembangunan Indonesia melalui
olahraga seiring dengan yang telah menjadi isu besar sport for development and peace
(SDP) di banyak negara di dunia (Kidd, 2008). Akhir-akhir ini telah banyak
dijadikan bahan pijakan bahwa olahraga dapat menjadi arena dalam
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dimana empat hal menjadi dasarnya,
yaitu bahwa setiap kegiatan olahraga memiliki konsep, prinsip, taktik, dan strategi,
keempat hal tersebut tergambarkan dalam elemen-elemen penting di dalamnya,
yaitu: peristiwa mengingat, mengerti, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
dan menciptakan (Humphries, 2017). Sport for Development and Peace (SDP)
menawarkan pendekatan praktis bagaimana program olahraga dapat
dikonseptualisasikan dan diorganisasikan sebagai bagian dari pendekatan holistik
terhadap pembangunan dan bukan hanya instrumennya (Darnell & Dao, 2017).
Olahraga untuk pengembangan dan perdamaian (SDP) adalah bidang aktivitas yang
berkembang pesat dimana olahraga digunakan sebagai alat intervensi untuk mengejar
sasaran sosial yang lebih luas dan tidak hanya tujuan olahraga itu semata
(Giulianotti, Hognestad, & Spaaij, 2016). Sedangkan unsur-unsur lainnya, seperti
pentingnya penerapan sport science, penelitian dan pengembangan, telaah
keberbakatan, pengembangan sumber daya pendukung, akreditasi sistem
pembinaan dan pengembangan, pengembangan sukarelawan olahraga, penguatan
sport governance, pengembangan asosiasi keolahragaan, pengembangan olahraga
disabilitas, pengembangan keahlian kelembagaan pendidikan akademik, profesi
dan vokasi, dan tradisional sport, sponsorsif, akan masuk di dalam prioritas tiga
fokus utama tersebut di atas sehingga akan seiring sejalan dan terumuskan dalam
dokumen perencanaan pembangunan olahraga jangka panjang. (Ma’mun, 2014).
C. Analisi isu-isu aktual mengenai olahraga
Dewasa ini olahraga telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Terutama untuk olahraga kompetitif secara umum akan menjadikan
kemenangan sebagai tujuan, sehingga hal itu yang sering menjadi persoalan dalam
dunia olahraga. Sikap yang menekankan pada kemenangan biasanya kurang
memperhatikan aspek-aspek norma dan moral. Karena dalam benak atlet yang
terbayang adalah popularitas diri. Kalah berarti dicaci dan menang berarti dipuji. Oleh
karena itu setiap bertanding harus dan harus selalu memenangkannya. Padahal dalam
pertandingan atau perlombaan ujung-ujungnya harus ada yang menjadi pemenang dan
ada juga yang kalah. Prinsip harus selalu menjadi pemenang dalam pertandingan
termasuk pada paradigma masyarakat kapitalis. Mereka cenderung mengedepankan
sikap yang berbau materi dan popularitas. Karena nilai-nilai ini sudah menjadi
pendorongnya, maka biasanya mereka kurang memperhatikan aspek kejujuran dalam
meraih kemenangan tersebut. Bahkan akan cenderung menghalalkan segala cara,
manakala tim atau atletnya dalam posisi yang kurang menguntungkan. Sedangkan
dalam paradigma masyarakat liberal, keinginan untuk meraih kemenangan tidak
terlalu berlebihan bahkan mereka lebih cenderung menjadikannya sebagai bentuk
untuk membangun sikap kerjasama (kooperasi), mempererat hubungan persahabatan,
dan menjalin perdamaian diantara mereka. Masyarakat liberal umumnya ingin hidup
lebih bebas tidak terikat dengan adanya aturan-aturan yang mengikat kebebasannya.
Sehingga dalam konteks olahragapun mereka lebih menyukai permainan yang bisa
melepaskan stress dan memiliki kandungan sosialnya yang tinggi. Dari kedua paham
tersebut tampak adanya perbedaan yang mencolok dalam menjadikan olahraga
sebagai pola hidup mereka. Walaupun demikian, kita dapat memilah dan memilih
kedua paradigma tersebut dalam pengembangan olahraga yang sehat. Sebenarnya
yang menjadi kata kunci dari persoalan yang menyangkut isu etika dalam olahraga
adalah sikap yang terlalu berlebihan untuk meraih kemenangan dalam sebuah
pertandingan atau kompetisi. Situasi kompetisi dalam olahraga biasanya mendorong
kita untuk melanggar aturan permainan, berbuat curang, sikap ingin melukai orang
lain, dan secara umum melakukan segala sesuatu demi kemenangan. Padahal
kemenangan itu akan menjadi suatu kewajaran manakala kita berbuatnya dengan cara
yang lebih simpatik. Bahkan untuk dapat mempertahankan kemenangan berkali-kali
itu sangat mungkin. Jadi yang menjadi sumber dalam persoalan etika dalam olahraga
adalah ciri-ciri “sikap yang berlebihan (overemphasis)” dalam memenagkan sebuah
pertandingan atau kompetisi.

Para pendukung olahraga kompetitif sering mengagung-agungkan bahwa dimensi


kompetitif memiliki pengaruh yang positif bagi atlet. Olahraga kompetitif dapat
mengembangkan semangat bersaing (spirit kompetitif), dan dapat mengembangkan
sikap berkeinginan untuk menang. Olahraga kompetitif dapat mengajarkan pada kita
mengenai nilai-nilai kerja keras, pengorbanan, persiapan yang matang dalam meraih
tujuan. Olahraga kompetitif juga dapat mengajarkan pada kita untuk dapat bersaing
secara adil, mampu bersikap jujur dalam menegakkan aturan, dapat menjadikan kita
sebagai pemenang yang simpatik dan dapat menjadi orang yang mau menerima
kekalahan secara baik. Untuk meyakinkan bahwa olahraga kompetitif merupakan
sesuatu yang mengagumkan, maka sesuatu itu harus didorongkan kepada penerus kita,
dan juga kita yakini secara seksama. Artinya, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
olahraga kompetitif tidak hanya sekedar slogan belaka, namun harus benar-benar
dapat diimplementasikan dan dipelihara agar eksistensinya tetap terjaga. Walaupun
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam olahraga kompetitif itu mengagumkan, tetapi
ada sebagian orang yang berpandangan negatif terhadap olahraga kompetitf tersebut.
Terutama saat mereka melihat kejadian yang menimpa para atlet muda banyak yang
menggunakan doping (anabolic steroid) yang berlebihan sehingga berdampak buruk
bagi kesehatan mereka sendiri. Apabila para atlet muda tersebut tidak diilhami dengan
“semangat bersaing atau spirit kompetitif” tentunya keadaan yang tidak mengenakkan
tersebut akan selalu menghantui setiap kali mereka harus bertanding. Oleh karena itu
peranan “orang-orang terdekatnya” (baik pelatih maupun keluarganya) sangat besar
agar atletnya dapat bersaing secara jujur.

Untuk isu yang ketiga dalam masalah etika dalam olahraga, penulis menyorotinya
pada hal-hal yang lebih spesifik yang tidak pernah muncul apabila olahraga tidak
memberikan kepastian dalam konteks menuju kemenangan yang terkadang berlebihan
dalam olahraga kompetisi, atau alienasi pada sisi lainnya. Mari kita mencoba untuk
mempertimbangkan sebuah persoalan yang menjadi isu nasional dewasa ini.
Persoalan itu menyangkut penggunaan obat terlarang (doping) seperti anabolic steroid
pada atlet yang bertujuan untuk meningkatnya performance secara tidak jujur.
Penggunaan obat terlarang pada atlet hampir terjadi pada semua level, mulai dari atlet
amatir sampai pada atlet profesional. Doping adalah penggunaan obat terlarang atau
substan lainnya secara ilegal untuk meningkatkan prestasi atlet. Diawali dengan
membuat beberapa perbedaan penting yang akan membantu kita dalam memahami
secara khusus mengenai isu etika dengan melibatkan penggunaan obat terlarang
dalam olahraga (doping). Pertama kali kita harus mencatat bahwa masalah yang
tengah gencar dibicarakan saat ini mengenai obat terlarang dalam olahraga mendapat
tempat di dalam konteks sosial dan menjadi kepedulian nasional pada lingkup
masyarakat yang lebih luas. Alasan mengapa para atlet seharusnya atau tidak
seharusnya untuk menghindari obat-obatan terlarang menjadi kontroversi dalam dunia
olahraga. Masalahnya sudah banyak atlet yang menggunakan obat-obatan terlarang
performancenya menjadi meningkat. Hal ini dikarenakan ukuran otot dan kekuatan
otot meningkat sebagai akibat rangsangan yang sangat cepat dari obat-obatan tersebut,
namun dampaknya kesehatan atlet menjadi terganggu bahkan yang lebih fatal lagi
adalah dapat menimbulkan kematian. Dahulu tidak ada larangan mengenai
penggunaan obat-obatan terlarang, namun pada saat sekarang penggunaan obat-obat
terlarang telah dinyatakan dilarang (ilegal), baik oleh IOC (International Olympic
Commitee), NCAA, liga olahraga profesional, dan organisasi olahraga formal di
setiap negara. Alasan larangannya adalah terlalu beresiko bagi kesehatan atlet,
bertanding secara tidak fair, tidak natural, dan ini merusak citra semangat sportivitas
dalam berolahraga. Padahal dalam kegiatan olahraga sangat dibutuhkan perilaku yang
adil dan jujur. Oleh karena itu sangat tepat bila penghargaan diberikan kepada para
pelaku olahraga apabila dapat menunjukkan perilaku yang terpuji yang terkandung
dalam konsep fair play yang dikemukakan oleh Lutan (2001), “setiap pelaksanaan
olahraga harus ditandai oleh semangat kebenaran dan kejujuran, dengan tunduk
kepada peraturan-peraturan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembangunan olahraga dirumuskan melalui sistem pengelolaan, pembinaan, dan
pengembangan keolahragaan nasional yang diatur dengan otonomi lokal guna
mewujudkan kemampuan dan memaksimalkan potensi lokal dan memberikan ruang
bagi masyarakat untuk secara mandiri berpartisipasi dalam pengembangan kegiatan
keolahragaan. Pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
secara tegas antara hak, kewajiban, kewenangan, dan tanggung jawabnya.
Koordinasi dan hubungan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, serta
hubungan horizontal antar berbagai lembaga terkait baik pada tingkat pusat maupun
pada tingkat daerah. Kebijakan yang dijalankan bersumberkan dari perencanaan
yang menyeluruh, terstruktur, terukur,, berjangka waktu panjang, dan
berkelanjutan. Dalam hal ini adalah meletakan isu pembangunan keolahragaan
sebagai salah satu isu prioritas utama dalam formasi kebijakan pembangunan
secara umum termasuk menyediakan payung hukum atau regulasi yang mengatur
landasan konseptual, strategi, tata kelola, dan distribusi wewenang dan tanggung
jawab anat pemangku kepentingan di sektor olahraga termasuk postur anggaran yang
dialokasikan. Visi, misi, strategi, arah kebijakan, dan program yang dirumuskan
dalam perencanaan pembangunan olahraga jangka panjang menempatkan substansi
olahraga sebagai instrumen pembangunan dengan capaian pembangunan olahraga
dari development of sport menjadi development through sport.

1. Lebih menekankan pada kemenangan (The Overemphasis on Winning).


Sikap yang berlebihan demi suatu kemenangan adalah ciri yang sering muncul pada
situasi kompetisi dalam olahraga. Situasi ini dapat mendorong kita untuk melanggar
aturan permainan, berbuat curang, sikap ingin melukai orang lain, dan menghalalkan
segala cara demi suatu kemenangan. Jadi isu etika ini perlu mendapat perhatian yang
serius melalui penetapan aturan permainan yang jelas untuk melindungi atlet.

2. Kompetisi, Alienasi (perselisihan), dan Olahraga (Competition, Alienation, and


Sport).
Secara empiris dalam banyak contoh, kegiatan olahraga dalam suatu kompetisi lebih
berpengaruh untuk menumbuhkan persahabatan daripada alienasi (perselisihan).
Alienasi bukan konsekuensi yang secara almiah muncul karena olahraga kompetisi,
tetapi karena telah terjadi “kerusakan (defective mode)”, saat olahraga kompetisi
tersebut dilangsungkan. Alienasi jarang terjadi apabila olahraga kompetisi tersebut
berjalan dengan lebih baik, yang terjadi justru akan melahirkan nilai-nilai
persahabatan. Oleh karena itu, kompetisi dan alienasi dalam olahraga telah ditetapkan
sebagai isu etika dalam olahraga.

3. Obat Terlarang dalam Olahraga (Doping). Penggunaan doping dalam dunia


olahraga menjadi persoalan yang sangat kompleks. Masih banyak jenis obat terlarang
lainnya yang belum terdeteksi oleh alat yang tersedia, sehingga atlet yang
menggunakan obat-obatan tersebut

B. Saran
Dari beberapa hal diatas saya berependapat bahwa isu dan kebijakan aktual mengenai
olahraga dapat berdampingan/sejajar dengan olahraga, dimana saya memandang dari
beberapa materi diatas yaitu, isu dan kebijakan aktual mengenai olahraga yang benar
akan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap pendidikan anak secara
keseluruhan. Hal ini yang di peroleh dalam isu dan kebijakan dan olahraga adalah
perkembangan yang sangat lengkap.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, Ateng. (1997). Epistimologi Ilmu Keolahragaan. FPOK IKIP
Jakarta.

Calhoun, Donald W. (1987). Sport, Culture, and Personality. Champaign,


Illinois,: Human Kinetic.

Hyland, Drew A. (1990). Philosophy of Sport. Paragon House, New York.

Parkhouse, Bonnie L. (1996). The Management of Sport : Its Foundation and


Application. Mosby-Year Book, Inc.

Rusli Lutan. (2001). Olahraga dan Etika Fair Play. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.

Singgih D. Gunarsa, dkk. (1987). Psikologi Olahraga : Teori dan Praktik. BPK
Gunung Mulian, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai