Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

PEMBEBANAN LATIHAN

Dosen Pengampu :

Drs. Maidarma, M.Pd

Di Susun Oleh

RIFAN HERNANDO

(21087059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA

FAKULTAS ILMU KEOLAHRGAAN

UNIVERSITAS NEGRI PADANG

2021
A. Rasional

Prestasi puncak (Top Performance) seorang atlet diraih melalui suatu proses
latihan yang panjang yang dilakukan secara terprogram, sistematis, terarah dan
berkesinambungan sesuai dengan olahraganya. Proses latihan merupakan
rangkaian kegiatan fisik dan psikis (mental) yang dilakukan oleh atlet di bawah
bimbingan pelatih untuk tujuan meningkatkan dan mempertahankan prestasi
atlet. Hal ini berarti bahwa kualitas pelatih sangat menentukan keberhasilan
proses latihan atlet.

Pelatih yang berkualitas adalah pelatih yang memiliki kemampuan melatih yang
ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai
dengan cabang olahraga yang dibinanya. Melatih tidak hanya cukup dengan
mengandalkan keterampilan saja, akan tetapi harus didukung oleh pengetahuan
khususnya pengetahuan kepelatihan dan begitupun sebaliknya. Oleh karena itu
yang ideal adalah penggabungan keduanya.

Pengetahuan kepelatihan yang harus dikuasai pelatih sekurang-kurangnya


mencakup pengetahuan tentang potensi atlet, latihan (training) dan kompetisi.
Salah aspek mendasar yang berkaitan dengan pengetahuan latihan yang harus
dikuasai oleh para pelatih adalah pengetahuan tentang pembebanan latihan
(trainingsload). Diharuskan karena pembebanan latihan merupakan aspek
terpenting dalam latihan yang menentukan keberhasilan latihan yang dilakukan,
atau dengan kata lain, berhasil atau meningkat tidaknya komponen/unsur yang
dilatih sangat ditentukan oleh fakor pembenanan ini. Oleh karena begitu
pentingnya faktor ini, maka setiap pelatih maupun atlet harus memahaminya.
Sebenarnya pengetahuan ini tidak hanya untuk pelatih dan atlet, tetapi perlu
bagi semua orang yang melakukan latihan olahraga dalam rangka meningkatkan
kualitas atau kemampuan fisiknya.

Dalam pembinaan prestasi olahraga khususnya, masih banyak ditemukan


pelatih yang tidak memahami faktor pembenanan latihan ini dengan jelas.
Berdasarkan pengalaman dan keterlibatan penulis di KONI daerah Propinsi
Sumatera Barat mengamati langsung persiapan menghadapi PON, terlihat
bahwa banyak pelatih yang tidak memahami dengan jelas bagaimana mengatur
(mendosis) beban latihan yang diberikan kepada atlet secara tepat (efektif)
sesuai dengan tujuan/sasaran latihan. Masih banyak pelatih yang memberikan
latihan tanpa pengaturan (dosis) beban yang jelas. Misalnya, latihan untuk
meningkatkan kemampuan power otot diberikan dengan pembebanan kekuatan
maksimal atau dengan pembebanan dayatahan otot (muscle endurance). Selain
itu, latihan yang seharusnya untuk meningkatkan kemampuan dayatahan
anerobik dilatih dengan pembebanan latihan dayatahan erobik atau sebaliknya.
Masih banyak lagi bentuk-bentuk kesalahan pengaturan beban latihan lainnya
untuk tujuan yang berbeda. Dari pengamatan penulis terkesan bahwa mereka
belum memahami sebenarnya mana yang dikatakan intensitas, mana volume,
mana interval dan lain sebagainya. Penulis berkeyakinan bahwa kondisi yang
sama juga terdapat di daerah lain dan tidak tertutup kemungkinan juga
ditemukan dalam pembinaan prestasi tingkat nasional.

Mungkin saja secara teroretis mereka memahami istilah-istilah pembebanan


latihan tersebut, karena mereka pada umumnya telah memiliki sertifikat pelatih
nasional. Artinya, mereka layak dan dapat dipercaya menjadi pelatih suatu
cabang olahraga tertentu. Namun secara aplikatif di lapangan mereka banyak
mengalami kesulitan, karena aplikasi pengaturan beban latihan yang diberikan
kepada atlet menuntut pemahaman komprehensif terhadap berbagai aspek
latihan lainnya seperti pemahaman tentang aspek yang dilatih, materi latihan,
metode latihan, aspek fisiologi latihan dan lain sebagainya.

Pemberian beban latihan yang salah atau kurang tepat kepada atlet dapat
berakibat tidak meningkatnya prestasi atlet, bahkan bisa lebih fatal lagi terjadi
over training yang dapat menurunkan prestasi atlet. Oleh karena itu kesalahan
pemberian dan pengaturan beban latihan harus dihindari oleh para pelatih
maupun atlet. Kesalahan pembebanan latihan tidak hanya berimplikasi terhadap
prestasi, tetapi juga berimplikasi terhadap aspek lainnya seperti pemborosan
tenaga, waktu dan lain-lain.

Dalam kaitan itu, tulisan ini mencoba menjelaskan secara sistematis tentang arti
dan jenis beban latihan, karakteristik atau ciri-ciri beban latihan. Diharapkan
tulisan ini ada manfaatnya bagi pembinaan prestasi olahraga di tanah air
umumnya dan khususnya para pelatih dan atlet untuk mengoptimalkan proses
latihannya.

B. Arti Beban Latihan dan Jenisnya

Beban latihan (Trainingsbelastung) adalah bentuk karakteristik tuntutan yang


diberikan kepada atlet dalam latihan (Rothig at.al, 1983). Sementara Letzelter
(1978) mendefinisikan beban latihan sebagai seluruh efek latihan yang terjadi
karena rangsangan luar dan rangsangan dalam. Dari kedua pendapat ini dapat
dijelaskan bahwa beban latihan merupakan segala bentuk tuntutan dan
rangsangan yang diberikan kepada atlet dalam latihan yang dapat menimbulkan
efek latihan (Trainingseffects). Tuntutan dan rangsangan yang dimaksud bisa
dalam bentuk tuntutan dan rangsangan fisik dan bisa juga dalam bentuk
rangsangan psikis (mental). Dalam bentuk fisik misalnya melakukan bentuk-
bentuk latihan, baik dengan menggunakan beban tambahan seperti barbell,
dumble atau beban tubuh sendiri seperti lari, loncat dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bentuk tuntutan psikis adalah segala sesuatu yang bersifat non
fisik yang dapat dapat mempengaruhi atlet secara psikologis seperti beban
fikiran, beban perasaan, stress dan lain sebagainya.

Beban latihan dapat dibedakan atas beban luar dan beban dalam di satu sisi, dan
beban fisik dan beban psikis di lain sisi. Namun yang lebih populer dibahas
dalam teori training adalah pengelompokkan yang pertama yaitu beban luar
(outer loads) dan beban dalam (inner loads), meskipun pada prinsipnya cukup
sulit membedakan antara keduanya. Beban luar ditentukan oleh bentuk-bentuk
latihan yang berkaitan dengan intensitas, volume, interval, durasi dan frekuensi
beban (Rothig & Grossing, 1985). Kelima faktor inilah yang merupakan
karakteristik atau ciri pembebanan latihan yang akan dijelaskan pada bagian
berikutnya. Beban luar dapat merangsang timbulnya beban dalam, yang
diartikan sebagai efek-efek pembebanan terhadap atlet dalam bentuk perubahan-
perubahan fungsi organisme tubuh. Perubahan-perubahan fungsi tersebut terjadi
secara fisiologis, morphologis dan biokemis.
Jonath dan Krempel (1981) mengemukakan bahwa beban dalam tergantung dari
keadaan fisik dan psikis, fasilitas dan alat, kondisi iklim dan cuaca, pasangan
latihan, sikap, faktor sosial. Dapat dikemukakan bahwa semakin baik
kemampuan adaptasi atlet terhadap pembebanan, fasilitas latihan dan
pertandingan, terhadap iklim dan cuaca, maka makin baik pula kemampuan
beban dalam atlet.

Beban dalam pada prinsipnya ditimbulkan oleh beban luar yang membawa
perubahan-perubahan secara psikologis dan fisiologis. Salah satu indikator
perubahan akibat pengaruh beban luar terhadap beban dalam adalah terjadinya
perubahan denyut nadi. Peningkatan denyut nadi tidak hanya disebabkan oleh
pembebanan secara fisik, tetapi juga disebabkan beban psikis.

C. Karakteristik (Ciri) Beban Latihan

Dari beberapa literatur yang penulis baca, ada beberapa istilah yang digunakan
untuk karakteristik beban latihan ini. Bompa (1983), dalam bukunya “Theory
and Methodology of Training “ menyebutnya The Component of Training. Pada
bukunya yang lain “Periodization” disebutnya Variabel of Training (Bompa,
1999). Dari kedua buku Bompa ini tidak terlihat penggunaan kata beban latihan
(Trainingsload), akan tetapi membicarakan tentang intensitas, volume, densitas,
kompleksitas, durasi, jarak, repetisi dan frekuensi. Selain itu Bompa tidak
konsisten menggunakan istilah, meskipun yang dibahas hampir sama.
Sementara pada literatur Jerman yang banyak penulis gunakan sebagai rujukan,
karakteristik atau ciri beban latihan disebutnya “Belastungsnormative” (Norma
atau Aturan Pembebanan) dan mereka konsistensi menggunakan istilah tersebut,
meskipun ditulis oleh orang yang berbeda.

Terlepas dari perbedaan penggunaan istilah tersebut, penulis menggunakan


istilah yang berbeda dari semuanya itu, karena penulis beranggapan bahwa
untuk memahami hakikat beban latihan perlu penggunaan istilah yang mudah
dimengerti (komunikatif). Oleh karena itu penulis akan selalu menggunakan
istilah Ciri-Ciri Beban Latihan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya.

Ciri-ciri beban latihan menurut Letzelter (1978) terdiri dari; 1) intensitas beban,
2) volume beban, 3) interval beban, 4) durasi atau lama beban, dan 5) frekuensi
beban. Kelima ciri ini pada prinsipnya saling berkaitan satu sama lain dan itulah
yang merupakan inti pemahaman tentang pembebanan latihan. Selain itu tidak
semua ciri ditemukan pada setiap pembebanan latihan, karena kadangkala pada
suatu pembebanan ditemukan ciri yang sama.

1. Intensitas beban

Intensitas beban diartikan dengan tinggi rendahnya atau kuatnya beban atau
rangsang (stimulus). Intensitas beban menunjukkan kuatnya beban selama
pelaksanaan suatu latihan dalam satuan waktu. Menurut Rothig dan Grossing
(1985), secara kuantitatif intensitas beban dapat ditentukan berdasarkan
indikator-indikator:
a. Kecepatan dalam meter / detik

b. Frekuensi gerakan

c. Berat beban yang diangkat/degerakkan

d. Tinggi atau jauhnya lompatan

e. Tempo permainan/pertandingan (dalam cabang olahraga permainan).

Bompa (1983), mengatakan bahwa tingkat intensitas dapat diukur sesuai dengan
tipe atau bentuk latihan. Untuk latihan kecepatan diukur dalam meter/detik dari
pelaksanaan suatu gerakan, sedangkan intensitas aktivitas mengatasi beban
dapat diukur dalam kilogram (kg), sementara untuk olahraga tim berdasarkan
irama atau tempo permainan.

Di samping itu, secara kualitatif intensitas beban juga dapat ditentukan


berdasarkan frekuensi denyut nadi dan prosentase dari kemampuan maksimal
yang dimiliki. Dalam kaitan ini Martin (1977) mengemukakan 5 (lima)
tingkatan intensitas sebagai berikut:
Tabel : Tingkatan Intensitas (Martin, 1977).

Tingkatan Intnesitas

Prosentase dari Kemampuan Maksimal

Frekuensi Denyut Nadi Permenit

Rendah Sekali

Rendah

Sedang

Submaksimal

Maksimal

30 –50 %
50 – 60 %

60 – 75 %

75 – 85 %

85 – 100 %

130– 140kali/menit

140 – 150

150 – 165

165 – 180

180 ke atas
Menurut Hollmann dalam Letzelter (1978), daerah pengaruh (efek) intensitas
beban tergantung dari tingkat kemampuan. Untuk pemula intensitas beban
dalam latihan kekuatan maksimal cukup 30 %, tetapi bagi atlet berprestasi
tinggi (top atlet) intensitas di bawah 70 % tidak akan menghasilkan peningkatan
prestasi. Selain itu dikemukakannya, pada lari jarak jauh, intensitas beban atau
rangsang harus mencapai minimal frekuensi denyut nadi 130 kali / menit.

Bila intensitas beban kecil atau berada sedikit di atas ambang rangsang, maka
efek latihan terjadi lambat, tapi mendasar. Hal ini terutama disebabkan oleh
volume yang besar. Sebaliknya, intensitas beban yang tinggi membawa kesuatu
peningkatan prestasi yang cepat, tetapi labil. Intensitas beban latihan yang tinggi
perlu dalam latihan kekuatan dan kecepatan, intensitas sedang dan rendah perlu
dalam latihan dayatahan. Bila terjadi kombinasi kemampuan seperti dayatahan
kekuatan (strength endurance) atau dayatahan kecepatan (speed endurance),
maka intensitas beban berada di tengah (sedang).

2. Volume Beban

Volume beban menurut Rothig dan Grossing (1985) menunjukkan jumlah


isi/materi latihan secara kuantitatif yang dapat dipantau melalui indikator
sebagai berikut:

a. Jumlah pengulangan

b. Jumlah jarak yang ditempuh

c. Jumlah beban yang diangkat

d. Jumlah waktu yang digunakan.


Bompa (1999) mengemukakan bahwa volume terdiri dari durasi, jarak
(dinstance) dan repetisi. Pada latihan lari jarak jauh, yang dikatakan volume
beban adalah jarak yang ditempuh dan dinyatakan dalam kilometer (km) dan
meter. Pada latihan yang menggunakan metode interval, volume beban adalah
produk dari frekuensi dan lama atau durasi beban dan dinyatakan dalam km atau
dalam satuan waktu (menit, detik, jam).

Pada latihan kekuatan dinyatakan dalam kg atau ton. Volume beban dalam
latihan kekuatan adalah produk dari intensitas dan frekuensi beban. Jika atlet
berlatih kekuatan (contoh latihan Leg Press) sebanyak 5 set dengan 4 kali
ulangan a’ 100 kg, maka volume beban berjumlah 2 ton atau 2000 kg. Artinya,
untuk menyelesaikan latihan leg press tersebut atlet telah mengangkat beban
sejumlah 2000 kg.

Pada latihan sirkuit kekuatan misalnya, volume beban dapat dihitung


berdasarkan jumlah beban yang diangkat/digerakan untuk keseluruhan pos
dalam sirkuit, berdasarkan jumlah waktu yang terpakai melakukan sirkuit dan
berdasarkan jumlah repetisi atau pengulangan setiap set. Volume menunjukkan
jumlah total aktivitas yang dilakukan dalam latihan (Bompa, 1999). Dalam
kaitan jumlah waktu berlatih, dikemukakannya bahwa seorang top atlet (elite
athlete) dalam 20 besar harus berlatih 1000 jam lebih pertahun, atlet dalam
kompetisi internasional berlatih 800 jam pertahun dan untuk tingkat nasional
harus berlatih sekitar 400 jam pertahun.

Pada bentuk-bentuk latihan tertentu, volume beban identik dengan frekuensi


beban dan kadangkala juga dengan durasi beban. Pada latihan kekuatan
lompatan, volume beban melalui jumlah lompatan sebagai jumlah seri atau set
dikalikan dengan jumlah ulangan perseri atau perset, maka sekaligus merupakan
frekuensi beban. Sebaliknya, bila beban luar divariasikan pada latihan kekuatan
maka sulit untuk menentukan volume beban melalui jumlah ulangan atau
repetisi. Pada jumlah repetisi yang sama bisa saja terjadi perbedaan yang berarti
dalam volume beban. Pada latihan pull-up, sit-up atau latihan keterampilan,
maka volume beban dapat dilihat melalui frekuensi.

3. Interval Beban

Interval beban merupakan waktu antara pembebanan yang satu dengan


pembebanan berikutnya. Interval beban sering juga diartikan dengan recovery
(pemulihan), yaitu waktu istirahat yang diberikan setelah pembebanan. Selain
itu, interval juga dapat diartikan dengan waktu istirahat antara hari-hari latihan.
Menurut para ahli, interval dalam latihan diperlukan untuk:

a. Menghilangkan kelelahan

b. Melaksanakan proses adaptasi sendiri

c. Proses kompensasi untuk mendapatkan efek latihan positif.

Latihan dengan metode repetisi (Repetition Methods) harus memberikan


istirahat yang memungkinkan terjadinya regenerasi organisme secara sempurna,
sehingga kegiatan selanjutnya dapat dilakukan dengan intensitas beban yang
sama. Pada latihan dengan metode interval, fungsi istirahat di sini adalah untuk
melakukan adaptasi yang menentukan efek latihan.

Pada latihan kekuatan maksimal, power dan kecepatan harus diberikan istirahat
yang penuh atau hampir penuh (sempurna), karena kelelahan yang terjadi dapat
mengakibatkan suatu pengurangan intensitas. Sebaliknya, untuk memperbaiki
kemampuan dayatahan (endurance) termasuk dayatahan kekuatan, dianjurkan
untuk memberikan istirahat yang tidak penuh atau tidak sempurna. Pengaturan
istirahat penuh (sempurna) dan tidak penuh (tidak sempurna) ditentukan
berdasarkan frekuensi denyut nadi (heart rate).

Dalam interval training, frekuensi denyut nadi merupakan indikator penentuan


istirahat. Istirahat tidak penuh berakhir bila denyut nadi menurun sampai 120-
140 kali/menit. Pada kondisi ini rangsangan atau beban yang baru telah dapat
diberikan kembali. Interval beban (istirahat) sangat tergantung dari durasi dan
intensitas beban. Makin tinggi intensitas beban, maka semakin lama istirahat
diberikan. Misalnya dalam latihan memperbaiki kecepatan sprint atau kekuatan
maksimal. Pada kedua jenis latihan ini diperlukan istirahat pemulihan
(recovery) 3-5 menit.

4. Durasi Beban

Durasi atau lama beban ditandai oleh waktu , di mana dalam waktu tersebut
terjadi suatu rangsangan terhadap organisme tubuh. Waktu rangsang bisa
berlangsung sangat pendek seperti pada lompat tinggi dan bisa juga berlangsung
sangat lama seperti pada lari jarak jauh. Di samping itu, waktu beban juga
diartikan dengan waktu yang di dalamnya dapat diberikan beberapa rangsangan,
baik dalam bentuk seri/set maupun dalam bentuk pembebanan yang lama.
Dalam suatu seri dengan 10 repetisi, mengakibatkan 10 rangsangan gerakan.
Sebagai waktu beban di sini bukan ditentukan oleh lama setiap rangsangan
gerakan, melainkan oleh seri/set. Begitu juga dalam lari jarak jauh, durasi atau
waktu bebannya adalah jumlah waktu keseluruhan yang terpakai untuk jarak
yang ditempuh. Dalam hal ini durasi beban identik dengan volume beban.

Durasi atau lama beban tergantung dari materi dan tujuan latihan. Pada latihan
dayatahan diperlukan durasi beban minimal 30 menit untuk yang terlatih
sehingga dapat mengakibatkan adaptasi yang mencukupi. Menurut Hettinger
dalam Letzelter (1978), untuk memperoleh efek latihan bagi pemula pada
latihan kekuatan otot statis, maka waktu rangsangnya harus minimal seperempat
dari waktu tahanan maksimal. Demikian juga dalam interval training kekuatan,
durasi beban tidak melebihi satu menit, karena penyesuaian tidak terjadi selama
waktu istirahat.

Pada latihan kecepatan, rangsangan tidak boleh begitu lama supaya intensitas
latihan maksimal dapat dipertahankan. Pada nomor sprint hal ini berarti bahwa
jarak lari sprint tidak boleh melebihi 60-70 meter, karena di atas 70 meter
terjadi penurunan kecepatan lari (Letzelter,1978). Hal yang sama juga berlaku
untuk latihan koordinasi. Latihan koordinasi dalam keadaan lelah tidak
menghasilkan efek training yang berarti. Oleh karena itu durasi beban pada
latihan memperbaiki frekuensi gerakan tidak begitu lama. Latihan harus
dihentikan bila terjadi penurunan frekuensi gerakan. Hal ini memang sulit untuk
diketahui dan menuntut suatu pengamatan yang jeli dari pelatih.

5. Frekuensi Beban

Frekuensi beban dalam Bompa (1999) disebutnya dengan frequence of


performance (density). Frekuensi beban dapat diartikan dengan pengulangan
atau repetisi beban baik repetisi setiap pelaksanaan latihan maupun repetisi
latihan per unit latihan, perhari dan perminggu dan seterusnya. Dalam kaitan ini
frekuensi beban dapat juga berarti frekuensi latihan.

Pada pembebanan yang kontinyu seperti pada lari jarak jauh terdapat jumlah
rangsangan tunggal (satu rangsangan), maka frekuensi beban juga tunggal,
karena tidak ada pengulangan beban dalam unit latihan tersebut. Pada
pembebanan dengan karakteristik interval, frekuensi beban ditentukan oleh
jumlah repetisi atau jumlah seri/set. Apabila dalam latihan kekuatan dilakukan 5
set “Benc Press” dengan 6 repetisi, maka frekuensi beban berjumlah seluruhnya
30 repetisi. Pada interval training untuk memperbaiki dayatahan lari, jumlah
repetisi juga merupakan kriteria frekuensi, walaupun rangsangan yang banyak
akan efekif pada setiap lari.

Frekuensi beban tergantung dari intensitas, durasi dan interval beban. Artinya,
semakin tinggi intensitas, maka makin kecil jumlah repetisi dan semakin
panjang durasi beban semakin kecil frekuensi beban. Semakin cepat urutan
beban satu sama lain, maka semakin cepat pula timbul kelelahan yang memaksa
berhentinya latihan. Dengan kata lain, frekuensi beban dalam latihan kekuatan
maksimal dan latihan kecepatan lebih kecil dibanding dalam latihan dayatahan
yang frekuensi rangsangnya besar.

Sedangkan frekuensi latihan ditentukan oleh jumlah satuan latihan dalam


seminggu. Semakin baik kemampuan prestasi atlet, maka frekuensi latihan juga
semakin ditingkatkan. Berkaitan dengan ini Bompa (1999) mengemukakan
bahwa untuk top atlet diperlukan minimal 8 – 12 unit latihan perminggu,
sedangkan menurut Letzelter (1978) seharusnya sampai 15 unit latihan
perminggu.

D. Kepustakaan

Bompa, Tudor O. Theory and Methodology of Training, Dubuque Iowa:


Kendal/Hunt Publishing Company, 1983.
Bompa, Tudor O. Periodization, Theory and Methodology of Trainig. Fourth
Edition. York University: Kendal/Hunt Publishing Company, 1999.

Jonath, Ulrich and Krempel, Rolf . Konditionstraining. Hamburg: Rowohlt


Taschenbuch Verlag GmbH, 1981.

Latzelter, Manfred. Trainingsgrundlagen. Hamburg: Rowohlt Taschenbuch


Verlag GmbH, 1978.

Martin, Dietrich . Grundlagen der Trainigslehre. Schorndorf: Sport Verlag,


1977.

Rothig, Peter. (ed.). Sportwissenschaftliches Lexikon. Schorndorf: Verlag Karl


Hofmann, 1983.

Rothig, Peter & Grossing, Stefan. Trainingslehre. Bad Homburg: Limpert


Verlag GmbH, 1985.

Anda mungkin juga menyukai