Anda di halaman 1dari 11

PEMBEBANAN LATIHAN

Apapun pekerjaan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari kita


selalu dihadapkan dengan beban, apakah beban dalam arti fisik (jasmani) maupun
beban dalam arti psikis (rohani). Di samping itu ada beban yang dapat diukur melalui
suatu parameter tertentu dan ada pula yang tidak dapat diukur melalui suatu
parameter tertentu, selain itu ada pula yang tidak dapat diukur seperti beban mental
atau beban perasaan. Demikian pula halnya dengan latihan-latihan yang dilakukan
dalam olahraga.
Dalam pembinaan prestasi olahraga, pengaturan beban latihan yang
efektif mutlak diperlukan agar dapat meningkatkan prestasi atlet yang dibina. Untuk
dapat mengoptimalkan pemberian beban latihan kepada atlet perlu terlebih dahulu
memahami arti, fungsi dan karakteristik pembebanan latihan secara komprehensif
dan integratif. Oleh karena itu bagian ini akan menjelaskan apa yang dimaksud
dengan beban latihan, jenis beban latihan dan karakteristik-karakteristik beban
latihan, sehingga dengan demikian dapat dipahami pentingnya pembebanan latihan
dalam pembinaan prestasi olahraga.

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari dan memahami bab pembebanan latihan ini
mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan beban latihan dalam
olahraga.
2. Dapat mengetahui jenis-jenis beban latihan dan dapat menjelaskan
perbedaan antara beban dalam dan beban luar.
3. Mengetahui dan memahami karakteristik atau ciri beban latihan
125
B. Arti Beban Latihan
Beban latihan (Trainingsbelastung) adalah bentuk karakteristik tuntutan yang
diberikan kepada atlet dalam latihan (Rothig at.al, 1983). Sementara Letzelter (1978)
mendefinisikan beban latihan sebagai seluruh efek latihan yang terjadi karena
rangsangan luar dan rangsangan dalam. Dari kedua pendapat ini dapat dijelaskan
bahwa beban latihan merupakan segala bentuk tuntutan dan rangsangan yang
diberikan kepada atlet dalam latihan yang dapat menimbulkan efek latihan
(Trainingseffects).
Tuntutan dan rangsangan yang dimaksud bisa dalam bentuk tuntutan dan
rangsangan fisik dan bisa juga dalam bentuk rangsangan psikis (mental). Dalam
bentuk fisik misalnya melakukan bentuk-bentuk latihan, baik dengan menggunakan
beban tambahan seperti barbell, dumbble atau beban tubuh sendiri seperti lari,
loncat dan lain sebagainya. Sedangkan dalam bentuk tuntutan psikis adalah segala
sesuatu yang bersifat non fisik yang dapat dapat mempengaruhi atlet secara
psikologis seperti beban fikiran, beban perasaan, stress dan lain sebagainya.
Beban latihan dapat dibedakan atas beban luar dan beban dalam di satu sisi,
dan beban fisik dan beban psikis di lain sisi. Namun yang lebih populer dibahas
dalam teori training adalah pengelompokkan yang pertama
yaitu beban luar (outer loads) dan beban dalam (inner loads), meskipun pada
prinsipnya cukup sulit membedakan antara keduanya. Beban luar ditentukan oleh
bentuk-bentuk latihan yang berkaitan dengan intensitas, volume, interval, durasi dan
frekuensi beban (Rothig & Grossing, 1985).
Kelima faktor inilah yang merupakan karakteristik atau ciri pembebanan
latihan yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Beban luar dapat merangsang
timbulnya beban dalam, yang diartikan sebagai efek-efek pembebanan terhadap
atlet dalam bentuk perubahan-perubahan fungsi organisme tubuh. Perubahan-
perubahan fungsi tersebut terjadi secara fisiologis, morphologis dan biokemis.
Jonath dan Krempel (1981) mengemukakan bahwa beban dalam tergantung
dari keadaan fisik dan psikis, fasilitas dan alat, kondisi iklim dan cuaca, pasangan
latihan, sikap, dan faktor sosial. Dapat dikemukakan bahwa semakin baik
kemampuan adaptasi atlet terhadap pembebanan, fasilitas latihan dan pertandingan,
terhadap iklim dan cuaca, maka makin baik pula kemampuan beban dalam atlet.
Beban dalam pada prinsipnya ditimbulkan oleh beban luar yang membawa
perubahan-perubahan secara psikologis dan fisiologis. Salah satu indikator
perubahan akibat pengaruh beban luar terhadap beban dalam adalah terjadinya
perubahan denyut nadi. Peningkatan denyut nadi tidak hanya disebabkan oleh
pembebanan secara fisik, tetapi juga disebabkan beban psikis (mental).
Beban luar dapat mengakibatkan timbulnya beban dalam, sehingga diartikan
sebagai pengaruh tuntutan pembebanan terhadap atlet, yang dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fungsi dalam organ tubuh. Perubahan fungsi ini terjadi secara
fisiologis, biomekanis, dan morphologis. Perubahan fungsi ini juga terlihat dalam
proses latihan fisik dan daya fikir (lihat gambar 5)

BEBAN
(Latihan)

Beban luar ditentukan Beban dalam diakibatkan Termasuk:


oleh: oleh beban luar yang - beban sosial afektif
Bentuk-bentuk latihan menimbulkan perubahan- - motif
yang berkaitan dengan: perubahan fisiologis dan - kebutuhan
- volumme beban biomekanik. Terlihat - frustrasi
- intensitas beban dalam bentuk tuntutan - faktor iklim/cuaca
- interval beban psikis dan ketekunan
- durasi beban

Gambar 5: Beban Latihan dalam olahraga (Röthig & Grossing, 1985: 26)

C. Karakteristik (Ciri) Beban Latihan


Dari beberapa literatur yang penulis baca, ada beberapa istilah yang
digunakan untuk karakteristik beban latihan ini. Bompa (1983), dalam bukunya
“Theory and Methodology of Training“ menyebutnya The Component of Training.
Pada bukunya yang lain “Periodization” disebutnya Variabel of Training (Bompa,
1999). Dari kedua buku Bompa ini tidak terlihat penggunaan kata beban latihan
(Trainingsload), akan tetapi membicarakan tentang intensitas, volume, densitas,
kompleksitas, durasi, jarak, repetisi dan frekuensi. Selain itu Bompa tidak konsisten
menggunakan istilah, meskipun yang dibahas hampir sama. Sementara pada
literatur Jerman yang banyak penulis gunakan sebagai rujukan, karakteristik atau ciri
beban latihan disebutnya “Belastungsnormative” (Norma atau Aturan Pembebanan)
dan mereka konsisten menggunakan istilah tersebut, meskipun ditulis oleh orang
yang berbeda.
Terlepas dari perbedaan penggunaan istilah tersebut, penulis menggunakan
istilah yang berbeda dari semuanya itu, karena penulis beranggapan bahwa untuk
memahami hakikat beban latihan perlu penggunaan istilah yang mudah dimengerti
(komunikatif). Oleh karena itu penulis akan selalu menggunakan istilah “Ciri-Ciri
Beban Latihan” dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya.
Ciri-ciri atau karakteristik beban latihan menurut Letzelter (1978) terdiri dari;
(1) intensitas beban, (2) volume beban, (3) interval beban, (4) durasi atau lama
beban, dan (5) frekuensi beban. Kelima ciri ini pada prinsipnya saling berkaitan satu
sama lain dan itulah yang merupakan inti pemahaman tentang pembebanan latihan.
Selain itu tidak semua ciri-ciri beban tersebut ditemukan pada setiap pembebanan
latihan, kadangkala pada suatu pembebanan latihan hanya ditemukan dua atau tiga
ciri saja. Pada lari jarak jauh atau lari marathon misalnya, hanya ditemukan ciri
intensitas beban dalam bentuk tempo lari, ciri volume beban yaitu jumlah jarak yang
ditempuh atau diselesaikan dan durasi beban yaitu lama waktu yang terpakai untuk
menyelesaikan jarak lari tersebut.
1. Intensitas beban
Intensitas beban diartikan dengan tinggi-rendahnya beban atau berat-
ringannya beban dan atau cepat-lambatnya tempo gerakan dalam melakukan suatu
aktivitas latihan olahraga. Intensitas mennggambarkan takaran unjuk kerja fisik dan
psikis (mental). Pada olahraga angkat besi misalnya, berat-ringan atau tinggi-rendah
beban yang diangkat menunjukkan intensitas beban. Pada nomor lari dalam atletik,
intensitas beban ditunjukkan oleh cepat-lambatnya tempo lari yang dapat ditentukan
berdasarkan kecepatan dalam meter perdetik atau melalui frekwensi gerakan
tungkai/kaki dalam berlari.
Sedangkan pada nomor lompat dan lempar dapat ditentukan melalui tinggi-
rendahnya lompatan dalam lompat tinggi dan jauh-dekatnya jarak lompatan dalam
lompat jauh. Dengan kata lain, semakin tinggi mistar lompatan, maka semakin tinggi
intensitas bebannya. Artinya, semakin ditinggikan mistar, maka semakin berat usaha
yang harus dilakukan oleh seorang pelompat tinggi untuk bisa melewati mistar
tersebut. Demikian juga halnya untuk lompat jauh, semakin jauh jarak lompatan
makin berat usaha yang harus dilakukan atlet lompat jauh.
Dari beberapa contoh di atas dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi
intensitas beban, maka semakin tinggi pula tuntutan unjuk kerja fisik yang
diperlukan. Menurut Röthig dan Grössing (1985), secara kuantitatif intensitas beban
dapat ditentukan berdasarkan indikator-indikator:
a. Kecepatan dalam meter / detik
b. Frekuensi gerakan
c. Berat beban yang diangkat/degerakkan
d. Tinggi atau jauhnya lompatan
e. Tempo permainan/pertandingan (dalam cabang olahraga permainan).
Bompa (1983), mengatakan bahwa tingkat intensitas dapat diukur sesuai
dengan tipe atau bentuk latihan. Untuk latihan kecepatan diukur dalam meter/detik
dari pelaksanaan suatu gerakan seperti pada lari 100 meter, sedangkan intensitas
unjuk kerja mengatasi beban dapat diukur dalam kilogram (kg) seperti dalam
olahraga angkat besi, sementara untuk olahraga tim berdasarkan irama atau tempo
permainan. Khusus mengenai tempo permainan dalam pertandingan/kompetisi,
cepat-lambat tempo permainan dalam pertandingan sepakbola dapat dijadikan
sebagai indikator tinggi-rendahnya intensitas permainan tersebut.
Di samping itu, secara kualitatif intensitas beban juga dapat ditentukan
berdasarkan frekuensi denyut nadi dan prosentase dari kemampuan maksimal yang
dimiliki. Dalam kaitan ini Martin (1977) mengemukakan lima tingkatan intensitas
secara kualitatif sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1: Tingkatan Intensitas (Martin, 1977: 53).


Tingkatan Intensitas Persentase dari Frekuensi Denyut
(kualitas) Kemampuan Maksimal Nadi Permenit

Rendah Sekali 30 –50 % 130 – 140 kali/menit


Rendah 50 – 60 % 140 – 150
Sedang 60 – 75 % 150 – 165
Submaksimal 75 – 85 % 165 – 180
Maksimal 85 – 100 % 180 ke atas

Menurut Hollmann dalam Letzelter (1978), daerah pengaruh (efek) intensitas


beban tergantung dari tingkat kemampuan. Untuk pemula intensitas beban dalam
latihan kekuatan maksimal cukup 30 %, tetapi bagi atlet berprestasi tinggi (top atlet)
intensitas di bawah 70 % tidak akan menghasilkan peningkatan prestasi. Selain itu
dikemukakannya, pada lari jarak jauh, intensitas beban atau rangsang harus
mencapai minimal frekuensi denyut nadi 130 kali / menit.
Bila intensitas beban kecil atau berada sedikit di atas ambang rangsang,
maka efek latihan terjadi lambat, tapi mendasar. Hal ini terutama disebabkan oleh
volume yang besar. Sebaliknya, intensitas beban yang tinggi membawa kesuatu
peningkatan prestasi yang cepat, tetapi labil. Intensitas beban latihan yang tinggi
perlu dalam latihan kekuatan dan kecepatan, intensitas sedang dan rendah perlu
dalam latihan dayatahan. Bila terjadi kombinasi kemampuan seperti dayatahan
kekuatan (strength endurance) atau dayatahan kecepatan (speed endurance), maka
intensitas beban berada di tengah (sedang).
2. Volume Beban
Volume beban menurut Röthig dan Grössing (1985) menunjukkan jumlah
isi/materi latihan secara kuantitatif yang dapat dipantau melalui indikator sebagai
berikut:
a. Jumlah pengulangan
b. Jumlah jarak yang ditempuh
c. Jumlah beban yang diangkat
d. Jumlah waktu yang digunakan.
Bompa (1999) mengemukakan bahwa volume terdiri dari durasi, jarak
(dinstance) dan repetisi. Pada latihan lari jarak jauh, yang dikatakan volume beban
adalah jarak yang ditempuh dan dinyatakan dalam kilometer (km) dan meter. Pada
latihan yang menggunakan metode interval, volume beban adalah produk dari
frekuensi dan lama atau durasi beban dan dinyatakan dalam kilometer (km) atau
dalam satuan waktu (menit, detik, jam).
Pada latihan kekuatan dinyatakan dalam kilogram (kg) atau ton. Volume
beban dalam latihan kekuatan adalah produk dari intensitas dan frekuensi beban.
Jika atlet berlatih kekuatan (contoh latihan Leg Press) sebanyak 5 set dengan 4 kali
ulangan a’ 100 kg, maka volume beban berjumlah 2 ton atau 2000 kg. Artinya, untuk
menyelesaikan latihan leg press tersebut atlet telah mengangkat beban sejumlah
2000 kg.
Pada latihan sirkuit kekuatan misalnya, volume beban dapat dihitung
berdasarkan jumlah beban yang diangkat/digerakan untuk keseluruhan pos dalam
sirkuit, berdasarkan jumlah waktu yang terpakai melakukan sirkuit dan berdasarkan
jumlah repetisi atau pengulangan setiap set. Volume menunjukkan jumlah total
aktivitas yang dilakukan dalam latihan (Bompa, 1999). Dalam kaitan jumlah waktu
berlatih, dikemukakannya bahwa seorang top atlet (elite athlete) dalam 20 besar
harus berlatih 1000 jam lebih pertahun, atlet dalam kompetisi internasional berlatih
800 jam pertahun dan untuk tingkat nasional harus berlatih sekitar 400 jam pertahun.
Pada bentuk-bentuk latihan tertentu, volume beban identik dengan frekuensi
beban dan kadangkala juga dengan durasi beban. Pada latihan kekuatan lompatan,
volume beban melalui jumlah lompatan sebagai jumlah seri atau set dikalikan
dengan jumlah ulangan perseri atau perset, maka sekaligus merupakan frekuensi
beban. Sebaliknya, bila beban luar divariasikan pada latihan kekuatan maka sulit
untuk menentukan volume beban melalui jumlah ulangan atau repetisi. Pada jumlah
repetisi yang sama bisa saja terjadi perbedaan yang berarti dalam volume beban.
Pada latihan pull-up, sit-up atau latihan keterampilan, maka volume beban dapat
dilihat melalui frekuensi.
3. Interval Beban
Interval beban merupakan waktu antara pembebanan yang satu dengan
pembebanan berikutnya. Interval beban sering juga diartikan dengan recovery
(pemulihan), yaitu waktu istirahat yang diberikan setelah pembebanan. Selain itu,
interval juga dapat diartikan dengan waktu istirahat antara hari-hari latihan. Menurut
para ahli, interval dalam latihan diperlukan untuk:
a. Menghilangkan kelelahan
b. Melaksanakan proses adaptasi sendiri
c. Proses kompensasi untuk mendapatkan efek latihan positif.
Latihan dengan metode repetisi (Repetition Methods) harus memberikan
istirahat yang memungkinkan terjadinya regenerasi organisme secara sempurna,
sehingga kegiatan selanjutnya dapat dilakukan dengan intensitas beban yang sama.
Pada latihan dengan metode interval, fungsi istirahat di sini adalah untuk melakukan
adaptasi yang menentukan efek latihan.
Pada latihan kekuatan maksimal, power dan kecepatan harus diberikan
istirahat yang penuh atau hampir penuh (sempurna), karena kelelahan yang terjadi
dapat mengakibatkan suatu pengurangan intensitas. Sebaliknya, untuk memperbaiki
kemampuan dayatahan (endurance) termasuk dayatahan kekuatan, dianjurkan
untuk memberikan istirahat yang tidak penuh atau tidak sempurna. Pengaturan
istirahat penuh (sempurna) dan tidak penuh (tidak sempurna) ditentukan
berdasarkan frekuensi denyut nadi (heart rate).
Dalam interval training, frekuensi denyut nadi merupakan indikator penentuan
istirahat. Istirahat tidak penuh berakhir bila denyut nadi menurun sampai 120-140
kali/menit. Pada kondisi ini rangsangan atau beban yang baru telah dapat diberikan
kembali. Interval beban (istirahat) sangat tergantung dari durasi dan intensitas
beban. Makin tinggi intensitas beban, maka semakin lama istirahat diberikan.
Misalnya dalam latihan memperbaiki kecepatan sprint atau kekuatan maksimal.
Pada kedua jenis latihan ini diperlukan istirahat pemulihan (recovery) 3-5 menit.
4. Durasi Beban
Durasi atau lama beban ditandai oleh waktu, di mana dalam waktu tersebut
terjadi suatu rangsangan terhadap organisme tubuh. Waktu rangsang bisa
berlangsung sangat pendek seperti pada lompat tinggi dan bisa juga berlangsung
sangat lama seperti pada lari jarak jauh. Di samping itu, waktu beban juga diartikan
dengan waktu yang di dalamnya dapat diberikan beberapa rangsangan, baik dalam
bentuk seri/set maupun dalam bentuk pembebanan yang lama.
Dalam suatu set latihan angkat beban dengan 10 repetisi perset,
mengakibatkan 10 rangsangan gerakan. Sebagai waktu beban di sini bukan
ditentukan oleh lama setiap rangsangan gerakan, melainkan oleh setnya. Begitu
juga dalam lari jarak jauh, durasi atau waktu bebannya adalah jumlah waktu
keseluruhan yang terpakai untuk menyelesaikan jarak yang ditempuh. Dalam hal ini
durasi beban identik dengan volume beban.
Durasi atau lama beban tergantung dari materi dan tujuan latihan. Pada
latihan dayatahan diperlukan durasi beban minimal 30 menit untuk yang terlatih
sehingga dapat mengakibatkan adaptasi yang mencukupi. Menurut Hettinger dalam
Letzelter (1978), untuk memperoleh efek latihan bagi pemula pada latihan kekuatan
otot statis, maka waktu rangsangnya harus minimal seperempat dari waktu tahanan
maksimal. Jika waktu tahanan maksimal selama 40 detik, maka waktu atau durasi
rangsangnya seperempat dari 40, yaitu 10 detik.
Pada latihan kecepatan, durasi beban atau rangsangan tidak boleh begitu
lama, supaya intensitas latihan maksimal dapat dipertahankan. Pada nomor sprint
hal ini berarti bahwa jarak lari sprint tidak boleh melebihi 60-70 meter, karena di atas
70 meter terjadi penurunan kecepatan lari (Letzelter,1978). Hal yang sama juga
berlaku untuk latihan koordinasi. Latihan koordinasi dalam keadaan lelah tidak
menghasilkan efek latihan yang berarti. Oleh karena itu durasi beban pada latihan
memperbaiki frekuensi gerakan tidak begitu lama. Latihan harus dihentikan bila
terjadi penurunan frekuensi gerakan akibat kelelahan. Hal ini memang sulit untuk
diketahui dan menuntut suatu pengamatan yang jeli dari pelatih.
5. Frekuensi Beban
Frekuensi beban dalam Bompa (1999) disebutnya dengan frequence of
performance (density). Frekuensi beban dapat diartikan dengan pengulangan atau
repetisi beban baik repetisi setiap pelaksanaan latihan maupun repetisi latihan per
unit latihan, perhari dan perminggu dan seterusnya. Dalam kaitan ini frekuensi
beban dapat juga berarti frekuensi latihan.
Pada pembebanan yang kontinyu seperti pada lari jarak jauh terdapat jumlah
rangsangan tunggal (satu rangsangan), maka frekuensi beban juga tunggal, karena
tidak ada pengulangan beban dalam unit latihan tersebut. Pada pembebanan
dengan karakteristik interval, frekuensi beban ditentukan oleh jumlah repetisi atau
jumlah set atau seri. Apabila dalam latihan kekuatan dilakukan 5 set “benc press”
dengan 6 repetisi, maka frekuensi beban berjumlah seluruhnya 30 repetisi. Pada
interval training untuk memperbaiki dayatahan lari, jumlah repetisi juga merupakan
kriteria frekuensi, walaupun rangsangan yang banyak akan efekif pada setiap lari.
Frekuensi beban tergantung dari intensitas, durasi dan interval beban.
Artinya, semakin tinggi intensitas, maka makin kecil jumlah repetisi dan semakin
pendek durasi beban serta semakin panjang interval beban. Semakin cepat urutan
beban satu sama lain, maka semakin cepat pula timbul kelelahan yang memaksa
berhentinya latihan. Dengan kata lain, frekuensi beban dalam latihan kekuatan
maksimal dan latihan kecepatan lebih kecil dibanding dalam latihan dayatahan yang
frekuensi rangsangnya besar dan lama durasinya.
Sedangkan frekuensi latihan ditentukan oleh jumlah satuan latihan atau
jumlah tatap muka latihan dalam sehari dan atau seminggu. Semakin baik
kemampuan prestasi atlet, maka frekuensi latihan juga semakin ditingkatkan.
Berkaitan dengan ini Bompa (1999) mengemukakan bahwa untuk top atlet
diperlukan minimal 8 – 12 tatap muka latihan (training lesson) perminggu,
sedangkan menurut Letzelter (1978) bisa mencapai 15 satuan latihan perminggu.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa frekwensi latihan dapat berupa jumlah
satuan latihan perhari, perminggu dan bahkan bisa perbulan dengan jumlah
frekwensi disesuaikan dengan level kemampuan atlet dan tujuan/sasaran latihan.

A. Fungsi Pembebanan Latihan

Prestasi puncak (Top Performance) seorang atlet diraih melalui suatu proses
latihan yang panjang secara terprogram, sistematis, terarah dan berkesinambungan
sesuai dengan olahraganya. Proses latihan merupakan rangkaian kegiatan fisik dan
psikis (mental) yang dilakukan oleh atlet di bawah bimbingan pelatih untuk tujuan
meningkatkan dan mempertahankan prestasi atlet. Hal ini berarti bahwa kualitas
pelatih sangat menentukan keberhasilan proses latihan atlet.
Pelatih yang berkualitas adalah pelatih yang memiliki kemampuan melatih
yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai
dengan cabang olahraga yang dibinanya. Melatih tidak hanya cukup dengan
mengandalkan keterampilan saja, akan tetapi harus didukung oleh pengetahuan
khususnya pengetahuan kepelatihan dan begitupun sebaliknya, pengetahuan
kepelatihan saja tanpa didukung oleh keterampilan dan pengalaman juga tidak bisa
diandalkan untuk menjadi pelatih yang baik. Oleh karena itu yang ideal adalah
penggabungan keduanya.

Pengetahuan kepelatihan yang harus dikuasai pelatih sekurang-kurangnya


mencakup pengetahuan tentang potensi atlet, proses latihan dan kompetisi.
Salah aspek mendasar yang berkaitan dengan pengetahuan latihan yang harus
dikuasai oleh para pelatih adalah pengetahuan tentang pembebanan latihan.
Diharuskan karena pembebanan latihan merupakan aspek terpenting dalam proses
pembinaan dan latihan yang menentukan keberhasilan latihan yang dilakukan, atau
dengan kata lain, berhasil atau meningkat tidaknya komponen/unsur yang dilatih
sangat ditentukan oleh fakor pembebanan latihan.

Oleh karena begitu pentingnya faktor pembebanan latihan ini, maka setiap
pelatih maupun atlet harus memahaminya dengan baik. Sebenarnya pengetahuan
pembebanan latihan ini tidak hanya diperlukan untuk pelatih dan atlet, tetapi juga
penting bagi semua orang yang melakukan latihan olahraga dalam rangka
meningkatkan kualitas atau kemampuan fisiknya.

Dalam pembinaan prestasi olahraga khususnya, masih banyak ditemukan


pelatih yang tidak memahami faktor pembenanan latihan ini dengan jelas.
Berdasarkan pengalaman dan keterlibatan penulis di KONI daerah Propinsi
Sumatera Barat mengamati langsung persiapan menghadapi PON, terlihat bahwa
banyak pelatih yang tidak memahami dengan jelas bagaimana mengatur (mendosis)
beban latihan yang diberikan kepada atlet secara tepat (efektif) sesuai dengan
tujuan/sasaran latihan. Masih banyak pelatih yang memberikan latihan tanpa
pengaturan (dosis) beban yang jelas. Misalnya, latihan untuk meningkatkan
kemampuan power otot diberikan dengan pembebanan kekuatan maksimal atau
dengan pembebanan dayatahan otot (muscle endurance).
Selain itu, latihan yang seharusnya untuk meningkatkan kemampuan
dayatahan anerobik dilatih dengan pembebanan latihan untuk peningkatan
dayatahan aerobik atau sebaliknya. Masih banyak lagi bentuk-bentuk kesalahan
pengaturan beban latihan lainnya untuk tujuan yang berbeda. Dari pengamatan
penulis terkesan bahwa mereka belum memahami sebenarnya mana yang
dikatakan intensitas, mana volume, mana interval dan lain sebagainya. Penulis
berkeyakinan bahwa kondisi yang sama juga terdapat di daerah lain dan tidak
tertutup kemungkinan juga ditemukan dalam pembinaan prestasi tingkat nasional.

Mungkin saja secara teoritis mereka memahami istilah-istilah pembebanan


latihan tersebut, karena mereka pada umumnya telah memiliki sertifikat pelatih
nasional. Artinya, mereka layak dan dapat dipercaya menjadi pelatih suatu cabang
olahraga tertentu. Namun secara aplikatif di lapangan mereka banyak mengalami
kesulitan, karena aplikasi pengaturan beban latihan yang diberikan kepada atlet
menuntut pemahaman komprehensif terhadap berbagai aspek latihan lainnya seperti
pemahaman tentang aspek yang dilatih, materi latihan, metode latihan, sistem
energi dan lain sebagainya.

Pemberian beban latihan yang salah atau kurang tepat kepada atlet dapat
berakibat tidak meningkatnya prestasi atlet, bahkan bisa lebih fatal lagi terjadi over
training yang dapat menurunkan prestasi atlet. Oleh karena itu kesalahan pemberian
dan pengaturan beban latihan harus dihindari oleh para pelatih maupun atlet.
Kesalahan pembebanan latihan tidak hanya berimplikasi terhadap penurunan
prestasi, tetapi juga berimplikasi terhadap aspek lainnya seperti pemborosan waktu,
tenaga, dana dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai