Anda di halaman 1dari 6

Nama : Arleni Simanjuntak

NIM : 190906026

Mata Kuliah : Sosiologi Politik

REVIEW JURNAL “CIVIL SOCIETY 1”

Gerakan Menuju Masyarakat Sipil : Membaca Gerakan Bantuan Hukum LBH

Dalam jurnal “Civil Society 1” dikatakan bahwa gerakan penciptaan masarakat sipil ini
mengarah untukl mendapat tempat yang cukup pentimg dalam wacana politik setelah
dianggapp berhasil dinegara Eropa dan UniSoviet. Menurut saya itu bisa saja dibuat
sebagai patokan untuk melihat seberapa maju masyarakat sipil tersebut berkembang.

Seperti yang sudah kita saksikan selama beberapa waktu yang cukup lama ini
bahwa ada bebarapa negara penggagas yang berperan dalam rangka memperdalam
pemahaman bersama tentang perubahan kondisi masyarakat sipil di dunia serta implikasi
terhadap kapasitasnya. Oorganisasi penggagas tersebut telah berjejaring dengan beragam
organisasi lokal guna mengidentifikasi dan mendokumentasikan kondisi masyarakat
sipil. Hasilnya telah diperoleh dua puluh narasi, yang secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi dua jenis. Kategori pertama adalah narasi tentang gerakan
masyarakat sipil di tiap negara berikut selama dua atau tiga dekade terakhir (India,
Kamboja, Afrika Selatan, Zimbabwe, Belanda, Rusia, Irlandia dan Inggris). Sedangkan
kategori narasi yang kedua lebih fokus pada isu spesifik dimana terjadi mobilisasi
gerakan warga atau aksi masyarakat sipil (India, Kamboja, Indonesia, Republik Malawi
dan Uganda, Inggris Raya, Yunani, Chili, Uruguay, Argentina, Belanda, dan kawasan
Amerika Latin). Selain keduapuluh narasi tersebut, dihasilkan pula dokumentasi terkait
dengan tatanan masyarakat adat dan dialog di tingkat negara dan kawasan.

Dalam berjalannya waktu yang cukup lama banyak perubahan dan


perkembangan yang dialami dan diterima di kalangan masyarakat sipil dunia, bahkan
dalam Sekitar dua puluh tahun yang lampau, serangkaian peristiwa mulai mengubah
tatanan dunia secara dramatis. Diawali dengan runtuhnya tembok Berlin pada tahun
1989, yang bersamaan dengan kembalinya demokrasi di Chili setelah rezim diktator
Pinochet. Lalu kehancuran Uni Soviet membuka jalan bagi rezim dan gerakan demokrasi
di Asia Tengah, Eropa Timur dan Eropa Tengah. Hampir seluruh dunia mengalami
pergantian rezim; berakhirnya diskriminasi rasial di Afrika Selatan dan munculnya
demokrasi di bawah pimpinan Presiden Nelson Mandela di tahun 1994; rezim demokrasi
di Kamboja tahun 1993; liberalisasi ekonomi di India tahun 1991; dan demonstrasi di
Lapangan Tiananmen Cina tahun 1989.

Selain itu dapat kita lihat bahwa ada Tiga tren yang tampak terjadi secara
serempak di seluruh dunia sekitar dua puluh tahun yang lalu, yakni berkembangnya
demokrasi, globalisasi ekonomi, dan bersuaranya masyarakat sipil. Pada periode ini
terjadi kebangkitan konsep dan arti penting mayarakat sipil. Dalam wujud barunya,
masyarakat sipil mulai didengar, dilihat, dibicarakan dan ditulis di seluruh dunia. Sejak
masa tersebut, sepanjang dua dekade terakhir, sebuah tatanan dunia baru terus terbentuk.
Dalam tatanan tersebut, roda penggerak aktivitas ekonomi berpindah dari Eropa dan
Amerika Utara ke Asia. Perusahaan swasta semakin meningkat pamornya. Model
welfare state (negara kesejahteraan) yang berkembang pasca perang dunia kedua
semakin terpinggirkan dan melemah. Di banyak negara, politik demokrasi dimanfaatkan
oleh kelompok pemodal dan bermotif bisnis. Meskipun tren ini sebenarnya sudah
berlangsung cukup lama, tapi baru belakangan ini mulai disadari. Pertumbuhan ekonomi
besar- besaran pada dekade yang lalu, kini terancam oleh terbatasnya sumber daya alam,
seperti yang sudah teramati dari bencana kekurangan pangan, harga bahan bakar yang
meningkat, dan perubahan iklim. Saat ini penduduk seluruh dunia berupaya mencari
sebuah tatanan sosial baru dimana kepentingan individu dan kolektif tidak terkooptasi
oleh kepentingan politik yang haus kekuasaan ataupun kekuatan pasar yang beorientasi
keuntungan semata.

Dalam periode dua dekade tersebut, masyarakat sipil juga mengalami perubahan
yang dramatis. Di awal tahun 1990-an, sistem bantuan dana internasional melihat
peluang besar untuk meningkatkan bantuan dana bagi masyarakat sipil. Hal ini
mengakibatkan pesatnya pengakuan dan pembiayaan terhadap program penguatan
masyarakat sipil di negara berkembang. Dukungan terhadap masyarakat sipil tersebut
dipandang oleh lembaga donor internasional sebagai sebuah kontribusi untuk
mendorong proses demokrasi dan liberalisasi, yang pada gilirannya diharapkan dapat
mengatasi persoalan kemiskinan dan ketidaksetaraan. Sekarang tatanan sosial-ekonomi
dan politik tersebut mulai terpecah. Globalisasi ekonomi kini tengah menghadapi
perlawanan dengan dalih proteksi kepentingan nasional justru dari pengusung utama
globalisasi (Eropa dan Amerika Utara) dan kesenjangan ekonomi semakin tajam baik di
dalam maupun lintas masyarakat di seluruh dunia. Globalisasi telah mengakibatkan
terjadinya pemusatan kekuasaan dan kekayaan besar-besaran di tangan sekelompok
kecil kaum elit global. Penduduk seluruh dunia sedang mempertanyakan pemusatan
kekuasaan dan kekayaan tersebut serta penggunaannya yang tidak bertanggung jawab.
Dalam kondisi pergeseran skenario inilah, informasi terkait kondisi masyarakat sipil
dikumpulkan dalam inisiatif Civil Society ini. Ketika masyarakat menghadapi kesulitan
untuk memilih di antara banyak jalan menuju masa depan, masyarakat sipil di banyak
negara juga merasa dirinya sedang di persimpangan jalan. Dalam segi apa masyarakat
sipil mengalami persimpangan jalan ini? Apa yang sudah berubah pada masyarakat sipil
dalam dua puluh tahun terakhir? Bagaimana perubahan tersebut melahirkan pilihan-
pilihan baru bagi para pegiat masyarakat sipil lama maupun yang baru muncul?

Apa kesimpulan awal yang cukup berharga yang bisa diambil dari narasi tentang
masyarakat sipil tersebut? Gerakan warga adalah salah satu bentuk protes terhadap
pemerintah, yang mencerminkan tidak adanya kepercayaan warga. Mobilisasi warga
sipil tersebut pada intinya terjadi karena adanya ketidak-terhubungan antara warga dan
pemerintah. Beberapa pendorong yang mendasarinya, barangkali bisa menjelaskan
munculnya protes warga seperti pesatnya arus demokrasi dan berkembangnya kebijakan
ekonomi yang berorientasi pasar yang telah melahirkan harapan secara luas pada warga
akan kehidupan yang lebih baik
Nama : Arleni Simanjuntak

NIM : 190906026

Mata Kuliah : Sosiologi Politik

REVIEW JURNAL “CIVIL SOCIETY 2”

Negara dan Masyarakat Sipil dalam Perspektif Sejarah Politik Indonesia

Dalam jurnal ini dikatakan bahwa Gejolak politik nasional pada dekade tahun
1950-an terjadi di Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Gerakan ini muncul
dalam bentuk aksi pemberontakan. Di Jawa Barat juga muncul pemberontakan yang
bermaksud untuk mendirikan Negara Islam (NI), serta di Kalimantan Barat pada awal
tahun 1960-an, muncul gejolak politik yang terkait dengan masalah etnik Cina.

Dalam berjalannya sistem tersebut dalam masyarakat sipil maka ada muncul
perdebatan yaitu perdebatan mengenai dasar Negara pancasila ataukah Islam yang
merupakan salah satu pemicu munculnya pemberontakan di daerah. Ketika Panitian
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia yang akan diproklamirkan tahun 1945. Pemberontakan Darul Islam
(DI) adalah salah satu buktinya. Sejak awal 1960-an pertentangan antara para nasionalis
dibawah kepemimpinan Soekarno yang secara tegas mendukung pancasila sebagai dasar
Negara dan Masyumi yang mendukung Islam sebagai dasar negara semakin tajam.
Pertentangan antara kaum nasionalis yang notabene menjadi aktor yang dominan dalam
pemerintahan pusat ini, dengan Masyumi menjadi perseteruan antara Negara dengan
(pusat) atau Jawa dengan luar Jawa (daerah) sesuai dengan peta/pola geografis basis
sosial.

Selain itu ada juga Para pegiat baru dalam masyarakat sipil terorganisasi secara
berbeda dengan LSM, mencerminkan munculnya alternatif nilai lain seperti inklusi,
partisipasi, dan inovasi. Dan dalam dua dekade terakhir, upaya guna meningkatkan
efisiensi dan efektifitas LSM secara organisasi juga berkembang. Beragam pendekatan
terkait dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi program diterapkan.
Restrukturisasi manajemen keuangan dan tata kelola LSM juga dilakukan. Namun,
sejalan dengan meningkatnya skala LSM, sebagian besar model manajemen dan
organisasi yang diterapkan untuk meningkatkan efektivitasnya, diadopsi mentah-mentah
dari sektor swasta. Di tengah desakan terhadap LSM untuk menjalankan proyek skala
besar di beberapa lokasi sekaligus, perspektif terkait dengan identitas, nilai, dan misi
untuk mengupayakan perubahan sosial menjadi hilang. Alat seperti RBM, LFA, dan
‘nilai uang’ (value of money) mulai mendominasi.

Negara telah menjadi objek penting dalam politik sehingga menjadi pusat
berbagai pertanyaan dari pemikir politik seperti Plato, Sokrates, dan Aristoteles. Hal ini
dikarenakan sejak teori politik klasik menarik perhatian pada kehidupan yang baik
mencoba, menyadari bahwa dalam rangka institusionaliasasi negara sebagai intinya.
Namun demikian, sentralisasi negara (state-centered) senantiasa menimbulkan
pertanyaan seperti bagaimanakah negara itu dapat dipahami dan dijelaskan ketika
berhadapan dengan rakyatnya. Sehingga menggambarkan bahwa Hubungan antara
masyarakat sipil dengan organisasi politik telah berkembang menjadi sangat kompleks,
dan secara spesifik sangat tergantung pada peran yang dimainkan masyarakat sipil dalam
konteks dan kurun waktu terkait. Saat ini karakteristik hubungan yang terbentuk sangat
luas, mulai dari ‘keterlibatan konstruktif’, ‘saling mempengaruhi’, ‘saling berlawanan
dan beroposisi’ serta ‘sekutu’.

Saat ini, sistem politik formal – partai politik, politikus, pejabat pemerintah, elit
politik, dan anggota parlemen, berkali-kali berhadapan langsung dengan aksi warga.
Gerakan masyarakat sipil yang baru sudah mulai merumuskan isu dan memobilisasi
warga, melawan legitimasi politikus tersebut. Walaupun demikian masyarakat sipil juga
terlibat secara konstruktif dengan organisasi politik untuk memastikan kepentingan,
prioritas dan agenda mereka dipahami dan ditanggapi oleh sistem politik formal.

Saat ini, sistem politik formal – partai politik, politikus, pejabat pemerintah, elit
politik, dan anggota parlemen, berkali-kali berhadapan langsung dengan aksi warga.
Gerakan masyarakat sipil yang baru sudah mulai merumuskan isu dan memobilisasi
warga, melawan legitimasi politikus tersebut. Walaupun demikian masyarakat sipil juga
terlibat secara konstruktif dengan organisasi politik untuk memastikan kepentingan,
prioritas dan agenda mereka dipahami dan ditanggapi oleh sistem politik formal.
Keterlibatan konstruktif dengan sistem politik formal terjadi ketika masyarakat sipil
menjalankan fungsi sebagai penyedia layanan. Di beberapa negara, hal tersebut
bertujuan mendukung peran pemerintah dengan mengelola dan mengarahkan masyarakat
untuk mendapatkan hak-hak mereka dan layanan. Salah satu tantangan di persimpangan
jalan terkait dengan penyedia layanan adalah menjaga identitas yang mandiri agar tidak
terlihat sekedar sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah. Kedua, banyak negara
sedang mencoba melakukan pelimpahan wewenang pemerintahan (desentralisasi) ke
pemerintah lokal yang demokratis. Walaupun tiap negara berada dalam tahap yang
berbeda dalam menerapkan desentralisasi, tetapi pada dasarnya keterlibatan masyarakat
sipil dalam organisasi politik adalah untuk memperkuat institusi pemerintahan daerah.
Pada dekade terakhir, banyak CSO yang memberikan dukungan bagi peningkatan
kapasitas institusi pemerintahan daerah. Alih pengetahuan dan pengalaman oleh
masyarakat sipil terkait proses pastisipasi sangat dihargai oleh sistem politik. Ketiga,
banyak pemerintah mengajak masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam perencanaan
program, pembuatan kebijakan, dan pengawasan aktivitas yang dilakukan oleh institusi
pemerintah daerah dan kementerian; para ahli dari masyarakat menjadi anggota dari
komite ataupun institusi resmi. Ruang untuk masyarakat sipil berkontribusi dalam proses
merumuskan kebijakan dan program semakin meningkat, seiring banyaknya pimpinan
politik dan pejabat pemerintah yang menyadari bermanfaatnya pengetahuan praktis dan
keahlian profesional yang mereka miliki.

Negara dan masyarakat sipil adalah dua elemen politik yang sangat penting
dalam perspektif ilmu politik. Keduanya, baik negara dan masyarakat sipil, merupakan
konsep yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Konsep negara yang
lebih dahulu ada dari konsep masyarakat sipil, adalah konsep yang terkait dengan
peranannya ditengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu ada tiga kemungkinan
bagaimana hubungan negara dan masyarakat sipil dalam politik. Pertama, hubungan
masyarakat sipil berdiri sebagi perisai bagi masyarakat dan perilaku negara yang
cenderung hegemonik, otoritarian dan represif. Kedua jika negara tidak hegemonik,
masyarakat sipil (civil society) muncul sebagai mitra negara dalam melaksanakan
kepentingan publik. Ketiga bila kehidupan publik telah diakomodasi secara baik oleh
negara, masyarakat sipil (civil society) dapat memainkan fungsinya secara
komplementer di mana masyakat sipil muncul untuk melengkapi kebutuhankebutuhan
masyarakat.

Dalam kenyataannya Pola hubungan yang pertama menjadi ciri khas negara
berkembang atau dalam proses menuju demokrasi. Masyarakat sipil menghadapi
hegemoni dan dominasi negara. Pola kedua dan ketiga terdapat di negara maju atau
negara yang sudah memiliki sistem politik demokrasi yang terkonsolidasi.

Anda mungkin juga menyukai