Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. K
Umur : 35 tahun
Alamat : Kalimukti, Pabedilan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Status : Menikah
1.2 ANAMNESIS
Tanggal pemeriksaan : 07 Oktober 2019
Keluhan Utama
Pasien mengaku hamil 29 minggu, mengeluh pusing.
Riwayat Penyakit Sekarang
G3P2A0 gravida 29 minggu datang melalui IGD Kebidanan
RSUD Waled dengan keluhan pusing sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya
pasien diperiksa di puskesmas dan setelah diperiksa tekanan darah pasien
diketahui memiliki tekanan darah tinggi yaitu (TD170/110). nyeri kepala
(-), penglihatan kabur (-), nyeri epigastrium (-). Pasien tidak merasa
mules dan tidak ada keluar air-air dan perdarahan. Gerak janin masih
aktif dirasakan pasien. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Karena keluhan
tersebut, pasien memeriksakan diri ke bidan desa lalu dirujuk ke RSUD
Waled
Riwayat Penyakit Dahulu
- Jantung : disangkal
- Asma : disangkal
- DM : disangkal
- Hipertensi : (+) Pada kehamilan anak ke 2
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga disangkal
2

Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus Haid : Teratur
Panjang Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
Dismenorhea : tidak ada
Banyak : 2-3 pembalut/hari
HPHT : 18-03-2019
HPL : 25-11-2019
Riwayat Pernikahan
Menikah saat usia 25 tahun dan sudah menikah selama 10 tahun dan
merupakan pernikahan pertama.
Riwayat ANC
Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. Pada
trimester I sebanyak 1x, trimester II sebanyak 1x, dan trimester III tiap
bulan.
Riwayat Imunisasi TT
Pasien sudah melakukan imunisasi TT sebanyak 5x.
Riwayat Pemeriksaan USG
Pasien pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3 kali. USG
pertama kali di PONED pada usia kehamilan 12 minggu, USG kedua pada
usia kehamilan 20 minggu, USG ketiga kali di Poliklinik Kandungan RSUD
Waled pada usia kehamilan 29 minggu hasilnya presentasi kepala.
Riwayat KB
KB pil yang 1 bulan selama ± 5 tahun
Riwayat Obstetri
1. Riwayat Persalinan
Anak yang pertama laki-laki, cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh
bidan dengan berat badan 3000 gram sekarang berusia 9 tahun. Anak
kedua laki-laki, cukup bulan, lahir spontan di RS mutiara Bunda dengan
berat badan 2,500 gram sekarang berusia 4 tahun.
3

2. Riwayat abortus : disangkal


3. Riwayat infeksi nifas : disangkal
4. Riwayat penyakit kehamilan : disangkal
Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.
Riwayat Operasi
Operasi Sectio Caesarea ± 4 Tahun yang lalu
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami bekerja sebagai petani.
Pasien tinggal bersama suami dan keluarganya. Aktivitas pasien sehari-hari
adalah melakukan pekerjaan rumah tangga. Pasien menyangkal pernah
merokok, konsumsi alcohol atau obat-obatan terlarang.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Tinggi badan : 155 cm
- Berat badan : 65 kg
- Tanda-tanda vital : T : 170/110 mmHg
R : 22 x/menit
P : 84 x/menit
S : 36,5 ° C

Status Generalis
- Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah
rontok
- Mata : simetris, ca -/-, sl -/-
- Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
- Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
- Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi berdarah
(-)
4

- Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)


- Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+), jejas (-)
Status Obstetrik
- Pemeriksaan fisik luar :
TFU : 22 cm
DJJ : 140 x/menit, reguler
His : 1x10”x10’
o Leopold I : Teraba bagian teratas janin bulat lunak, mudah

digerakan, TFU 22 cm

o Leopold II : Teraba punggung dibagian kanan, bagian kecil

dikiri

o Leopold III : Teraba bagian terbawah janin bulat keras

o Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP

- Ekstremitas : akral hangat (+), CRT > 2detik,


edema - -
+ +
- Pemeriksaan fisik dalam :
 V/V : tidak ada kelainan
 VT : dinding vagina licin, portio tebal lunak, pembukaan (-),
ketuban (+), presentasi kepala.
5

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12.7 g/dL 12,5-15,5
Hematokrit 36 % 36-48
Trombosit 70 mm3 150-400
Lekosit 11 mm3 4-10
Eritrosit 4.49 mm3 3,8-5,4
RDW CV 14.5 % 11,6-14,6
RDW SD 41.5 Fl 29-46
Netrofil Batang 0 % 3-5
Netrofil Segmen 78 % 50-80
Limfosit% 14 % 25,0-40,0
Monosit% 5 % 2,0-8,0
Eosinofil 3 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
MCV 80.2 mikro m3 82-98
MCH 28.3 Pg >=27
MCHC 35.3 g/dl 32-36
Imunoserologi
VDRL Non reaktive Non reaktive -

HbSAg Non reaktive Non reaktive -


HIV Non reaktive Non reaktive -
RTD 1 Non reaktive Non reaktive -

- Proteinuria dipstick : +2
6

- Pemeriksaan USG

Janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala, djj (+), plasenta di


corpus anterior, ketuban cukup, Berat janin 1383 gram, usia kehamilan
29 minggu.
1.5 RESUME
G3P2A0 gravida 29 minggu datang melalui IGD Kebidanan RSUD
Waled dengan keluhan pusing sejak 1 hari yang lalu, sebelumnya pasien
diperiksa di puskesmas dan setelah diperiksa tekanan darah pasien diketahui
memiliki tekanan darah tinggi yaitu (TD170/110). Pasien mempunyai riwayat
Hipertensi pada hamil anak ke 2, Pasien mengaku bahwa menstruasinya
lancar dan pertama kali mendapatkannya yaitu usia 12 tahun dengan siklus
yg teratur selama 7 hari dan dapat mengganti pembalut 2-3 kali dalam sehari.
Riwayat ANC dilakukan rutin di puskesmas setempat, imunisasi TT sudah
dilakukannya lima kali. Pasien menikah saat usia 25 tahun, sudah menikah
selama 10 tahun dan merupakan pernikahan pertama. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis,
tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu
36,5 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 22 cm, DJJ 140
7

x/menit reguler, his 1x10”x10. Pada pemeriksaan leopold I Teraba bagian


teratas janin bulat lunak, mudah digerakan, TFU 22 cm, leopold II teraba
bagian kecil di kiri dan teraba bagian tahanan di kanan, Leopold III teraba
bagian terbawah janin bulat keras, Leopold IV bagian terbawah janin belum
masuk PAP. Pemeriksaan fisik dalam V/V tidak ada kelainan, VT dinding
vagina licin, portio tebal lunak, pembukaan (-), ketuban (+), presentasi
kepala.
1.6 Diagnosis kerja

G3P2A0 Hamil 29 minggu Preeklamsi Berat dengan HELLP Syndrome

1.7 Penatalaksanaan

- Rawat Inap

- Konsul Sp.OG, Advice:

- Protab PEB

- Metildopa 3x500mg

- Amlodipin 1x10 mg

- Dexametason 2x1 ampul

- Konsul Sp.PD

- Konsul Sp.PD HELLP Syndrome + PEB

- Diet lunak 1800 kkal

- Furosemid 2x40 mg iv

- Metildopa 3x500mg po

- Amlodipin 1x5 mg po

- NAC 3X200 mg po

- SNMC 2 ampul dalam D5% 200cc selama 30 menit, 1x/hari selama 3

hari

1.8 PROGNOSIS
8

- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam

BAB II
9

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan


2.1.1 Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist
(ACOG). Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140
mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau
kenaikan tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus
diukur 2 kali dengan selang waktu 6 jam.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan adalah sebagai berikut :
a) Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai
proteinuria, edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat
kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering mendekati aterm
dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblas.
b) Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada
wanita dengan kriteria klinis preeklampsia yang bukan
disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.
c) Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan
preeklampsia-eklampsia yang terjadi pada wanita yang
sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau
penyakit ginjal.
d) Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap
dengan penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi
atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6
minggu post partum.
e) Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam
kehamilan sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post
partum tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau
10

preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10


hari post partum.1

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan


Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk
menjelaskan setiap bentuk hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk menekankan hubungan
sebab dan akibat antara kehamilan dan hipertensi – preeklamsi
dan eklamsi.1
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi
menjadi 3 kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-
proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-induced
hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The International
Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama
kehamilan, persalinan, atau pada wanita hamil yang
sebelumnya normotensi dan non-proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan
penyakit ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20
minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa
hipertensi)
- Hipertensi kronis dengn superimposed
- Pre-eklamsi (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia.
11

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working


Group of the NHBPEP (2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklamsi
3. Eklamsi
4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis.

2.1.3 Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun
insiden hipertensi meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan
wanita usia 20-30 tahun. Hansen melaporkan peningkatan insiden
preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nullipara yang berusia di atas
40 tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun. Secara
umum insiden preeklampsia ± 5% dari seluruh kehamilan, hampir
70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara
menderita hipertensi sebelum, selama persalinan, dan masa nifas
jika dibandingkan dengan multipara sebesar 7%. Menurut
Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986
ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih,
20% hispanik, dan 22% ras kulit hitam. Insiden hipertensi dalam
kehamilan pada multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6%
pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.1

2.2 Preeklampsia
2.2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel,
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat
juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia
12

dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai


preeklampsia yang berat.
2.2.2 Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena
banyak faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan
sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan
lain-lain.
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%
(Triatmojo, 2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6
kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida
frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU
Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431
persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus
(0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas.
Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien
preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak
terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga
paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu
sebanyak 18 kasus. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35
tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang
tidak terdiagnosis dengan superimposed PIH.

2.2.3 Faktor Risiko Preeklampsia


Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan
penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian
menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi :
13

1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat


preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka
akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan
preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama
dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda
atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita
yang mempuyai bayi kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat
penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya
preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik,
diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti
reumatik arthritis atau lupus.

2.2.4 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The
Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan
terjadinya preeklampsia adalah:
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar
kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan
Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan
adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah
plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan
jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik
14

dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan


“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan
terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih
banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-
Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia
mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system
komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan
proteinuri.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan
Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative
Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga
terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia /
eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi
Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
Preeklampsia-Eklampsia.
15

e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang
mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat
sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan
“Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin,
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.2.5 Patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi
perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang
kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf
lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes
fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer.
16

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia


dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim.
Perubahan pada organ-organ :
a) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering
terjadi pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan
tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
b) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan
eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium
dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan
eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita
dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.
Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas
normal.
c) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme
pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang
disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu
17

indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain


yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada
eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam
pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina.
d) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan
edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang
berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
e) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
f) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi
pneumonia, atau abses paru.

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka
preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih
setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah
normal.
18

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau


2+ pada urine kateter atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau
kualitatif 3+ atau 4+
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa
nyeri di epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat.
2.2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah
perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital,
pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan.Perawatannya
dapat meliputi :
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1) Ibu :
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda gawat janin
b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3) Laboratorium : Adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan Medikamentosa
1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-
125 cc/jam)
19

2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.


3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung
kongestif, atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.
4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti
hipertensi lini pertama adalah nifedipin dosis 10-20 mg per
oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam.
c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan.
Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

3.1 Sindroma HELLP

3.1.1 Definisi

Sindroma HELLP adalah singakatan dari Hemolysis,

Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count yang artinya adalah

hemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia. Ini

merupakan komplikasi dari Pre-eklamsia dan eklamsia yang terdiri

dari:1,3

- Hemolisis (penghancuran sel darah merah)

- Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)

- Penurunan jumlah trombosit

3.1.2 Etiologi dan Patogenesis

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas.

Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus

vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak

ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan


20

akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel

mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi

vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi

kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi

hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas.1,2,3,4

Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah

kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus

darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells

dan burr cells.1,2,3,4

Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat

obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini

menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat

terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.

Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran

histopatologik yang paling sering ditemukan. Trombositopeni ditandai

dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.1,3,4,5

3.1.3 Faktor Resiko

Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsi

(Tabel 1). pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata

umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa

sindrom HELLP(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada

populasi kulit putih dan multipara.. 1,2,3,4,5

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien

muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69%
21

pasiendan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat

terjadinya khas,dalam waktu 48 jam pertama post partum. 1,4,5

Sindroma HELLP Pre – eklampsi

Multipara Nullipara
Usia ibu >25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau >40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga pre – eklampsi
Riwayat Obstetri Jelek ANC yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan Multipel
Tabel 1. Faktor Resiko Sindroma HELLP 5

3.1.4 Manifestasi Klinis

Pasien sindroma HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang

sangat bervariasi, dari yang berniali daignostik sampai semua gejala dan

tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom

HELLP.

Pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut

kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain

bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai

riwayat malaise selama beberapa hari sebelum tanda lain. Mual dan atau

muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran darah

di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien

sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna

dengan edema menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi

berat (sistolik160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.


2,4,5,6
22

3.1.5 Diagnosis

Kriteria diagnosis sindroma HELLP berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium antara lain klasifikasi Mississippi dan

Tennessee. Bila dikombinasikan kedua klasifikasi ini maka klas 1

termasuk kelompok sindroma HELLP komplit sedangkan klas 2 dan 3

merupakan sindroma HELLP parsial. 2

Sistem Mississippi Sistem Tennessee

- Klas 1 Trombosit ≤ 50 K/mm3 Sindrom Komplit:


- Klas 2 Trombosit > 50 - ≤100 - Hemolisis (gambaran sel
K/mm3 abnormal)
- Klas 3 Trombosit >100 - ≤ 150 - AST ≥ 70 IU/L
K/mm3 - Platelet < 100 K/mm3
- LDH ≥ 600 IU/L
- AST dan atau ALT ≥ 40IU/L Sindroma Parsial:
- Hemolisis (gambaran sel
Terdapat satu atau dua tanda diatas
abnormal)
- LDH ≥ 600 IU/L

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Sindroma HELLP 2

3.1.6 Penatalaksanaan 3,4,6

a. Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang

mirip dengan sindroma HELLP

b. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara

perawatan dan pengobatan pada preeklampsia dan eklampsia

c. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi

vasospasme dan kerusakan sel endotel.

d. Bila hendaknya dilakukan section caesarea dan bila trombosit <

50.000/cc, maka perlu diberikan transfusi trombosit. Bila trombosit <


23

40.000/cc, dan akan dilakukan section caesarea maka perlu diberi

transfusi darah segar

e. Dapat pula diberikan “plasma exchange” dengan “fresh frozen plasma”

dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.

f. Pemberian double strength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12

jam segera setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan

pemberiannya yaitu untuk meningkatkan pematangan paru pada

kehamilan preterm dan dapat mempercepat perbaikan gejala klinis dan

laboratoris.

g. Pada sindroma HELLP post partum diberikan dexamethasone 10 mg IV

setiap 12 jam disusul pemberian 5 mg dexamethasone 2 kali dalam

selang waktu 12 jam.

h. Perbaikan gejala klinik setelah pemberian dexamethasone dapat

diketahui dengan :

- Meningkatnya produksi urin

- Meningkatnya trombosit

- Menurunnya tekanan darah

- Menurunnya kadar LDH dan AST

i. Bila terjadi ruptur hepar, sebaiknya segera dilakukan pembedahan

lobektomi.

j. Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, lahirkan bayi tanpa

memandang usia kehamilan.

KESIMPULAN
24

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis preeklamsia berat dimana tekanan darah
pasien 170/110mmHg dengan adanya proteinuria +2. Penatalaksanaan preeklamsia
diberikan langsung setelah dilakukan penegakan diagnosis. Pada pasien ini masih
dilakukan pemantauan untuk menentukan janin di pertahankan sampai aterm atau
di terminasi pada usia kehamilan saat ini. Jika kondisi membaik perlu pemantauan
secara rutin kondisi ibu. Rencana terminasi kehamilan perlu di pertimbangkan
untuk menyelamatkan kondisi ibu dari komplikasi preeklamsia yang bisa
menyebabkan kematian. Evaluasi TTV dan produksi urin menjadi tolak ukur dan
alat evaluasi keadaan pasien. Penyebab preeklamsia dewasa ini masih belum
ditemukan secara pasti.

DAFTAR PUSTAKA
25

1. Cunningham, et all. 2012. Williams Obstetric 23rd edition. EGC : Jakarta


2. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia, edisi ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27
3. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian
pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70
4. Manuaba,Chandranita,dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta: ECG. 2008.
5. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi
ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta
: EGC, 2003 : 68-82
6. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi
ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
7. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku
Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi
ke-1, Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213
8. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses tanggal
24 Oktober 2009, dari http : //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115

Anda mungkin juga menyukai