Anda di halaman 1dari 19

BAB I

DEFINISI

A. Pengertian
Sedasi adalah anestesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu
periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan
kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.
Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem
saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistem saraf
pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal
dengan pasien harus tetap terjaga. Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan
kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan
sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat dipertahankan jalan
napas dan refleks protektif.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi
pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau
menyakitkan.
Pedoman terbaru dari Department of Health on general anaesthesia and dentistry telah
merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal
anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.
Jika pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur yang sesuai,
penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
1. Sedasi Minimal (anxiolysis)
Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki
beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status kardiopulmoner.
2. Sedasi Moderat
Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat merespons dengan tepat
perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu
mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung
biasanya terpengaruh oleh obat yang diberikan.
3. Sedasi Dalam.
Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja (tidak
hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin

1
memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status
kardiovaskuler normal dipertahankan selama ventilasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur
anestesi yang seragam diseluruh unit Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Keselamatan pasien.
b. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur.
c. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur.
d. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar
secepat mungkin.
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien
berdasarkan tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur. Perawatan
individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.
Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang lingkup
1. Panduan ini diterapkan kepada dokter anestesi dan perawat penata anestesi di unit kamar
operasi.
2. Pelaksana panduan ini adalah dokter anestesi dan perawat penata anestesi di unit kamar
operasi yang bekerja di rumah sakit.

B. Kewajiban dan Tanggung jawab


1. Dokter Anestesi
a. Memahami dan menerapkan prosedur sedasi.
b. Melaksanakan prosedur sedasi secara benar.
2. Perawat anestesi
2
a. Bertanggung jawab membantu dokter anestesi melakukan sedasi.
b. Bertugas memonitor pasien selama tindakan operasi.

BAB III
TATA LAKSANA

A. Kualifikasi Dan Ketrampilan Khusus


1. Semua pengguna sedasi harus :
a. Memberitahukan kepada dokter penanggung jawab anestesi.
b. Mempunyai sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
1) Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi.
2) Protokol puasa.
3) Pemberian informed consent.
c. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat.
Monitoring minimal meliputi tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola
pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi
merupakan prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan
darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara rutin.
d. Fasilitas resusitasi.
e. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life support.
f. Pelatihan keterampilan resusitasi secara reguler.
g. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.
h. Rekam medis.
2. Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :
3
a. Penjahitan minor.
b. Pengangkatan jahitan.
c. Dressing seperti luka bakar.
d. Penggantian / pengangkatan plester.

B.Kontraindikasi
Kontra indikasi untuk sedasi :
1. Pasien menolak / keluarga menolak.
2. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, biasanya dapat dengan pemberian
makanan dan menjaga tetap hangat sehingga bayinya bisa tidur selama prosedur.
Mereka tidak harus dibius.
3. Bayi prematur <56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya depresi
pernapasan serta sedasi berlebihan.
4. Gangguan perilaku berat.
5. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstruktif sleep apnea,
abnormalitas kraniofasial.
6. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi oksigen.
7. Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
8. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
9. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
10. Peningkatan tekanan intrakranial.
11. Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
12. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
13. Prosedur lama atau menyakitkan.

C. Penggunaan Obat
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana pasien
sementara dalam keadaan mengantuk, bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan
yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan
terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna untuk anak anak. Orang tua sering
dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.

4
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia
dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-
anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum, mereka
harus:
1. Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
2. Dipuasakan.
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis lainnya.
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak sulit, dimana
kemungkinan akan meningkatkan sedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meningkatkan
kejadian efek samping.
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati
atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.
NAMA OBAT SEDASI INTRA VENA
NAMA DOSIS (IV) DURASI REVERSAL
OBAT OBAT
Midazolam Dewasa 0,05mg/kg - 0,2mg/kg 20-30 menit Flumazenil 0,2mg
Diazepam Dewasa 5mg-20mg 1-8 jam Flumazenil 0,2mg
(valium)
Fentanyl Dewasa 0,5-1mcg/kg maks. 30-60 menit Nalaxone 0,4mg
250mcg
Ketamine Dewasa 0,2-1,0mg/kg 15-30 menit -
(ketalar)
Propofol Dewasa 0,2-1,0mg/kg maks 15-3 menit -
(Diprivan) 2mg/kg
Tabel 3.1 Obat Sedasi Intravena

NAMA OBAT SEDASI ORAL


NAMA DOSIS ORAL DURASI OBAT
OBAT
Diazepam Dewasa 200-500mcg/kg 1-8 jam
Catatan : pada anak lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal
Tabel 3.2 Obat Sedasi Oral

5
NAMA OBAT SEDASI INHALASI
NAMA DOSIS DURASI OBAT
OBAT
Halotan Dewasa 25%-50% Halotan dalam O2
Tabel 3.3 Obat Sedasi Anestesi

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa,
karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk
orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.

D. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis


1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari
2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun
Tabel 3.4 Pembagian pediatric berdasarkan perkembangan biologis

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut


masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa :
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar dan lidah juga lebih besar.
2. Laring yang letaknya lebih anterior.
3. Epiglottis yang lebih panjang.
4. Leher dan trachea yang lebih pendek daripada dewasa.
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway.

E. Frekuensi Dan Monitoring


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen dan kronologis pertambahan usia
tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan
sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak dan kurangnya cadangan
fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-
obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko untuk efek
samping aditif diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau

6
desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama pada
pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia
jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan
pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi
pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon,
kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus responsif
setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode pemantauan yang
paling berharga.
Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :
1. Adanya beberapa komorbiditas : penyakit koroner, aritmia.
2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya.
3. Kesulitan memposisikan pasien.
4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal.
5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah.
6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi.
7. Demensia dan disfungsi kognitif.

F. Kunjungan Pra Sedasi


Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
1. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.
2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anesthesia, antara lain :
a. Penyakit alergi.
b. Diabetes mellitus.
c. Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
d. Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis).
e. Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll).
f. Penyakit hati.
g. Penyakit ginjal.
h. Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang).

7
3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan interaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik.
Misalnya obat anti hipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan
aminoglikosida, obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino
oxidase inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode
sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan
yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi
preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu. Akan
tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu
untuk dilakukan pembedahan.
4. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anafilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya intoleransi obat-obatan.
Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang
kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk reaksi terhadap plester,
sabun iodine dan lateks. Jika respon terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi
tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin atau kortikosteroid.
5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami di waktu yang lalu, berapa kali dan
selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih
sadar dan perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat keluarga.
Riwayat anestesi yang merugikan atau membahayakan pada keluarga yang lain
sebaiknya juga dievaluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang
kemungkinan mengandung. Pada kasus meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperatif
merupakan suatu indikasi.
7. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
a. Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena
merangasang batuk, sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan
pneumonia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam
sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
b. Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat-obat anestesi khususnya golongan
barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.

8
c. Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
8. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergency).

G. Pemeriksaan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik. Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.
Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
1. Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.
2. Tanda-tanda vital
a. Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran
urine yang adekuat selama operasi .
b. Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan
bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau
cabang-cabang besarnya).
c. Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok
dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang
cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi lemah.
d. Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya, dalamnya dan pola
pernapasannya selama istirahat.
e. Suhu tubuh (Febris/hipotermi).
f. Wong baker
Skala untuk menilai tingkat nyeri.
3. Kepala dan leher
a. Mata
Anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya).
b. Hidung
Polip, septum deviasi, perdarahan.
c. Gigi
Gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan
ortodontik lainnya.
d. Mulut

9
Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan (baik/kurang baik),
sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil.
e. Tonsil
Ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan.
f. Leher
Ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi
servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar
getah bening.
g. Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : teet, tongue, temporo
mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor, Trakea.
4. Thoraks
a. Precardial.
Auskultasi jantung mungkin ditemukan mur mur (bising katup), irama gallop atau
perikardial rub.
b. Paru-paru.
1) Inspeksi
a) Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis, skoliosis).
b) Frekwensi (bradipnue/takipnue).
c) Sifat pernafasan (torakal, torako abdominal/abdominal torako).
d) Irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot).
e) Sputum (purulen, pink frothy).
f) Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas).
2) Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah).
3) Auskultasi : Bunyi nafas pokok (vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik),
bunyi nafas tambahan (ronchi kering/wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan
pleura, hippocrates succussion).
4) Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
5. Abdomen
Peristaltik (kesan normal/meningkat/menurun), Hati dan limpa (teraba/tidak, batas,
ukuran, permukaan), distensi, massa atau asites (dapat menjadi predisposisi untuk
regurgitasi).
6. Urogenitalia
Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (<20 cc/24 jam),

10
oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (>2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ,
sedimen), tanda-tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).
7. Muskulo Skletal-Extremitas
Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik/kelemahan otot (parese, paralisis,
neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay
refil time, keringat), Clubbing fingger, sianosis, anemia dan deformitas, infeksi
kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional).

H. Pemeriksaan Laboratorium Dan Uji Lain


Pemeriksaan laboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
1. Pemeriksaan laboratorium rutin :
a. Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
b. Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn atau sesuai klinis.
c. EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.
2. Pemeriksaan khusus dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
a. EKG pada anak.
b. Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
c. Fungsi hati pada pasien ikterus.
d. Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
e. Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor.
f. Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsultasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.

I. Perencanaan Sedasi
Rencana sedasi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan sedasi secara
umum.
Secara garis besar komponen dari rencana sedasi adalah :
1. Ringkasan tentang anamnesis pasien atau asesmen pra sedasi yaitu hasil-hasil
pemeriksaan fisik sehubungan dengan penatalaksanaan sedasi, buat dalam daftar
masalah, satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh
dokter yang merawat (DPJP).

11
2. Perencanaan teknik sedasi yang akan digunakan termasuk tehnik berbagai modus
sedasi.
3. Perencanaan penanganan nyeri post tindakan bila perlu.
4. Monitoring selama sedasi dan pasca sedasi di Recovery Room (RR).
5. Setelah tindakan khusus misalnya di Radiologi, IGD sebelum ke unit rawat inap atau
HCU pasien di monitor di RR.
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada, informed consent dan pernyataan bahwa
semua pertanyaan telah dijawab dituliskan di form Informed consent anesthesi bila
perlu.
7. Persiapan peralatan spesialistik.
8. Dibuat dan didokumentasi kriteria untuk pemulihan dan discharge dari sedasi di form
sedasi.
9. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

J. Menentukan Prognosis
Pada kesimpulan evaluasi pra sedasi setiap pasien ditentukan klasifikasi status fisik
menurut American Society of Anestesiologist (ASA). Hal ini merupakan ukuran umum
keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
1. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang
akan dioperasi.
2. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan
3. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol
4. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
5. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja
dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi
pada pasien koma berat.
6. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan

12
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan. Untuk
operasi darurat, dibelakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat) misalnya
: operasi apendiks tanpa komplikasi diberi kode ASA 1 E.

K. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus
dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik
atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi
adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan
komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa
dilakukan oleh orang yang sama. Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar,
penilaian komponen mata harus disesuaikan dengan respon motorik. Demikian pula untuk
penderita yang afasia, atau terintubasi, komponen verbalnya harus disesuaikan dengan
respon motorik. Dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat atau jika ada proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.

Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan


sesuai dengan umur penderita
Mata ≥ 1 tahun 0 - 1 tahun
4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan
3 Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan
2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Motorik ≥ 1 tahun 0 - 1 tahun
6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi Abnormal (dekortikasi) Fleksi Abnormal (dekortikasi)
2 Ektensi abnormal (deserebrasi) Ektensi abnormal (deserebrasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun
5 Orientasi baik dan mampu ber- Menyebutkan Menagis kuat
komunikasi kata yang sesuai
4 Disorientasi tapi mampu ber- Menyebutkan Menagis lemah
13
komunikasi kata yang tidak
sesuai
3 Menyebutkan kata-kata yang Menagis dan Kadang menagis
tidak sesuai menjerit /
menjerit lemah
2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan Mengeluarkan
suara lemah suara
lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon
Tabel 3.5 Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.

L. Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi
anestesi maupun sedasi dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas
putusan merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum
dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang
direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed
consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan
didokumentasikan.

14
BAB IV
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam form sedasi yang mencakup :


1. Assesmen pra sedasi di RM .
2. Penilaian sebelum sedasi di RM.
3. Ringkasan prosedur sedasi di RM.
4. Monitoring prosedur sedasi di RM.
5. Kriteria pemulihan pasca sedasi di RM.
6. Instruksi setelah prosedur sedasi di RM.

BAB V
PENUTUP

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan
prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan–tindakan ini membutuhkan asesmen pasien
yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi serta
akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.

15
Dengan adanya panduan sedasi ini memberikan acuan untuk melaksanakan perbaikan dalam
rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam hal pelayanan sedasi anestesi di RS
Borneo Citra Medika Tanah Laut.

Lampiran 1

KRITERIA PEMULIHAN PASIEN PASCA ANESTESI / SEDASI

Aldrette Score untuk Pasien Dewasa


No Objek Penilaian Kriteria Skor Skor Pasien
1. Mampu menggerakkan 4 anggota
gerak secara spontan atau sesuai 2
perintah.
1. Mampu menggerakkan 2 anggota
1. Aktivitas gerak secara spontan atau sesuai 1
perintah.
2. Belum bisa menggerakan anggota
gerak secara spontan atau sesuai 0
perintah.
1. Mampu bernapas dalam atau batuk. 2
2. Respirasi 2. Sesak atau pernapasan terganggu. 1
3. Apnoe. 0
3. Sirkulasi 1. Tekanan darah 20 % dari tekanan 2
darah pra-anestesi.

16
2. Tekanan darah 20 – 50 % dari
1
tekanan darah pra-anestesi.
3. Tekanan darah > 50% dari tekanan
0
darah pra-anestesi.
1. Sadar penuh. 2
4. Kesadaran 2. Bisa dipanggil atau dibangunkan. 1
3. Tidak memberi respon/ jawaban 0
1. Merah muda. 2
5. Warna Kulit 2. Pucat, ikterus. 1
3. Sianosis. 0
Total
Score ≥ 9 pasien boleh pindah ruangan
Tabel. Lampiran 1 Kriteria Pemulihan Pasien Pasca Anestesi / Sedasi Untuk Pasien Dewasa
(Alderette Score)

Steward Score untuk Pasien Anak


No Kriteria Score Tiba di RR 15 menit 30 menit
Kesadaran
a. Bangun 2
1 b. Ada respon terhadap
1
rangsang
c. Tidak ada respon 0
Respirasi
a. Batuk / Menangis 2
2.
b. Berusaha bernapas 1
c. Perlu bantuan bernapas 0
Aktivitas Motorik
a. Gerakan bertujuan 2
3.
b. Gerakan tanpa tujuan 1
c. Tidak bergerak 0
Total
Score ≥ 5 pasien boleh pindah ruangan
Tabel. Lapiran 2 Kriteria Pemulihan Pasien Pasca Anestesi / Sedasi Untuk Pasien Anak (Steward
Score)

Bromage Score Pasca Anestesi Regional (SAB)


Skor Tiba di RR 15 Menit Keluar dari RR
Gerakan penuh dari
3
tungkai
Tak mampu
2
ekstensi tungkai
1 Tak mampu fleksi

17
lutut
Tak mampu fleksi
0
pergelangan kaki
Bila skor ≥2 pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan
Tabel. Lampiran 3 Kriteria Pemulihan Pasien Pasca Anestesi Regional (SAB)

Lampiran 2

MONITORING SELAMA SEDASI

1. Selama prosedur sedasi dilakukan :


a. Pencatatan obat-obatan yang diberikan dalam rekam medik pasien, meliputi:
1) Dosis semua obat yang diberikan.
2) Waktu dan jalur pemberian semua obat sedasi.
3) Orang yang memberikan obat.
4) Jenis dan jumlah semua cairan yang diberikan melalui infus, termasuk darah dan
produk darah.
b. Lakukan monitoring (pemantauan) pasien dan catat keadaan pasien. Lakukan
pemantauan berkesinambungan selama periode sedasi menggunakan monitor dan
dokumentasikan keadaan pasien sesuai tingkat sedasi.
c. Pada sedasi ringan, monitoring pasien dilakukan setiap 5 menit, meliputi monitoring
frekuensi jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Pada sedasi sedang dan dalam,
monitoring dilakukan setiap 5 menit, mencakup:
1) Frekuensi jantung dan pernapasan.
2) Saturasi oksigen.
3) Tekanan darah.
4) Pada kondisi khusus seperti pasien dengan gangguan paru menahun atau operasi pada
daerah paru, torakotomi, harus ditambah dengan pemantauan End Tidal CO2.
d. Lakukan diagnosis dan segera tangani semua kejadian yang tidak diharapkan selama
sedasi dilakukan, termasuk bradikardia, apnea, desaturasi oksigen, hipotensi, muntah,
reaksi vagal, kejang, anafilaksis atau reaksi anafilaktoid, gangguan neuropsikiatri dan
gangguan kardiopulmonal lainnya. Trolley emergency harus tersedia dan dapat digunakan
kapanpun diperlukan.
e. Dokumentasikan semua kejadian, intervensi dan respon pasien apabila terjadi suatu
kejadian yang tidak diharapkan beserta intervensinya.
f. Dokumentasikan status pasien saat prosedur berakhir, termasuk frekuensi jantung,
tekanan darah, frekuensi napas, saturasi oksigen, tingkat kesadaran dan skor nyeri bila
diperlukan. Cantumkan jam mulai dan jam berakhirnya prosedur anestesi dan sedasi.
18
2. Pemantauan Post Sedasi
a. Lanjutkan mengobservasi dan memonitor pasien sesuai tingkat sedasi ( setiap 5 menit
untuk sedasi ringan, setiap 5 menit untuk sedasi sedang dan dalam ) dan
didokumentasikan setiap 5 menit dalam rekam medis.
b. Setelah sedasi sedang-berat dan anestesi selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
dan dilakukan pengawasan pasca sedasi oleh dokter anestesi/ asisten sedasi dengan
memonitor nadi, pernapasan, tekanan darah, saturasi O2 dan fungsi kardiovaskuler
melalui monitor pasien. Monitoring dilakukan setiap 5 menit. Di ruang pemulihan, harus
selalu ada dokter atau perawat, pasien tidak boleh ditinggalkan tanpa dijaga.
c. Gunakan sistem skor Aldrette atau Steward untuk menentukan apakah pasien sudah boleh
pindah ke ruangan, atau sesuai instruksi dokter spesialis anestesi. Total Skor Aldrette
untuk respirasi, saturasi O2, kesadaran, sirkulasi dan aktivitas yang dianggap sebagai
kriteria boleh pindah ruangan adalah > 9 (dewasa). Dan untuk total score Steward ≥ 5
untuk pasien anak: kesadaran, respirasi dan aktivitas motorik.
d. Untuk pasien dengan anestesi regional: menggunakan bromage skor, bila nilai skor ≥2
boleh pindah ruang.
e. Berikan instruksi pasca sedasi pada keluarga pasien, baik dalam bentuk verbal maupun
tertulis, mencakup diet, obat-obatan, aktivitas pasien, komplikasi yang masih mungkin
terjadi dan tindakan yang harus dilakukan apabila komplikasi terjadi.
f. Komunikasikan informasi kepada staf rumah sakit yang bertanggung jawab terhadap
pasien, apabila pasien melanjutkan perawatan di rumah sakit.
g. Pastikan bahwa semua proses yang dilalui sudah tercatat dengan baik di dalam rekam
medik pasien dalam 24 jam setelah dilakukan pembedahan.

19

Anda mungkin juga menyukai