Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH CEDERA KEPALA

Dosen pengampu :
Ns. Lina Indrawaty, S. Kep, M. Kep

Disusun oleh :
KELOMPOK 6

1. Arum Dyah Maulani 16.156.01.11.086


2. Mega Ayu Pratiwi 16.156.01.11.105
3. Nada Kamilia 16.156.01.11.108
4. Rizki Abdul Matin 16.156.01.11.110
5. Siti Sarah 16.156.01.11.114
6. Siti Sopiaturosidah 16.156.01.11.115

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MEDISTRA INDONESIA

Jl. Cut Mutia No. 88A Sepanjang Raya – Bekasi

Telp. (021) 82431375, 82431376, 82431377. Fax. (021) 82431374

www.stikesmedistra-indonesia.ac.id

Email : stikesmi@yahoo.co.id
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul Cedera Kepala
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat
terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan pengetahuan serta sumber yang penulis
miliki.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bekasi, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cedera Kepala
B. Klasifikasi Cedera Kepala
C. Etiologi Cedera Kepala
D. Patofisiologi Cedera Kepala
E. Manifestasi Klinis Cedera Kepala
F. Pemeriksaan penunjang Cedera Kepala
G. Penatalaksanaan Cedera Kepala
H. Komplikasi Cedera Kepala
I. Pencegahan Cedera Kepala
BAB III Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Implementasi Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama
pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua
pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai
signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran
untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi
kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di
ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya.Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan
kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami
cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang
yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non
konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan
kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau
permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia
dini.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan
menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-
anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda
keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera
kepala karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama,
digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
2.1 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari cedera kepala?
b. Berapa klasifikasi dari cedera kepala?
c. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
d. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaancedera kepala?
h. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
i. Bagaimana pencegahancedera kepala?
3.1 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
d. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang cedera kepala.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
h. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban kerumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan
pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak.Pendekatan
yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital.
Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di tentukan saat pasien tiba di
rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio,
kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan
fraktur tengkorak.
2.2 Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS)
nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2.3 Etiologi Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu
jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan
benda tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan
tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10%
kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang
atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor
tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh
helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan
langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.

2.4 Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang
terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak
sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas
(Brain, 2009).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera
otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intrakranial hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema
kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

2.7 Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-
hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan
survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder
dan mencegah homeostasis otak.

2.8 Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari
cedera kepala adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa.
Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha
mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan
intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi
menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan
tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-
110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara
umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan
permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke
alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping
tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus
memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah
cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan
diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan,
diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau
telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea

2.9 Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor
yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai
sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi
yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera
yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan
tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari
masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway
disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang
tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan
mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya
benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal
lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam
paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam
mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat
menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat
yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian
cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi
darah.Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak
darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup.Pencegahan tertier ini penting untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta
memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi
terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu
ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan
sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada
lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon

2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama dimulai agar pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan rencana
masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga
diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang
semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga
penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA
A. Pengkajian
9. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
10. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-
an, perubahan penglihatan, diplopia, gangguanpengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi,kewas-
padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap
cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine dan
elektrolit meningkat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f. Hambatan interaksi sosial.
g. Kelebihan volume cairan.
h. Gangguan rasa nyaman.
i. Gangguan pertukaran gas.
j. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
otak  tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada tanda-tanda proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak leher dan punggung.
boleh dari 15 mmHg), - Monitor kemampuan BAB.
 Mendemonstrasikan - Kolabrasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik.
yang ditandai dengan: - Diskusikan mengenai
- Berkomunikasi penyebab perubahan sensasi.
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
2. Hambatan  Klien meningkat - Monitoring vital sign
mobilitas fisik dalam aktivitas fisik. sebelum/ sesudah latihan.
 Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana
peningkatan mobilitas. ambulasi sesuai dengan
 Memverbalisasikan kebutuhan.
perasaan dalam - Kaji pasien dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.
3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan
pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang bila perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
 Memelihara memaksimalkan ventilasi.
kebersihan paru-paru - Identikasi pasien perlunya
dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan. buatan.
 Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu.
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila
nafas yang bersih, perlu.
tidak ada sianosis dan - Keluarkan secret dengan
dyspneu (mampu batuk atau saction.
mengeluarkan sputum, - Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas adanya suara tambahan.
dengan mudah, tidak - Lakukan suction pada mayo.
ada pursed lips). - Berikan bronkodilator bila
 Tanda-tanda vital perlu.
dalam rentang normal. - Berikan pelembab udara.
4. Ketidakefektifan  Mendemonstrasikan Airway Management
pola nafas batuk efektif dengan - Buka jalan nafas dengan
berhubungan suara nafas yang besih, teknik chin lift atau jaw thrust
dengan tidak ada sianosis dan bila perlu
penurunan dyspneu (mamou - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru mengeluarkan septum, memaksimalkan ventilasi
Definisi : mampu bernafas - Identifikasi pasien perlunya
Inspirasi atau dengan mudah, tidak pemasangan alat jalan nafas
ekspirasi yang ada pursed lips) buatan
tidak memberi  Menunjukkan jalan - Pasang mayo bila perlu
ventilasi nafas yang paten - Auskultassi suara nafas, catat
Batasan (klien tidak merasa adanya suara tambahan
Karakteristik: tercekik, irama nafas, Oxygen Therapy
 Perubahan frekuensi pernafasan - Bersihkan mulut, hidung dan
kedalaman dalam rentang normal, sekret trakea
bernafas tidak ada suara - Pertahankan jalan nafas yang
 Penurunan abnormal) paten
tekanan  Tanda- tanda vital - Atur peralatan oksigen
ekspirasi dalam rentang normal - Monitor aliran oksigen
 Penurunan (tekanan darah, nadi, - Pertahankan posisi pasien
ventilasi se pernafasan) - Observasi adanya tanda –
menit tanda hiperventilasi
 Penurunan - Monitor adanya kecemasan
kapsitas vital pasien terhadan oksigenasi
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD,nadi,suhu,dan
RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management
gan nutrisi berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi makanan
kurang dari dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Berat badan ideal untuk menentukan jumlah
tubuh sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang di
Definisi : asupan badan butuhkan pasien
nutrisi tidak  Mampu - Anjurkan pasien untuk
cukup untuk mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
metabolik malnutrisi vitamin C
Batasan  Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien
karakteristik : peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
 kram abdomen pengecapan dari yang dibutuhkan
 nyeri abdomen menelan Nutrition monitoring
 menghindari  Tidak terjadi - BB pasien dalam batas
makanan penurunan berat badan normal
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction
nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas
Definisi : merasa  Status lingkungan harapan terhadap pelaku
kurang senang, yang nyaman pasien
lega dan  Mengontrol nyeri - Jelaskan semua prosedur dan
sempurna dalam  Kualitas tidur dan apa yang dirasakan selama
dimensi fisik, istirahat adekuat prosedur
psikospiritual,  Agresi pengendalian - Berikan obat untuk
lingkungan dan diri mengurangi kecemasan
sosial  Respon terhadap
Batasan pengobatan
karakteristik  Control gejala
 Ansietas  Status kenyamanan
 Menangis meningkat
 Gangguan  Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
 Takut  Support social
 Ketidakmamp  Keinginan untuk hidup
uan untuk
rileks
7. Hambatan  Menggunakan Socialization Enhancement
interkasi social aktivitas yang - Buat interaksi terjadwal
Definisi : menenangkan, - Dorong pasien ke kelompok
Insufisiensi atau menarik dan atau program keterampilan
kelebihan menyenangkan untuk interpersonal yang
kuantitas atau meningkatkan membantu meningkatkan
ketidakefektifan kesejahteraan interaksi pemahaman tentang
kualitas sosial dengan orang, pertukaran informasi atau
perukuran social kelompok,atau sosialisasi, jika perlu
organisasi - Identifikasi perubahan
 Memahami dari perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi jika pasien berinteraksi
sosial dengan orang lain
 Mendapatkan / - Fasilitas pasien dalam
meningkatkan member masukkan dan
keterampilan interaksi membuat perencanaan
sosial,kerja - Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan apa adanya dalam
saling memahami berinteraksi dengan orang
 Perkembangan lain
fisik,kognitif,dan - Anjurkan menghargai orang
psikososial anak sesuai lain
dengan usianya - Minta dan harapkan
informasi verbal
8. Kelebihan  Terbebas dari edema, Fluid management
volume cairan efusi, anaskara - Timbang popok/pembalut
Definisi :  Memelihara fena jika diperlukan
Peningkatan sentral, tekanan - Pertahankan catatan intake
retensi cairan kapiler paru, output dan output yang akurat
isotonik jantung dan vital sign - Pasang urine kateter jika
dalam batas normal diperlukan
 Terbatas dari - Monitor status nutrisi
kelelahan kecemasan - Kolaborasi pemberian
atau kebingungan diuretik sesuai intruksi
 Menjelaskan - Batasi masukan cairan pada
endikator kelebihan keadaan hiponatrermi dilusi
cairan dengan serum Na < 130
mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebihan muncul
memburuk
9. Resiko  Mempertahankan Fluid management
ketidakseimbang urine output sesuai - Timbang popok/pembalut
an elektrolit dengan usia dan BB, jika diperlukan
Definisi : BJ urine normal, HT - Pertahankan catatan intake
Berisiko normal dan output yang akurat
mengalami  Tekanan darah, nadi, - Monitor vital sign monitor
perubahan kadar suhu tubuh dalam status nutrisi
dan elektrolit batas normal - Berikan cairan IV pada suhu
serum yang dapat  Tidak ada tanda-tanda ruangan
mengganggu dehidrasi, elastisitas - Dorong masukan oral
kesehatn turgor kulit baik, - Pelihara IV line
membran mukosa - Monitor tingkat HB dan
lembab, tidak ada hematokrit
rasa haus yang - Monitor tanda vital
berlebihan - Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
10. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)
kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole - Berikan informasi kepada
Mekanisme dan diastole keluarga
dinamika cairan dalam rentang - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang yang diharapkan serebral
normalnya 120/80 mmHg - Catatan respon pasien
melakukan - Tidak ada terhadap stimulasi
kompensasi untuk ortostatik - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan hipertensi dan respon neurology
volume - Tidak ada terhadap aktifitas
intrakranial tanda-tanda - Monitor intake dan out put
mengalami peningkatan cairan
gangguan, yang tekanan - Monitor suhu dan angka
menyebabkan intrakranial WBC
peningkatan (tidak lebih dari - Kolaborasi pemberian anti
tekanan 15 mmH) biotik
intracranial (TIK)  Mendemonstrasikan
secara tidak kemampuan kognitif
merata dan yang ditandai dengan:
berespon terhadap - Berkomunikasi
berbagai stimuli dengan jelas yang
ynag berbahaya sesuai dengan
dan tidak kemampuan
berbahaya - Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan dengan
benar
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter
D. Implementasi Keperawatan
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada
beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya
tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara bergantian, sehingga resiko
infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut
tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.

Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi
persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip steril.

E. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif, namun
akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh
secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik,
kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh
total sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016


pukul 11.47 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf. Diakses pada


tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.48 WIB

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.50 WIB

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.p
df. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.54 WIB

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih
bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai