Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI CHOLELITIASIS

DI KAMAR OPERASI 9 RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :
JULIANA ANGGRAINI P.

PELATIHAN PERAWAT BEDAH


KAMAR OPERASI RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CHOLELITIASIS (BATU EMPEDU)

1. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu


Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir yang terletak
pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri,
yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang
dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung
empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung vena dan
saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu
dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum (Avunduk,
2002).
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke
duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika
dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka terbentuklah
duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm
dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian
menuju ampula Vateri (Avunduk, 2002).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang berasal
dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistikadapat bervariasi pada tiap tiap orang, namun
95 % berasal dari arteri hepatik kanan (Debas, 2004).
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena-vena
kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan
bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju
vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan
limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke
sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan
masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf
simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik
simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus
seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung
empedu. Saraf parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus (Welling & Simeone,
2009).

2. Fisiologi Kandung Empedu


Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:
a. Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua
periode makan.
b. Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan kolesterol,
dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga membantu proses
pencernaan lemak (Barett, 2006)
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri dari air,
elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa organik terlarut
lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan empedu pada
saat puasa. Kira-kira 90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang
menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik (Avunduk, 2002).
Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan
dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan makanan
terutama produk lemak akan memicu pengeluaran kolesistokinin (CCK). Hormon ini
merangsang kontraksi dari kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga
empedu dikeluarkan ke duodenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
Garam empedu secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya disekresikan
bersama dengan konstituen empedu lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan serta
dalam pencernaan lemak, garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme
transport aktif khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke sistem
porta hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu.
Proses pendaurulangan antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik (Sherwood, 2001).
Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan baik, garam
empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian besar akan disimpan di usus
halus (Barett, 2006).
3. Batu empedu
a. Definisi
Batu empedu adalah suatu bahan keras berbentuk bulat, oval,ataupun bersegi-segi
yang terdapat pada saluran empedu dan mengandung kolesterol, kalsium karbonat,
kalsium bilirubin, ataupun campuran dari elemen-elemen tersebut (Debas, 2004).

b. Epidemiologi
Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia, terutama untuk
pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi mengalami batu empedu
dibandingkan dengan pria. Kejadian batu empedu bervariasi di negara berbeda dan di
etnis berbeda pada negara yang sama.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam
pembentukan batu empedu. Prevalensi tinggi batu empedu campuran di negara Barat,
sedangkan di Asia umumnya dijumpai batu pigmen (Lee& Ko,2009).
Batu pigmen sering diasosiasikan dengan penyakit hemolitik dan sering dijumpai
di daerah endemik anemia hemolitik dan malaria. Batu pigmen hitam merupakan
penyebab batu empedu di negara barat sekitar 25% , terdiri dari polimer bilirubin tanpa
kalsium palmitat, sedikit kolesterol dan matriks dari bahan organik. Batu pigmen hitam
biasanya multipel, kecil, ireguler, dan berwarna hijau-kehitaman. Batu pigmen coklat
mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat, dan hanya sedikit jumlah kolesterol
yang terikat pada matriks bahan organik (Cuschieri, 2003; Debas, 2004). Faktor gaya
hidup , seperti obesitas, kurangnya beraktivitas, diet, dan obat-obatan juga berperan
penting dalam kejadian batu empedu baik simtomatik ataupun asimtomatik. Diet tinggi
karbohidrat, rendah protein nabati, dan rendah serat juga dihubungkan dengan batu
empedu simpomatik. Obat-obatan diuretik seperti thiazid dan terapi estrogen juga
meningkatkan resiko batu empedu (Lee& Ko,2009).

c. Patogenesis
1) Batu kolesterol : adanya ketidakseimbangan antara kolesterol, garam empedu, dan
fosfolipid yang menyebabkan terbentuknya empedu litogenik.
2) Batu bilirubinat : dikaitkan dengan hemolisis kronik, infeksi bakteri yang
memproduksi beta glukuronidase.
3) Batu campuran : dikaitkan dengan abnormalitas anatomi , stasis, riwayat operasi
sebelumnya, dan riwayat infeksi terdahulu (Cuschieri, 2003).

d. Manifestasi Klinis
Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinis. Biasa batu
empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai asimtomatik pada
80% pasien(Paumgartner & Greenberger, 2006).
1) Kolik bilier
Kolik yang diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu empedu merupakan
keluhan utama pada 70-80% pasien. Nyeri kolik disebabkan oleh spasme fungsional
di sekitar lokasi obstruksi. Nyeri kolik mempunyai karakteristik spesifik; nyeri yang
dirasakan bersifat episodik dan berat, lokasi di daerah epigastrium, dapat juga
dirasakan di daerah kuadran kanan atas, kuadran kiri, prekordium, dan abdomen
bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan semakin memberat pada 15 menit pertama
dan berkurang hingga tiga jam berikutnya. Resolusi nyeri lebih lambat. Nyeri dapat
menjalar hingga region interskapular, atau ke bahu kanan (Cuschieri, 2003).
2) Kolesistitis kronik
Diagnosis yang tidak pasti yang ditandai dengan nyeri perut atas kanan yang
bersifat intermiten, distensi, flatulens, dan intoleransi makanan berlemak, atau apabila
mengalami kolesistitis episode ringan yang berulang. (Cuschieri, 2003).
3) Kolesistitis obstruktif akut
Ditandai dengan nyeri konstan pada hipokondrium kanan, pireksia, mual , dapat
atau tidak disertai dengan jaundice, Murphy sign positif (nyeri di kuadran atas kanan),
leukositosis (Cuschieri, 2003).
4) Kolangitis
Ditandai dengan nyeri abdominal, demam tinggi, obstruktif jaundice (Charcot’s
triad), nyeri hebat pada kuadran atas kanan. (Cuschieri, 2003).
5) Jaundice obstruktif
Ditandai nyeri abdominal atas, warna feses pucat, urin berwarna gelap seperti teh
pekat, dan adanya pruritus. Jaundice obstruktif dapat berujung ke kolangitis bila
saluran bersama tetap terjadi obstruksi (Cuschieri, 2003).

e. Pemeriksaan
1) Ultrasonografi (USG): merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan untuk
mendeteki batu empedu. USG memiliki sensitivitas 95% dalam mendiagnosis batu
kandung empedu yang berdiameter 1,5mm atau lebih.
2) Computed Tomography (CT) :berguna untuk mendeteksi atau mengeksklusikan batu
empedu, terutama batu yang sudah terkalsifikasi, namun lebih kurang sensitif
dibandingkan dengan USG dan membutuhkan paparan terhadap radiasi.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Cholangiopancreatography (MRCP) : lebih
berguna untuk menvisualisasi saluran pankreas dan saluran empedu yang terdilatasi.
4) Endocospic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) : lebih untuk mendeteksi
batu pada saluran empedu (Paumgartner & Greenberger, 2006)

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non operatif untuk batu empedu yaitu terapi pengenceran
dengan asam empedu dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy).
Penatalaksanaan oral dengan asam empedu hanya dapat dilakukan untuk batu kolesterol,
namun tetap memiliki angka rekuren yang tinggi sehingga zaman sekarang jarang
digunakan. ESWL merupakan terapi yang cocok untuk pasien dengan batu soliter
berdiameter 0.5 -2 cm, dan angka rekurennya lebih rendah dibandingkan terapi oral.
Namun hanya sebagian kecil orang yang cocok dengan terapi ini. Tindakan operatif yaitu
kolesistektomi merupakan penalataksanaan yang telah menjadi baku emas untuk batu
empedu saat ini (Mullholland et al, 2006).
1) Kolesistektomi
Kolesistektomi atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah satu
prosedur abdominal yang paling umum. Kolesistektomi adalah penatalaksanaan yang
definitif untuk batu empedu simtomatik (Chari & Shah, 2007).
Kolesistektomi terbuka merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk
kolesistitis akutdan kronik. Namun, dua dekade terakhir kolesistektomi laparoskopi
telah mengambil alih peran kolesistektomi terbuka, dengan prosedur minimal
invasive (Brunicardi, 2010).

Indikasi Kolesistektomi
Urgensi (dalam 24-72 jam)
 Kolesistitis akut
 Kolesistitis emfisema
 Empiema kandung empedu
 Perforasi kandung empedu
 Riwayat koledokolitiasis

Elektif
 Diskinesia biliaris
 Kolesistitis kronik
 Kolelitiasis simpomatik
2) Kolesistektomi Laparoskopi
Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain pasien yang tidak
bisa menoleransi anestesi umum atau bedah mayor. Kondisi seperti koagulopati,
kehamilan dan sirosis tidak lagi dianggap sebagai kontraindikasi namun memerlukan
perhatian dan persiapan lebih dan evaluasi resiko beserta keuntungannya (Litwin &
Cahan, 2008).
Kolesistektomi laparoskopi merupakan pengangkatan total dari kandung empedu
tanpa insisi yang besar. Insisi kecil 2-3 cm dilakukan di umbilikus dan laparoskop
dimasukkan. Dokter bedah mengembangkan abdomen dengan cara memasukkan gas
yang tidak berbahaya, seperti karbon dioksida (CO2), agar tersedia ruang untuk
dilakukan operasi. Dua potongan kecil 0,5 – 1 cm dilakukan dibawah batas iga kanan.
Insisi keempat di abdomen bagian atas dekat dengan tulang dada. Insisi ini dilakukan
untuk memasukkan instrument seperti gunting dan forsep untuk mengangkat dan
memotong jaringan. Klip surgikal ditempatkan pada duktus dan arteri yang menuju
kandung empedu untuk mencegah kebocoran ataupun perdarahan. Kandung empedu
kemudian diangkat dari dalam abdomen melalui salah satu dari insisi tersebut. Bila
batu yang dijumpai berukuran besar, maka insisi dapat diperlebar. Pada beberapa
keadaan, dapat juga dilakukan X-ray yang disebut kolangiogram bila dicurigai
terdapat batu di saluran empedu. Operasi umumnya berlangsung 30 hingga 90 menit,
tergantung dari ukuran kandung empedu, seberapa berat inflamasinya, dan tingkat
kesulitan operasi (Soonawala, 2012).

3) Kolesistektomi terbuka

Indikasi Kolesistektomi Terbuka


 Keadaan jantung dan paru yang buruk
 Dicurigai adanya kanker kandung empedu
 Sirosis dan hipertensi portal
 Kehamilan semester ketiga
 Digabung dengan prosedur lain
Kolesistektomi terbuka telah menjadi prosedur yang jarang dilakukam biasanya
dilakukan sebagai konversi dari kolesistektomi laparoskopi (Chari& Shah, 2007).
Kolesistektomi terbuka dilakukan dengan melakukan insisi sekitar 6cm- 8cm pada
bagian abdomen kanan atas menembus lemak dan otot hingga ke kandung empedu.
Duktus -duktus lainnya di klem, kemudian kandung empedu diangkat
(Turner&Malagoni, 2009).

4) Serum Transaminase
Transaminase atau aminotransferase, adalah sekelompok enzim yang berperan
dalam glukoneogenesis dengan mengkatalisir transfer amino dari asam aspartat atau
alanin menjadi asam ketoglutarat untuk menghasilkan asam oksaloasetat dan asam
piruvat (Brunicardi, 2010). ALT (Alanine Aminotransferase) atau SGOT (Serum
Glutamic-Oxaloacetic Transaminase) dan AST (Aspartate Aminotransferase) atau
SGPT (Serum Glutamic-pyruvic Transaminase) ditemukan utamanya pada hati,
namun juga ditemukan di sel darah merah, sel jantung, sel otot, dan organ lainnya,
seperti pankreas dan ginjal. Pengukuran serum transaminase berperan penting untuk
membantu menegakkan diagnosis pada penyakit hati. Nilai normal di darah adalah 5-
40 U/L untuk AST dan 5-35 U/L untuk ALT (Huang et al, 2006).Alanine
Aminotransferase (ALT) utamanya ditemukan di sitosol hepatosit, sehingga
peningkatannya lebih spesifik untuk penyakit hati. Selain di hati, ALT juga
ditemukan dalam jumlah yang sedikit pada ginjal, jantung dan otot skeletal (Kim et
al, 2007). Aspartate Aminotransferase (AST) ditemukan di hati, otot jantung, otot
skeletal, ginjal, otak, pankreas, paru, dan sel darah merah oleh sebab itu kurang
spesifik unyuk penyakit hati (Huang et al, 2006).
Ketika jaringan tubuh atau organ seperti liver atau jantung rusak atau terluka,
AST dan ALT akan dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan
serum enzim transaminase ketika dilakukan pengukuran (Huang et al, 2006). .
Penyebab kenaikan enzim aminotransferase secara umum mencakup hepatitis
viral, penggunaan alkohol, obat-obatan, kelainan genetic (Wilson’s disease,
hemochromatosis, dan alpha1-antitrypsin deficiency), atau penyakit autoimun.
Besarnya peningkatan serum transaminase dapat menunjuk pada etiologi dari
kerusakan hepar, walaupun peningkatan enzim ini tidak berkorelasi dengan seberapa
parah penyakit hati tersebut. Peningkatan ringan dari enzim transaminase biasa
dijumpai pada non-alcoholic fatty liver disease, infeksi virus kronis, ataupun akibat
dari obat-obatan. Peningkatan sedang umumnya dijumpai pada hepatitis viral akut.
Peningkatan hebat dapat terjadi pada kondisi seperti iskemik, keracunan (misalnya:
asetaminofen), dan hepatitis fulminant (Brunicardi, 2010).

4. TEHNIK INSTRUMENTASI
a. PERSIAPAN LINGKUNGAN:
1) Menata ruangan dan mengatur penempatan kursi,mesin couter, mesin suction, meja
instrument, troley, waskom, meja mayo.
2) Memastikan mesin suction, mesin ESU, dan lampu operasi dalam keadaan baik.
3) Mengatur suhu ruangan.
4) Memberi alas underpad dan linen pada meja operasi.
b. PERSIAPAN PASIEN
1) Pastikan ketepatan identifikasi pasien
2) Cek informed consent pembedahan dan anestesi
3) Cek penandaan area operasi
4) Cek kelengkapan data lain sesuai checklist lembar serah terima pasien
5) Menanggalkan semua perhiasan yang digunakan pasien (bila ada) dan diserahkan
pada keluarga pasien.
6) Persiapan psikologis pasien.

c. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


1) Alat-alat steril
Set Digestive (basic set instrument)
a) Doek klem 5
b) Handlee no.3 1
c) Pinset sirurgis 2
d) Pinset anatomis 2
e) Pinset anatomis bakar 1
f) Kom kecil 1
g) Heendle holder 2
h) Klem bengkok 5
i) Sponge holder forceps 2
j) Baabcock 1
k) Gunting jaringan 1
l) Gunting benang 1
m) Kanul suction 1
n) Langenback 2
o) Bengkok 1

Set linen dan penunjang operasi / bahan habis pakai

a) Linen set
b) Sarung tangan sesuai ukuran
c) Desinfektan 70%, providone iodine , NS 0,9%
d) Mess no.10 1
e) Selang suction 1
f) Kasa steril 20
g) Benang Silk 2/0 (Multifilament, non absorbable) 1
h) Benang Safil 2 (Multifilament, absorbabale) 1
i) Benang Cromic 2/0 (Monofilament, absorbable) 1
j) Benang Monosin 3/0 (Monofilament, absorbable) 1
k) Supratul 1
l) Underpad 1
m) NGT no 8 dan spuit 10cc 1/1

2) Alat tidak steril


a) Monitor
b) Mesin couter
c) Gunting plester
d) Plester / hipafix
e) Meja mayo
f) Meja instrument
g) Meja operasi
h) Standart infus
i) Tempat sampah medis dan non medis dan tempat linen

d. PERSIAPAN PASIEN
a) Persetujuan operasi
b) Alat-alat dan obat-obatan
c) Puasa
d) Sign in, pasien diberi narkose
e) Mengatur posisi supinasi

e. PROSEDUR
a) Perawat asisten/instrumen cuci tangan.
b) Perawat asisten/instrumen memakai baju steril dan sarung tangan .
c) Atur instrumen di meja mayo sesuai kebutuhan dan siapkan set digestive sebagai
set penunjang. Hitung kasa dan hitung instrumen
d) Siapkan duk sedang dan kecil untuk draping.
e) Berikan klem dan deper desinfektan untuk desinfeksi lapangan operasi.
f) Operator cuci tangan.
g) Beri dan pakaikan baju operasi, sarung tangan pada operator.
h) Time out, operator memimpin doa.
i) Berikan operator mess dan pinset sirurgis untuk melakukan insisi
j) Berikan pinset sirurgis ke 2 dan klem bengkok dengan kasa pada asisten untuk
membantu operator. Dan berikan suction pada asisten 2
k) Jika sudah terinsisi berikan handpise pada operator untuk membuka jaringan dalam
l) Operator melakukan insisi secara bertahap lapis demi lapis jaringan
m) Jika jaringan peritonium sudah terbuka berikan operator durm duk basah untuk
memudahkan penyerapan cairan dalam rongga abdomen dan melindungi organ
dalam abdomen.
n) Berikan asisten 2 hak defers kecil, namun jika hak defers kecil masih kurang untuk
membuka maka ganti dengan hak defers besar
o) Saat abdomen sudah terbuka berikan operator sponge holder forceps yang sudah
mengklem kasa untuk memilah organ abdomen
p) Identifikasi lesi / kelainan pada organ empedu. Bila didapatkan keganasan
dilakukan staging pada operasi
q) Berikan handpise kouter / pisau tajam untuk insisi organ empedu yang ada batunya
dan berikan pinset anatomis panjang untuk mengambil batu empedu
r) Jika batu empedu sudah terangkat. Berikan benang silk 2/0 (Multifilament, non
absorbable) untuk menutup luka yang di insisi tadi
s) Cuci dengan NaCl, untuk pembersihan dan mengevaluasi perdarahan
t) Prosedur sign out
u) Berikan operator Benang Safil 2/0 (Multifilament, absorbable) untuk menjahit
jaringan peritoneum dan fasia. Benang Chromic 2/0 (Monofilament, absorbable)
untuk menjahit jaringan subcutis dengan teknik simpul dalam. Benang Monosin 3/0
(Monofilament, absorbable) untuk menjahit sub kutikuler
v) Jika sudah selesai hecting berikan kasa lembab dan kering pada asisten untuk
membersihkan luka dan mengeringkan luka
w) Berikan sufratul, kasa kering dan hepafix untuk menutup luka
x) Pre cleaning bersihkan instrumen yang terpakai, lepas jas operasi dan hand scoun.
y) Kirim instrumen ke ruang cuci instrumen
z) Rapikan dan bersihkan ruangan operasi.

f. EVALUASI
a) Kelengkapan instrumen
b) Proses operasi
c) Bahan pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai

  • Formulir Daftar Riwayat Hidup
    Formulir Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen3 halaman
    Formulir Daftar Riwayat Hidup
    Wilker'z On Koslet Lae
    100% (6)
  • SOP PENATALAKSANAAN PENANGANAN Pre-Eklam
    SOP PENATALAKSANAAN PENANGANAN Pre-Eklam
    Dokumen2 halaman
    SOP PENATALAKSANAAN PENANGANAN Pre-Eklam
    Ayu shinta
    Belum ada peringkat
  • (OK 10) LP Atresia Ani
    (OK 10) LP Atresia Ani
    Dokumen13 halaman
    (OK 10) LP Atresia Ani
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Herniadiafragma
    Herniadiafragma
    Dokumen9 halaman
    Herniadiafragma
    Brian Yoman
    Belum ada peringkat
  • LP Ok 6 - Kalazion
    LP Ok 6 - Kalazion
    Dokumen7 halaman
    LP Ok 6 - Kalazion
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Ok 2 Kasus Ok 2
    Ok 2 Kasus Ok 2
    Dokumen6 halaman
    Ok 2 Kasus Ok 2
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Revisi LK 13 Fixxx
    Revisi LK 13 Fixxx
    Dokumen10 halaman
    Revisi LK 13 Fixxx
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • LK Ok 5 - Tonsil
    LK Ok 5 - Tonsil
    Dokumen5 halaman
    LK Ok 5 - Tonsil
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • 1 Peb
    1 Peb
    Dokumen3 halaman
    1 Peb
    Aina Cempaka
    Belum ada peringkat
  • LP Ok 14 Odontektomy DNG
    LP Ok 14 Odontektomy DNG
    Dokumen10 halaman
    LP Ok 14 Odontektomy DNG
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    Faris Almajid
    Belum ada peringkat
  • BEDAH THORAX-Dr DARMAWAN
    BEDAH THORAX-Dr DARMAWAN
    Dokumen18 halaman
    BEDAH THORAX-Dr DARMAWAN
    datik
    Belum ada peringkat
  • LP Ok 5 - Tonsil
    LP Ok 5 - Tonsil
    Dokumen10 halaman
    LP Ok 5 - Tonsil
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Surat Lamaran
    Surat Lamaran
    Dokumen1 halaman
    Surat Lamaran
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Teknik Instrumen
    Teknik Instrumen
    Dokumen16 halaman
    Teknik Instrumen
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Herniadiafragma
    Herniadiafragma
    Dokumen9 halaman
    Herniadiafragma
    Brian Yoman
    Belum ada peringkat
  • Presus Mantap Mantap
    Presus Mantap Mantap
    Dokumen13 halaman
    Presus Mantap Mantap
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Nosokomial Di Kamar Bedah
    Infeksi Nosokomial Di Kamar Bedah
    Dokumen8 halaman
    Infeksi Nosokomial Di Kamar Bedah
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Juli Pesek
    Juli Pesek
    Dokumen1 halaman
    Juli Pesek
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Presus Aye
    Presus Aye
    Dokumen8 halaman
    Presus Aye
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Maksilofacial
    Maksilofacial
    Dokumen4 halaman
    Maksilofacial
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • STSG Fix
    STSG Fix
    Dokumen4 halaman
    STSG Fix
    Mita Kurniawati
    Belum ada peringkat
  • Log Book Diklat Bedah
    Log Book Diklat Bedah
    Dokumen5 halaman
    Log Book Diklat Bedah
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Ok 2 Kasus Ok 2
    Ok 2 Kasus Ok 2
    Dokumen6 halaman
    Ok 2 Kasus Ok 2
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Contoh LP
    Contoh LP
    Dokumen5 halaman
    Contoh LP
    TimEn PoEnya
    Belum ada peringkat
  • Ibrahim
    Ibrahim
    Dokumen2 halaman
    Ibrahim
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen4 halaman
    Hernia
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Hasil
    Bab Iv Hasil
    Dokumen25 halaman
    Bab Iv Hasil
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen8 halaman
    Bab I Pendahuluan
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Niken
    BAB IV Niken
    Dokumen37 halaman
    BAB IV Niken
    juliana permatasari
    Belum ada peringkat